Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul ”Rencana dan Strategi Aksi Konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di
Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis”. Laporan ini bertujuan untuk
mengetahui rencana dan strategi aksi konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di
kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Kami menyusun laporan ini dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Biokonservasi.
Penyusun menyadari bahwa selama penyusunan laporan ini penulis mendapat banyak
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Purwati Kuswarini Suprapto, M.Si. dan Diki Muhamad Chaidir, S.Pd., M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Biokonservasi;
2. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penyusun dalam
meyelesaikan laporan ini; dan
3. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan laporan
ini.
Laporan ini bukanlah karya yang sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan informasi yang berguna khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca
sekalian. Amin.

Tasikmalaya, November 2019

Penyusun

RINGKASAN
Pelestarian tumbuhan dan hewan dapat melalui in-situ (usaha pelestarian yang dilakukan
di habitat aslinya) dan ex-situ (usaha pelestarian yang dilakukan di luar habitat aslinya) merupakan
salah satu bentuk usaha manusia agar makhluk hidup tidak punah. Salah satu contoh pelestarian
secara in-situ di Indonesia adalah Suaka Margasatwa Gunung Sawal yang terletak di Kabupaten
Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Salah satu hewan langka yang masih bisa ditemukan di Suaka
Margasatwa tersebut adalah Lutung Budeng (Trachypithecus auratus). Lutung Budeng
perdangangannya diawasi oleh CITES dan termasuk ke dalam Apendiks 2 karena dilindungi oleh
UU RI sejak 1999. Selain itu, IUCN memasukannya dalam daftar merah IUCN dalam status rentan
(VU=Vulnerable).
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) ialah sejenis lutung yang rambutnya berwarna
hitam legam. Monyet anggota suku Cercopithecidae ini menyebar terbatas karena lutung budeng
termasuk hewan endemik yang biasanya ditemukan di Indonesia Bagian Barat. Meskipun Lutung
Budeng tersebut berada di kawasan konservasi, tetapi tidak menutup kemungkinan masih terdapat
bahaya yang mengancam kelestariannya. Oleh karena itu, dibutuhkan rencana dan strategi aksi
konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di kawasan Suaka Margasatwa Gunung
Sawal, agar kelestariannya tidak terancam dan terjaganya keseimbangan ekosistem.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................


RINGKASAN .........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Tujuan ...........................................................................................
BAB II LANDASAN TEORETIS ........ ................................................
A. Pengertian Biologi Konservasi .....................................................
B. Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) ....................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................
BAB IV HASIL KEGIATAN .................................................................
A. Gambaran Umum Lokasi ..............................................................
B. Kondisi Ekologi ............................................................................
C. Upaya Konservasi yang Dilakukan ...............................................
D. Sosial Ekonomi Masyarakat .........................................................
E. Dukungan dari Para Pihak ............................................................
F. Analisis SWOT .............................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI DI LOKASI KEGIATAN
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi tumbuhan dan hewan semakin hari semakin berkurang, maka dari itu tumbuhan
dan hewan perlu di lestarikan agar tidak terjadi kepunahan. Pelestarian tumbuhan dan hewan dapat
melalui in-situ (usaha pelestarian yang dilakukan di habitat aslinya) dan ex-situ (usaha pelestarian
yang dilakukan di luar habitat aslinya) merupakan salah satu bentuk usaha manusia agar makhluk
hidup tidak punah. Kepunahan makhluk hidup, baik itu tumbuhan atau hewan dapat
mengakibatkan gangguan pada rantai makanan. Dalam cakupan yang luas juga dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem.
Pelestarian secara in-situ contohnya cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung, dll.
Sedangkan pelestarian secara ex-situ contohnya kebun binatang, taman safari, kebun botani, dll.
Pelestarian secara in-situ berupa suaka margasatwa yang ada di Jawa Barat salah satunya adalah
Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Suaka Margasatwa Gunung Sawal merupakan kawasan hutan
gunung yang berada di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan luas 5.400 ha.
Keanekaragaman hayati dan ekosistem yang masih sangat terjaga merupakan kelebihan kawasan
Gunung Sawal. Banyak flora dan fauna langka yang masih bisa ditemukan di Suaka Margasatwa
tersebut seperti Meong Congkok, Macan Kumbang, Macan Tutul, Elang Lurik, Pelanduk, Lutung
Budeng, dll.
Hewan asli Indonesia yang berada di Suaka Margasatwa dan masuk dalam status
konservasi rentan salah satunya adalah Lutung Budeng. Lutung Budeng yang memiliki nama
ilmiah Trachypithecus auratus ialah sejenis lutung yang rambutnya berwarna hitam legam.
Monyet anggota suku Cercopithecidae ini menyebar terbatas karena lutung budeng termasuk
hewan endemik yang biasanya ditemukan di Indonesia Bagian Barat. Perdagangannya diawasi
oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)
atau Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam dan
termasuk ke dalam Appendix II karena dilindungi oleh UU RI sejak 1999.
Spesies ini terancam kelestariannya karena kehilangan serta degredasi habitatnya yang
terdesak oleh lahan-lahan pertanian dan pemukiman manusia, fragmentasi habitat, serta peburuan
untuk dimakan atau di perdagangkan sebagai hewan peliharaan. Oleh sebab itu, IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resorces) memasukannya ke dalam
daftar merah IUCN dalam status rentan (VU=Vulnerable).
Meskipun Lutung Budeng tersebut berada di kawasan konservasi, tetapi tidak menutup
kemungkinan masih terdapat bahaya yang mengancam kelestariannya. Satu hal yang menjadi
permasalahan yang mengancam kelestarian Suaka Margasatwa Gunung Sawal adalah merebaknya
pembukaan lahan pertanian warga kaki gunung tersebut. Hutan dibuka digantikan oleh lahan
pertanian garapan warga. Selain itu, para pemburu hewan juga masih banyak ditemui di hutan-
hutan Gunung Sawal, padahal jelas-jelas seluruh flora dan fauna di kawasan Suaka Margasatwa
tersebut dilindungi.
Hal ini jika tidak ada tindak lanjut maka akan menyebabkan menurunnya daya dukung dan
daya tampung habitat, karena hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan pangonan
merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Suaka Margasatwa Gunung Sawal dan merupakan
Lanskap Habitat Lutung Budeng (Trachypithecus auratus ) yang tidak mengenal batas
administrasi dan batas fungsi hutan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun merumuskan masalah sebagai
berikut: “Bagaimana Rencana dan Strategi Aksi Konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus
auratus) di Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis?”

