Anda di halaman 1dari 70

KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

i
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT


SEKITAR SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI
KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas) DI
GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

© Hak Cipta Dilindungi (2017)

Laporan dipersiapkan oleh : Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (FORMATA)


dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.

Penanggungjawab : Sylvana Ratina (Kepala Balai Besar KSDA Jawa


Barat)
Advisor 1. Adi Susmianto (FORMATA)
2. Tony Sumampau (FORMATA/TSI)
Koordinator Teknis : Hendra Gunawan (Ketua FORMATA)
Ketua Tim Habitat : Hendra Gunawan
Ketua Tim Populasi : Anton Ario
Ketua Tim Sosek : Ully Rangkuty
Ketua Tim GIS : Rudi Rahmat Fadillah
Logistik : BBKSDA Jabar; Bidang KSDA Wilayah Ciamis;
Taman Safari Indonesia.

Kontributor foto : Hendra Gunawan, Anton Ario, Vivin S. Sihombing,


Anita Rianti, Keni Sultan.

Desain sampul & lay out : Tatang Rohana

Cara Mengutip:
Tim Kolaboratif Penyelamatan Macan Tutul Jawa. 2017. Kajian Habitat, Populasi
dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Sebagai Dasar Pengelolaan
Populasi dan Mitigasi Konflik Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)
di Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat. Tidak diterbitkan.

ii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

TIM KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT


SEKITAR SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI
KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Tim Survei Populasi


Anton Ario (FORMATA/CI)
Keni Sultan (FORMATA/TSI)
Edi Koswara (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
I Gede Gelgel (BBKSDA Jabar)
M. Irfani (BBKSDA Jabar)
Dedi (Perum Perhutani KPH Ciamis)
Wahyu (Perum Perhutani KPH Ciamis)
Ilham (Kader Konservasi Ciamis)
Arif (Kader Konservasi Ciamis)
Irpan (Kader Konservasi Ciamis)
Iwan (Kader Konservasi Ciamis)
Supian (CI)
Eryan Hidayat (CI)

Tim Survei Habitat


Hendra Gunawan (Puslitbang Hutan/FORMATA)
Eman (Puslitbang Hutan)
Tatan Rustandi (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Dindin Kusdinar (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Warid (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Ano (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Parma (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Ojat Suhrojat (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Fadhil (IPB)
Serjensil (IPB)
Robi (UNIKU)

Tim Survei Sosial dan Ekonomi Masyarakat


Ully Rangkuti (FORMATA)
Anita Rianti (Puslitbang Hutan)
Vivin S. Sihombing (Puslitbang Hutan)
Vitriana Y.M. (BBKSDA Jabar)
Endang Yusuf (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Suwarno (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Asep Kurniawan (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Syamsudin (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Ahmad (Bid. Wil. III KSDA Ciamis)
Ade (BPMPD Kabupaten Ciamis)
Dadang (BPMPD Kabupaten Ciamis)

Tim GIS / Perpetaan


Rudi R. Fadillah (BBKSDA Jabar)
Uus Saepul Mukarom (IPB)

iii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

RINGKASAN EKSEKUTIF

Merespon meningkatnya kasus keluarnya macan tutul jawa dari kawasan


hutan yang terus terjadi di sekitar Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Provinsi
Jawa Barat, sebuah Tim Kolaboratif dibentuk untuk melakukan kajian guna
mencari penyebab dan mencari solusi penanganannya. Tim kolaboratif terdiri
atas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H), Taman Safari Indonesia (TSI),
Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (FORMATA), Conservation International
(CI), Pemerintah Kabupaten Ciamis dan Kader Konservasi Ciamis. Kajian
dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari 21 Oktober 2016 hingga 2 Februari 2017.
Hasil kajian sebagai berikut:

A. Habitat
1. Kawasan hutan Gunung Sawal memiliki luas total 10.515,56 Ha yang
terbagi dalam Suaka Margasatwa 5.583,38 Ha atau 53%, Hutan Produksi
Terbatas (HPT) 3.308,93 Ha, Hutan Produksi (HP) 714,34 Ha dan Hutan
Pangonan 908,91 Ha. Kawasan hutan Gunung Sawal secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan ekosistem lanskap hutan yang dikelilingi oleh 7
(tujuh) kecamatan yaitu: Panjalu, Kawali, Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti,
Sadananya dan Panumbangan.
2. Suaka Margasatwa memiliki tutupan vegetasi hutan alam primer dan
sekunder, sedangkan kawasan hutan produksi terbatas, hutan produksi
dan hutan pangonan memiliki tutupan utama hutan tanaman pinus (Pinus
merkusii), rasamala (Altingia excelsa) dan damar (Agathis borneensis).
3. Berdasarkan interpretasi citra satelit tahun 2014, terdeteksi adanya
penggarapan lahan oleh masyarakat di hutan produksi terbatas, hutan
produksi dan hutan pangonan. Setelah dicek ke lapangan, penggarapan
tersebut merupakan program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) Perum Perhutani KPH Ciamis dengan tanaman budidaya
kopi.
4. Tutupan vegetasi hutan di HPT, HP dan Hutan Pangonan mengalami
penurunan yang linear dengan penambahan luas garapan masyarakat.
Pada tahun 2006, HPT, HP dan Hutan Pangonan yang digarap
masayarakat seluas 1.978,18 Ha meningkat menjadi 2.094.67 Ha pada
tahun 2014.

iv
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

5. Adanya kawasan hutan yang digarap masyarakat seluas 2.094,67 Ha di


sekitar Suaka Margasatwa, menyebabkan menurunnya daya dukung dan
daya tampung habitat, karena HP, HPT dan Hutan Pangonan merupakan
satu kesatuan ekosistem dengan SM Gunung Sawal dan merupakan
lanskap habitat macan tutul yang tak mengenal batas administrasi dan
batas fungsi hutan.
6. Penggarapan kawasan hutan dengan sistem tebang habis dan
pembersihan lantai hutan untuk penananam kopi, berpengaruh sangat
nyata terhadap habitat satwa pemakan tumbuhan (herbivora) seperti
rusa, kijang, kancil, musang, babi hutan, monyet, surili dan lutung yang
merupakan mangsa macan tutul. Dengan demikian daya dukung Gunung
Sawal sebagai habitat macan tutul secara keseluruhan mengalami
penurunan drastis.
7. Hasil analisis terhadap vegetasi pakan satwa herbivora menunjukkan
bahwa penggarapan hutan produksi dalam pola PHBM tanaman kopi
telah menghilangkan pakan herbivora hingga 98,69% dan hanya tersisa
1,31% dibandingkan dengan hutan suaka margasatwa dan hutan
produksi terbatas yang tidak digarap. Bahkan hutan produksi yang telah
digarap dengan pola PHBM tidak memiliki pohon dan tiang yang
dibutuhkan oleh primata untuk pergerakan mencari makan dan tidur.
Akibatnya satwa herbivora memperluas jelajahnya hingga ke kebun atau
hutan rakyat sekitar pemukiman, yang memiliki struktur seperti hutan
alam. Pergerakan herbivora tersebut diikuti oleh macan tutul.

B. Populasi macan tutul dan mangsanya


8. Hasil analisis populasi menggunakan camera trap, menemukan bahwa
kepadatan relatif (relative density) macan tutul jawa di SM Gunung Sawal
adalah 15.62 individu/100 km2 atau sama dengan satu individu per 6,4
km2. Ini menunjukan kepadatan populasi macan tutul jawa di SM. Gunung
Sawal tidak berbeda jauh dengan kawasan hutan lainnya di Jawa Barat.
Dengan luasan SM Gunung Sawal sekitar 54 km2 maka diperkirakan
dapat dihuni hingga 8 individu macan tutul. Berdasarkan hal tersebut
perkiraan populasi macan tutul jawa di SM Gunung Sawal saat ini adalah
sekitar 5-8 individu. Jika kondisi kawasan hutan Gunung Sawal (termasuk
SM, HPT, HP dan Hutan Pangonan) dalam kondisi baik dengan luas total
sekitar 110 km2 maka dapat menampung macan tutul jawa, hingga 17
individu.
9. Hasill camera trap juga menemukan beberapa jenis satwa mangsa macan
tutul seperti musang luwak, babi hutan dan kijang yang mendominasi dan

v
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

tersebar merata hampir di seluruh kawasan dengan frekuensi


perjumpaan relatif berturut-turut sebesar 32,3%; 6,52% dan 3,75% dan
indeks kelimpahan relatif berturut-turut 14,14; 2,85, dan 1,64. Selain
satwa tersebut juga tertangkap camera trap jenis sigung, lingsang,
garangan, biul, musang rase, kucing hutan, musang leher kuning, surili,
lutung budeng, trenggiling dan landak jawa yang potensial menjadi
mangsa macan tutul. Dengan demikian dapat dikatakan kondisi hutan SM
Gunung Sawal masih baik untuk habitat macan tutul.
10. Seiring waktu, populasi macan tutul terus berkembang, sehingga
memerlukan areal habitat yang semakin luas, namun yang terjadi adalah
sebaliknya, yaitu tutupan hutan justru menurun akibat penggarapan,
sehingga dapat diduga macan tutul kekurangan habitat dan akan mencari
habitat baru, tanpa mengenal batas-batas administrasi dan batas fungsi
kawasan hutan. Hasil analisis populasi berdasarkan camera trap juga
menunjukan bahwa sebaran macan tutul di Gunung Sawal tersebar di
sekitar pinggiran Suaka Margasatwa yang berbatasan dengan hutan
produksi, mengikuti sebaran satwa mangsanya.

C. Konflik macan tutul - manusia


11. Kasus keluarnya macan tutul jawa dari kawasan hutan Gunung Sawal
telah terjadi sejak tahun 2001 dan cenderung terus terjadi hingga akhir
tahun 2016 yang secara kumulatif sudah terjadi 51 kasus di 20 desa
sekitar kawasan hutan Gunung Sawal. Kasus terbanyak terjadi tahun
2011 dan desa paling sering didatangi macan tutul adalah Desa
Kertamandala (10) dan Cikupa (8) yang berbatasan langsung dengan
hutan.
12. Keluarnya macan tutul dari kawasan hutan tidak selalu menimbulkan
konflik. Konflik terjadi ketika ada pihak yang dirugikan, baik manusia
maupun macan tutul. Dari 51 kasus di sekitar Gunung Sawal, 75%
diantaranya merupakan konflik (memangsa ternak 67%; macan tutul
ditangkap/dibunuh 8%), sementara 25% bukan merupakan konflik.
13. Kasus kasus konflik macan tutul-manusia di Gunung Sawal 76% terjadi di
desa-desa yang berbatasan dengan hutan produksi, 18% terjadi di desa
yang berbatasan dengan Suaka Margasatwa, 6 % terjadi di desa yang
tidak berbatasan dengan hutan.
14. Macan tutul yang keluar dan tertangkap oleh masyarakat atau petugas,
hampir seluruhnya berjenis kelamin jantan dan berusia muda (2,5 -3
tahun) yaitu pada masa-masa penyapihan oleh induknya. Hal ini dapat

vi
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

diduga kuat, macan tutul jantan muda tersebut keluar dari habitat
induknya karena kalah berebut teritori sehingga terusir dan harus
mencari teritori baru, karena daya tampumg (ruang) teritori di dalam
Suaka Margasatwa Gunung Sawal sudah tidak mencukupi.
15. Macan tutul yang tertangkap masyarakat atau petugas rata-rata dalam
kondisi sehat, berat badan normal, tidak kurus dan tidak seperti
kelaparan. Hal ini memunculkan dugaan penyebab lain, mengapa macan
tutul keluar dari habitatnya.
16. Kasus macan tutul keluar habitatnya atau tertangkap oleh masyarakat,
tidak membentuk pola tertentu dan tidak berkorelasi dengan musim
kemarau. Kasus terbanyak justru terjadi pada bulan Januari dan Februari.
Hal ini menggunggurkan hipotesis “macan tutul keluar untuk mencari
makan karena di dalam hutan tidak ada makanan”
17. Fenomena keluarnya macan tutul dari habitatnya yang sering terjadi
akhir-akhir ini merupakan perilaku teritorial yang normal dilakukan oleh
satwa teritorial, yaitu perebutan wilayah jelajah dan yang kalah harus
keluar dari habitatnya. Ketika mencari habitat baru¸macan tutul yang
kalah terjebak atau terperangkap di areal kebun atau pemukiman,
sebelum sampai ke habitat yang menjadi tujuannya.
18. Fenomena keluarnya macan tutul dari habitatnya menandakan proses
perkembangbiakan di alam cukup bagus karena populasi terus bertambah
setiap tahun, namun luas habitatnya tidak bertambah tetapi sebaliknya
malah berkurang.
19. Dengan bertambahnya populasi macan tutul di alam, maka memerlukan
tambahan luasan habitat. Tetapi yang terjadi justru pengurangan habitat
karena hutan produksi terbatas, hutan produksi dan hutan pangonan di
sekitarnya yang selama ini menjadi habitat tambahan, kini telah hilang
karena ditebang dan digarap oleh masyaralat untuk kebun kopi.
Akibatnya, daya dukung dan daya tampung habitat menjadi tidak
mencukupi atau telah terlampaui, sehingga macan tutul keluar dari
habitatnya.

D. Sosial ekonomi dan persepsi masyarakat sekitar Gunung Sawal


20. Kondisi sosial masyarakat sekitar Gunung Sawal sebanyak 55,48%
responden hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Sebanyak 51,10% bekerja
sebagai petani dan 55,25% diantaranya memiliki lahan garapan dan
9.53% garapanya langsung dengan kawasan hutan.

vii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

21. Sekitar 64,44% responden belum pernah mendapatkan penyuluhan


tentang konservasi macan tutul. Meskipun demikian, sebagian besar
responden (75,33%) menyadari bahwa Gunung Sawal memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian
responden (21,22%) menyatakan bahwa keberadaan hutan Gunung
Sawal mencegah banjir dan tanah longsor dan 40,12% responden
menyatakan bahwa hutan Gunung Sawal merupakan sumber air bagi
wilayah di sekitarnya, yang dimanfaatkan untuk air rumah tangga, PDAM,
irigasi pertanian dan budidaya ikan air tawar. Gunung Sawal merupakan
hulu DAS Citanduy dengan anak-anak sungainya antara lain Cibaruyon,
Cipalih, dan Ciguntur sehingga memiliki arti penting bagi penyangga
kehidupan daerah sekitarnya.
22. Lebih separuh (65.89%) responden mengetahui macan tutul merupakan
satwa dilindungi dan 74,69% merasa bangga memiliki macan tutul di
Gunung Sawal. Sayangnya 50.36 % responden tidak mengetahui bahwa
macan tutul merupakan maskot atau satwa identitas Provinsi Jawa Barat.
Hanya 25,67% menyatakan satwa tersebut perlu dilestarikan.
23. Masih terdapat ketergantungan masyarakat terhadap hutan dan
menganggap hutan sebagai sumber lahan garapan, sumber kayu
pertukangan dan kayu bakar, pakan ternak dan memberikan lapangan
pekerjaan.

