KATA PENGANTAR
Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) menjadi bagian dari teknologi era Revolusi Industri 4.0 yang memberikan
banyak manfaat di dalam pengelolaan lingkungan hidup (LH). Pemanfaatan data spasial yang berasal dari PUTA
dalam lingkungan hidup sangatlah luas, diantaranya untuk penyusunan rencana pengelolaan LH, pemantauan dan
pengawasan LH, serta monitoring dan evaluasi LH. Data spasial PUTA yang digunakan dalam pengelolaan LH
memiliki tingkat akurasi dan presisi tinggi dengan sistem akuisisi data yang cepat sesuai kebutuhan. Dengan makin
berkembangnya kebutuhan PUTA dalam pengelolaan LH, maka PSLH ITB bekerjasama dengan APDI
menyelenggarakan pelatihan pemanfaatan teknologi PUTA untuk pengelolaan LH.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta dalam memahami
pengoperasian PUTA yang benar, mengolah data spasial akuisisi PUTA, serta memberikan studi kasus
pemanfaatan PUTA dalam pengelolaan LH.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala PSLH ITB dan jajarannya yang selama penyusunan modul
pelatihan ini banyak membantu. Semoga modul pelatihan ini bisa memberikan manfaat bagi para peserta pelatihan
ini.
Tim Penyusun
Hikmat Ramdan
M Akbar Marwan
Hendrarto Setyadji
Soni Simarmata
I
DAFTAR ISI
II
4.1.5 Periode saat misi berlangsung .............................................................................................. 29
4.2 PENILAIAN RISIKO ........................................................................................................................... 29
4.2.1 Prinsip Umum........................................................................................................................ 29
4.2.2 Prinsip SORA (JARUS) ......................................................................................................... 34
BAB 5 PENYUSUNAN RENCANA TERBANG (FLIGHT PLAN) ........................................................... 36
5.1 MENGGUNAKAN DRONEDEPLOY DESKTOP.................................................................................. 36
5.2 MENGHUBUNGKAN DENGAN DRONEDEPLOY ANDROID ................................................................. 44
BAB 6 PENGOLAHAN DATA AKUSISI PUTA ...................................................................................... 48
III
DAFTAR GAMBAR
IV
DAFTAR TABEL
V
BAB 1
PENDAHULUAN
Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) merupakan salahsatu teknologi yang berkembang pesat seiring
dengan dimasukinya era Revolusi Industri 4.0. Schwab (2016) menyebutkan bahwa PUTA atau drone
merupakan salahsatu dari teknologi di era Revolusi Industri 4.0, selain teknologi lainnya, yaitu : teknologi
komunikasi 5G, IoT (internet of things), digital healths, manufaktur tingkat lanjut, dan sebagainya.
Teknologi PUTA yang awalnya digunakan untuk kepentingan militer, saat ini telah digunakan untuk
berbagai kepentingan masyarakat sipil di berbagai bidang pembangunan.
Dengan perkembangan rekayasa teknologi kamera dan energi baterei yang makin canggih, pemanfaatan
teknologi PUTA makin luas. PUTA tidak hanya digunakan untuk rekreasi dan non komersial, tetapi telah
berkembang untuk berbagai kepentingan ilmiah, komersial, sosial dan sebagainya. Tren pemanfaatan
PUTA makin berkembang di era Revolusi Industri 4.0 dengan tuntutan kebutuhan data yang memiliki
akurasi dan presisi tinggi, serta mutakhir. Kecanggihan teknologi PUTA dengan kemampuan
menghasilkan data spasial berakurasi dan berpresisi tinggi serta akuisisi data yang cepat, menjadi
jawaban atas kebutuhan data spasial yang lebih detil dan berpresisi tinggi. Dalam skala luas tertentu,
data spasial PUTA menjadi substitusi dari data citra satelit dan potret udara yang akuisisi datanya jauh
lebih mahal daripada akuisisi PUTA.
Dengan makin pesatnya pemanfaatan drone untuk memenuhi data berbagai bidang, maka penguasaan
PUTA menjadi keniscayaan yang dihadapi oleh para pihak. Untuk itulah, maka Pusat Studi Lingkungan
Hidup Institut Teknologi Bandung (PSLH ITB) bekerjasama dengan Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI)
menyelenggarakan Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) untuk
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelatihan tersebut dalam tahun 2020 direncanakan akan dilaksanakan
tiga kali pelatihan.
Untuk mendukung pelaksanaan pelatihan tersebut, maka modul pelatihan yang berjudul Pengoperasian
Pesawat Udara Tanpa Awak ini dibuat dan secara umum berisi : (a) regulasi PUTA di Indonesia; (b)
panduan pengoperasian PUTA; (c) keselamatan dan penilaian resiko; (d) penyusunan rencana terbang;
serta (e) pengolahan data hasil akuisi PUTA. Adapun materi untuk praktek lapangan dan studi kasus
pemanfaatan PUTA akan disampaikan secara langsung saat pelatihan.
1
BAB 2
REGULASI PUTA DI INDONESIA
Isi dari peraturan-peraturan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran buku ini. Peraturan-
peraturan tersebut tidak mengatur : (a) Unmanned Aircraft System Militer; (b) Balon Udara Tanpa Awak
(CASR Part 101); (c) Model / Hobby / Hobby dan Rekreasi (CASR Part 107; 107.2); dan (d) Remotely
Piloted Aircraft System (diatur dalam CASR Part 21).
2
Secara umum peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan untuk menjaga keselamatan operasional
penerbangan di ruang udara Indonesia dari kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh PUTA yang
dikendalikan dari jarak jauh (remote controlled) oleh pilot PUTA atau mampu mengendalikan dirinya
sendiri (auto controlled pilot) berdasarkan setting. Beberapa hal penting yang diatur di peraturan yaitu :
1) Pesawat udara tanpa awak tidak boleh dioperasikan di kawasan udara terlarang (prohibited area),
kawasan udara terbatas (restricted area), dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
suatu bandar udara.
2) Sistem pesawat udara tanpa awak juga tidak boleh dioperasikan di ruang udara yang dilayani
controlled airspace dan uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 kaki atau 150 meter.
Kementerian Perhubungan dapat mengizinkan PUTA diterbangkan hingga di atas ketinggian 150
meter, tetapi operator atau pilot harus memiliki izin operasi PUTA dan berkoordinasi dengan unit
navigasi penerbangan yang bertanggung jawab pada ruang udara terbang pesawat tersebut.
Perubahan atau pembatalan rencana terbang (flight plan) drone wajib disampaikan kepada
Kemenhub minimal tujuh hari kerja sebelum operasi.