B. Tujuan
Berdasarkan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Rencana dan
Strategi Aksi Konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di Kawasan Suaka
Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Biologi Konservasi
1. Pengertian Konservasi
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan
servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita
punya (keep/save what you have).
Konservasi adalah upaya-upaya pelestarian lingkungan akan tetapi tetap
memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen-komponen lingkungan untuk pemanfaatan di
masa yang akan datang. Atau konservasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia
untuk dapat melestarikan flora dan fauna, konservasi bisa juga disebut dengan pelestarian
ataupun perlindungan. Jika secara harfiah konservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari
kata “Conservation” yang berati pelestarian atau perlindungan.
Dalam kata lain konservasi adalah pengelolaan biosfer seara aktif yang bertujuan
untuk menjaga kelangsungan keanekaragaman spesies maksimum dan pemeliharaan
keragaman genetik di dalam suatu spesies, termasuk juga pemeliharaan fungsi biosfer seperti
fungsi ekosistem dan siklus nutrisi. (Allaby: 2010).
Pengertian konservasi menurut KBBI, selain diartikan sebagai pelestarian, konservasi
juga memiliki arti lain yaitu kegiatan menutupi bagian dalam badan kapal, mobil, dan lain
sebagainya dengan suatu lapisan untuk melindungi dari karat. Contohnya badan kapal sangat
rentan terkena karat dari air laut sehingga harus dirawat secara teratur.
Istilah konservasi atau yang dikenal dengan pelestarian atau perlinungan seringkali
dikaitkan dengan masalah lingkungan seperti konservasi daya alam, konservasi hutan,
konservasi lingkungan hidup, konservasi air, konservasi energy, konservasi tanah, dan lain
sebagainya. Hal ini karena alam sebagai tempat kita hidup dan mencari penghidupan sangat
penting dijaga kelestariannya dan alamlah yang sangat sering teranam kelestariannya karena
ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hanya ingin mengambil keuntungan tanpa
memperdulikan dampak yang ditimbulkan.
Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk
melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Sampai saat ini,
sejumlah kawasan Konservasi Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia telah ditetapkan
dengan luas kawasan konservasi mencapai 17,302,747. Ha, dengan jumlah kawasan koservasi
154 (mencakup cagar alam laut, perairan daerah, suaka alam perairan, margasatwa laut,
konservasi taman nasional laut, taman nasional perairan, taman pesisir, taman wisata air laut,
taman wisata perairan) di seluruh Indonesia.
2. Tujuan Konservasi
Adapun beberapa tujuan konservasi, yang diantaranya sebagai berikut ini:
a. Memelihara maupun melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga supaya tidak
hancur, berubah atau punah.
b. Melindungi benda-benda cagar alam yang dilakukan secara langsung yaitu dengan cara
membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik itu secara fisik maupun secara
langsung dari pengarauh berbagai macam faktor, misalnya seperti faktor lingkungan yang
bisa merusak benda- benda tersebut.
c. Melindungi sepesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah, sehingga dapat
menyelamatkan spesies flora dan fauna tersebut dari kepunahan.
3. Manfaat Konservasi
Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yang diantaranya sebagai
berikut ini:
a. Untuk melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses-proses ekologi
maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
b. Untuk melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
c. Untuk melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam,
mikroorganisme dan lain-lain.
d. Untuk menjaga kualitas lingkungan supaya tetap terjaga, dan lain sebagainya.