E. Rekomendasi
24. Perlu penguatan kembali komitmen para pihak yang memiliki
kepentingan dan kewenangan pengelolaan kawasan Gunung Sawal,
bahwa kawasan hutan Gunung Sawal merupakan satu kesatuan bentang
alam (lanskap) ekosistam hutan yang secara ekologis tidak mengenal
batas-batas administratif dan batas fungsi kawasan. Oleh karena itu,
pengelolaan kawasan ini harus terintegrasi antara kawasan suaka alam
(SM), kawasan lindung (HL), kawasan budidaya hutan (HPT, HP, Hutan
Pangonan) dan kawasan budidaya non hutan seperti hutan rakyat dan
perkebunan.
25. Kawasan hutan Suka Margasatwa Gunung Sawal perlu didukung oleh
kawasan hutan sekitarnya agar dapat tetap menampung macan tutul yang
menjadi target konservasi kawasan suaka margasatwa ini. Oleh karena
itu, diperlukan sinergi dan koordinasi yang kuat antara pengelola suaka
margasatwa dengan pengelola hutan produksi, hutan lindung dan
pengelola wilayah di sekitarnya.

viii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

26. Kawasan hutan produksi yang digarap melalui program PHBM di Gunung
Sawal perlu direvitalisasi dengan pengendalian komposisi tanaman
kehutanan yang lebih dominan dibandingkan tanaman kopi. Kawasan
yang telah terdegradasi akibat penggarapan perlu direstorasi untuk
memulihkan kembali fungsi ekologis dan hidrologis hutan.
27. Untuk meningkatkan kembali populasi mangsa macan tutul, konsep
restorasi ekosistem dapat diimplementasikan untuk memulihkan
ekosistem Gunung Sawal yang telah rusak. Konsep PHBM juga dapat
tetap dilaksanakan dengan mengatur kembali komposisi jumlah pohon
dan proporsi ruang yang lebih bersifat hutan daripada kebun monokultur.
28. Untuk menjaga kelestarian macan tutul dalam metapoplasi yang
mencakup lanskap yang luas dan terfragmentasi oleh areal penggunaan
lahan selain hutan (APL), maka perlu dibuat dan dipertahankan koridor
penghubung antar kantong hutan. Hutan produksi, hutan lindung
maupun kawasan lindung yang berfungsi sebagai koridor satwa perlu
dikelola bersama secara terintegrasi lintas sektor.
29. Penanganan dan mitigasi konflik macan tutul dengan manusia perlu
dilakukan secara terpadu lintas sektor dan antar pemangku kepentingan.
Pendekatan mekanisme insentif dan penegakan hukum secara bersamaan
perlu diimplementasikan untuk mitigasi konflik di masa mendatang.
30. Perlu dilakukan pemantauan (monitoring) jangka panjang terhadap
macan tutul jawa dengan menggunakan camera trap di kawasan SM
Gunung Sawal untuk memastikan kondisi dan keberadaan macan tutul
jawa yang telah teridentifikasi.
31. Terhadap macan tutul yang keluar dari Gunung Sawal dan saat ini berada
di lembaga konservasi, jika dari segi medis layak dilepasliarkan kembali
maka perlu dicarikan lokasi pelepasliaran yang sesuai. Suaka Margasatwa
Gunung Sawal masih memungkinkan menerima kembali macan tutul dari
Gunung Sawal yang telah direhabilitasi, namun perlu ditentukan di areal
yang belum menjadi teritori macan tutul yang ada. Disamping itu juga
perlu didukung dengan tetap menjaga kondisi hutan produksi terbatas,
hutan produksi dan hutan pangonan di sekitar suaka margasatwa yang
digarap menjadi PHBM kopi agar dapat tetap memberikan fungsi ekologis
sebagai habitat.
32. Perlunya penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat sekitar Gunung
Sawal tentang pentingnya menjaga hutan Gunung Sawal sebagai sistem
penyangga kehidupan yang vital bagi generasi sekarang dan yang akan
datang.

ix
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya,
Kajian Habitat, Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Sebagai Dasar
Pengelolaan Populasi dan Mitigasi Konflik Macan Tutul Jawa (Panthera pardus
melas) di Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat, dapat diselesaikan dengan lancar
dan baik. Kami selaku pelaksana kegiatan tersebut juga menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu pelaksanaan di
lapangan, serta kepada pihak-pihak yang mendukung secara finansial kegiatan
kajian yang sangat penting ini.
Kajian ini merupakan salah satu implementasi program yang telah
diamanatkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)
Macan Tutul Jawa yang telah di tetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) dengan Surat Keputusan Nomor P.56/Menlhk/Kum.1/2016
tanggal 11 Juli 2016. Kajian ini juga sangat penting dalam rangka program
prioritas konservasi 25 spesies satwa nasional, yang salah satunya adalah macan
tutul jawa.
Secara aktual, kegiatan ini juga merupakan respon dan upaya
penyelesaian secara langsung dan nyata terhadap masalah konflik ruang antara
macan tutul dan manusia yang semakin meningkat di kawasan hutan Gunung
Sawal dan sekitarnya dalam satu dekade terakhir. Kajian ini juga dapat menjadi
model atau pilot upaya mitigasi konflik satwa dan manusia di tempat lain.
Akhirnya, semoga hasil kajian ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dalam upaya penyelesaian dan mitigasi konflik macan tutul dengan
manusia di sekitar Gunung Sawal.

Bogor, Juli 2017


Tim Pelaksana

x
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF …………………………………………………………………………. iv


KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………….. xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………... xiii
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………………. 1
B. Tujuan dan Manfaat ………………………………………………………………….. 3
II. METODOLOGI …………………………………………………………………………………. 4
A. Waktu Dan Lokasi …………………………………………………………………….. 4
B. Alat dan Bahan …………………………………………………………………………. 5
C. Metode …………………………………………………………………………………….. 5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 10
A. Habitat ……………………………………………………………………………………. 10
1. Kondisi habitat macan tutul jawa di lanskap hutan Jawa Barat
dan Banten ………………………………………………………………………………………. 10
2. Kerawanan Habitat Macan Tutul Jawa ………………………………….. 12
3. Kondisi Habitat Macan Tutul Jawa di Gunung Sawal ……………… 17
4. Kondisi Habitat Satwa Mangsa ……………………………………………… 24
B. Populasi …………………………………………………………………………………… 27
1. Capaian Operasional Perangkap Kamera (camera trap) ………….. 27
2. Kepadatan Populasi dan Sebaran Macan Tutul Jawa
di SM Gunung Sawal ……………………………………………………………... 30
3. Keberadaan Satwa Mangsa Macan Tutul Jawa
di SM Gunung Sawal ……………………………………………………………... 32
C. Konflik Macan Tutul Jawa – Manusia …………………………………………. 35
D. Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat Sekitar ………………………. 40
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………………………………. 43
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………… 43
1. Habitat ………………………………………………………………………………… 43
2. Populasi macan tutul dan mangsanya ……………………………………. 44
3. Konflik macan tutul – manusia ……………………………………………… 45
4. Sosial ekonomi dan persepsi masyarakat sekitar Gunung Sawal 46
B. Rekomendasi ……………………………………………………………………………. 47
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………….. 49
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………... 54

xi
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Rekapitulasi identitas populasi macan tutul jawa di 16


wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten.

Tabel 2. Kerapatan tumbuhan pakan herbivora di beberapa plot 24


di Gunung Sawal.

Tabel 3. Daftar jenis satwa yang terfoto selama periode 28


pemasangan perangkap kamera.

Tabel 4. Daftar perolehan jenis satwa disetiap lokasi 29


pemasangan perangkap kamera.

Tabel 5. Rekapitulasi hasil wawancara dengan responden di 40


desa-desa sekitar Gunung Sawal.

xii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
Gambar 1. Peta SM Gunung Sawal dan sekitarnya. 4
Gambar 2. Tim habitat dan populasi sebelum berangkat ke 5
lapangan.
Gambar 3. Tim sosek sedang wawancara dengan penduduk 6
sekitar Gunung Sawal.
Gambar 4. Advisor sedang berdiskusi dengan tokoh masyarakat 6
untuk melengkapi hasil wawancara.
Gambar 5. Tim populasi sedang merancang distribusi camera 7
trap.
Gambar 6. Tim populasi sedang memasang camera trap. 8
Gambar 7. Peta distribusi camera trap di SM Gunung Sawal. 8
Gambar 8. Tim populasi sedang memeriksa hasil camera trap. 9
Gambar 9. Populasi macan tutul yang sudah teridentifikasi di 10
Jawa Barat dan Banten.
Gambar 10. Distribusi populasi teridentifikasi menurut tipe 12
metapopulasinya.
Gambar 11. Peta kerawanan habitat terhadap konflik macan tutul 13
dengan manusia.
Gambar 12. Persentase tingkat keamanan dari 26 populasi macan 14
tutul yang telah teridentifikasi.
Gambar 13. Luas habitat dari 26 populasi macan tutul 15
teridentifikasi.
Gambar 14. Komposisi fungsi kawasan hutan di Gunung Sawal. 18
Gambar 15. Penurunan luas tutupan hutan di Gunung Sawal. 18
Gambar 16. Perkembangan luas lahan garapan di Gunung Sawal. 19
Gambar 17. Penurunan luas tutupan hutan tanaman keseluruhan 19
di Gunung Sawal.
Gambar 18. Penyusutan luas hutan tanaman di hutan produksi 20
Gunung Sawal.
Gambar 19. Pertambahan luas kawasan yang digarap masyarakat 20
di Gunung Sawal.
Gambar 20. Perbandingan komposisi tutupan lahan Gunung 20
Sawal antara tahun 2006 dan tahun 2014.

xiii
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 21. Hutan produksi yang ditanami kopi pola PHBM 21


dengan latar belakang hutan tanaman pinus yang
masih utuh.
Gambar 22. Cara penggarapan dengan metode tebang habis dan 21
diganti dengan tanaman kopi menyebabkan
hilangnya habitat satwa.
Gambar 23. Kondisi hutan suaka margasatwa yang masih baik. 22
Gambar 24. Sumber air yang melimpah dari Gunung Sawal 23
banyak dimanfaatkan untuk perikanan di pekarangan
oleh penduduk sekitar.
Gambar 25. Air dari Gunung Sawal juga disalurkan untuk irigasi 23
pertanian dan kebutuhan rumah tangga di daerah
bawahnya.
Gambar 26. Kondisi kawasan yang digarap untuk PHBM tanaman 24
kopi. Tumbuhan bawah dibersihkan.
Gambar 27. Kondisi tumbuhan bawah di antara tanaman kopi 25
yang dibersihkan dalam rangka pemeliharaan
tanaman kopi. Pancang, tiang dan pohon pun jarang
bahkan tidak ada.
Gambar 28. Perbandingan kerapatan tumbuhan pakan herbivora 25
di bebera tipe habitat di Gunung Sawal.
Gambar 29. Kondisi hutan rakyat dan tumbuhan bawahnya yang 26
lebih baik dibandingkan kawasan hutan produksi
yang digarap, sehingga banyak satwa mencari makan
di hutan rakyat.
Gambar 30. Macan tutul yang tertangkap camera trap. 27
Gambar 31. Peta lokasi foto macan tutul jawa di SM Gunung 30
Sawal.
Gambar 32. Peta sebaran individu-individu macan tutul jawa di 31
SM Gunung Sawal.
Gambar 33. Diagram indeks kelimpahan relatif macan tutul jawa 33
dan mangsa.
Gambar 34. Sebaran satwa mangsa musang luwak, kijang dan 34
babi hutan di SM Gunung Sawal.
Gambar 35. Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus). 34
Gambar 36. Kijang (Muntiacus muntjak). 34
Gambar 37. Babi hutan (Sus scrofa). 35
Gambar 38. Lutung budeng (Trachypitecus auratus). 35

xiv
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 39. Konflik macan tutul-manusia di Jawa Barat dan 36


Banten.
Gambar 40. Sebaran konflik macan tutul – manusia menurut 36
kabupaten di Jawa Barat dan Banten.
Gambar 41. Jumlah dan sebaran kasus konflik macan tutul dengan 37
manusia di desa-desa sekitar Gunung Sawal.
Gambar 42. Persentase lokasi kasus konflik macan tutul dengan 37
manusia di sekitar Gunung Sawal.
Gambar 43. Bentuk konflik macan tutul – manusia di Jawa Barat 38
dan Baten.
Gambar 44. Seekor macan tutul jantan muda yang ditangkap 38
warga Desa Cikupa menggunakan perangkap besi di
sekitar Gunung Sawal pada 7 Oktober 2016.
Gambar 45. Kondisi macan tutul yang ditangkap warga Desa 38
Cikupa setelah tiga minggu direhabilitasi di sanctuary
Taman Safari Indonesia (24 Oktober 2016).
Gambar 46. Pemburu yang tertangkap camera trap. 39
Gambar 47. Anjing-anjing pemburu yang tertangkap camera trap. 39
Gambar 48. Manfaat hutan menurut responden sekitar Gunung 41
Sawal.
Gambar 49. Penyebab keluarnya macan tutul dari hutan menurut 42
responden sekitar Gunung Sawal.

xv
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

xvi
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) merupakan salah satu dari
sembilan anak jenis (sub species) macan tutul yang hidup di dunia. Macan tutul
jawa hanya hidup di pulau Jawa dan beberapa pulau disekitarnya yaitu Pulau
Kangean, Pulau Nusakambangan dan dilaporkan ditemukan di Pulau Sempu.
Macan tutul jawa mengalami melanisme sehingga memiliki variasi warna hitam
yang disebut macan kumbang dan macan tutul yang berwarna kuning dengan
pola tutul berbentuk rossete.
Di Indonesia, macan tutul jawa termasuk satwa dilindungi (UU No.5 tahun
1990 dan PP. No.7 tahun 1999). Termasuk dalam Redlist IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan kategori
Critically Endangered (Ario et al., 2008) dan termasuk dalam Appendix I CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora) (Soehartono dan Mardiastuti, 2002).
Penyebaran macan tutul jawa hampir merata dari ujung barat Pulau Jawa
(TN. Ujung Kulon) hingga ujung timur Pulau Jawa (TN. Alas Purwo). Mereka
hidup di hutan-hutan kawasan konservasi seperti Taman Nasional (TN), Cagar
Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, serta kawasan Hutan Produksi
(HP) yang dikelola oleh Perum Perhutani dan Hutan Lindung (HL) yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah (Dinas Kehutanan Provinsi).
Di Jawa bagian barat, macan tutul jawa ditemukan di Taman Nasional
Ujung Kulon, TN Gunung Halimun Salak, HL Gunung Karang-Akasari, TN Gunung
Gede Pangrango, TN Gunung Ciremai, CA Talaga Warna, CA Gunung Simpang, CA
Gunung Tilu, CA Gunung Tangkuban Perahu, CA Gunung Burangrang, CA Gunung
Papandayan, CA Gunung Guntur/Kawah Kamojang, CA Talaga Bodas, SM Gunung
Sawal, SM Cekepuh, TB Kareumbi-Masigit, HL Gunung Masigit, HL Gunung
Malabar, HL Gunung Wayang-Windu, HL. Gunung Limbung, HL Gunung Cikuray
(Ario,2010).