PUTA atau drone yang akan digunakan di ruang udara harus mengajukan izin ke Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Kemenhu paling lambat 14 hari kerja sebelum diterbangkan. Setelah itu operator
harus segera berkoordinasi dengan unit pelayanan navigasi penerbangan yang bertanggung jawab atas
ruang udara operasi drone. Kemenhub atau TNI AU sesuai dengan peraturan perundang-undangan
memiliki kewenangan untuk menembak langsung dan atau menyita PUTA yang dinilai membahayakan
saat diterbangkan, misalnya dengan menggunakan alat drone jamming. Beberapa sanksi yang diberikan
bagi pelanggar ketentuan penerbangan PUTA, yaitu :
1) Kemenhub dapat menjatuhkan sanksi apabila drone dioperasikan di Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP). Kawasan itu adalah bandara, kawasan controlled airspace, dan uncontrolled
airspace pada ketinggian lebih dari 500 kaki atau 150 meter di atas permukaan tanah;
2) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat memberikan sanksi apabila PUTA dioperasikan di kawasan
udara terlarang (prohibited area) dan kawasan udara terbatas (restricted area). Contoh kawasan
terlarang adalah istana kepresidenan, kilang minyak, dan pangkalan udara TNI;
3) Adapun sanksi yang dikenakan kepada operator/pilot adalah administratif berupa peringatan,
pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda administratif. Denda administratif yang dimaksud
adalah membayar antara 1.001 hingga 3.000 penalty unit, dimana 1 (satu) unit penalti senilai
Rp100.000.
3
2.2 Perizinan Operasi Penerbangan
Perizinan operasi penerbangan PUTA disesuaikan dengan tujuan penggunaan drone, berat,
sertifikasi/registrasi dan izin operasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Di dalam pengajuan perizinan operasi penerbangan PUTA, perlu diinformasikan data berikut ini :
1. Nama dan kontak operator
2. Spesifikasi teknis wahana
3. Spesifikasi teknis sistim pengendali jarak jauh
4. Maksud dan tujuan pengoperasian
5. Rencana penerbangan
a) Identifikasi pesawat g) Tempat/titik pendaratan
b) Jenis pengoperasian h) Tempat/titik alternative pendaratan
c) Peralatan yang dibawa i) Perkiraan waktu operasi
d) Tempat/titik lepas landas j) Ketahanan battery/bahan bakar
e) Rute penerbangan k) Jangkauan jelajah/radius
f) Rencana ketinggian l) Area maneuver pengoperasian
6. Prosedur pengoperasian
7. Prosedur Darurat yg meliputi:
a) Kegagalan komunikasi antara operator dan pemandu lalu lintas udara dana tau pemandu
komunikasi penerbangan.
b) Kegagalan komunikasi antara sistim pengendali jarak jauh dengan wahana
4
8. Kompetensi dan pengalaman (jam terbang/catatan) pilot
9. Surat rekomendasi dari institusi yang berwewenang.
10. Surat izin dari institusi yg berwenang di wilayah yg di potret, difilmkan atau dipetakan (berkaitan
dengan security clearance).
11. Dokumen asuransi kerugian termasuk kerugian pihak ketiga.
Pengajuan izin penerbangan PUTA dapat ditujukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara atau
TNI. Perizinan ke Dirjen Perhubungan Udara dilakukan untuk izin penerbangan di wilayah udara : KKOP,
controlled airspace dan uncontrolled airspace lebih dari 150 m. Adapun izin penerbangan PUTA ke TNI
apabila penerbangan dilakukan di wilayah udara yang termasuk kawasan prohibited dan restricted area.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta
ruang udara di sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan yang terdiri dari :
a) Kawasan pendaratan dan lepas landas
b) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
c) Kawasan dibawah permukaan transisi
d) Kawasan dibawah permukaan horizontal-dalam
e) Kawasan dibawah permukaan kerucut dan
f) Kawasan dibawah permukaan horizontal-luar
5
Gambar 3 Alur Pengajuan Izin Penerbangan PUTA
6
Gambar 4 Alur Pengajuan Notam (Notice for Air Man)
7
BAB 3
PANDUAN PENGOPERASIAN
Beberapa komponen penting dalam pengoperasian PUTA, yaitu : hardware (perangkat keras), software
(perangkat lunak), environment (lingkungan sekitar), human-ware (meliputi operator dan perangkat lain
yang menyertai). Hal-hal penting menyangkut pengoperasian PUTA, diantaranya adalah :
a) Baterai / Bahan bakar
Baterai perlu dirawat karena harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Drone tidak boleh diterbangkan
melebihi batas yang sudah ditentukan. Jika tidak, baterai bisa mengembang dan rusak. Jika lama
tidak digunakan, sisakan kapasitas baterai kira-kira 50 persen. Jika sering digunakan, sisakan
baterai sekitar 30 persen. Diyakinkan kondisi baik untuk casing/proteksi battery adalah merupakan
pelindung saat penyimpanan, pemakaian/perlakuan dan saat terjadi dampak jatuh/benturan. Untuk
bahan bakar juga merupakan potensi bahaya untuk model airplane dimana penyimpan bahan bakar
dan sistem bahan bakar dalam kondisi aman.
b) Fisik PUTA
Memeriksa baling-baling secara berkala, apakah ada yang retak. Memeriksa frame secara berkala,
apakah ada yang patah atau bengkok. Jika ada, harus segera diperbaiki. Menjaga kebersihan motor
pesawat agar baling-baling dapat berputar dengan baik. Dalam beberapa standar ditentukan
mengenai keseimbangan (CoG) dimana disain drone ditentukan secara spesifik dan modifikasi atau
perlakuan yang merubah fisik/struktur harus dilakukan oleh pihak yang berkompeten.
c) Keselamatan/Keamanan PUTA
8
Perhatikan komponen bergerak terutama baling-baling dan bagian tajam sehingga harus diwaspadai
penanganan dan jarak dari orang sekitar / asset pada lingkungan sekitar. Dalam evaluasi dunia
penerbangan, perhitungan dampak tumbukan bobot sekitar 2-7 kg dapat mengakibatkan kerusakan
atau luka ringan, luka parah bahkan fatality sehingga keselamatan/keamanan diperhitungkan
mengenai bobot terhadap resiko tumbukan darat dalam skenario penerbangannya. Faktor
keamanan penerbangan prinsipnya adalah menghindari dari kondisi out-of control (pesawat lepas
control) dimana prinsip terbagi 2 bagian yaitu resiko diudara (cuaca, visibility, kondisi mekanis di
udara, dll) dan resiko darat (terhadap dampak di darat terhadap manusia, asset, bangunan dan
lingkungan)
d) Angin / Kondisi Cuaca
Sebelum dan saat melakukan penerbangan pilot/operator harus mampu membaca arah dan
kecepatan angin yang bisa memengaruhi penerbangan yang direncanakan sebelumnya. Kecepatan
angina dan kondisi cuaca bias menentukan batasan perencanaan penerbangan dan sebelum
melakukan penerbangan harus didapat data visual cuaca sekitar juga prediksi cuaca dari sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan.
e) Operator yang kompeten
Tentu saja yang tidak kalah penting adalah operator (pilot) harus terlatih. Minimum telah memiliki
kemampuan dasar aeromodelling / multirotor, memahamu petunjuk operasi drone yang akan
diterbangkan serta mengerti prosedur dan mengikutinya agar operasi penerbangan sesuai rencana
tanpa kendala.
f) Teknologi (Software/Hardware)
Drone dengan fitur-fitur keamanan, telemetri, komunikasi kontrol, deteksi dan menghidar,
geofencing, auto-pilot, proximity warning dan juga prosesor flight control harus dipahami untuk
penggunaan dan di-setting sebelum terbang sebagai jaminan pengendalian dan resiko di udara.