B. Lutung Jawa (Lutung Budeng)


1. Klasifikasi
Klasifikasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) menurut (Napier Jr, Napier
PH, 1985) ialah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Classis : Mamalia
Order : Primates
Family : Cercopithecidae
Genus : Tracchypithecus
Spesies : Tracchypithecus auratus

2. Deskripsi Lutung Jawa (Lutung Budeng)


Rambut Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina
memiliki rambut berwana keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung Jawa (lutung budeng)
muda memiliki bulu yang berwarna oranye. Untuk subspesies Trachypithecus auratus auratus
(Spangled Langur Ebony) meliki ras yang mempunyai bulu seperti lutung Jawa muda dengan
warna bulu yang oranye sedikit gelap dengan ujung kuning (Rowe, 1996).
Genus Trachypithecus mempunyai susunan warna utama adalah abu-abu, gelap, warna
coklat atau hitam. Bayi Trachypithecus khususnya di Benua Asia berwarna abu-abu atau
warna coklat, namun pada umumnya berwarna terang. Setelah dewasa akan berubah warna
menjadi lebih gelap dan sebagian jenis mempunyai berbagai tanda kekuning-kuningan atau
putih pada jambul kepala, bahu, atau lengan dan kaki. Seperti genus Trachypithecus yang ada
di Vietnam, jenis ini mempunyai suatu jambul panjang di atas kepala, pinggiran kening yang
lebar (Nadler, 2002 dalam Fuadi, 2007).
Menurut Supriatna dan wahyono (2000), Lutung Jawa mempunyai panjang tubuh dari
ujung kepala hingga tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517 mm, dan panjang
ekornya rata-rata 742 mm, sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam,
diselingi dengan keperak-perakan. Bagian ventral, berwarna kelabu pucat dan kepala
mempunyai jambul. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul.
Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu.
Bentuk rahang Lutung Jawa yaitu 2:1:2:3 pada kedua rahang atas dan bawah (Ankel-
Simons, 2000 dalam Febriyanti, 2008). Jenis ini memiliki perut sacculated untuk membantu
mencerna selulosa. Lutung Jawa memiliki kelenjar ludah yang besar untuk membantu
mencerna makanan. Betina berbeda dari jantan yang memiliki warna pucat, biasanya putih
kekuning-kuningan pada bagian pinggang (Brandon-Jones, 1995 dalam Febriyanti, 2008).
Bayi berwarna orange dan rata-rata berat tubuh Lutung jawa adalah 7.1 kg (Rowe, 1996 dalam
Febriyanti, 2008).
3. Tingkah Laku
Lutung Jawa merupakan satwa diurnal, yang artinya satwa tersebut lebih aktif di siang
hari atau dari matahari terbit sampai matahari terbenam, selain itu lutung budeng juga
meruapakan satwa arboreal, yaitu satwa yang menghabiskan lebih banyak waktunya di atas
pohon, dan kadang berjalan di atas cabang pohon (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Menurut Napier dan Napier (1967), keluarga besar lutung merupakan satwa
quadrupedal atau satwa yang melakukan pergerakan harian seperti berjalan dan berlari
menggunakan keempat tungkainya secara bersamaan, untuk mencapai pohon yang satu
dengan yang lainnya dilakukan dengan meloncat di antara percabangan pohon, sebagaimana
jenis lutung lainnya, lutung budeng juga makan dan beristirahat dengan posisi duduk di
cabang pohon, dengan ekor menggantung yang berfungsi sebagai penyeimbang badan di atas
pohon.
Pada kebanyakan primata dan Lutung Jawa terdapat 3 alasan mengapa primata dan
juga Lutung Jawa “senang” berganti-ganti pilihan makanannya, yaitu:
a. Kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya.
b. Kebutuhan akan jumlah dan jenis kandungan gizi yang berbeda pada setiap Primata dan
juga Lutung Jawa serta konsekuensinya bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.
c. Kemampuan tiap jenis Primata dan juga Lutung Jawa yang berbeda-beda dalam mengolah
makanannya.
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) memiliki makanan alami seperti daun-daunan
dan buah-buah hutan yang merupakan makanan ideal bagi satwa yang hidup di hutan. Lutung
Jawa (Trachypithecus auratus) memiliki lambung yang kompleks serta mengandung bakteri
untuk menguraikan daun dan menetralisir racun. (Bismark, 1988).
4. Persebaran
“Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) hidup dihutan dataran rendah hingga dataran
tinggi, baik dihutan primer maupun sekunder. Mereka juga mendiami daerah perkebunan dan
hutan bakau”. (Supriatna dan Wahyono, 2000)
Keluarga besar lutung hidup tersebar hampir di seluruh kawasan Asia, mulai dari India,
Pakistan, Nepal hingga Kepulauan Ceylon. Sebaran geografis di Asia Tenggara meliputi
Thailand, Malaysia, Sumatra, Jawa, Kalimantan dan kepulauan lainnya. Genus ini sebarannya
tidak melewati garis Wallacea kecuali di Lombok yang merupakan satwa introduksi oleh
penduduk setempat. (Napier dan Napier, 1967)
5. Status
Akibat pengurangan habitat untuk berbagai keperluan manusia, maka semenjak