1
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gunawan et al. (2013) mengidentifikasi sebaran macan tutul jawa di Jawa


Barat dan Banten ada di 76 lokasi. Umumnya gunung-gunung di Jawa Barat dan
Banten masih dihuni oleh macan tutul jawa. Selain gunung-gunung yang telah
disebutkan oleh Ario (2010), Gunawan et al. (2013) juga mendapati macan tutul
di Gunung Cakrabuana (KPH Majalengka), Gunung Galunggung dan Gunung
Papandayan (KPH Garut), Gunung Jubleg (KPH Bandung Selatan), Gunung
Manglayang dan Gunung Tampomas (KPH Sumedang), Gunung Sanggabuana
(KPH Bogor), Gunung Kalong (KPH Indramayu). Selain tersebar di gunung-
gunung yang umumnya merupakan hutan lindung dan hutan konservasi, macan
tutul jawa juga tersebar di hutan-hutan produksi seperti di KPH Kuningan (BKPH
Garawangi), KPH Ciamis (BKPH Banjar Utara, Selatan dan Pangandaran), KPH
Tasikmalaya (BKPH Karangnunggal dan Taraju), KPH Sukabumi (BKPH
Cikawung Gede Barat), KPH Cianjur (BKPH Cibarengkok), KPH Bandung Selatan
(Bagian Hutan Tambak Ruyung) dan KPH Sumedang (BKPH Cadas Ngampar).
Macan tutul menghadapi ancaman yang tinggi dari degradasi, fragmentasi
dan penysutan habitat serta konflik dengan manusia. Sehingga dikhawatirkan
akan mengalami kepunahan lokal di berbagai lokasi. Dalam dua dekade terakhir
populasi macan tutul di Pulau Jawa diperkirakan mengalami penurunan drastis
akibat kehilangan habitat dan fragmentasi habitat. Laju penurunan populasi
macan tutul juga diperparah oleh kegiatan perburuan, baik terhadap macan tutul
maupun satwa mangsanya (Gunawan, 2010). Konversi hutan secara besar-
besaran, baik legal maupun illegal mengakibatkan punahnya populasi macan
tutul secara lokal di beberapa kawasan hutan (Gunawan, 2010). Penatagunaan
lahan dan penataan ruang yang tidak mengindahkan prinsip ekosistem sebagai
satu kesatuan holistik telah mengakibatkan pemecahan atau fragmentasi habitat
yang pada akhirnya menyebabkan isolasi demografik dan genetik terhadap suatu
populasi sehingga mudah mendapat ancaman kepunahan lain seperti inbreeding.
Kawasan hutan Gunung Sawal merupakan salah satu kantong habitat
macan tutul jawa yang penting. Berdasarkan peta kawasan hutan yang
diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kawasan ini
terbagi dalam empat fungsi hutan yaitu Suaka Margasatwa (SM), Hutan Produksi
Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP) dan Hutan Pangonan. Macan tutul jawa di
Gunung Sawal menjadi perhatian nasional karena paling sering terjadi kasus
konflik macan tutul dengan manusia. Sejak tahun 2001 macan tutul di Gunung
Sawal mulai keluar hutan memasuki pemukiman dan kebun di sekitar kawasan
hutan. Hingga tahun 2016, frekuensi kasus macan tutul keluar hutan cenderung

2
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

terus terjadi dan tidak ada tanda-tanda menurun. Hal ini menarik perhatian
pemerintah c.q. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan para
stakeholders untuk melakukan kajian guna mendapatkan jawaban atas penyebab
kasus tersebut.
Tim penelitian yang dikoordinasi oleh Balai Besar Konservasi Sumber
Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, terdiri dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan (P3H), Taman Safari Indonesia (TSI), Forum Konservasi
Macan Tutul Jawa (FORMATA), Conservation International (CI), Bidang Wilayah
KSDA Ciamis, Pemerintah Daerah Ciamis, dan Kader Konservasi Ciamis dengan
dukungan pendanaan dari ZIGAP, TSI dan KASI, melakukan kajian komprehensif
terhadap habitat, populasi dan sosial ekonomi masyarakat sektarnya atas konflik
macan tutul di sekitar Gunung Sawal.

B. Tujuan dan Manfaat


Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan data informasi tentang:
a. Populasi macan tutul jawa dan pola sebaran individunya di Gunung Sawal
b. Kondisi habitat macan tutul jawa dan satwa mangsanya di Gunung Sawal
c. Potensi satwa mangsa macan tutul jawa di Gunung Sawal.
d. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh
kondisi habitat, populasi dan konflik macan tutul jawa di Gunung Sawal.

Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan untuk:


a. Manajemen habitat khususnya dan pengelolaan hutan pada umumnya di
Gunung Sawal.
b. Manajemen populasi macan tutul jawa khususnya dan satwa liar pada
umumnya di Gunung Sawal, baik di hutan Suaka Margasatwa maupun Hutan
Produksi Terbatas, Hutan Produksi dan Hutan Pangonan di sekitarnya.
c. Mendesain strategi dan metode mitigasi konflik serta kampanye peningkatan
kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi macan tutul
jawa khususnya dan keanekaragaman hayati pada umumnya di Gunung
Sawal.

3
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

METODOLOGI

A. Waktu Dan Lokasi


Penelitian dilakukan selama 3 bulan bulan dari 21 Oktober 2016 hingga 2
Februari 2017, di Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Kawasan Gunung Sawal terdiri atas Suaka Margasatwa, Hutan Produksi
Terbatas, Hutan Produksi dan Hutan Pangonan. SM Gunung Sawal ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor :420/kpts/UM/1979 dengan
luas 5.400 hektar dan dikelola oleh Bidang Wilayah III Ciamis, Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. SM Gunung Sawal terletak pada posisi
geografis antara 07°12’28,18” LS dan 108°16’07.16” BT, merupakan kawasan
dengan tipe hutan hujan tropis pegunungan dengaan ketinggian mencapai 1.764
meter di atas permukaan laut (Gambar 1).

Gambar 1. Peta SM Gunung Sawal dan sekitarnya.

4
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

B. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan antara lain GPS, camera trap, kamera SLR, tripod,
telescope, kompas, meteran, pita ukur, tali, parang dan personal computer. Bahan-
bahan yang digunakan antara lain peta kerja, panduan lapangan pengenalan burung,
primata, reptilia dan amfibia, tally sheet, kuesioner, alat tulis dan logistik.

C. Metode
Untuk pengumpulan data vegetasi habitat dilakukan Analisis vegetasi
dengan metode kombinasi jalur dan garis berpetak (Kusmana, 1997). Analisis
vegetasi dilakukan di empat tipikal habitat yang mencakup hutan suaka
margasatwa, Hutan Produksi Terbatas, hutan produksi yang baru dibuka dan
hutan produksi yang sudah ada tanaman kopi.

Gambar 2. Tim habitat dan populasi sebelum berangkat ke lapangan.

Wawancara dengan stakeholder dilakukan untuk memperoleh informasi


tentang kondisi sosial ekonomi, persepsi dan konflik macan tutul dengan
manusia. Metode wawancara (interview) menggunakan panduan pertanyaan
yang disebut schedule (Nazir, 1988) yang telah disiapkan terlebih dahulu
(structured interview) (Esterberg, 2002) dengan responden masyarakat sekitar
kawasan hutan Gunung Sawal. Karena respondennya homogen maka jumlah
sampelnya minimal 30 responden (Roscoe, 1992 dalam Sugiyono, 1999) untuk

5
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

setiap desa kajian. Ada 12 desa yang disurvei, sehingga total responden sekitar
360 orang. Diskusi juga dilakukan denga tokoh masyarakat sekitar hutan
Gunung Sawal.

Gambar 3.
Tim sosek sedang
wawancara dengan
penduduk sekitar
Gunung Sawal.

Gambar 4.
Advisor sedang
berdiskusi dengan
tokoh masyarakat
untuk melengkapi
hasil wawancara.

Studi literatur untuk mengumpulkan data-data yang sudah tersedia dari


hasil penelitian sebelumnya maupun laporan-laporan dari pihak pengelola dan
lembaga lain. Data populasi dan sebaran macan tutul sudah tersedia dari
penelitian sebelumnya dilengkapi dengan sumber lain dan konfirmasi lapangan.
Pengadaan peta-peta digital dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan
Tata Lingkungan dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.
Analisis kerawanan habitat terhadap konflik macan tutul – manusia,
dilakukan dengan pendekatan kombinasi dari peta kerawanan terhadap konflik,
peta metapopulasi, luasan habitat pada metapopulasi tersebut dan hasil survei
lapangan tentang kualitaas habitat. Hal ini melibatkan operasi spasial GIS.
Analisis LULCC (Land Use and Land Cover Change) dillakukan untuk mengetahui

6
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

kecenderungan perubahan tutupan hutan sehingga dapat diprediksi ancaman


terhadap macan tutul di masa mendatang.
Sebaran macan tutul dan sebaran konflik dari hasil penelitian Gunawan
(2016) di-overlay-kan dengan peta tutupan lahan dan peta kawasan hutan maka
akan diketahui macan tutul hidup di tipe vegetasi apa saja dan di fungsi hutan
apa saja. Sebaran macan tutul yang telah di-overlay-kan dengan peta kawasan
hutan, di cocokkan pola kesinambungan antar populasinya dengan mengacu
pada tipe-tipe metapopulasi yang dibuat oleh Hanski & Simberloff (1997) serta
(Harrison & Taylor 1997) yaitu classic metapopulation, mainland-island
metapopulation, non-equilibrium metapopulation, patchy population.
Data dan informasi tentang gangguan atau konflik macan tutul akan
diolah secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
mengetahui kecenderungannya. Hasil wawancara dengan masyarakat sekitar
hutan tetang kondisi sosial ekonomi dan persepsi mereka diolah secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik persentase sebagai bahan
pembahasan sebab-akibat kasus konflik macan tutul dengan manusia.
Penelitian populasi macan tutul jawa dan satwa mangsanya menggunakan
perangkap kamera (camera trap). Perangkap kamera yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis kamera digital Bushnell. Jumlah kamera yang
digunakan dalam survei ini sebanyak 20 unit. Dipasang pada tempat terpisah
yang telah ditentukan (non random) pada grid cell seluas 2x2km2 berdasarkan
Geographic Information System (GIS) dan survei pendahuluan di lapangan
(Gambar 7). Selain perangkap kamera, peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Global Position System (GPS), kompas, peta lapangan, alat
tulis dan lembar isian data (tally sheet).

Gambar 5.
Tim populasi sedang
merancang distribusi
camera trap.

7
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 6.
Tim populasi sedang
memasang camera
trap.

Gambar 7. Peta distribusi camera trap di SM Gunung Sawal.

Dalam pengoperasian perangkap kamera di lapangan, terdapat beberapa


tahapan yang dilakukan antara lain penyiapan peta lapangan, survei
pendahuluan untuk mengetahui keberadaan macan tutul jawa sebelum
ditentukan lokasi pemasangan kamera berdasarkan peta yang telah disiapkan.
Keberadaan macan tutul jawa biasanya diindikasikan oleh keberadaan jejak,

8
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

kotoran, garukan di tanah, bau urine ditanah atau pangkal pohon, serta cakaran
di pohon.
Kamera diperiksa setiap 20 hari untuk mengetahui kondisi kamera dan
capaian hasil sementara. Pengisian data yang didapat dilakukan setiap peristiwa
pendataan (sampling occation) pada lembar isian data yang telah disiapkan. Satu
kali peristiwa pendataan adalah 20 hari selama periode pemasangan kamera.
Setelah 20 hari, kartu dalam kamera diambil untuk melihat hasil foto yang
terrekam.

Gambar 8.
Tim populasi sedang
memeriksa hasil
camera trap.

Hasil foto-foto macan tutul jawa maupun satwa lain yang terrekam
kamera, diidentifikasi setiap foto. Khusus untuk macan tutul jawa diidentifikasi
setiap indiividu berdasarkan hasil foto dari kanan dan kiri tubuh. Oleh karena
kamera dipasang hanya satu dan tidak berpasangan pada setiap lokasi.
Identifikasi tubuh kanan dan kiri sangat penting dilakukan untuk mengetahui
individu-individu macan tutul yang terekam kamera.
Pada saat pengecekan pertama terhadap 20 unit camera yang telah
terpasang, diketahui terdapat 5 unit camera yang mengalami kehilangan yaitu di
lokasi G3-1, G3-7, G1-1, G1-2, dan G2-6. Satu camera trap yang mengalami
kehilangan memory card adalah lokasi G2-2. Kehilangan camera trap tersebut
mengakibatkan pengoperasian camera trap tidak lagi sejumlah 20 unit, namun
14 unit.

9
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Habitat
1. Kondisi habitat macan tutul jawa di lanskap hutan Jawa Barat dan
Banten
Macan tutul jawa merupakan apex predator atau pemangsa puncak dalam
rantai makanan sehingga memiliki daerah jelajah yang luas untuk berburu
mangsa memenuhi kebutuhan makannya. Untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif maka perlu membahas sebaran habitat dalam skala lanskap. Hal
ini karena macan tutul tersebar dalam metapopulasi yang mencakup lanskap
yang sangat luas, hingga lintas wilayah aadministarsi kabupaten dan bahkan
provinsi. Oleh karena itu, akan dibahas gambaran habitat dari berbagai tipe
metapopulasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Barat dan Banten (Gunawan et
al, 2016).
Berdasarkan identifikasi populasi, Gunawan et al. (2016)
mengelompokkan populasi macan tutul di Jawa Barat dan Banten ke dalam 26
metapopulasi sebagaimana disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9.
Populasi
macan tutul
yang sudah
teridentifikasi
di Jawa Barat
dan Banten.