g) Kondisi Lingkungan dan Sosial
Kondisi tertentu yang harus disikapi dengan tepat sebagai contoh; kecenderungan keingintauan
orang dan anak-anak sekitar untuk mendekat/melihat pilot saat bertugas dan mengajak bicara yang
merupakan gangguan yang harus diantisipasi sebelumnya. Kawasan privasi, instalasi negara,
kondisi social, kegiatan politik dan keamanan kawasan penting dilakukan secara informatif,
komunikatif dalam menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan penerbangan yang legal. Dalam
kondisi darurat seperti kondisi kebakaran/pasca bencana, kecuali telah diminta bantuannya operasi
penerbangan baru bisa dan boleh; tanpa mengganggu proses pemadaman kebakaran atau kegiatan
pengendalian bencana. Dalam hal ini pimpinan operasi pemadaman/kondisi bencana menyatakan
9
aman/diperbolehkan terbang. Kondisi lainnya seperti bencana, kecelakaan, dan kejadian
kriminalitas.
3.2 Personil Pengoperasian PUTA
3.2.1 Umum
a) Pilot Drone komersial sangat disarankan memegang Sertifikat Operator Pesawat (APDI) atau
Sertifikat Operator yang diakui oleh APDI atau Departemen Perhubungan Udara Indonesia atau
Dinas Pembinaan Potensi Dirgantara Angkata Udara Republik Indonesia (DISPOTDIRGA)
b) Panduan Operasi PESAWAT PILOT DRONE dan Panduan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
78 Tahun 2017 atau yang terbaru tentang Penggunaan Drone adalah dokumen resmi untuk operasi
PESAWAT.
c) Seluruh pilot jarak jauh wajib memiliki pemahaman penuh terhadap Panduan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 78 Tahun 2017 atau yang terbaru tentang Penggunaan Drone, dan Panduan
Operasi PESAWAT DRONE/UAV.
d) Hanya pilot jarak jauh yang bersertifikat APDI atau Sertifikat Operator yang diakui oleh APDI atau
Departemen Perhubungan Udara atau Dinas Pembinaan Potensi Dirgantara TNI Angkatan Udara
Republik Indonesia (DISPOTDIRGA) atau yang setingkat yang memenuhi syarat untuk
menerbangkan PESAWAT.
a.) Sebelum dan saat melakukan penerbangan, pastikan sesuai otorisasi dan perizinan, untuk
penerbangan tanpa perizinan jika dirasa ada kondisi ragu-ragu atau tidak pasti, tanyakan pada
KEMENHUB / AIRNAV / LANUD atau pengelola /pihak keamanan setempat.
b.) Melaksanakan penerbangan sesuai rencana dengan dimulai dengan briefing terhadap kru yang
terlibat atau pihak public/masyarakat disekitar area operasi. Menjelaskan maksud dan tujuan,
lintasan penerbangan serta kondisi-kondisi penerbangan mulai take-of dan landing serta kondisi-
kondisi darurat.
c.) Mengikuti prosedur operasi yang telah dibuat
a) Memastikan semua pilot jarak jauh (RP) telah bersertifikat APDI/DISPOTDIRGA atau setingkat dan
kompeten untuk menerbangkan PESAWAT. Untuk operasi ruang udara tertentu harus memiliki
Lisensi (Surat Persetujuan Operasi) dari DGCA (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) sebagai
AdHoc (DKPPU, DNP/LPPNPI) dalam persetujuan pengoperasian penerbangan.
b) Menjaga Panduan Operasi tetap valid sesuai dengan skenario penerbangan yang akan dilakukan
10
c) Memiliki dan memelihara catatan teknis perangkat seperti, manual pengoperasian pesawat, upgrade
software dan firmware, dan catatan pemeliharaan.
d) Bertanggung jawab atas kegiatan selama operasi dan dampak yang timbul dari operasi
penerbangan.
11
b. Apakah jendela auto-update sudah di-nonaktifkan pada aplikasi ? □
c. Apakah lokasi penerbangan dan peta/gambar lokasi alternatif sudah di-cache? Tanpa □
akses Internet, peta/gambar lokasi tidak dapat dimuat di lapangan.
d. Apakah charger baterai, invertor dan kabel ada di dalam kotak PESAWAT? □
e. Apakah spare-part, memori dan battery cadangan tersedia cukup? □
f. Apakah payload sudah selaras dengan CoG yang di syaratkan? □
Langkah 2: Memeriksa Peta dan Grafik
a. Tablet dengan aplikasi terkait PESAWAT dapat diakses dan versi aplikasi penerbangan □
terbaru sudah terpenuhi?
b. Apakah kondisi metrologi dan NOTAM sudah diperiksa? □
c. Apakah sudah memahami Panduan Operasi dan Troublesooting. □
d. Sertifikat Kompetensi atau pemahaman mendalam pengoperasian □
e. Memahami aturan ruang udara yang terlihat sebagai Geofencing and batas-batas wilayah □
terbang yang diperbolehkan.
Langkah 3: Panduan Pengguna dan Radio
a. Apakah baterai radio sudah terisi penuh? □
b. Apakah frekuensi radio terkait operasi sudah diperoleh dan lapakah sudah lakukan radio- □
check?
c. Langkah 4: Rencana Penerbangan
d. Memeriksa rencana penerbangan untuk lokasi yang dituju dan lokasi alternatif, dan sudah □
melakukan briefing kepada tim yang terlibat?
e. Apakah izin pemilik lahan sudah diperoleh? □
Langkah 5: Emergency dan Otorisasi
a. Memeriksa rencana penerbangan untuk lokasi yang dituju dan lokasi alternative (terutama □
landing alternative jika posisi pilot berpindah).
b. Memastikan Home-Point ter-konfirmasi dan re-konfirmasi jika posisi pilot berpindah untuk □
set-up home-point.
c. Apakah Anda memiliki laptop atau tablet aplikasi monitoring/prediksi cuaca ? □
d. Apakah Anda sudah mendapatkan otorisasi penerbangan dari pihak terkait ? □
12
3.4 Prosedur di Lapangan
3.4.1 Pemeriksaan Pra-Penerbangan
Pemeriksanaan pra-penerbangan harus dilakukan terhadap hal-hal penting berikut ini :
a) Ketinggian kurang dari 120 m (400 kaki)
b) Lokasi penerbangan lebih dari 5,5 km dari lapangan terbang terdekat
c) Lebih dari 30 m jauh orang yang tidak terkait dengan penerbangan
d) Tidak terbang melintasi daerah tidak padat penduduk
e) Persetujuan dari AIRNAV/LANUD diperlukan untuk terbang di wilayah udara yang dikendalikan,
daerah terlarang atau daerah yang dibatasi.
f) Pilih lokasi untuk lepas landas dan mendarat. Lokasi ini setidaknya harus memiliki radius 30m tanpa
gangguan.
g) Saat angin kencang menungkinkan lebih banyak ruang downwind untuk mendarat
h) Saat angin sedikit kencang kita perlu sedikit lebih banyak ruang di arah lepas landas.
i) Mengadakan Checklist Pra-Penerbangan (Tabel 2).