tanggal 22 September 1999, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) telah dilindungi undang-
undang, berdasarkan SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 773/Kpts-II/1999. Lutung
Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk dalam kategori Appendix II (Satwa yang tidak boleh
di perdagangkan karena keberadaannya terancam punah) dan pada tahun 1996 oleh IUCN
diketegorikan sebagai primate yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat karena
terus terdesak oleh kepentingan manusia (Supriatna dan Wahyono, 2000).
6. Habitat
a. Komponen Habitat Satwaliar
Komponen habitat merupakan hasil proses evolusi dari sejarah waktu lampau
yang erat kaitannya dengan kegiatan manusia terhadap ekosistem alam. Sejalan dengan
waktu yang berlalu, satwaliar melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan pada
variasi kombinasi faktor fisik lingkungan, vegetasi maupun satwa liar lainnya. Kawasan
yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu
kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa liar
disebut habitat (Alikodra, 2002).
“Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung,
sedangkan dari segi komponennya, habitat terdiri dari komponen fisik dan komponen
biotik”. (Dasman 1964, Wiersum 1973, Alikodra 1983, dan Bailey 1984 dalam Alikodra,
2002)
Jika seluruh keperluan satwa liar untuk hidup terdapat di dalam habitatnya,
populasi akan tumbuh sampai terjadi persaingan dengan populasi lainnya. Pertumbuhan
populasi sangat ditentukan oleh jumlah minimum dari faktor fisik dan biotik yang
membatasi kehidupannya. Faktor-faktor ini bervariasi sesuai dengan jenis satwaliar,
kondisi umum yang kritis dan kondisi habitat setempat. Satwaliar mempunyai bermacam-
macam pola adaptasi untuk menyesuaikan dirinya terhadap perubahan keadaaan
lingkungannya yang kritis (Alikodra, 2002).
Menurut Shaw (1985), komponen habitat yang mengendalikan kehidupan
satwaliar terbagi menjadi 4 yaitu:
1) Pakan (food)
Merupakan komponen habitat yang paling dibutuhkan, ketersediaan pakan
berhubungan erat dengan perubahan musim terutama di daerah dengan iklim
temperate dan kutub. Setiap jenis satwa memiliki makanan kesukaannya masing-
masing dan hal ini disesuaikan dengan daya dukung habitatnya.
2) Pelindung (cover)
Merupakan segala sesuatu yang terdapat di habitat yang dapat digunakan
sebagai perlindungan dari ancaman cuaca, predator, atau memberi kondisi yang lebih
baik dang menguntungkan bagi satwa.
3) Air (water)
Kebutuhan air tiap jenis satwa akan berbeda-beda. Air dibutuhkan satwa
untuk menunjang proses metabolisme di dalam tubuh satwa tersebut. Ketersediaan
air akan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kondisi habitat dan
kondisi kehidupan satwa.
4) Ruang (space)
Setiap jenis satwa memiliki kebutuhan akan ruang bagi mereka untuk
beraktifitas, selain itu juga untuk mendapatkan pakan, air, pelindung dan tempat
berkembang biak yang mencukupi. Besaran ruang yang di perlukan tergantung
ukuran populasi. Ukuran populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan,
produktifitas dan keragaman habitat.
b. Karakteristik habitat
Karakteristik identik dengan kata ciri khas yang berbeda dengan yang lain.
Karakteristik habitat adalah habitat yang dimanfaatkan satwa tersebut memiliki ciri yang
khas dan berbeda dari tempat lainnya, yang dimanfaatkan sebagai tempat mencari makan,
berlindung, dan berkembang biak. Setiap jenis satwa memiliki tingkat kebutuhan habitat
yang berbeda-beda, dengan ciri khas habitat yang dibutuhkan juga berbeda-beda.
Perbedaan kebutuhan akan habitat antara jenis satu dan jenis lainnya terkait dengan
kesukaan dari suatu satwa dan satwa lain yang berbeda-beda. (Dasman, 1981)
Menurut Nijman (2001) dalam Fuadi (2008), Lutung Jawa terdapat di berbagai
tipe hutan, yaitu di hutan mangrove, hutan pesisir, hutan rawa air tawar, hutan dataran
rendah dan perbukitan yang selalu basah, hutan pegunungan sampai ketinggian 3000-
3500 m dpl, serta di beberapa hutan tanaman, diantaranya yaitu, Jati (Tectona grandis),
Rasamala (Altingia excelsa), dan Akasia (Accacia sp). Di Jawa Timur, populasi-populasi
tertentu bersifat dimorfis (dua tipe), yaitu individu melanic (hitam) dan individu
erythristic (kuning). Tipe melanic merupakan tipe yang umum, sedangkan tipe erythristic
hanya terdapat di bagian paling timur Jawa, dengan batas bagian barat, yaitu Gunung
Penanggungan dan sekitar Mojokerto ke arah selatan melalui Wonosalam dan Blitar,
menuju Pegunungan Kidul.
Habitat lutung Jawa meliputi hutan primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan
mangrove maupun hutan hujan tropis. Lutung Jawa memiliki daerah jelajah yang cukup
luas sehingga memerlukan koridor untuk pergerakannya (Febriyanti, 2008). Menurut