Sumber: Gunawan et al. (2016b)

10
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Dari 26 populasi tersebut, sebanyak sembilan populasi merupakan


populasi yang terisolasi atau tidak terhubungkan dengan populasi lain. Ada lima
populasi dalam tipe non equilibrium, yaitu yang terdiri dari beberapa sub
populasi yang tidak saling terhubungkan secara langsung antara satu dengan
lainnya, sehingga mengalami ancaman kepunahan yang sama besar dengan
populasi terisolasi. Sementara populasi ideal dalam tipe Mainland Islands hanya
ada empat (Gunawan et al., 2016b).
Populasi dalam jaringan classic dan patchy, diduga akan masih tetap
bertahan dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini karena pertukaran antara sub
populasi masih dapat berlangsung. Ancaman terhadap populasi ini adalah
fragmentasi akibat konversi hutan atau perubahan tutupan hutan menjadi lahan
pertanian atau penggunaan lainnnya (Gunawan et al., 2016b).
Populasi macan tutul yang rawan konflik secara teoritis adalah populasi
yang tersebar dalam tipe metapopulasi non equilibrium yaitu metapopulasi yang
yang terdiri dari beberapa sub populasi yang tidak terhubung satu dengan yang
lainnya. Populasi patchy yang berada pada hutan yang luas bisa menjadi
populasi non equilibrium ketika luasannya menyusut dan terfragmentasi dari
hutan di sekitarnya. Demikian juga populasi classic dapat menjadi non
equilibrium ketika koridor-koridor penghubungnya hilang akibat perubahan
tutupan lahan (Gunawan et al., 2016b).
Populasi-populasi dalam tipe non equilibrium, lama kelamaan bisa
menjadi populasi kecil terisolasi. Populasi kecil dan terisolasi, disamping rawan
terhadap konflik dengan manusia, juga menghadapi ancaman kepunahan karena
inbreeding, penyakit atau bencana. Populasi macan tutul di Gunung Sawal dapat
dikategorikan sebagai populasi yang terisolasi. Meskipun luasan habitat
efektifnya saat ini 6.002,11 Ha, namun dalam beberapa tahun ke depan akan
mengalami tekanan karena adanya penggarapan hutan produksi di sekitar suaka
margasatwa secara masif dan ekstensif dengan tanaman monokultur kopi.
Penanaman kopi ini umumnya dilakukan dengan cara tebang habis hutan
tanaman atau hutan alam di kawasan hutan produksi, kemudian ditanami
tanaman kopi dan beberapa tanaman kehutanan. Meskipun polanya PHBM
namun tanaman kopi tampak lebih dominan (Gunawan et al., 2016b).
Untuk menjaga kelestarian macan tutul dalam metapoplasi classic dapat
dilakukan dengan membuat koridor penghubung antar patch (kantong habitat).
Sementara untuk populasi terisolasi, disamping dengan pengkayaan habitat juga
dapat dilakukan translokasi untuk menghidari kepunahan lokal akibat

11
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

inbreeding. Hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan lindung yang


berfungsi sebagai koridor satwa, perlu dijaga dan dikelola bersama secara
terintegrasi lintas sektor, sehingga dapat membantu upaya pelestarian macan
tutul khususnya dan keanekaragaman hayati pada umumnya.

2. Kerawanan Habitat Macan Tutul Jawa


Hasil penelitian Gunawan et al. (2016c) di Jawa Barat dan Banten
ditemukan 26 metapopulasi teridentifikasi yang terdiri dari 76 sub populasi.
Dari 26 populasi tersebut tersebar dalam empat tipe metapopulasi dengan
tingkat kerawanan terhadap konflik yang bervariasi. Kerawanan terhadap
konflik macan tutul dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a Fisik (kesinambungan habitat, topografi, elevasi dan jarak ke pemukiman
dan lahan budidaya).
b Biologi (tipe habitat dan kualitas habitat).
c Sosial ekonomi dan persepsi masyaraka sekitar habitat macan tutul.

Kerawanan habitat terhadap konflik juga dipengaruhi oleh tipe


metapopulasi. Tipe Mainland-Islands merupakan populasi yang paling aman
dibandingkan tipe metapopulasi lainnya, diikuti tipe patchy dalam luasan besar,
classic yang memiliki koridor dan yang terburuk adala non equilibrium. Populasi
dengan habitat luas juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Semakin
sempit habitat maka semakin rawan terhadap kepunahan dan konflik dengan
manusia. Populasi yang terus bertambah, jika tidak diiringi dengan peningkatan
kuantitas dan kualitas habitat, maka daya dukungnya tidak dapat lagi menyangga
populasi tersebut, akibatnya akan ada individu-individu yang keluar dari
habitatnya dan dapat masuk ke pemukiman atau lahan pertanian sehingga
berpotensi menimbulkan konflik dengan manusia.

Gambar 10.
Distribusi populasi
teridentifikasi menurut tipe
metapopulasinya.

Gunawan et al. (2016b)

12
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Analisis kerawanan terhadap 26 metapopulasi disajikan pada Gambar 11


dan Gambar 12 di bawah ini. Persentase tertinggi menunjukkan semakin aman
dari aspek ekologis yang didekati dari potensi intervensi atau akses manusia ke
dalam hutan yang didekati dari status kawasan hutan, topografi dan elevasi.

Gunawan et al. (2016b)

Gambar 11. Peta kerawanan habitat terhadap konflik macan tutul dengan manusia.

Ada 11 populasi dengan tingkat keamanan kurang dari 50% yang berarti
rawan terhadap ancaman kepunahan dan konflik sehingga perlu mendapat
perhatian pengelola, agar dapat dlakukan mitigasi konflik dan pencegahan
kepunahan lokal.

13
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gunawan et al. (2016c)

Gambar 12. Persentase tingkat keamanan dari 26 populasi macan tutul yang telah
teridentifikasi.

Dari Gambar 13 tampak bahwa ada delapan populasi memiliki luas


kurang dari 5.000 Ha. Dengan asumsi bahwa seekor macan tutul memerlukan
ruang habitat antara 600-800 Ha (Gunawan, 2010), maka dengan luasan 5.000
Ha, diperkirakan dapat menampung sekitar 6-8 ekor macan tutul. Oleh karena
itu habitat dengan luasan lebih dari 5.000 Ha perlu dijaga dan dipertahankan

14
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

agar tidak sampai menyusut atau terfragmentasi agar terhindar dari konflik dan
ancaman kepunahan lokal.

Gunawan et al. (2016c)

Gambar 13. Luas habitat dari 26 populasi macan tutul teridentifikasi.

Habitat dengan luas kurang dari 1.000 Ha, diperkirakan sudah tidak
dihuni oleh macan tutul lagi, atau sudah punah secara lokal. Hal ini karena
secara biologis sulit bereproduksi, jika daya tampung hanya dua ekor dan
keduanya memiliki jenis kelamin yang sama, sementara tidak memiliki
kesempatan untuk mengakses populasi lain di sekitarnya, maka tidak akan dapat
berkembang biak.
Habitat-habitat dengan luasan yang besar umumnya merupakan
Mainland- Islands population. Gunung-gunung dengan tutupan hutan yang luas
merupakan mainland atau populasi sumber (source) untuk kolonisasi habitat-
habitat kosong (islands) di sekitarnya (sink). Populasi-populasi besar dalam
mainland yang luasnya lebih dari 10.000 Ha diperkirakan akan tetap bertahan
dalam beberapa dekade mendatang. Sementara populasi dengan luasan habitat
kurang dari 5.000 Ha, lebih mudah terancam oleh berbagai faktor seperti

15
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

degradasi kualitas habitat, fragmentasi habitat, penyusutan habitat dan konflik


dengan manusia.
Hasil analisis terhadap lokasi indikasi macan tutul mendapatkan sebaran
26 metapopulasi yang disajikan pada Tabel 1 (Gunawan et al., 2016c).

Tabel 1. Rekapitulasi identitas populasi macan tutul jawa di wilayah Provinsi


Jawa Barat dan Banten.
Luas
Tipe Meta Sub Tipe Vegetasi Potensi sebagai
No ID Populasi Habitat
Populasi Populasi Utama Lokasi Release
(Ha)
1 Garawangi, KPH Classic 3 Hutan Alam tropis 10445.256 42.96 Aman
Kuningan dataran rendah, 57.04 Risiko
Hutan Pinus tinggi
2 G. Cakrabuana, KPH Classic 3 Hutan alam tropis 1553.062 95.94 Aman
Majalengka, KPH dataran rendah & 4.06 Risiko
Sumedang Pinus tinggi
3 G. Sangkur, KPH Ciamis Non 3 Hutan Jati 22184.388 23.91 Aman
Equilibrium 76.09 Risiko
tinggi
4 Karangnunggal, KPH Non 2 Hutan Jati, Mahoni 1612.666 0.95 Aman
Tasikmalaya Equilibrium 99.05 Risiko
tinggi
5 G. Galunggung, KPH Patchy 2 Hutan alam tropis 15125.677 75.57 Aman
Garut pegunungan 24.43 Risiko
tinggi
6 G. Guntur – G. Maindland - 3 Hutan Alam tropis 58646.888 98.45 Aman
Papandayan, G. Islands dataran rendah, 1.55 Risiko
Kencana, KPH Garut pegunungan dan tinggi
tanaman pinus
7 G. Malang, KPH Kecil 3 Hutan alam tropis 534.594 42.52 Aman
Sukabumi Terisolasi dataran rendah & 57.48 Risiko
Pinus tinggi
8 Cijambe, KPH Non 2 Pinus & Rimba 3266.637 19.45 Aman
Purwakarta Equilibrium campuran 80.55 Risiko
tinggi
9 G. Patuha - G.Waringin Mainland - 4 Hutan Alam tropis 68507.137 93.63 Aman
– G. Tilu Kencana – G. Islands pegunungan dan 6.37 Risiko
Simpang, KPH sedikit hutan tinggi
Bandung Selatan, KPH tanaman pinus
Ciianjur
10 G. Malabar 2 Hutan Alam tropis 5851.032 75.09 Aman
pegunungan & Pinus
3 Rimba Campuran 10306.091 24.91 Risiko
11 G. Jubleg, Cipatat, Kecil tinggi
Rajamandala Terisolasi 42.47 Aman
57.53 Risiko
tinggi
12 G. Tangkuban Perahu – Patchy 3 Hutan Alam 17532.172 99.35 Aman
G. Burangrang – G. pegunungan 0.65 Risiko
Bukitt Tunggal, KPH tinggi
Bandung Utara
13 G. Kalong, KPH Kecil 2 Hutan Jati 1810.151 1.43 Aman
Indramayu Terisolasi 98.57 Risiko
tinggi
14 G. Sangga Buana Patchy 3 Hutan Alam tropis 19560.229 38.48 Aman
dataran rendah dan 61.52 Risiko
pegunungan & Pinus tinggi
15 G. Karang, Pandeglang, Kecil 3 Hutan Alam tropis 11813.3 80.67 Aman
KPH Banten Terisolasi dataran rendah & 19.33 Risiko
Pinus tinggi
16 G. Tukung, Serang, Kecil 3 Hutan Alam tropis 7788.058 92.25 Aman
Banten, BKSDA Jabar Terisolasi dataran rendah 7.75 Risiko
tinggi

16
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Luas
Tipe Meta Sub Tipe Vegetasi Potensi sebagai
No ID Populasi Habitat
Populasi Populasi Utama Lokasi Release
(Ha)
17 G. Calancang - G. Terisolasi 3 Hutan Alam tropis 5142.749 96.59 Aman
Masigit Kareumbi, pegunungan
Sumedang
3.41 Risiko
tinggi
18 G. Tampomas, Terisolasi 3 Hutan Alam tropis 2598.675 98.02 Aman
Sumedang dataran rendah dan 1.98 Risiko
pegununga tinggi
19 Leuweung Sancang, Non 3 Hutan Alam tropis 16209.992 44.57 Aman
Sukabumi Equilibrium dataran rendah, 55.43 Risiko
hutan tanaman jati tinggi
20 G. Cikuray , KPH Garut Terisolasi 2 Hutan Alam tropis 4871.115 64.95 Aman
pegunungan 35.05 Risiko
tinggi
21 Cikepuh, Sukabumi Non 3 Hutan Alam tropis 3446.126 44.41 Aman
Equilibrium dataran rendah 55.59 Risiko
tinggi
22 SM G. Sawal, Ciamis Terisolasi 3 Hutan Alam tropis 6002.11 99.82 Aman
pegunungan 0.18 Risiko
tinggi
23 G. Gede – G. Pangrango, Mainland - 3 Hutan Alam tropis 9146.456 89.53 Aman
Bogor, Cianjur, Islands dataran rendah dan 10.47 Risiko
Sukabumi pegunungan tinggi
24 G. Halimun – G. Salak, Mainland - 3 Hutan Alam tropis 85050.027 94.91 Aman
Bogor, Sukabumi, Islands dataran rendah dan 5.09 Risiko
Lebak pegunungan tinggi
25 G. Ciremai, Kuningan- Patchy 3 Hutan Alam tropis 7992.863 88.63 Aman
Majalengka pegunungan 11.37 Risiko
tinggi
26 Ujung Kulon Patchy 2 Hutan Alam tropis 15823.356 26.75 Aman
dataran rendah, 73.25 Risiko
Hutan pantai dan tinggi
mangrove
Jumlah Sub Populasi 72 Total Luas Habitat 412820.807
Sumber : Gunawan et al. (2016c)

Dari Tabel 1 juga dapat dilihat tipe-tipe habitat utama macan tutul di Jawa
Barat dan Banten yaitu: hutan alam dataran rendah, hutan alam pegunungan,
hutan tanaman jati, hutan tanaman pinus, hutan tanaman mahoni, hutan
tanaman rimba campuran (rasamala dan puspa), serta hutan pantai dan
mangrove.

3. Kondisi Habitat Macan Tutul Jawa di Gunung Sawal


Kualitas dan kuantitas habitat di Gunung Sawal telah mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan penggarapan kawasan hutan
produksi secara masal untuk tanaman kopi. Berdasarkan analisis spasial, total
luas kawasan hutan Gunung Sawal adalah 10.515,56 Ha, yang terdiri atas Hutan
Suaka Margasatwa 5583.38 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3308.93 Ha,
Hutan Produksi (HP) 714.34 Ha dan Hutan Pangonan 908.91 Ha (Gambar 14).

17
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 14.
Komposisi fungsi
kawasan hutan di
Gunung Sawal.

Sebagian kawasan suaka margasatwa memiliki tutupan hutan alam


primer dan sekunder, sedangkan kawasan hutan produksi terbatas, hutan
produksi dan hutan pangonan memiliki tutupan utama hutan tanaman pinus
(Pinus merkusii), rasamala (Altingia excelsa) dan damar (Agathis borneensis).
Dalam perkembangannya, sebagian hutan produksi terbatas, hutan produksi dan
hutan pangonan mengalami penggarapan oleh masyarakat melalui program
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) sehingga berkurang luasannya
(Gambar 15).

Gambar 15.
Penurunan luas
tutupan hutan di
Gunung Sawal.

Penurunan luas tutupan hutan seiring dengan meningkatnya kawasan


hutan yang digarap oleh masyarakat untuk pertanian, khususnya tanaman kopi.
Dari tahun 2006 hingga tahun 2014 terjadi penambahan luas kawasan hutan
yang menjadi tanaman pertanian (Gambar 16)

18
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 16. Perkembangan luas lahan garapan di Gunung Sawal.

Berdasarkan interpretasi citra satelit, kawasan yang digarap oleh


masyarakat adalah hutan produksi terbatas, hutan produksi dan hutan
pangonan. Sementara hutan suaka margasatwa relatif tidak diganggu oleh
masyarakat. Penurunan tutupan hutan produksi terbatas, hutan produksi dan
hutan pangonan terus bertambah dari tahun 2006 hingga 2014 (Gambar 17).
Dalam kurun waktu 2006-2014 penurunan luas tutupan hutan tanaman sama
dengan penambahan luas garapan yaitu 116,50 Ha (Gambar 18).