Tinjauan misi seperti yang direncanakan dengan menyampaikan semua resiko penerbangan □
dan prosedur yang ditetapkan.
Membagi peranan dan menyampaikan semua tugas kepada tim/kru yang terlibat. Dan □
meyakinkan skenario penerbangan sesuai rencana dan dipahami tim / kru dengan baik.
Bertanggung jawab terhadap apa yang mungkin terjadi dan identifikasi bahaya terkait □
dengan misi termasuk tindakan terencana
Memberi instruksi langsung terhadap tim/kru dan berada dilokasi selama penerbangan. □
Jika terjadi deviasi ataupun dampak penerbangan harus melakukan pencatatan dan □
bertanggung jawab penuh terhadap dampak yang terjadi
13
3.4.3 Pengecekan PUTA Pra-Penerbangan
Kondisi PUTA sebelum pra-penerbangan perlu dilakukan pengecekan, sebagaimana disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Pengecekan PUTA Pra-Penerbangan
14
Tabel 5 Pre-Flight Mandatory Checklist
15
3.4.4 Prosedur Penerbangan (Simple Task)
Beberapa hal penting dalam prosedur penerbangan PUTA diantaranya adalah :
a) Penilaian lingkungan sebelum terbang
b) Penanggulangan terhadap halangan
c) Pemasangan peralatan dan start-up power/engine dengan baik
d) Battery/fuel sesuai rencana terbang
e) Hovering check dan telemetry status normal
f) Posisi take off sesuai rencana
g) Pencatatan waktu, kondisi power dan monitor indikasi sisa waktu terbang
h) Pencatatan check-point sesuai misi yang dilakukan
i) Monitoring terhadap jalur pendaratan yang aman dan sesuai rencana atau back-up plan (alternative
landing)
16
tertinggi dan mengarahkan drone tetap diatas landing-pad dan kemudian turu perlahan hingga touch-
down dan dis-arming remote controller.
Jika menggungakan Fixed-wing.
• Saat pendaratan dimulai (baik secara manual atau otomatis setelah 2 menit berputar-putar di sekitar
waypoint awal), motor pesawat akan mati dan meluncur turun ke tanah dengan mengitari waypoint
awal. Setelah touch-down, pesawat akan secara otomatis kembali pada mode idle setelah mati
beberapa detik kemudian.
17
b) Pengetahuan Frekuensi dan Gelombang Radio termasuk interferensi
c) Pengetahuan Meteorologi dan Medan Magnet
d) Pengetahuan dasar penggunaan batre lithium polimer
e) Pengetahuan dasar menggunakan transmitter radio (penggunaan/ switch assignment, channel
reverse, failsafe, dan expo)
f) Penggunaan telemetri (Altitude, Orientasi, Distance)
g) Emergency warning (Connection broken, Control Lost)
h) Collision Avoidance Rule
i) Dasar-dasar pengetahuan aeronautical yang relevan, misal wind vortex
j) Prinsip-prinsip penggunaan failsafe
18
Test Sertifikasi kemampuan dasar
a) Meliputi materi Aspek Keamanan Pengoperasian dan Etika
b) Lulus test tulis dengan skor minimum 80%
c) Melakukan peragaan Pre-flight checklis dan mengoperasikan penerbangan simple task dengan benar.
d) Melakukan ujian manuver (Gambar 5)
19
Gambar 6 CASR 107.73
20
Auto Pilot/Pre-programmed mission
• Perencanaan terbang menggunakan aplikasi sudah biasa digunakan misalnya mengunakan
DroneDeploy, Pix4D, DJI Go4 ataupun Ground Station Pro, dll. Fitur-fitur aplikasi disarankan
menyesuaikan pesawat pabrikan yang sesuai; sebab beda pabrikan pesawat juga beda aplikasi auto-
pilotnya sehingga gunakan sesuai brand dan compatibility.
21
BAB 4
Keselamatan dan Penilaian Resiko
4.1 Keselamatan
Di dalam pengoperasian PUTA selain membutuhkan pengetahuan pengoperasian dan pengendalian
wahana, setiap Pilot in Command (PIC) harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang aspek
keselamatan penggunaan PUTA. Keselamatan dalam pengoperasian PUTA ditujukan untuk menjaga
setiap pilot drone, PUTA dan lingkungan dimana PUTA dioperasikan dalam keadaan baik dan selamat.
Tindakan menjaga keselamatan dapat berupa upaya pencegahan sebelum melakukan misi atau tindakan
pemulihan saat terjadi ketidaknormalan misi penerbangan yang sedang berlangsung. Cakupan
keselamatan juga mencakup upaya mencegah hal yang tidak diinginkan dan jika terjadi hal yang tidak
diinginkan masih berada di bawah rentang kendali dari pilot, yaitu PUTA dan pilot itu sendiri.
Adapun kegiatan pencegahan terhadap faktor eskternal yang berkaitan dengan kejadian atau fenomena
di luar kendala seperti fenomena alam (cuaca, kondisi topografis, bencana alam dan sebagainya), hanya
dapat dilakukan sebatas melakukan tindakan antipasi. Tindakan antisipasi ini dilakukan untuk
meminimalkan resiko atau kerugian yang akan terjadi. Berikut ini diuraikan hal-hal yang terkait dengan
keselamatan PUTA.
22
dalam waktu singkat, Pilot kehilangan kendali atas wahana akibat keterbatasan output power dari
peralatan pengendali (remote control)?
• Temu kenali juga daya usung dari tiap tiap type drone jika ternyata payload (istilah untuk beban yang
dibawa oleh sebuah wahana) yang akan dibawa merupakan benda selain camera bawaannya.
Hal yang akan terpengaruh dari pengusungan payload ini adalah semakin singkatnya waktu terbang serta
titik berat yang berpindah/berubah sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan kerja dari masing
masing baling baling. Pastikan titik berat payload berada seseimbang mungkin bagi seluruh baling baling.
23
perintah tersebut diunggah ke flight controller di wahana,
(c) Gesture ataupun dengan menggunakan cara lain misalnya menggunakan
(d) Virtual Reality.
Gambar 8 Mengendalikan drone dengan Gesture (kiri) dan Virtual Reality (kanan)
• Menentukan fungsi joystick kiri dan kanan dari remote control juga ada beberapa jenis misalnya Japan
(type 1), American (type 2) dst.
• Kenali betul karakteristik drone jika dikendalikan dengan beragam remote seperti yang disebutkan di
atas. Antisipasi gerakan drone apa yang dihasilkan dari macam macam remote ini.
24
oleh kombinasi lampu LED yang ada di tubuh wahana. Dengan demikian, Pilot memiliki status
pembanding dengan apa yang dilihat di layar. Selalu ada kemungkinan status wahana tidak dikirimkan
secara akurat ke layar smartphone.
Tabel 7 LED Blinking pattern
Sebagai contoh, lampu LED berkedip kuning cepat menandakan hilangnya komunikasi antara remote
control dengan wahana, atau lampu LED menyala merah konstan mengindikasikan kerusakan serius dari
wahana. Hal mana tidak akan dapat dilihat dari layar smartphone Pilot.