Supriatna dan Wahyono (2000) dalam Febriyanti (2008), daerah jelajahnya berkisar
antara 15-23 ha.
Kool (1986) dalam Febriyanti (2008) menemukan pada daerah yang sama sebuah
kelompok tinggal pada hutan sekunder campuran dataran rendah yang didominasi kayu
jati (Tectonia grandis), mahoni (Swietenia macrophylla), dan akasia (Acacia
auriculiformis). Lutung Jawa ditemukan di Gunung Prahu, Indonesia (Nijman dan Balen,
1998 dalam Febriyanti, 2008). Jenis ini ditemukan pada hutan primer dan sekunder pada
kedua sisi yaitu daerah inti dan daerah peralihan (edge) (Nijman and van Balen, 1998
dalam Gurmaya, 1994 dalam Febriyanti, 2008). Di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa
Barat, jenis ini ditemukan pada semua strata pohon kecuali permukaan tanah (Gurmaya,
1994 dalam Febriyanti, 2008).
c. Tipe habitat satwaliar
Menurut Alikodra (2002), satwaliar dapat menempati tipe habitat yang
beranekaragam, baik hutan maupun bukan hutan seperti tanaman perkebunan, tanaman
pertanian (sawah dan ladang), pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat
perairan (rawa, danau, sungai, laut, terumbu karang dan estuaria).
Tipe habitat merupakan komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang
mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang diperlukan
suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi-fungsinya, misalnya untuk makan
dan bertelur. Satwa memilih habitat yang tersedia dan sesuai untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, sedangkan struktur vegetasi merupakan susunan vertikal dan
distribusi spasial tumbuh-tumbuhan(vegetasi) dalam suatu komunitas. Menurut
Mueller, Dombois dan Ellenberg (1974) struktur vegetasi berfungsi sebagai pengaturan
ruang hidup suatu individu dengan unsur utama adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi
dan penutupan tajuk.
BAB III (Izki)
METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
C. PROSEDUR PENELITIAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM
1. Letak
Observasi ini telah dilakukan di salah satu kawasan suaka margasatwa di kabupaten
Ciamis yaitu kawasan hutan Gunung Sawal. Kawasan Gunung Sawal merupakan Kawasan
hutan gunung yang berada di kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan ekosistem lanskap hutan yang dikelilingi oleh 7 (tujuh)
kecamatan yaitu: Panjalu, Kawali, Cipaku, Cikoneng, Ciharbeuti, Sadananya dan
Panumbangan. Kawasan gunung sawal ini berdasarkan keputusan menteri pertanian nomor
420/kpts/UM/1979 pada tanggal 4 juli 1979 telah resmi dinyatakan sebagai salah satu suaka
margasatwa di Indonesia.
2. Luas Daerah
Kawasan hutan Gunung Sawal memiliki luas total 10.515,56 Ha yang terbagi dalam
suaka Margasatwa 5.583,38 Ha atau 53%, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3.308.93 Ha, Hutan
Produksi (HP) 714,34 Ha dan Hutan Pangonan 908,91 Ha.
3. Hidrologi
Potensi hidrologi di gunung sawal meliputi Sungai Cibaruyan, Cimuntur, Cileueur,
Cireong, Cijoho, Ciharus, Cikawung, dan Sungai Cipalih.
4. Situasi Sekitar Lokasi
Situasi sekitar lokasi gunung sawal berdasarkan interpretasi citra satelit tahun 2014,
terdeteksi adanya penggarapan lahan oleh masyarakat di hutan produksi terbatas, hutan
produksi dan hutan pangonan. Setelah dilakukan survei dan observasi ke lokasi gunung sawal
pada tanggal 18 dan 19 November 2019 ditemukan bahwa hampir penduduk setempat yang
tinggal di lereng kaki gunung sawal berprofesi sebagai petani. Mereka mempunyai lahan
garapan di area sekitar hutan produksi terbatas, hutan produksi dan hutan pangonan Gunung
Sawal. Beberapa jenis tanamkan yang diproduksi oleh penduduk setempat diantaranya: padi,
sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah lainnya.
Untuk area suaka margasatwa di Gunung Sawal memiliki tutupan vegetasi hutan alam
primer dan sekunder. Sedangkan untuk yang hutan produksi terbatas, hutan produksi dan
hutan pangonan memiliki tutupan utama hutan tanaman pinus (Pinus merkusii), rasamala
(Altingia excelsa) dan damar (Agathis borneensis). Namun menurut hasil survei oleh pihak
Tim Kajian Habitat, Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat (2017) menyampaikan bahwa
“Tutupan vegetasi hutan di HPT, HP dan Hutan Pangonan mengalami penurunan yang linear
dengan penambahan luas garapan masyarakat. Pada tahun 2006, HPT, HP dan Hutan
Pangonan yang digarap masayarakat seluas 1.978,18 Ha meningkat menjadi 2.094.67 Ha pada
tahun 2014.
Hal ini jika tidak ada tindak lanjut maka akan menyebabkan menurunnya daya dukung
dan daya tampung habitat, karena Hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan
pangonan merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Suaka Margasatwa Gunung Sawal dan
merupakan Lanskap Habitat Lutung Budeng (Trachypithecus auratus ) yang tidak mengenal
batas administrasi dan batas fungsi hutan.