Gambar 17. Penurunan luas tutupan hutan tanaman keseluruhan di Gunung Sawal.

Tutupan hutan tanaman di luar suaka margasatwa (HPT. HP dan Hutan


Pangonan) mengalami penurunan yang linear dengan penambahan luas garapan
masyarakat (Gambar 17 dan 18). Pada tahun 2006, tutupan hutan tanaman di
HP dan HPT masih 3.277,99 Ha pada tahun 2014 menyusut menjadi 3.161,50 Ha.
Sementara kawasan yang digarap masayarakat pada tahun 2006 seluas 1.608,45
Ha bertambah menjadi 1.724,95 Ha pada tahun 2014.

19
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 18.
Penyusutan luas hutan
tanaman di hutan
produksi Gunung
Sawal.

Gambar 19.Pertambahan
luas kawasan yang
digarap masyarakat di
Gunung Sawal.

Perbandingan komposisi tutupan lahan di Gunung Sawal antara tahun


2006 dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 20. Dari Gambar tersebut tampak
bahwa tutupan lahan yang berubah adalah hutan tanaman menjadi lahan
garapan masyarakat.

Gambar 20. Perbandingan komposisi tutupan lahan Gunung Sawal antara tahun 2006
dan tahun 2014.

20
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Daerah konflik atau daerah rawan konflik macan tutul umumnya


merupakan habitat yang kecil dan tersebar dalam fragmen-fragmen hutan yang
tidak saling terhubungkan atau terfragmentasi dan bahkan terisolasi. Sebagai
contoh, habitat macan tutul di Gunung Sawal di Kabupaten Ciamis sudah
terfragmentasi dan terpisah dari hutan-hutan di sekitarnya yaitu Gunung
Cakrabuana di Kabupaten Sumedang, Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan
dan Gunung Galunggung di Garut, Gunung Bengkok di Kabupaten Tasikmalaya,
Gunung Sangkur di Kabupaten Ciamis, serta hutan produksi Perum Perhutani
KPH Kuningan.

Gambar 21.
Hutan
produksi yang
ditanami kopi pola
PHBM dengan latar
belakang hutan
tanaman pinus yang
masih utuh.

Gambar 22.
Cara penggarapan
dengan metode
tebang habis dan
diganti dengan
tanaman kopi
menyebabkan
hilangnya habitat
satwa.

21
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 23.
Kondisi hutan
suaka
margasatwa yang
masih baik.

Ketika masih memiliki luasan yang cukup dan kualitas habitat yang baik,
habitat-habitat terfragmentasi masih dapat melestarikan populasi macan tutul
dalam jumlah yang cukup untuk berkembang seara wajar, namun ketika
luasanya berkurang dan kualitasnya terdegradasi, maka akan menjadi rawan
konflik antara macan tutul dan manusia. Hal ini karena populasi macan tutul
berkembang tetapi luasan dan kualitas habitatnya menurun sehingga tidak dapat
mendukung populasi yang ada. Akibatnya, individu-individu baru yang lemah
atau individu tua yang sakit dan kalah berkompetisi akan keluar dan memasuki
lahan budidaya atau pemukiman untuk mencari makan atau memperluas daerah
jelajah dan mencari teritori baru. Hal seperti ini sering terjadi pada individu
jantan muda yang baru disapih oleh induknya dan kalah berebut teritori dengan
jantan dewasa karena masih lemah.
Tipe habitat yang rawan konflik biasanya merupakan hutan tanaman
monokultur atau hutan sekunder yang terganggu oleh perambahan atau
penggarapan, baik melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) maupun bukan. Tipe habitat seperti ini umumnya kualitasnya
rendah karena miskin akan satwa mangsa akibat kurangnya hijauan pakan satwa
herbivora. Hal ini karena kawasan hutan yang digarap biasanya tidak memiliki
tumbuhan bawah pakan satwa dan jenis-tanamannya monokultur atau hanya
satu jenis dan bukan merupakan pakan maupun habitat satwa, seperti tanaman
kopi dan palawija. Disamping itu, pola PHBM banyak yang sudah tidak ditaati
komposisi tanamannya, dimana tanaman peranian cenderung lebih

22
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

mendominasi dan tanaman kehutanannya menjadi bagian yang sangat kecil


sehingga tidak dapat memberikan fungsi habitat bagi satwa.
Untuk menghentikan konflik macan dan manusia yang terus terjadi perlu
adanya upaya revitalisasi program PHBM dengan penerapan komposisi tanaman
hutan lebih dominan dibanding tanaman pertanian. Tanaman kopi yang
memerlukan cahaya matahari banyak dan lantai hutan yang bersih tidak cocok
sebagai habitat satwa. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya pengkayaan
habitat di kawasan hutan yang telah rusak akibat penggarapan dengan cara
melalui kegiatan restorasi ekosistem, sehingga fungsi ekologisnya sebagai
habitat satwa dan fungsi hidrologisnya sebagai pengatur tata air dapat kembali.
Hutan Gunung Sawal merupakan muara berbagai sungai dan mata air yang
penting bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Ciamis, baik untuk irigasi
pertanian, kebutuhan rumah tangga sekitar hutan, perikanan maupun untuk
suplai PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).

Gambar 24.
Sumber air
yang melimpah dari
Gunung Sawal banyak
dimanfaatkan untuk
perikanan di
pekarangan oleh
penduduk sekitar.

Gambar 25.
Air dari Gunung Sawal
juga disalurkan untuk
irigasi pertanian dan
kebutuhan rumah
tangga di daerah
bawahnya.

23
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

4. Kondisi Habitat Satwa Mangsa


Jenis-jenis satwa yang dijumpai di Gunung Sawal disajikan pada Tabel 2.
Jenis-jenis tersebut potensial menjadi mangsa macan tutul, namun keberadaan
satwa-satwa tersebut kini juga terganggu akibat adanya penggarapan kawasan
hutan untuk tanaman kopi. Luasan habitat yang biasanya untuk foraging atau
mencari makan menjadi berkurang. Akibatnya populasi satwa tersebut juga
menurun. Akhirnya macan tutul juga akan kehilangan mangsanya, sehingga
memerlukan daerah jelajah baru untuk mendapatkan satwa mangsa.
Degradasi kuantitas (luasan) dan kualitas habitat yang terjadi akibat
adanya penggarapan kawasan hutan produksi untuk tanaman kopi terlihat dari
Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan kerapatan tumbuhan pakan herbivora di hutan
alam yang berstatus suaka margasatwa (SM), hutan alam yang berstatus hutan
produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi (HP) pinus yang digarap dengan
pola PHBM. Ada dua kondisi PHBM yang diambil sebagai plot pengamatan
(PHBM A dan PHBM B) yang mewakili dua kondisi.

Tabel 2. Kerapatan tumbuhan pakan herbivora di beberapa plot di Gunung


Sawal.
Persen PHBM B Persen PHBM B
Kerapatan (Individu/Hektar) terhadap terhadap
Tumbuhan Hutan Hutan PHBM A PHBM B
Pakan Alam Alam Pinus- Pinus-
No Herbivora SM HPT Kopi Kopi HL SM SM HL
Tumbuhan
1 Bawah/Anakan 43077 44250 22000 283 49.72 51.07 0.66 0.64
2 Pancang 2431 1760 880 330 50.00 36.20 13.58 18.75
3 Tiang 531 390
4 Pohon 260 268
Jumlah 46298 46668 22880 613
Persntase terhadap Hutan Alam SM 49.42 1.32
Persntase terhadap Hutan Alam HL 49.03 1.31
Keterangan : SM = Suaka Margasatwa HL = Huta Lindung HP = Hutan Produksi

Gambar 26.
Kondisi kawasan yang digarap
untuk PHBM tanaman kopi.
Tumbuhan bawah dibersihkan.

24
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Dari Tabel 2 tampak bahwa penggarapan hutan produksi dalam pola


PHBM tanaman kopi telah menghilangkan habitat dan menyisakan potensi pakan
hingga tinggal 1,31 - 1,32% dibandingkan dengan hutan suaka margasatwa dan
hutan produksi terbatas yang tidak digarap. Bahkan pada hutan produksi yang
telah digarap dengan pola PHBM tidak memiliki pakan satwa pada tingkat tiang
dan pohon, sehingga satwa yang dapat hidup di kawasan PHBM pun sedikit.
Akibat lebih jauh adalah keluarnya satwa herbivora dari hutan produksi ke
hutan rakyat dan kebun penduduk di sekitar hutan, yang akan diikuti oleh macan
tutul.

Gambar 27.
Kondisi tumbuhan bawah di
antara tanaman kopi yang
dibersihkan dalam rangka
pemeliharaan tanaman
kopi. Pancang, tiang dan
pohon pun jarang bahkan
tidak ada.

Gambar 28. Perbandingan kerapatan tumbuhan pakan herbivora di bebera tipe


habitat di Gunung Sawal.

25
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 29. Kondisi hutan rakyat dan tumbuhan bawahnya yang lebih baik
dibandingkan kawasan hutan produksi yang digarap, sehingga banyak
satwa mencari makan di hutan rakyat.

Untuk meningkatkan populasi satwa mangsa macan tutul sehingga


memenuhi kebutuhan populasi macan tutul di Gunung Sawal, dapat dilakukan
dengan cara memperbaiki habitat satwa-satwa mangsa tersebut. Karena
sebagian besar satwa mangsa merupakan herbivora yang sangat tergantung
pada kualitas vegetasi, maka perbaikan habitat dilakukan dengan cara
memulihkan kembali vegetasi yang hilang dengan menanam jenis-jenis asli yang
hilang atau memberikan kesempatan kepada alam untuk memulihkan dirinya
sendiri melalui suksesi alam dengan cara menghentikan penggarapan di
kawasan tersebut.
Konsep restorasi ekosistem dapat diimplementasikan untuk memulihkan
ekosistem Gunung Sawal yang telah rusak. Konsep PHBM juga dapat tetap
dilaksanakan dengan mengatur kembali komposisi jumlah pohon dan proporsi
ruang yang lebih bersifat hutan daripada kebun monokultur. Masyarakat Ciamis
pada hakekatnya memiliki kearifan pengelolaan sumberdaya alam dengan
bercocok tanam sistem agroforestry atau hutan rakyat. Karena baiknya struktur
dan komposisi vegetasi hutan rakyat, maka banyak mengundang satwa hadir ke
hutan rakyat tersebut. Hal ini sangat mendukung upaya konservasi, baik
konservasi air maupun keanekaragaman hayati. Menurut informasi masyarakat,
sekarang lebih banyak satwa dijumpai di hutan rakyat daripada di hutan PHBM.

26
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

B. Populasi
1. Capaian Operasional Perangkap Kamera (camera trap)
Selama periode penelitian dari tanggal 21 Oktober 2016 hingga 2
Februari 2017, Jumlah periode pendataan (sampling) sebanyak 4 peristiwa
pendataan (sampling occation) yang masing-masing pendataan dilakukan selama
20 hari pendataan. Total waktu pemasangan kamera adalah 1.400 hari rekam
(trap days). Total foto satwa yang dihasilkan selama pemasangan sebanyak 718
foto dengan independent event tercatat 613 foto.
Tercatat 19 jenis mamalia dan 4 jenis burung selama periode pemasangan
perangkap kamera. Jumlah foto satwa tertinggi adalah foto musang luwak
sebanyak 198 foto (32,30%), sedangkan yang terendah adalah musang leher
kuning, lutung budeng, dan ciung mungkal jawa, masing masing satu foto
(masing-masing 0,16%). Jumlah hari yang diperlukan untuk mendapatkan satu
foto macan tutul jawa (Relative Abundance Indices/RAI-1) adalah 66,6 hari
rekam, sedangkan jumlah foto macan tutul jawa yang diperoleh untuk setiap 100
hari rekam (Relative Abundance Indices/RAI-2) adalah sebanyak 1,5 foto
(Tabel 3).

Gambar 30. Macan tutul yang tertangkap camera trap.

27
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Tabel 3. Daftar jenis satwa yang terfoto selama periode pemasangan perangkap
kamera.
Total IDP RAI-
No Nama lokal Spesies % RAI-1
foto Foto 2
1 Macan tutul jawa Panthera pardus melas 35 21 3.42 66.66 1.5
2 Kucing hutan Prionailurus bengalensis 23 24 3.91 58.33 1.714
3 Musang luwak Paradoxurus hermaproditus 220 198 32.30 7.07 14.14
4 Lingsang Prionodon linsang 20 14 2.28 100 1
5 Sigung Mydaus javanensis 25 18 2.93 77.77 1.28
6 Garangan jawa Hervestes javanicus 15 8 1.30 175 0.57
7 Biul Melogale orientalis 24 14 2.28 100 1
8 Musang Rase Viverricula indica 20 16 2.61 87.5 1.14
Musang leher
9 kuning Martes flavigula 1 1 0.16 1400 0.07
10 Anjing kampung Canis familiaris 20 17 2.77 82.35 1.21
11 Surili Presbytis comate 15 11 1.79 127.27 0.78
12 Lutung budeng Trachypitecus auratus 5 1 0.16 1400 0.07
13 Kijang Muntiacus muntjac 23 20 3.75 60.86 1.64
14 Babi celeng Sus scrofa 40 40 6.52 35 2.85
15 Trenggiling Manis javanica 15 9 1.46 155.55 0.64
16 Landak jawa Hystric javanica 9 7 1.14 200 0.5
17 Tikus belukar Ratus tiomanicus 117 116 18.92 12.06 8.28
18 Tupai kekes Tupaia javanica 23 15 2.44 93.33 1.07
Bajing Tanah
19 Bergaris Tiga Lariscus insignis 6 4 0.65 350 0.28
20 Paok pancawarna Pitta guajana 15 13 2.12 107.69 0.92
Puyuh Gonggong
21 Jawa Arborophila javanica 45 40 6.52 35 2.85
22 Delumukan zamrud Chalcophaps indica 4 2 0.32 700 0.14
23 Ciung mungkal jawa Cochoa azurea 1 1 0.16 1400 0.07
TOTAL 718 613 100

Satwa mamalia yang terfoto perangkap kamera merupakan satwa jenis


umum yang hidup di hutan-hutan Pulau Jawa. Begitu juga jenis burung yang
terfoto merupakan jenis yang biasa dijumpai di lantai hutan yaitu puyuh
gonggong jawa, paok pancawarna, delimukan zamrud dan ciung mungkal jawa
yang terrekam pada saat melintas di depan perangkap kamera. Perolehan foto
jenis satwa oleh perangkap kamera di setiap lokasi berbeda-beda. Lokasi G1-6,
G1-3 dan G3-3 yang memperoleh jumlah jenis satwa terbesar selama periode
penelitian (Tabel 4).