25
Gambar 10 Apps UAV Forecast (kiri) dan Wifi Analyzer (kanan) bermanfaat untuk pilot mengantisipasi
gangguan eksternal
26
o Charge semua batere –hafalkah anda dengan Cycle-nya? Masih full 25 menit?
o siapkan SD Card yang berfungsi dengan baik.
o Pastikan untuk merencanakan trasportasi drone yang aman (misalnya ketika dibawa dalam
pesawat)
Ikuti aturan FAA (lihat www.faa.gov) untuk membawa batere LiPo dari PUTA anda di pesawat terbang.
Pastikan batere 20% terisi dan tidak terpasang di wahana. Bawalah batere drone anda bersama anda di
kabin pesawat. Lindungi dengan LiPo bag jika perlu.
o Lakukan setting camera, karena setting camera membutuhkan drone dalam keadaan menyala dan
cukup menghabiskan batere. Anda tidak ingin batere yang sudah diisi full untuk dihabiskan di
lapangan ketika misi akan dilakukan hanya untuk setting camera, bukan?
o Pikirkan apakah perlu :Bawa SD Card cadangan, batere cadangan, pilot cadangan, drone
cadangan?
Beberapa rekan pelaksana pemetaan/foto udara di area terpencil memiliki risiko bermacam-macam,
semakin serius dalam persiapan semakan memberikan keuntungan dalam keselamatan (“The Safer
Better”).
27
bagi co-pilot anda, atau bahkan diskusikan dengan tim untuk ikut melakukan pra-pengamatan:
28
o Amati jumlah GPS yang diterima oleh wahana. Minimal 7sinyal GPS diterima utk posisi take off
yang akurat.
o Coba rekam video dan foto. Apakah berfungsi?
o Lihat indicator kompas, batere, dan kekuatan sinyal. Apakah real?
o Lihat apa yang dilihat camera, apakah sesuai?
4.1.5 Periode saat misi berlangsung
• Pastikan antenna remote selalu mengarah ke wahana
• Mintalah co-pilot anda, sang Visual Observer untuk senantiasa melakukan tracking Visual secara Line
of Sight ke wahana.
• Perhatikan indicator indicator kompas, batere, dan kekuatan sinyal.
• Pastikan misi record/photo/mapping anda berjalan. Jangan lupa tap tombol record sebelum anda
terlalu asyik dengan penerbangan wahana itu sendiri.
29
dibuat selama Penilaian Risiko awal (seperti prakiraan cuaca/angin, lokasi orang, dll) harus dikonfirmasi.
Menentukan Risiko
Diagram terperinci pada situs (Google maps juga dapat digunakan) dan Lembar Kerja Alat Penilaian
Risiko digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan risiko. Risiko ini dicatat dalam Lembar Kalkulasi
Risiko. Kemudian, skor untuk kemungkinan dan konsekuensi ditentukan degan menggunakan Tabel Skor
Risiko di bawah ini dan skor dimasukkan ke dalam Lembar Kalkulasi Risiko. Faktor Risiko kemudian
dihitung dengan menambahkan dua skor tersebut. Catatan - elemen lain seperti Undang-Undang
setempat dll. yang mungkin dapat mencegah penerbangan juga harus dipertimbangkan.
Manajemen Risiko
o Fakor Risiko yang telah dihitung untuk masing-masing risiko teridentifikasi kemudian ditinjau dimana
faktor risiko sangat tinggi, faktor mitigasi atau tindakan pengendalian diperlukan untuk mengurangi
kemungkinan atau konsekuensi untuk mengelola risiko menjadi level/faktor yang dapat diterima.
Tindakan pengendalian berganda mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko menjadi level yang
dapat diterima. Bahkan jika risiko dapat diterima, Anda harus mempertimbangkan adanya faktor yang
dapat diterapkan untuk mengurangi risiko lebih jauh.
o Tindakan Pengendalian dicatat dalam Lembar Kalkulasi Risiko dan Faktor Risiko baru yang
dikalkulasi.
o Catatan - Penilaian risiko seharusnya juga termasuk risiko pada Kontroler, Pengamat dan siapa pun
yang terlibat dalam operasi PESAWAT. Saat risiko residual tidak dapat diterima, penerbangan tidak
boleh dilakukan.
Faktor-Faktor Lain
Karena merupakan proses Penilaian Risiko umum, hal ini tidak dapat mempertimbangkan semua area
kemungkinan risiko di setiap situasi. Mungkin ada area lain yang memerlukan pertimbangan selain
petunjuk Lembar Penilaian Risiko. Oleh karena itu, proses penilaian risiko ini harus dianggap sebagai
panduan atas area minimal inklusi dalam Penilaian Risiko Anda.
30
A3.1 MATRIKS PENILAIAN RISIKO - TINGKAT RISIKO
Keparahan (0 Kemungkinan
Pertimbangan Kemungkinan Dampak terhadap Risiko
sampai 5) (0 sampai 5)
Kemungkinan Matahari Rendah, cahaya memudar,
Waktu orientasi, kemampuan untuk mempertahankan 1 1
visual LOS
Periksa Prakiraan Cuaca, Suhu, arah angin,
kekuatan angin, dampak terhadap masa pakai
Cuaca
baterai (baterai dingin, terbang terbawa angin), batas 1 2
angin pesawat, larangan kebakaran
Orang yang pindah ke area pendaratan selama
penerbangan, jalan setapak, kanan jalan, area
Penduduk
lepas landas dan pendaratan yang sesuai, 1 3
kemampuan untuk menjaga jarak 30 m,
Izin dari pemilik lahan, privasi, bangunan,
antena, pepohonan, penghalang, kemampuan
Properti untuk menjaga garis pandangan, kemampuan 1 1
kontroler sesuai dengan lokasi, larangan
setempat, oleh undang-undang
32
A3.3 LEMBAR KALKULASI RISIKO
Dengan tindakan pengendalian yang tertera di atas, faktor risiko dikurangi hingga level 2
33
4.2.2 Prinsip SORA (JARUS)
Penilaian resiko PUTA juga dikeluarkan oleh JARUS (Joint Authorities for Rulemaking of Unmanned Systems)
yaitu JARUS guidelines on Specific Operations Risk Assessment (SORA)
34
Gambar 15 The SORA process
35
BAB 5
Penyusunan Rencana Terbang (Flight Plan)
Penyusunan Rencana Terbang (Flight Plan) dalam pelatihan ini menggunakan aplikasi DroneDeploy
diuraikan berikut ini.
5.1 Menggunakan DroneDeploy Desktop
Registrasi Akun
a) Buka situs https://www.dronedeploy.com/ di web. Maka akan muncul tampilan seperti pada gambar
dibawah ini.
b) Jika belum memiliki akun, lakukan pendaftaran dengan mengklik sign-up di bagian pojok atas.
c) Isi data diri lalu pilih Create My Account
36
Pembuatan Rencana Terbang (Flight Plan)
a. Pada tampilan awal, buat project baru dengan memilih New Project.
b. Cari tempat yang akan dilakukan pemetaan, kemudian pilih Create Project Here
37
c. Buat nama project, lalu pilih template Maps & Models pada Autonomous Plans
d. Maka akan muncul tampilan kerja untuk membuat rencana terbang drone untuk memetakan wilayah
kerja.
e. Drag/pindahkan petak rencana terbang (PRT) dengan menggunakan pada wilayah yang akan
dipetakan. Kemudian atur petak dengan menggeser titik putih sehiingga dapat mengcover seluruh
area dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan peta. Pilih symbol + untuk menambah titik putih,
sedangkan untuk menghapusnya klik sekali titik putih.