B. KONDISI EKOLOGI
1. Taksonomi, Morfologi, Populasi dan Habitat Lutung Budeng (Trachypithecus auratus )
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) merupakan salah satu satwa liar yang hidup
di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, berdasarkan survei oleh tim kajian habitat, populasi dan
sosial ekonomi masyarakat menyebutkan bahwa Lutung budeng tertangkap keberadaanya di
Suaka Margasatwa Gunung Sawal dengan beberapa Satwa Liar lainnya dengan menggunakan
Camera trap.
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) ialah sejenis lutung yang rambutnya
berwarna hitam legam. Monyet anggota suku Cercopithecidae ini menyebar terbatas karena
lutung budeng termasuk hewan endemik yang biasanya ditemukan di Indonesia Bagian Barat.
Untuk taksonomi Lutung Budeng adalah sebagai berikut:
Kalsifikasi Ilmiah
Kingdom Animalia
filum Chordata
Classis Mammalia
Order Primates
Family Cercopithecidae
Genus Trachypithecus
Species Trachypithecus auratus
Lutung budeng memiliki morfologi yang berukuran sedang, dengan panjang kepala
dan tubuh antara 46-75 cm. Lutung budeng memiliki rambut tubuh berwarna hitam. Dan
seperti jenis lutung lainnya, lutung ini memiliki ekor yang panjang, antara 61-82 cm.
Jantan dan betina dewasa umumnya berwarna hitam, dengan betina memiliki warna
putih kekuningan di sekitar kelaminnya. Anak lutung memiliki rambut tubuh berwarna
jingga keemasan. Lutung Budeng menyebar di Jawa bagian timur, kadang-kadang
memiliki individu dewasa yang berwarna jingga seperti bayi lutung, namun sedikit lebih gelap
dengan ujung rambut kuning.
Lutung budeng adalah hewan diurnal, yakni aktif pada waktu siang hari di
atas pepohonan. Makanan pokoknya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Ketika dilakukan
observasi ke Suaka Margasatwa Gunung Sawal didapatkan beberapa Lutung Budeng Sempat
hinggap di pohon-pohon dekat area hutan produksi warga, dimungkinkan lutung budeng
sedang Memakan dedaunan, buah-buahan dan bunga. Lutung budeng hidup berkelompok,
yang dalam satu kelompoknya terdiri dari sekitar tujuh ekor lutung, termasuk satu atau dua
ekor lutung jantan dewasa. Lutung betina biasanya hanya mempunyai satu anak setiap kali
melahirkan dan saling bantu membesarkan anak-anak lutung. Namun lutung betina juga
bersifat sangat agresif terhadap lutung betina dari kelompok lain.
Hewan ini diketahui menghuni berbagai tipe hutan, mulai dari hutan mangrove, hutan
pantai, hutan rawa air-tawar, hutan hujan dataran rendah, hutan gugur daun tropika,
serta hutan pegunungan hingga ketinggian sekitar 3.000-3.500 m dpl. Juga ditemukan di
hutan-hutan tanaman jati, rasamala, dan akasia. Sehingga Lutung Budeng akan cocok tinggal
didalam hutan Suaka Margasatwa Gunung Sawal.
Lutung budeng tersebar di hutan-hutan Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Sejauh ini
diakui dua subspesies dari Lutung Budeng, yang dibedakan dari daerah sebarannya:
a. Lutung budeng timur, Trachypithecus auratus auratus. Menyebar di Jawa Barat bagian
timur hingga ke Jawa Timur, Pulau Sempu dan Nusa Barung, Bali, serta Lombok.
b. Lutung budeng barat, Trachypithecus auratus mauritius. Menyebar di
wilayah Banten dan setengah Jawa Barat bagian barat: Ujung Kulon, Jasinga, Bogor,
Cisalak, Jakarta, Palabuhanratu, ke timur di pesisir selatan hingga Cikaso, atau Ciwangi
di pedalaman
Menurut pengakuan beberapa warga dinyatakan bahwa lutung budeng yang tinggal di
area SM Gunung Sawal jarang sekali terlihat melintasi area tempat pertanian warga, hal ini
dimungkinkan karena ketersediaan makanan di area SM Gunung sawal masih sangat
melimpah.