28
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Tabel 4. Daftar perolehan jenis satwa disetiap lokasi pemasangan perangkap


kamera.
No Nama lokal G1-3 G1-4 G1-5 G1-6 G1-7 G2-1 G2-3 G2-4 G2-5 G3-2 G3-3 G3-4 G3-5 G3-6

1 Macan tutul
jawa * * * * * * * *
2 Kucing hutan * * * * * * *
3 Musang luwak * * * * * * * * * * * * *
4 Lingsang * * * * * *
5 Sigung * * * * * * * *
6 Garangan jawa * * *
7 Biul * * * * * * *
8 Musang Rase * *
9 Musang leher
kuning *
10 Anjing kampung * * * * *
11 Surili * *
12 Lutung budeng *
13 Kijang * * * * * * *
14 Babi celeng * * * * *
15 Trenggiling * * * *
16 Landak jawa * * *
17 Tikus belukar * * * * * * * * *
18 Tupai kekes * * * * * * * *
19 Bajing Tanah
Bergaris Tiga * *
20 Paok
pancawarna * * * * * *
21 Puyuh
Gonggong Jawa * * * *
22 Delumukan
zamrud *
23 Ciung mungkal
jawa *
TOTAL 12 9 7 13 9 10 10 7 2 6 12 5 7 3

Setiap lokasi pemasangan kamera terdapat hasil foto manusia, baik foto
pemasang kamera, maupun masyarakat sekitar yang kebetulan melintas di
depan kamera. Foto masyarakat sekitar yang diperoleh relatif besar. Hal ini
menandakan akses masyarakat sekitar ke dalam kawasan SM Gunung Sawal
relatif tinggi frekuensinya. Diantara foto satwa yang diperoleh, terdapat foto
anjing di hampir semua lokasi pemasangan kamera. Anjing tersebut merupakan
anjing biasa (Canis familiaris) yang dipelihara manusia. Anjing biasa digunakan
dalam perburuan satwa liar, sehingga keberadaan anjing di dalam kawasan
suaka margasatwa dapat diduga mengindikasikan adanya aktifitas perburuan.

29
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

2. Kepadatan Populasi dan Sebaran Macan Tutul Jawa di SM Gunung Sawal


Pada 14 titik lokasi perangkap kamera, diketahui 8 titik terdeteksi
keberadaan macan tutul jawa yaitu G3-2, G3-3, G2-1, G2-3, G3-6, G2-4, G1-3, dan
G1-5. (Gambar 31). Tidak terdeteksinya macan tutul jawa di enam titik camera
trap bukan berarti bahwa macan tutul jawa tidak ada di lokasi tersebut.
Kemungkinan penempatan perangkap kamera yang tidak sesuai atau terkadang
sensitifitas sensor perangkap kamera yang tidak maksimal yang dikarenakan
faktor usia alat, cuaca dan ketinggian lokasi pemasangan.

Gambar 31. Peta lokasi foto macan tutul jawa di SM Gunung Sawal.

Individu macan tutul yang terdeteksi tidak hanya di satu lokasi namun di
dua hingga lima lokasi. Artinya individu yang terfoto pada beberapa lokasi
tersebut merupakan individu yang sama. Ada juga diketahui dalam satu titik
lokasi perangkap kamera terdeteksi dua individu macan tutul jawa pada waktu
yang berbeda. Hal ini menandakan bahwa lokasi tersebut cenderung sering
dimanfaatkan oleh macan tutul jawa dalam beraktivitas seperti dalam hal
perburuan mangsa. Karakteristik lokasi tersebut berupa pertemuan antara
beberapa punggung bukit sehingga cenderung sering digunakan dalam lintasan

30
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

jelajah yang relatif aman dari gangguan. Sebaran macan tutul jawa di SM.
Gunung Sawal lebih banyak terdeteksi di wilayah bagian timur (Gambar 32).

Gambar 32. Peta sebaran individu-individu macan tutul jawa di SM Gunung


Sawal.

Setiap individu macan tutul jawa dapat dibedakan satu sama lain
berdasarkan ukuran tubuh, jenis kelamin dan pola tutul di tubuh masing-masing
individu. Berdasarkan hasil identifikasi setiap individu, diketahui terdeteksi 5
individu macan tutul jawa di lokasi penelitian yang terdiri dari 2 individu jantan
dewasa, dan 3 individu betina dewasa (Gambar 32). Membedakan pola tutul
merupakan cara efektif untuk mengetahui setiap individu macan tutul jawa,
karena pada umumnya setiap individu tidak memiliki pola yang sama. Jenis
kelamin, selain dari ukuran tubuh juga diketahui dengan pasti dari tanda genital
individu berdasarkan dari hasil foto penampakan dari samping dan belakang.
Berdasarkan uji populasi tertutup Capture Mark Recapture (CMR),
terhadap 5 unik individu macan tutul jawa di SM Gunung Sawal, pada uji dengan
Model Mo, perkiraan peluang tangkap (p-hat) 0.5000, estimasi populasi dengan
tingkat kepercayaan 95% diperoleh 4-6 individu (SE 0.6030), dengan koefisen
variasi (CV) sebesar 15%. Sedangkan dengan uji Model Mh, perkiraan peluang

31
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

tangkap (p-hat) 0.4000, estimasi populasi dengan tingkat kepercayaan 95%


diperoleh 4.75 dengan interval 5-10 individu (SE 1.1701), dengan koefisen
variasi (CV) sebesar 23.4%.
Total luasan sampling area dalam penelitian ini adalah 32 km2. Dengan
diketahui 5 individu macan tutul jawa, maka dperoleh kepadatan relatif (relative
density) macan tutul jawa di lokasi penelitian adalah 15.62 individu/100 km2
atau 0.15 individu/km2, artinya sama dengan satu individu per 6,4 km2. Ini
menunjukan kepadatan populasi macan tutul jawa di SM. Gunung Sawal tidak
berbeda jauh dengan kawasan hutan lainnya di Jawa Barat. Dengan luasan SM
Gunung Sawal sebesar 54 km2 diperkirakan dapat dihuni hingga 8 individu.
Berdasarkan hal tersebut estimasi ukuran populasi macan tutul jawa di SM
Gunung Sawal berkisar 5-8 individu. Apabila seluruh Gunung Sawal termasuk
kawasan perhutani dengan total luasan 110 km2 dapat menjadi habitat macan
tutul jawa, makan dapat diperkirakan seluruh kawasan tersebut dapat dihuni
hingga 17 individu macan tutul jawa.
Sebagai perbandingan, kepadatan relatif macan tutul di Bodogol taman
Nasional Gunung Gede Pangrango adalah satu individu per 6 km2 (Ario, 2006).
Begitu juga dengan kepadatan macan tutul di Taman Nasional Gunung Halimun
berdasarkan perhitungan kategori hutan primer dan sekunder adalah satu
individu per 6.67 km2 (Syahrial dan Sakaguchi, 2003). Di kawasan hutan Gunung
Salak adalah satu individu per 6,5 km2 (Ario, 2007). Kepadatan macan tutul jawa
di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah satu individu per
7,7 km2 (Ario et al, 2009). Kepadatan macan tutul jawa di kawasan Hutan
Lindung Gunung Malabar adalah satu individu per 7,6 km2 (Ario et al, 2014).
Sedangkan macan tutul yang berada di Sri Langka adalah satu individu (dewasa)
per 20 – 30 km2 (Eiseberg dan Lockhart, 1972), satu individu per 25 km2 di
Thailand (Rabinowitz,1989).

3. Keberadaan Satwa Mangsa Macan Tutul Jawa di SM Gunung Sawal


Keberadaan macan tutul jawa sangat berhubungan dengan keberadaan
satwa mangsa. Ketersediaan beberapa jenis satwa mangsa yang diketahui dari
hasil perangkap kamera, menunjukkan musang luwak, babi hutan dan kijang,
mendominasi satwa mangsa macan tutul jawa di SM Gunung Sawal, berturut-
turut sebesar 32,3%; 6,52% dan 3,75% dan indeks kelimpahan relative berturut-
turut 14,14; 2,85, dan 1,64 dari total keseluruhan satwa mangsa potensial di SM
Gunung Sawal (Gambar 33). Dengan beragamnya satwa mangsa dan tingginya

32
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

persentasi satwa mangsa utama dari ketiga jenis mamalia tersebut, dapat
dikatakan bahwa ketersediaan satwa mangsa di lokasi penelitian masih masih
mendukung keberlangsungan hidup macan tutul jawa. Lokasi sebaran ketiga
satwa mangsa utama yaitu musang luwak tersebar di 13 lokasi camera trap, babi
hutan tersebar di 5 lokasi camera trap sedangkan kijang tersebar di 7 lokasi
camera trap. Sebaran ketiga satwa mangsa utama tersebut tersaji pada Gambar
34.
Macan tutul memangsa buruannya dari yang berukuran kecil hingga
sedang seperti kijang, monyet ekor panjang, babi hutan, kancil dan owa jawa
(Santiapillai dan Ramono,1992). Menurut Seidensticker dan Suyono (1980), di
Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, satwa mangsa macan tutul antara lain
babi hutan (65%), kancil (5,9%), trenggiling (5,9%), musang (3,9%), landak
(3,9%), kelelawar (3,9%), tando (3,9%), tupai (3,9%) dan kijang (2%).
Sedangkan menurut Sakaguchi et al. (2003), terdapat 10 jenis satwa mangsa
macan tutul di Taman Nasional Gunung Halimun berdasarkan analisa kotoran
(fecal analysis) diantaranya adalah kijang, babi hutan, landak jawa, surili dan
lutung hitam. Untuk jenis satwa mangsa yang mendominansi kelimpahan relatif
satwa mangsa macan tutul jawa di Bodogol Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango antara lain babi hutan (Sus scrofa), kancil (Tragulus javanicus) dan
musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) (Ario, 2006).

Gambar 33. Diagram indeks kelimpahan relatif macan tutul jawa dan mangsa.

33
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 34. Sebaran satwa mangsa musang luwak, kijang dan babi hutan di SM
Gunung Sawal.

Gambar 35.
Musang luwak (Paradoxurus
hermaphroditus).

Gambar 36.
Kijang (Muntiacus muntjak).

34
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 37.
Babi hutan (Sus scrofa).

Gambar 38.
Lutung budeng
(Trachypitecus auratus).

C. Konflik Macan Tutul Jawa - Manusia


Dari tahun 2001 – 2016, kasus macan tutul masuk ke kebun atau
pemukiman dan memangsa ternak terus terjadi. Hal ini diduga seiring dengan
kerusakan hutan di habitat macan tutul tersebut yang cenderung meningkat
sejak gerakan reformasi tahun 1999 yang diikuti dengan perambahan hutan di
mana-mana, termasuk di sekitar Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Konflik
macan tutul dengan manusia di sekitar Gunung Sawal terus terjadi dan
cenderung meningkat hingga tahun 2011. Setelah itu, meskipun menurun
namun konsisten terus terjadi hingga tahun 2016. Hal ini diduga karena habitat
hutan Gunung Sawal tidak mampu lagi mendukung perkembangan populasi
macan tutul yang terus meningkat.

35
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Sumber : Gunawan et al. (2016a).

Gambar 39. Konflik macan tutul-manusia di Jawa Barat dan Banten.

Dalam kurun waktu 2001-2016 telah terjadi 51 kasus konflik macan tutul
dengan manusia di sekitar Gunung Sawal. Ada 20 desa di sekitar Gunung Sawal
yang pernah didatangi oleh macan tutul dari Gunung Sawal. Umumnya bentuk
konfliknya adalah pemangsaan ternak oleh macan tutul dan macan tutul
ditangkap atau dibunuh oleh masyarakat. Desa yang paling sering didatangi oleh
macan tutul Gunung Sawal adalah Kertamandala dan Cikupa. Kedua desa
tersebut berbatasan langsung dengan hutan.

Sumber : Gunawan et al. (2016a).

Gambar 40. Sebaran konflik macan tutul – manusia menurut kabupaten di Jawa Barat
dan Banten.

36
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Sumber : Gunawan et al. (2016a).

Gambar 41. Jumlah dan sebaran kasus konflik macan tutul dengan manusia di
desa-desa sekitar Gunung Sawal.

Lokasi konflik macan tutul dengan manusia sebagian besar (76%) terjadi
di desa-desa yang berbatasan dengan hutan produksi, sedangkan sisanya terjadi
di desa berbatasan dengan suaka margasatwa (SM) (18%) dan desa yang tidak
berbatasan dengan hutan (6%) (Gunawan et al., 2016).

Gambar 42
Persentase lokasi kasus konflik
macan tutul dengan manusia di
sekitar Gunung Sawal.

37
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Bentuk konflik macan tutul-manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga,


yaitu: macan tutul mendekati pemukiman (25%) sehingga meresahkan warga,
macan tutul memangsa ternak (67) dan macan tutul ditangkap menggunakan
perangkap (8%) (Gunawan et al., 2016).

Gambar 43.
Bentuk konflik macan tutul
– manusia di Jawa Barat
dan Baten.

Gambar 44.
Seekor macan tutul jantan
muda yang ditangkap
warga Desa Cikupa
menggunakan perangkap
besi di sekitar Gunung
Sawal pada 7 Oktober
2016.

Gambar 45.
Kondisi macan tutul yang
ditangkap warga Desa
Cikupa setelah tiga minggu
direhabilitasi di sanctuary
Taman Safari Indonesia
(24 Oktober 2016).

38
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Konflik tampaknya tidak saja karena macan tutul dianggap menyerang


dan merugikan manusia, tetapi dari hasil camera trap juga diperoleh bukti foto
adanya kegiatan perburuan di kawasan Gunung Sawal. Hal ini diindikasikan oleh
adanya foto anjing pemburu dan pemburu dengan senapannya. Tindakan
kontra terhadap upaya konservasi juga ditunjukkan oleh hilangnya 5 unit
camera trap dan sebuah kartu memori camera trap. Tindakan tersebut tampak
seperti bentuk perlawanan terhadap upaya konservas yang dilakukan oleh Tim
kolaboratif.

Gambar 46. Pemburu yang tertangkap camera trap.

Gambar 47. Anjing-anjing pemburu yang tertangkap camera trap.