38
f. Setelah selesai membuat PRT, lakukan pengaturan ketinggian terbang. Enhanced 3D akan mengatur
pengambilan gambar pada perimeter (tepi batas) dan pengambilan gambar secara bersilang untuk
meningkatkan ketelitian saat memproses 3D model. Terdapat beberapa pengaturan yang perlu diatur
pada pengaturan advanced.
g. Front overlap, side overlap, flight direction, mapping flight speed, starting point, perimeter 3D, dan
crosshatch 3D, merupakan pengaturan advanced yang perlu diatur untuk meningkatkan resolusi
gambar.
39
Pada front overlap menunjukkan seberapa besar overlap yang akan dibuat searah dengan terbangnya
drone. Sedangkan side overlap menunjukkan seberapa besar overlap kesamping yang akan diambil saat
pengambilan gambar. Semakin besar overlap yang akan diambil, kualitas orthophoto akan semakin baik
juga, tetapi dibalik itu pengambil gambar akan semakin banyak sehingga membutuhkan lebih banyak
baterai.
(sumber: Dronedeploy)
h. Secara default, front overlap di atur sebesar 75% dan side 65%, sedangkan untuk kepentingan yang
lain dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
i. Flight Direction menunjukkan arah terbang drone, tidak terlalu berpengaruh terhadap performa
kualitas gambar tetapi yang perlu diperhatikan adalah arah terbang menentukan start drone mulai
menjalankan misi. Untuk mengubah start penerbangan drone, hanya mengatur Flight Direction.
40
j. Mapping Fight Speed menunjukkan kecepatan drone dalam melakukan pengambilan gambar.
Semakin tinggi kecepatan terbang, maka baterai yang dibutuhkan semakin sedikit dan proses
pemetaan menjadi semakin cepat. Dibalik itu kualitas gambar yang diambil kurang baik. Jika
pencahayaan kurang, maka sangat disarankan untuk mengurangi kecepatan pesawat, drone akan
secara otomatis dalam melakukan pengaturan kamera sesuai dengan distribusi penyinaran matahari.
Kecepatan terbang juga dipengaruhi oleh ketinggian terbang, semakin tinggi terbangnya (dengan
batas sampai 150 m sesuai dengan peraturan) maka semakin tinggi juga kecepepatan yang
disediakan untuk opsi penerbangan. Dronedeploy akan menyesuaikan standar kecepatan drone
secara otomatis dan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
41
k. Starting waypoint memungkinkan kita untuk memulai penerbangan sesuai dengan kebutuhan. Starting
waypoint 1 dimulai dari titik start, sedangkan waypoint selanjutnya adalah setiap sudut yang dibuat
oleh jalur penerbangan drone.
l. Perimeter 3D dan crosshatch 3D memungkikan kita untuk menambah jalur penerbangan drone untuk
mengambil gambar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas 3D model. Perimeter 3D yaitu
menambah jalur pada setiap batas luar peta rencana terbang. Sedangkan Crosshatch 3D yaitu
menambah jalur pada arah 900 pengambilan gambar.
42
m. Obstacle Avoidance digunakan untuk mengaktifkan sensor obstacle yang berguna untuk mendeteksi
objek yang ada di depan. Pengaktifan obstacle sensor akan mengoperasikan drone untuk berhenti
ketika terdapat objek didepan pada saat misi penerbangan. Pada saat RTH (Return to Home/kembali
ke posisi awal drone diterbangkan), drone akan berhenti pada jarak 15 m dari objek didepannya.
Kemudian drone akan menaikkan ketinggian terbang sampai ketinggian 5 m di atas objek. Pada saat
penerbangan manual, sensor obstacle akan berfungsi untuk memberikan peringatan ketika terdapat
objek di depan drone.
o. Set Exposure Manually in DJI Go dan Set Focus Manually in DJI Go adalah pengaturan camera saat
sedang melakukan misi. Pengaktifan kedua mode ini akan membuat pengaturan camara pada
aplikasi DJI Go menjadi manual. Dalam pemetaan, pengaturan kamera disarankan dengan mode
automatis sehingga tidak perlu untuk melakukan pengaturan saat misi sedang berjalan.
p. Pada Dronedeploy terdapat informasi lama waktu penerbangan, luas area yang akan dipetakan,
jumlah gambar yang akan diambil, dan jumlah kemungkinan baterai yang akan dibutuhkan untuk
menjalankan misi penerbangan.
43
q. Selain dapat membuat petak secara manual, Dronedeploy juga memungkinkan untuk melakukan
exporting batas wilayah (.kml dan .shp) untuk membuat petak tanpa membuat secara manual.
r. Dalam misi penerbangan, mengetahui ketinggian yang aman sangat penting sehingga dapat
melancarkan misi. Dronedeploy memiliki tools untuk mengetahui ketinggian misi pada petak rencana
terbang. OneSky adalah tools yang memberikan informasi ketinggian yang searang dengan jalur
terbang drone.
44
wilayah pegunungan, sangat sering terjadi kehilangan kontak terhadap drone. Sehingga tidak menjadi
masalah. Drone akan tetap terbang sesuai dengan misi yang telah dipersiapkan.
a) Buka aplikasi DroneDeploy di Android. Jika belum ada, Dronedeploy tersedia pada Google Play Store.
b) Pada aplikasi yang baru, biasanya diperintahkan untuk melakukan Log in. Masuk menggunakan akun
yang sama pada PC.
c) Setelah masuk, pilih rencana terbang yang telah dibuat sebelumnya.
d) Jika drone sudah hidup, dan sudah terhubung dengan remote dan Android, maka akan muncul
perintah seperti pada gambar di bawah untuk melakukan persiapan komponen pada drone sebelum
terbang.
45
e) Setelah diklik checklist penerbangan drone, maka akan muncul tampilan pemeriksaan komponen
penting sebelum melakukan misi.
Terdapat beberapa komponen yang di persiapkan secara otomatis yaitu Permissions, Drone, Camera,
Controller, dan Flight Plan
• Permissions akan memberikan petunjuk dimana drone dapat terbang karena berada diluar No-Fly
Zone. No-Fly Zone merupakan tempat dimana drone tidak dapat terbang karena dapat mengganggu
aktivitas yang lain, seperti bandara, kediaman pemerintah, dan lain sebagainya yang diatur dalam
undang-undang.
• Drone akan memberikan petunjuk dimana drone sudah siap dalam setiap komponen seperti GPS,
motor, sensor, dan lain-lain.
• Camera akan memberikan petunjuk dimana kamera tidak ada terjadi masalah untuk mengambil
gambar.