2. Status Konservasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus)


Status konservasi Lutung Budeng adalah Rentan, berdasarkan IUCN (International
Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) berada dalam Redlist berstatus
Vulnerable atau rentan. Maksudnya ialah adalah status konservasi yang diberikan kepada
spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang.
Dalam IUCN Redlist tercatat 4.467 hewan dan 4.607 tumbuhan yang berstatus rentan. Hal ini
berarti bahwa Lutung Budeng termasuk salah satu satwa yang dimasa yang akan datang
sedang menghadapi resiko kepunahan serta spesies ini terancam kelestariannya oleh
kehilangan serta degradasi habitatnya, yang terdesak oleh perluasan lahan-lahan pertanian dan
permukiman manusia; fragmentasi habitat; serta perburuan untuk dimakan atau
diperdagangkan sebagai hewan timangan. Sedangkan dalam CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Lutung Budeng
termasuk ke dalam Apendiks 2, yang artinya lutung budeng masuk ke dalam daftar spesies
yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus
berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Lutung Budeng dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia sejak 1999.
Sehingga keberadaan lutung budeng dapat dipastikan masih tetap aman.

C. UPAYA KONSERVASI LUTUNG BUDENG (Trachypithecus auratus) (babas)

D. SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT (babas)


1. Kondisi Umum Masyarakat

2. Interaksi Masyarakat Dengan Lutung Budeng


3. Persepsi Masyarakat Terhadap Lutung Budeng

4. Etnokonservasi

E. DUKUNGAN DARI PARA PIHAK


(misalnya lutung budeng didukung konservasinya oleh pihak mana
saja,misalkanpemerintah daerah, pihak swasta/organisasi, LSM, Ormas, dll.jelaskan
secara rinci) (ai elisa)

F. ANALISIS SWOT (ai elisa)


1. Strength

2. Weaknesses

3. Opportunities

4. Threts
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan observasi di kawasan Gunung Sawal Kabupaten Ciamis disana masih
terdapat lutung budeng/lutung jawa tetapi tidak diketahui jumlahnya karena mereka lebih banyak
tinggal di kawasan suaka margasatwa. Suaka margasatwa di kawasan Gunung Sawal memiliki
Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah sehingga lutung budeung/lutung jawa dapat hidup
dengan tentram. Selain sumber daya alam yang melimpah sumber makanan bagi mereka pun masih
sangat banyak, sehingga lutung budeung/lutung jawa tidak masuk atau mengganggu perkebunan
warga. Yang menjadi kendalanya adalah penduduk sering melakukan program lahan terbuka untuk
pertanian mereka, sehingga memungkinkan habitat mereka akan terganggu di masa yang akan
datang.