39
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

D. Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat Sekitar


Berkaitan dengan konflik macan tutul dengan manusia, faktor manusia
juga perlu dilihat sebagai modal dalam penyuluhan dan penyadartahuan tentang
konservasi macan tutul. Sikap masyarakat terhadap macan tutul dan program
konservasi sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan pengalaman yang akan melahirkan persepsi dan sikap.
Rekapitulasi hasil wawancara dengan responden di desa-desa sekitar Gunung
Sawal disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi hasil wawancara dengan responden di desa-desa sekitar


Gunung Sawal.
Jawaban Tingkat Desa
No. Parameter Rata-rata
Terendah Tertinggi
1 Pendidikan SD 30.00 86.67 55.48
2 Petani 21.62 86.67 51.10
3 Memiliki Lahan 43.33 71.43 55.25
4 Memiliki kolam ikan 16.67 26.67 20.45
5 Peternak 3.33 30.00 13.58
6 Memiliki lahan berbatasan hutan 3.33 32.43 9.53
7 Mengetahui macan tutul dilindungi 40.00 93.33 65.89
8 Bangga memiliki macan tutul 59.46 93.33 74.69
9 Mendukung reintroduksi macan tutul 20.00 76.67 50.13
10 Gunung Sawal memberikan manfaat 43.33 94.59 75.33
11 G. Sawal mencegah banjir dan lonsor 13.51 40.00 27.19
12 G. Sawal sumber air 24.32 70.00 39.85
13 Belum pernah mendapat penyuluhan 36.67 100.00 64.44
konservasi maacan tutul
14 Tidak tahu macan tutul maskot Jabar 20.00 80.00 50.36
15 Macan tutul satwa menakutkan 13.33 90.00 51.98
16 Macan tutul perlu dilestarikan 3.33 60.00 25.67
17 Macan tutul satwa keramat 6.67 30.00 13.87

Dari Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar (55,48%) penduduk di


sekitar Gunug Sawal memiliki latar belakang pendidikan hanya tamat Sekolah
Dasar (SD). Lebih separuh penduduk bekerja sebagai petani (51,10%) dan lebih
separuh petani (55,25%) memiliki lahan garapan dan 9.53% lahan garapannya
berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
Lebih separuh (65.89%) responden mengetahui macan tutul merupakan
satwa dilindungi dan 74,69% merasa bangga memiliki macan tutul di Gunung
Sawal. Sayangnya 50.36 % responden tidak mengetahui bahwa macan tutul

40
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

merupakan maskot atau satwa identitas Provinsi Jawa Barat. Meskipun 51,98%
responden menyatakan macan tutul merupakan satwa yang menakutkan namun
25,67% menyatakan satwa tersebut perlu dilestarikan. Masih ada 13,87%
responden yang menganggap macan tutul merupakan satwa keramat yang ada
hubungannya dengan legenda Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.
Sebagian besar (64,44%) responden belum pernah mendapatkan
penyuluhan tentang konservasi macan tutul. Meskipun demikian, sebagian besar
responden (75,33%) menyadari bahwa Gunung Sawal memberikan banyak
manfat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian responden (21,22%)
menyatakan bahwa keberadaan hutan Gunung Sawal mencegah banjir dan tanah
longsor dan 40,12% responden menyatakan bahwa hutan Gunung Sawal
merupakan sumber air bagi wilayah di sekitarnya, yang dimanfaatkan untuk air
rumah tangga, PDAM, irigasi pertanian dan budidaya ikan air tawar.
Dari Gambar 48 dapat dilihat bahwa masih ada masyarakat yang
menganggap kawasan hutan menyediakan lahan garapan, sumber kayu
pertukangan dan kayu bakar, pakan ternak dan memberikan lapangan
pekerjaan. Hal ini mengindikasikan adanya ketergantungan langsung
masyarakat terhadap keberadaan hutan.

Gambar 48. Manfaat hutan menurut responden sekitar Gunung Sawal.

Ketika ditanya perihal penyebab macan tutul keluar dari hutan, kemudian
masuk ke pemukiman dan memangsa ternak, secara umum masyarakat telah
memahami konsep daya dukung dan kerusakan habitat. Hal ini terlihat dari
jawaban-jawaban mereka seperti disajikan pada Gambar 49.

41
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 49.
Penyebab keluarnya macan
tutul dari hutan menurut
responden sekitar Gunung
Sawal.

Gangguan atau konflik yang terus terjadi perlu diatasi dengan melibatkan
semua pihak terkait antara lain BKSDA Ciamis, Pemerintah Kabupaten,
Pemerintah Desa, Perum Perhutani, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan),
masyarakat penggarap PHBM, masyarakat sekitar hutan, LSM lokal, POLRI, TNI,
penyuluh, dan sektor lain yang berkentingan dengan air dari Gunung Sawal
seperti Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata, dan PDAM.
Perlu upaya penyuluhan untuk peningkatan kesadaran dan pengetahuan
tentang pentingnya konservasi hutan Gunung Sawal, bukan saja untuk
keanekaragaman hayati tetapi juga untuk air yang menjadi sumber kehidupan
masyarakat sekitarnya. Di samping itu, perlu dibuat protokol atau prosedur
tetap penanganan konflik jika terjadi kasus macan tutul masuk pemukiman,
memangsa ternak atau jika terjadi penangkapan macan tutul oleh masyarakat.
Secara perlahan, upaya penegakan hukum bagi yang sengaja menangkap
macan tutul tanpa berkordinasi dengan pihak KSDA juga perlu diterapkan,
sehingga tidak menjadi lagi masyarakat menangkap macan tutul untuk
dipertontonkan guna mendapat bayaran atau meminta tebusan kepada pihak
KSDA. Sejalan dengan itu, pemberian insentif bagi masyarakat yang
berpartisipasi mengamankan hutan Gunung Sawal dan melestarikan macan tutul
juga perlu diimplementasikan.
Pemanfaaatan jasa lingkungan air sangat potensial dikembangkan untuk
industri berbahan baku air. Sementara wisata alam berbasis keunikan
keanekaragaman hayati dan kultur lokal juga potensial dikembangkan di Gunung
Sawal. Perpaduan antara alam (keanekaragaman hayati) dengan budaya lokal
dan kebijakan pemerintah seperti hari cinta puspa dan satwa, hari lingkungan
hidup, hari hutan, hari konservasi alam, hari air, hari menanam pohon dan hari
lahir Kota Ciamis dapat dijadikan agenda tahunan yang menginspirasi
konservasi, misalnya dikemas dalam bentuk “Festival Gunung Sawal”.

42
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Habitat
(a) Kawasan hutan Gunung Sawal memiliki luas total 10.515,56 Ha yang
terbagi dalam Suaka Margasatwa 5.583,38 Ha atau 53%, Hutan Produksi
Terbatas (HPT) 3.308,93 Ha, Hutan Produksi (HP) 714,34 Ha dan Hutan
Pangonan 908,91 Ha. Kawasan hutan Gunung Sawal (SM, HL, HPT, HPT)
secara keseluruhan merupakan satu kesatuan ekosistem lanskap hutan.

(b) Suaka Margasatwa memiliki tutupan vegetasi hutan alam primer dan
sekunder, sedangkan kawasan hutan produksi terbatas, hutan produksi
dan hutan pangonan memiliki tutupan utama hutan tanaman pinus (Pinus
merkusii), rasamala (Altingia excelsa) dan damar (Agathis borneensis).

(c) Berdasarkan interpretasi citra satelit tahun 2014, terdeteksi adanya


penggarapan lahan oleh masyarakat melalui PHBM di hutan produksi
terbatas, hutan produksi dan hutan pangonan dengan tanaman kopi. Luas
kawasan hutan yang digarap adalah 1.608,45 Ha pada ahun 2006 dan
meningkat menjadi 1.724,95 Ha pada tahun 2014.

(d) Adanya kawasan hutan produksi yang digarap masyarakat seluas


1.724,95 Ha di sekitar Suaka Margasatwa, menyebabkan menurunnya
daya dukung dan daya tampung habitat, karena HP, HPT dan Hutan
Pangonan merupakan satu kesatuan ekosistem dengan SM Gunung Sawal
dan merupakan lanskap habitat macan tutul yang tak mengenal batas
administrasi dan batas fungsi hutan.

(e) Penggarapan kawasan hutan dengan sistem tebang habis dan


pembersihan lantai hutan untuk penananam kopi, berpengaruh sangat
nyata terhadap habitat satwa pemakan tumbuhan (herbivora) seperti
rusa, kijang, kancil, musang, babi hutan, monyet, surili dan lutung yang
merupakan mangsa macan tutul. Dengan demikian daya dukung Gunung
Sawal sebagai habitat macan tutul secara keseluruhan mengalami
penurunan drastis.

43
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

(f) Hasil analisis terhadap vegetasi pakan satwa herbivora menunjukkan


bahwa penggarapan hutan produksi dalam pola PHBM tanaman kopi
telah menghilangkan pakan herbivora hingga 98,69% dan hanya tersisa
1,31T% dibandingkan dengan hutan suaka margasatwa dan hutan
produksi terbatas yang tidak digarap. Bahkan hutan produksi yang telah
digarap dengan pola PHBM tidak memiliki pohon dan tiang yang
dibutuhkan oleh primata untuk pergerakan mencari makan dan tidur.
Akibatnya satwa herbivora memperluas jelajahnya hingga ke kebun atau
hutan rakyat sekitar pemukiman, yang diikuti oleh macan tutul karena
mengejar mangsanya.

2. Populasi macan tutul dan mangsanya

(a) Hasil analisis populasi menggunakan camera trap, menemukan bahwa


kepadatan relatif (relative density) macan tutul jawa di SM Gunung Sawal
adalah 15.62 individu/100 km2 atau sama dengan satu individu per 6,4
km2. Ini menunjukan kepadatan populasi macan tutul jawa di SM. Gunung
Sawal tidak berbeda jauh dengan kawasan hutan lainnya di Jawa Barat.
Dengan luasan SM Gunung Sawal sekitar 54 km2 maka diperkirakan
dapat dihuni hingga 8 individu macan tutul. Berdasarkan hal tersebut
perkiraan populasi macan tutul jawa di SM Gunung Sawal saat ini adalah
sekitar 5-8 individu. Jika kondisi kawasan hutan Gunung Sawal (termasuk
HL, HPT, HP dan Htan Pangonan) dalam kondisi baik dengan luas total
sekitar 110 km2 maka dapat menampung macan tutul jawa, hingga 17
individu.

(b) Hasill camera trap juga menemukan beberapa jenis satwa mangsa macan
tutul seperti musang luwak, babi hutan dan kijang, mendominasi dan
tersebar merata hamper di seluruh kawasan dengan frekuensi
perjumpaan relative berturut-turut sebesar 32,3%; 6,52% dan 3,75% dan
indeks kelimpahan relative berturut-turut 14,14; 2,85, dan 1,64. Selain
satwa tersebut juga tertangkap kamera trap jenis sigung, lingsang,
garangan, biul, musang rase, kucing hutan, musang leher kuning, surili,
lutung budeng, trenggiling dan landak jawa yang potensial menjadi
mangsa macan tutul. Dengan demikian dapat dikatakan kondisi hutan SM
Gunung Sawal masih baik untuk habitat macan tutul.

(c) Seiring waktu, populasi macan tutul terus berkembang, sehingga


memerlukan areal habitat yang semakin luas, namun yang terjadi adalah

44
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

sebaliknya, yaitu tutupan hutan justru menurun akibat penggarapan,


sehingga dapat diduga macan tutul kekurangan habitat dan akan mencari
habitat baru, tanpa mengenal batas-batas administrasi dan batas fungsi
kawasan hutan. Hasil analisis populasi berdasarkan kamera trap juga
menunjukan bahwa sebaran macan tutul di Gunung Sawal tersebar di
sekitar pinggiran Suaka Margasatwa yang berbatasan dengan hutan
produksi, mengikuti sebaran satwa mangsanya.

3. Konflik macan tutul - manusia

(a) Kasus keluarnya macan tutul jawa dari kawasan hutan Gunung Sawal
telah terjadi sejak tahun 2001 dan cenderung terus terjadi hingga akhir
tahun 2016 yang secara kumulatif sudah terjadi 51 kasus di 20 desa
sekitar kawasan hutan Gunung Sawal. Kasus terbanyak terjadi tahun
2011 dan desa paling sering didatangi macan tutul adalah Desa
Kertamandala (10) dan Cikupa (8) yang berbatasan langsung dengan
hutan.

(b) Keluarnya macan tutul dari kawasan hutan tidak selalu menimbulkan
konflik. Konflik terjadi ketika ada pihak yang dirugikan, baik manusia
maupun macan tutul. Dari 51 kasus di sekitar Gunung Sawal, 75%
diantaranya merupakan konflik (memangsa ternak 67%; macan tutul
ditangkap/dibunuh 8%), sementara 25% bukan merupakan konflik.

(c) Kasus kasus konflik macan tutul-manusia di Gunung Sawal 76% terjadi di
desa-desa yang berbatasan dengan hutan produksi, 18% terjadi di desa
yang berbatasan dengan Suaka Margasatwa, 6 % terjadi di desa yang
tidak berbatasan dengan hutan.

(d) Macan tutul yang keluar dan tertangkap oleh masyarakat atau petugas,
hampir seluruhnya berjenis kelamin jantan dan berusia muda (2,5 -3
tahun) yaitu pada masa-masa penyapihan oleh induknya. Hal ini dapat
diduga kuat, macan tutul jantan muda tersebut keluar dari habitat
induknya karena kalah berebut teritori sehingga terusir dan harus
mencari teritori baru, karena daya tampung (ruang) teritori di dalam
Suaka Margasatwa Gunung Sawal sudah tidak mencukupi.

(e) Macan tutul yang tertangkap masyarakat atau petugas rata-rata dalam
kondisi sehat, berat badan normal, tidak kurus dan tidak seperti

45
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

kelaparan. Hal ini memunculkan dugaan penyebab lain, mengapa macan


tutul keluar dari habitatnya.

(f) Kasus macan tutul keluar habitatnya atau tertangkap oleh masyarakat,
tidak membentuk pola tertentu dan tidak berkorelasi dengan musim
kemarau. Kasus terbanyak justru terjadi pada bulan Januari dan Februari.
Hal ini menggugurkan hipotesis “macan tutul keluar untuk mencari
makan karena di dalam hutan tidak ada makanan”

4. Sosial ekonomi dan persepsi masyarakat sekitar Gunung Sawal

(a) Kondisi sosial masyarakat sekitar Gunung Sawal sebanyak 55,48%


responden hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Sebanyak 51,10% bekerja
sebagai petani dan 55,25% diantaranya memiliki lahan garapan dan
9.53% garapanya langsung dengan kawasan hutan.

(b) Sekitar 64,44% responden belum pernah mendapatkan penyuluhan


tentang konservasi macan tutul. Meskipun demikian, sebagian besar
responden (75,33%) menyadari bahwa Gunung Sawal memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian
responden (21,22%) menyatakan bahwa keberadaan hutan Gunung
Sawal mencegah banjir dan tanah longsor dan 40,12% responden
menyatakan bahwa hutan Gunung Sawal merupakan sumber air bagi
wilayah di sekitarnya, yang dimanfaatkan untuk air rumah tangga, PDAM,
irigasi pertanian dan budidaya ikan air tawar.

(c) Lebih separuh (65.89%) responden mengetahui macan tutul merupakan


satwa dilindungi dan 74,69% merasa bangga memiliki macan tutul di
Gunung Sawal. Sayangnya 50.36 % responden tidak mengetahui bahwa
macan tutul merupakan maskot atau satwa identitas Provinsi Jawa Barat.
Hanya 25,67% menyatakan satwa tersebut perlu dilestarikan.

(d) Masih terdapat ketergantungan masyarakat terhadap hutan dan


menganggap hutan sebagai sumber lahan garapan, sumber kayu
pertukangan dan kayu bakar, pakan ternak dan memberikan lapangan
pekerjaan.