• Controller Flight akan memberikan petunjuk dimana controller dapat beroperasi untuk
mengendalikan drone sehingga ketika terjadi eror GPS dapat dialihkan ke mode manual (Attitude).
• Flight Plan akan memberikan petunjuk dimana flight plan tidak ada masalah dan siap untuk di
masukkan kedalam sistem drone.
46
f) Setelah melakukan pemeriksaan, maka drone siap melakukan misi penerbangan.
47
BAB 6
PENGOLAHAN DATA AKUSISI PUTA
Fotogrametri (photogrammetry) adalah pengambilan foto udara dilapagan (aerial) yang kemudian
diproses menjadi peta. Penggunaan drone dalam pemetaan membutuhkan proses awal sebelum
digunakan. Hasil foto udara pada drone masih akan berbentuk foto (*JPEG) dan belum dapat digunakan
dalam pemetaan (*tif). Secara sederhana, peta dihasilkan dari proses mosaic foto udara dari drone.
Banyak foto udara yang dihasilkan drone tergantung pada luas dan resolusi gambar yang dibutuhkan.
Semakin luas daerah kajian atau semakin besar resolusi peta yang dibutuhkan dalam hal ini menurunkan
ketinggian drone saat terbang maka foto udara yang dihasilkan oleh drone akan semakin banyak.
Pengolahan foto udara menjadi peta menggunakan
3D Model
Software
Foto Udara Agisoft Orthophoto
Photoscan DTM
Digital Terrain Model
DEM
DSM
Digital Surface Model
Building Building
Dense Point DEM
48
Loading Photo
Sebelum memuat foto udara ke photoscan, ada baiknya melakukan sortir untuk menentukan foto yang
akan diproses menjadi peta. Kesalahan sistem mungkin akan terjadi ketika foto yang dimuat ke dalam
photoscan tidak sesuai dengan apa yang ingin dihasilkan. Seperti ingin membuat peta, tetapi beberapa
foto terdapat yang tidak memiliki koordinat.
a. Buka Software Agisoft Photoscan Professional
b. Untuk memuat foto, klik Add Photos dengan mengklik pada menu workflow atau pada panel
Workspace
49
Inspecting Loaded Photo
Melakukan pengecekan pada foto dilakukan dengan melihat status foto pada panel Workspace. Pada
panel workspace tersebut, terdapat dua jenis status yang menggambarkan kondisi dari foto yang dimuat.
• NC (Not Calibrated)
Jika pada foto yang dimuat dalam photoscan terdapat status NC, maka kemungkinan data EXIF pada
gambar tersebut tidak cukup. EXIF adalah singkatan dari Exchangeable Image File yang merupakan data
yang direkam ketika proses pemotretan sedang berlangsung. Adapun data-data yang direkam saat
melakukan pemotretan seperti camera maker, camer model, coordinate photo, altitude, ISO Speed,
exposure time, dan lain sebagainya. Jika status NC masih ada, proses selanjutnya akan mengalami
masalah, yaitu itu proses build dense could tidak akan berhasil.
• NA (Not Aligned)
Jika pada foto yang dimuat dalam photoscan terdapat status NA, artinya penyeragaman foto belum
dilakukan. Tidak ada masalah pada status ini, penyeragaman foto dilakukan pada proses selanjutnya
yaitu Aligning Photos.
d. Foto yang dimasukkan akan memiliki status pada foto yaitu NC dan NA seperti pada gambar, jika
terdapat NC maka proses selanjutnya tidak akan dapat dilakukan, sedangkan jika terdapat status NA
maka tidak ada masalah dan proses selanjutnya (penyeragaman foto) dapat dilakukan.
50
Aligning Photos
Pada tahap penyeragaman foto (aligning), photoscan akan menyeragamkan foto yang dimuat
berdasarkan posisi (koordinat dan ketinggian) dan orientasi kamera, dan membangun model titik jarang
(sparse point could model).
a. Pilih Align Photos… pada Menu Workflow
b. Pada kotak dialog, pilih opsi Align photos sesuai dengan kebutuhan . Lalu tekan OK. Kotak dialog
progres akan muncul menampilkan status pemrosesan. Untuk tahap ini disarankan untuk mencentang
Reference Preselection dengan accuracy Low. Kemudian OK.
51
c. Setelah proses Align Photos selesai, akan muncul titik-titik jaran sesuai dengan posisi dan orientasi
foto.
Align Parameter:
Parameter yang tampil pada kotak dialog disesuaikan dengan kebutuhan. Terdapat dua bagian perintah,
yaitu general dan advanced. Pada perintah general terdapat parameter accuracy, generic
preseselection, reference preselection, sedangkan pada perintah advanced terdapat parameter key
point limit dan tie point limit.
Parameter Accuracy yang lebih tinggi membantu mendapatkan perkiraan posisi yang lebih akurat,
sedangkan yang lebih rendah dapat mendapatkan posisi kamera yang yang kasar dalam periode waktu
pemrosesan yang lebih singkat. Untuk menghasilkan peta, accuracy low hingga high disarankan sesuai
dengan kebutuhan, sedangkan akurasi tertinggi (highest) hanya disarankan pada penelitian yang
membutuhkan ketajaman gambar karena akan memakan waktu pemrosesan yang sangat lama
(tergantung pada spek komputer).
Pada parameter pair selection, terdapat dua mode yaitu generic preselection dan reference
preselection. Pada mode generic preselection pasangan foto yang tumpang tindih depilih dengan
mencocokan foto menggunakan pengaturan akurasi yang rendah terlebih dahulu, sedangkan pada mode
reference preselection pasangan foto yang tumpang tindih dipilih berdasarkan lokasi kamera termasuk
ketinggian pengambilan gambar (pada gambar yang miring).
Reset current alignment digunakan untuk mereset semua ikatan, kunci, dan titik yang cocok dan akan
melakukan penyeragaman dari awal. Pada pembuatan peta tidak perlu diubah (default = 40,000)
52
Tie point limit digunakan untuk menunjukkan batas atas titik pencocokan pada setiap gambar. Pada
pembuatan peta tidak perlu diubah (default = 4,000)
b. Pada kotak dialog pilih opsi sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap ini, pilih Quality Lowest untuk
memudahkan processing, pada mode Depth Filtering pilih Aggressive. Kemudian centang
calculate point colour. Lalu OK.
53
Build Dense Point Could Parameter
Sama halnya dengan Align Photos, terdapat dua bagian parameter yaitu general dan advanced. Pada
parameter general terdapat opsi Quality, sedangkan pada parameter advanced terdapat opsi Depth
filtering, Reuse depth maps, dan Calculate point colours.
Mode Quality menentukan kualitas rekonstruksi yang diinginkan. Terdapat 5 tingkatan kualitas mulai dari
lowest, low, medium, high, hingga ultra high. Kualitas yang lebih tinggi akan dapat digunakan untuk
memperoleh geometri yang lebih rinci dan akurat, tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
diproses. Interpretasi dari parameter Accuracy yang diberikan pada tahap Align mirip dengan pengaturan
Quality yang diberikan pada tahap ini. Satu-satunya yang membedakan adalah pengaturan kualitas pada
level ultra high berarti pemrosesannya menggunakan foto asli (tanpa pengurangan ukuran pixel gambar).