B. Saran
Kita sebagai konservator dan calon pendidik harus menanamkan jiwa konservatif yang
tinggi dan menjadi bagian untuk menyadarkan anak bangsa terhadap kepunahan makhluk hidup di
muka bumi.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unpas.ac.id/15712/4/Bab%202.pdf

https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00702-AR%20Bab2001.pdf

https://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-konservasi/

http://eprints.umm.ac.id/35873/3/jiptummpp-gdl-muhammadru-48759-3-babii.pdf
DOKUMENTASI KEGIATAN

Kegiatan Survei (Area Lokasi Kegiatan Pemberangkatan ke Suaka


Gunung Sawal) Margasatwa Gunung Sawal

Kegiatan Wawancara ke Warga Kegiatan Diskusi

Kegiatan Persiapan Observasi ke Kegiatan Mendatangi Kawasan


Lokasi Lutung Budeng Tempat Tinggal Lutung Budeng
Contoh Penampakan
Lutung Budeng (Trachypithecus Dokumentasi Lutung Budeng
auratus) (Trachypithecus auratus)
Sumber gambar: Gardaanimalia.com

Kegiatan Kepulangan dari Suaka


Margasatwa Gunung Sawal

LAMPIRAN
Lembar wawancara
Kelompok 1/4C (Konservasi Lutung Budeng)
Ai Elisa Amelia
Dena Fitriana
Zenitha Maudy
Rida Abdul Aziz
Vivi Nirmala Rahmah
Izki Purnama Putri
No Pertanyaan Jawaban
1 Ada berapa jenis spesies lutung budeng
di suaka margasatwa gunung sawal?
2 Ada berapa jumlah individu secara
keseluruhan, serta berapa jumlah
masing-masing antara lutung betina dan
lutung jantan?
3. Bagaimana cara membedakan antara
lutung budeng betina dengan jantan?
4. Apakah lutung betina lebih agresif
dibandingkan lutung jantan, jika iya
kenapa hal tersebut bisa terjadi?
5. Bagaimana cara kita mengenali jenis
kelamin dari lutung budeng?
6. Apakah lutung budeng hidup secara
individu atau berkelompok,? Jika
berkelompok Bagaimana interaksi antar
sekelompok lutung budeng dengan
kelompok lainnya?
7. Bagaimana kondisi habitat atau
lingkungan di kawasan konservasi ini
sehingga dapat dikatakan layak menjadi
tempat tinggal lutung budeng?
8. Jenis makanan seperti apa yang sering
dikonsumsi oleh lutung budeng?
9. Apakah pernah ada sekelompok
perburu liar yang dengan sengaja
memburu lutung budeng?
10. Di area mana biasanya lutung budeng
ini melakukan aktivitas?
11. Apakah ada tempat rehabilitas untuk
lutung budeng di gunung sawal?
12. Menurut anda, dikarenakan lutung
budeng perdagangannya sudah diawasi
oleh pihak CITES dan sudah termasuk
kedalam appendiks 2 maka kira-kira
langkah apa agar lutung budeng ini
tetap terjaga keberadaanya di daerah
konservasi gunung sawal?
13. Apakah pernah ada kasus perburuan
atau perdagangan lutung budeng oleh
masyarakat sekitar?
14. Apakah pemerintah sudah ikut andil
dalam pelestarian lutung budeng di
gunung sawal?
15. Apakah pihak BKSDA pernah
mensosialisasikan kepada masyarakat
mengenai keberadaan lutung budeng di
area kawasan konservasi gunung sawal
dan memberikan himbauan untuk
senantiasa ikut andil dalam menjaga
kelestariannya?
16. Bagaimana kondisi habitat atau
lingkungan di kawasan konservasi ini
sehingga dapat dikatakan layak menjadi
tempat tinggal lutung budeng?
17. Di Indonesia terdapat kawasan
konservasi lutung budeng untuk
menjaga kelestariannya, salah satunya
ialah di cagar alam pananjung
pangandaran. Jika dibandingkan
dengan kawasan gunung sawal, kira-
kira dari 2 kawasan tersebut mana
kawasan yang terbaik untuk menjadi
tempat pelestarian lutung budeng
tersebut? Alasannya?
18. Biasanya masa hidup atau persentase
hidup lutung budeng dapat bertahan
dalam jangka waktu berapa dekade?
19. Bagaimana bentuk perlindungan diri
dari lutung budeng ketika dia merasa
terganggu oleh keadaan di lingkungan
sekitarnya?
20. Apakah ada kendala ketika proses
konservasi lutung budeng di suaka
margasatwa gunung sawal?
21. Seperti apa harapan anda untuk
pelestarian lutung budeng selanjutnya
di suaka margasatwa gunung sawal?

Anda mungkin juga menyukai