46
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

B. Rekomendasi
1. Perlu penguatan kembali komitmen para pihak yang memiliki
kepentingan dan kewenangan pengelolaan kawasan Gunung Sawal,
bahwa kawasan hutan Gunung Sawal merupakan satu kesatuan bentang
alam (lanskap) ekosistam hutan yang secara ekologis tidak mengenal
batas-batas administratif dan batas fungsi kawasan. Oleh karena itu,
pengelolaan kawasan ini harus terintegrasi antara kawasan suaka alam
(SM), kawasan lindung (HL), kawasan budidaya hutan (HPT, HP, Hutan
Pangonan) dan kawasan budidaya non hutan seperti hutan rakyat dan
perkebunan.

2. Kawasan hutan Suka Margasatwa Gunung Sawal perlu didukung oleh


kawasan hutan sekitarnya agar dapat tetap menampung macan tutul yang
menjadi target konservasi kawasan suaka margasatwa ini. Oleh karena
itu, diperlukan sinergi dan koordinasi yang kuat antara pengelola suaka
margasatwa dengan pengelola hutan produksi, hutan lindung dan
pengelola wilayah di sekitarnya.

3. Kawasan hutan produksi yang digarap melalui program PHBM di Gunung


Sawal perlu direvitalisasi dengan pengendalian komposisi tanaman
kehutanan yang lebih dominan dibandingkan tanaman kopi. Kawasan
yang telah terdegradasi akibat penggarapan perlu direstorasi untuk
memulihkan kembali fungsi ekologis dan hidrologis hutan.

4. Untuk meningkatkan kembali populasi mangsa macan tutul, konsep


restorasi ekosistem dapat diimplementasikan untuk memulihkan
ekosistem Gunung Sawal yang telah rusak. Konsep PHBM juga dapat
tetap dilaksanakan dengan mengatur kembali komposisi jumlah pohon
dan proporsi ruang yang lebih bersifat hutan daripada kebun monokultur.

5. Untuk menjaga kelestarian macan tutul dalam metapopulasi yang


mencakup lanskap yang luas dan terfragmentasi oleh wilayah dengan
penggunaan lahan selain hutan perlu dibuat dan dipertahankan koridor
penghubung antar kantong hutan. Hutan produksi, hutan lindung
maupun kawasan lindung yang berfungsi sebagai koridor satwa perlu
dikelola bersama secara terintegrasi lintas sektor.

6. Penanganan dan mitigasi konflik macan tutul dengan manusia perlu


dilakukan secara terpadu lintas sektor dan antar pemangku kepentingan.

47
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Pendekatan mekanisme insentif dan penegakan hukum secara bersamaan


perlu diimplementasikan untuk mitigasi konflik di masa mendatang.

7. Perlu dilakukan pemantauan (monitoring) jangka panjang terhadap


macan tutul jawa dengan menggunakan camera trap di kawasan SM
Gunung Sawal untuk memastikan kondisi dan keberadaan macan tutul
jawa yang telah teridentifikasi.

8. Terhadap macan tutul yang keluar dari Gunung Sawal dan saat ini berada
di lembaga konservasi, jika dari segi medis layak dilepasliarkan kembali
maka perlu dicarikan lokasi pelepasliaran yang sesuai. Suaka Margasatwa
Gunung Sawal masih memungkinkan menerima kembali macan tutul dari
Gunung Sawal yang telah direhabilitasi, namun perlu ditentukan di areal
yang belum menjadi teritori macan tutul yang ada. Disamping itu juga
perlu didukung dengan tetap menjaga kondisi hutan produksi terbatas,
hutan produksi dan hutan pangonan di sekitar suaka margasatwa untuk
tidak digarap menjadi PHBM kopi.

9. Perlunya penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat sekitar Gunung


Sawal tentang pentingnya menjaga hutan Gunung Sawal sebagai sistem
penyangga kehidupan yang vital bagi generasi sekarang dan yang akan
datang.

48
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

DAFTAR PUSTAKA

Ario, A, Hidayat, E, Agung, I, Misbah, Wahyudin, D, Uas. 2014. Survei


Keberadaan Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) Dengan
Menggunakan Perangkap Kamera (Camera Trap) Di Hutan Lindung
Gunung Malabar Jawa Barat. Conservation International Indonesia-
Yayasan Owa Jawa-Perum Perhutani.
Ario, A. 2007. Javan Leopard (Panthera pardus melas) Among Human Activities:
Preliminary Assessment on The Carrying Capacity of Mount Salak Forest
Area, Mount Halimun-Salak National Park. Scientific Report. Conservation
International Indonesia.
Ario, A. 2010. Kucing-Kucing Liar Indonesia. Panduan Lapangan. Yayasan Obor
Indonesia. Hal 49-55
Ario, A. Hidayat, E, Supian, 2009. Protection and Monitoring of the Endangered
Species of Javan Leopard (Panthera pardus melas) in Gunung Gede
Pangrango National Park, West Java, Indonesia. Conservation
International Indonesia.
Ario, A., S. Sunarto, and J. Sanderson. 2008. Panthera pardus ssp. melas. In: IUCN
2008 Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org. Diakses
Tanggal 13 Januari 2009.
Ario, A.2006. Survei Macan tutul dengan perangkap kamera (camera trap) di
Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Laporan Kegiatan.
Conservation International Indonesia.
Athreya,V.R and Belsare, A.V. 2007. Human-Leopard Conflict Management
Guidelines. Maharashtra State Forest Derpartment. Kaati Trust, Pune.
India
Bailey, T. N. 1993. The African Leopard: A Study of The Ecology and Behavior of
A Solitary Felid. Columbia University Press. New York.
Cat Specialist Group. 2002. Panthera pardus. In 2006 IUCN Red List of
Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 12 Mei 2006.
CBSG. 2010a. Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Workshop
Process Reference Packet.
CBSG. 2010b. Vortex Population Viability Analysis Software Input Data
Required for Analysis.
Departemen Kehutanan. 1997. The Inventory of Natural Resources in Gunung
Halimun National Park. LIPI-JICA-PHPA. Bogor.
Direktorat Jenderal PHPA. 1987. Laporan Studi Penyebaran Keluarga Felidae di
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Direktorat Jenderal PHPA,
Departemen Kehutanan. Bogor.

49
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Direktorat PPA. 1978. Mamalia di Indonesia. Direktorat PPA, Direktorat


Jenderal Kehutanan. Bogor.
Direktorat PPA. 1982. Pedoman Teknik Inventarisasi Mamalia (Dasar-dasar
Umum). Direktorat PPA, Direktorat Jenderal Kehutanan. Bogor.
Esterberg, K.G. 2002. Qualitative Methods for Social Research. McGraw-Hill.
New York.
Grzimek, B. (Ed). 1975 Grzimek's Animal Life Encyclopedia. Vol. 12, Mammals III.
Van Nostrand Reinhold, New York. 657 pp.
Guggisberg, C. 1975. Wild Cats of the World. Taplinger Publishing Company.
New York. 328pp.
Gunawan, H. 1988. Studi Karakteristik Habitat dan Daerah Penyebaran Macan
Tutul (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor. Skripsi S1, Tidak dipublikasikan.
Gunawan, H. 2010. Habitat Dan Penyebaran Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas Cuvier, 1809) Di Lanskap Terfragmentasi Di Jawa Tengah.
Disertasi Program Doktor, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tidak Dipublikasikan.
Gunawan, H. 2014. Status Ekologi Dan Konservasi Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas Cuvier, 1809). Makalah disampaikan pada Konferensi
Nasional Macan Tutul Jawa, di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor,
Tanggal 29-30 Januari 2014.
Gunawan, H. dan R. Wienanto. 2015. Sebaran Ekologis dan Ancaman Kepunahan
Lokal Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) Di Jawa
Bagian Barat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional menyambut
Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional Tahun 2015 dengan tema
Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan. Bogor,24
November 2015.
Gunawan, H., L.B. Prasetyo, A. Mardiastuti and A.P. Kartono. 2013. Analisis
Metapopulasi Dan Prediksi Kepunahan Lokal Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas Cuvier, 1809) Di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional
Biologi ke XXII “Peran biologi dalam pendayagunaan bioresources
Indonesia untuk meningkatkan daya saing bangsa”, 30 Agustus – 1
September 2013.
Gunawan, H., L.B. Prasetyo, A. Mardiatuti dan A.P. Kartono. 2013. Sebaran
Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa Panthera pardus melas
Cuvier 1809 di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam Vol. 9 (4): 323-339.
Gunawan, H., R. Wienanto dan A. Riyanti. 2012. Teknik Konservasi Satwa
Karnivora Puncak Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier
1809). Laporan Akhir. Pusat Litbang Konservasi Dan Rehabilitasi. Bogor.

50
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Gunawan, H., S. Iskandar, R. Wienanto, A. Riyanti dan Eman. 2013. Teknik


Konservasi Satwa Karnivora Puncak Macan Tutul Jawa (Panthera pardus
melas Cuvier 1809). Laporan Penelitian pada Pusat Litbang Konservasi
Dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan. Bogor. Tidak diterbitkan.
Gunawan, H., S. Iskandar, V.S. Sihombing and R. Wienanto.. 2016a. Conflict
Between Humans And Leopards (Panthera pardus melas Cuvier 1809) in
Western Java. International Conference on Biodiversity Society for
Indonesian Biodiversity (SIB) Bandung, Indonesia, May 28, 2016
Gunawan, H., V.S. Sihombing dan R. Wienanto. 2016b. Metapopulasi Macan
Tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di Pulau Jawa Bagian
Barat. Pp. 130-140 dalam Juilawaty et al (eds) Implementasi Riset Hayati
dan Pengembangannya di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Prosiding Seminar Nasional Biologi, Medan 9 April 2016: USU Press.
Medan.
Gunawan, H., VS. Sihombing, R. Wienanto, dan Eman. 2016c. Penilaian Viabilitas
Habitat Dan Populasi (PHVA) Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)
Sebagai Dasar Pembinaan Habitat, Peningkatan Populasi Dan Mitigasi
Konflik. LHP Pusat Libang Hutan Bogor. Tidak diterbitkan.
Hanski, I. 1998. Metapopulation Dynamics. Nature, Vol 396, 5 November 1998.
Macmillan Publishers Ltd. www.nature.com. Diakses tanggal 09 Mei
2008.
Hanski, I., and D. Simberloff. 1997. The metapopulation approach, its history,
conceptual domain, and application to conservation. pp. 5–26. In I. A.
Hanski and M. E. Gilpin (eds.), Metapopulation Biology. Academic Press,
San Diego, Californina.
Hanski, I., and D. Simberloff. 1997. The metapopulation approach, its history,
conceptual domain, and application to conservation. pp. 5–26. In I. A.
Hanski and M. E. Gilpin (eds.), Metapopulation Biology. Academic Press,
San Diego, Californina.
Hill, D., M. Fasham, G. Tucker, M. Shewry and P. Shaw (eds). 2005. Handbook of
Biodiversity Methods: Survey, Evaluation and Monitoring. Cambridge
University Press. www. Cambrisdge.org. Diakses tanggal 11 Desember
2008.
Hoogerwerf, A. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. E.J.
Brill. Leiden, Netherlands. 252p.
IUCN - The World Conservation Union. 1996. The IUCN Redlist of Threatened
Species. Leopard Panthera pardus Linnaeus 1758.
http://www.iucnredlist.org. Diakses Tanggal 2 Mei 2007.
Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi. IPB Press. Bogor.
Lekagul, B. and J. A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Kurusapha Ladprao
Press. Bangkok, 747 pp.

51
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Levins, R. 1969. Some Demographic and Genetic Consequences of Environmental


Heterogeneity for Biological Control. Bulletin of the Entomological
Society of America, 15, 237-240
McDougal,C.1991. Man-eaters.in Great Cats. Majestic creaturesof the wild.Eds. J.
Seidensticker & S. Lumpkin. Pp 240. Pennsylvania Rodale Press,
IncRabinowitz, A.1989. The density and behavior of large cats in a dry
tropical forest mosaic in Huai Kha Khaeng Wildlife Sanctuary in Thailand.
Nat. Hist. Bull. Siam Soc. 37 (2): 235-251.
McGarigal, K. and B. J. Marks. 1995. Fragstats: Spatial Pattern Analysis Program
for Quantifying Landscape Structure. USDA For. Serv. Gen. Tech. Rep.
PNW-351. http://www.innovativegis.com/basis/
Supplements/BM_Aug_99/ FRAG_expt.htm. Diakses Tanggal 12 April
2006.
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Norton, P.M. and A.B. Lawson. 1985. Radio tracking of leopards and caracals in
the Stellenbosch area, Cape Province. S. Afr. J. Wildl. Res. 15(1):17-24.
Preliminary Assessment on The Carrying Capacity of Mount Salak Forest Area,
Mount Halimun-Salak National Park. Scientific Report. Conservation
International Indonesia.
Santiapillai, C. and W.S. Ramono. 1992. Status of the leopard (Panthera pardus) in
Java, Indonesia. Tigerpaper 19: 1-5
Seidensticker, J. and L. Susan (Eds). 1991. Great Cats: Majestic Creatures of the
Wild, Rodale Press. Emmaus, Pennsylvania, USA. 240pp.
Seidensticker,J., Sunquist,M.E. & C. McDougal. 1990. Leopards living at the edge
of the Royal Chirwan National Park, Nepal. In Conservation in developing
countries: problems and prospects. Eds. J.C.Daniel and J.S.Serrao. 415-423.
Bombay Natural History Society and Oxford University Press.
Seidensticker. J dan Suyono. 1980. Harimau di Taman Nasional Meru Betiri
dalam: Ekologi, perilaku dan keuletan harimau serta perlunya usaha
konservasi harimau.
Soehartono, T. and A. Mardiastuti. 2002. CITES Implementation in Indonesia.
Nagao Natural Environment Foundation. Jakarta.
Sugiyono. 1999. Statistik Non Parametris untuk Penelitian. C.V. Alfabeta.
Bandung.
Sunquist, F. 2001. Staying Close to Home. International Wildlife 31(3): 20-9.
Sutherland, W.J. 2004. Mammals. Pp.260-280 dalam Sutherland, W.J. (ed).
Ecological Census Techniques : A Handbook. Cambridge University Press.
Cambridge, UK.

52
KAJIAN HABITAT, POPULASI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN POPULASI DAN MITIGASI KONFLIK MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas)
DI GUNUNG SAWAL, CIAMIS, JAWA BARAT

Syahrial. A.H. and Sakaguchi, 2003. Monitoring research and the javan leopard
Panthera pardus melas in Gunung Halimun National Park, Indonesia. In:
Biodiversity Conservation Project. Research on Endangered Species in
Gunung Halimun National Park, Research and Conservation of
Biodiversity in Indonesia, vol. XI. In press.
Veevers-Carter, W. 1978. Mamalia Darat Indonesia. Internusa, P.T. Jakarta.
86p.

53

Anda mungkin juga menyukai