Se,emtara setiap turun satu level akan menurunkan ukuran gambar awal dengan faktor 4 (2 kali di setiap
sisinya).
Mode depth filtering menghitung peta kedalaman untuk setiap gambar. Karena beberapa faktor seperti
terjadinya noisy atau kurang fokus sehingga terdapat beberapa pencilan diantara titik-titik pada peta
kedalaman gambar. Photoscan memiliki algoritma penyaring untuk menjawab tantangan di berbagai
proyek. Pada photoscan, terdapat 4 opsi algoritma untuk menyaring pencilan pada peta kedalaman
gambar. Diantaranya Mild, yaitu objek yang kecil dan butuh dibedakan dengan yang lain, Aggressive
yaitu tidak harus membedakan antara objek kecil dengan yang lain, dan Moderate memberikan hasil
54
diantara pendekata Mild dan Aggressive. Pada opsi Disabled, filter terhadap pencilan tidak akan
dilakukan, opsi ini tidak disarankan dalam pembuatan peta.
Building Mesh
Prinsip building mesh yaitu merekonstruksi poligon berdasarkan informasi titik (dense could, sparse could,
atau point could)
a. Pilih Build Mesh… pada Menu Workflow
b. Pada kotak dialog, pilih opsi sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap ini, surface type pilih Arbitrary
(3D), surface data pilih Dense Could, Face Count pilih Medium. Pilih Enabled pada interpolation,
pilih point classes all, kemudian centang calculate vertex colour Lalu tekan OK
55
Build Mesh Parameter
Pada tahap ini, terdapat dua bagian perintah sama seperti tahapan sebelumnya yaitu general dan
advanced. Pada tahap ini terdapat lima mode yaitu, surface type, source data, face count,
interpolation, point classes, dan calculate vertex colour.
Pada surface type terdapat dua opsi, yaitu Arbitary dan Height Field. Pada mode arbitrary dapat
memodelkan seluruh objek tanpa membuat asumsi seperti patung dan gedung. Pemodelan dengan mode
arbitrary dibutuhkan ketika hendak memodelkan 3D model yang akurat dan tajam. Kelemahan dari
penggunaan opsi ini adalah menggunakan space memory yang tinggi. Pada mode Height field
mengoptimalkan permukaan yang planar sehingga sangat cocok untuk pembuatan peta hasil foto udara
karena pemrosesan yang memerlukan space memory yang sedikit dan memungkinkan untuk mengolah
data foto udara yang luas.
Source data menentukan sumber data yang digunakan untuk prosedur pembuatan mesh. Pada opsi ini
terdapat 2 mode yaitu Sparse could dan Dense could. Pada mode sparse could yang dihasilkan dari
proses align photos. Awan titik yang menjadi dasar pembuatan mesh adalah awan titik yang lebih jarang
sedangkan pada opsi dense could yang dihasilkan dari tahap build dense could point, menggunakan
awan titik yang rapat sehingga waktu yang dibutuhkan dalam pemrosesan lebih lama, namun
menghasilkan output yang berkualitas tinggi berdasarkan kepadatan awan titik.
Opsi face count menentukan jumlah maksimum poligon yang akan dibentuk dalam proses pembuatan
mesh. Pada opsi face count terdapat 4 mode yaitu high, medium, low, dan costum. Nilai ini didasarkan
pada ratio jumlah titik awan padat (dense could point) dengan jumlah poligon maksimum sehingga
diperoleh nilai pada high, medium, dan low secara berurutan adalah 1/5, 1/15, dan 1/45. Pada mode
custom, memberikan kesempatan untuk pata pengguna untuk menunjukkan maksimum poligon yang
akan dibangun. Tetapi yang peril diingat adalah jumlah poligon yang terlalu sedikit cenderung
menghasilkan mesh yang terlalu kasar dan cutom yang terlalu besar (>10 juta poligon) akan cenderung
menyebabkan masalah visualisasi model dalam perangkat lunak eksternal. Yang disarankan dalam
pemetaan adalah ketiga level yaitu, high (1/5), medium (1/15), dan low (1/45), dimana pada pembuatan
poligon dengan mode tertinggi akan memakan waktu pemrosesan yang lebih lama, tetapi akan
menghasilkan mesh yang lebih halus.
Pada parameter advanced, terdapat opsi interpolation dengan mode disabled, enabled(default), dan
extrapolated. Pada mode disabled, ini mengarah ke hasil rekonstruksi yang akurat karena hanya area
yang terkait dengan awan titik padat yang direkonstruksi. Pengisian lubang pada hasil hanya dapat
dilakukan pada langkah selanjutnya. Pada mode enabled (default) photoscan akan melakukan
56
interpolasi pada beberapa area permukaan dalam lingkaran radius tertentu pada setiap awan titik padat.
Pada opsi yang ketiga, extrapolated melakukan interpolasi pada setiap awan titik padat sehingga
terbentuk model tanpa lubang (holeless) dengan metode geometri ekstrapolasi.
Opsi point classes yaitu menentukan awan titik padat yang akan digunakan untuk pembuatan mesh,
seperti contoh pilih hanya “ground point” maka akan menghasilkan DTM. Tetapi sebelu itu, harus
dilakukan pengaktifan pada Menu Tools, pilih Dense Could, lalu pilih Classifying Ground Point
57
Setelah proses pembuatan poligon (mesh) sudah selesai, maka diperoleh 3D model tetapi masih berupa
base berbentuk poligon-poligon.
58
b. Pada kotak dialog, terdapat beberapa parameter, yaitu source data. Memilih model akan
memberikan hasil yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas tekstur model. Sedangkan untuk
mengaktifkan kalibrasi keseimbangan warna putih, centang pada Calibrate white balance.
59
b. Pada kotak dialog, pilih opsi sesuai dengan kebutuhan. Pada Mapping Mode, pilih Orthophoto,
pada Blending Mode pilih mosaic, kemudian centang pada enable hole fillingLalu tekan OK
60
b. Pilih opsi pada parameter sesuai dengan kebutuhan pembuatan peta. Pada tahap ini, source data
pilih Dense Could, lalu tekan OK
61
Building DEM (Digital Elevation Model)
Photoscan juga memungkinkan untuk menghasilkan dan memvisualisasikan model elevasi digital (DEM).
DEM menghasilkan identitas ketinggian yang teratur dan dapat dirasterisasikan dari awan titik padat,
jarang, ataupun mesh. Photoscan memungkinkan untuk melakukan pengukuran titik, jarak, area, volume
berbasis DEM serta menghasilkan penampang 3D pada bagian yang diinginkan. Selain itu DEM juga
dapat menghasilkan garis kontur, kemiringan lahan, daerah aliran air sungai, arah datang sinar matahari,
atau arah kelerengan. DEM terbagi menjadi dua bagian yaitu, DTM (Digital Terrain Model) dan DSM
(Digital Surface Model). DTM membangun profil ketinggian hanya pada ground yaitu permukaan bumi
tanpa memperhatikan komponen yang terkandung di dalamnya, sedangkan DSM membangun profil
ketinggian berdasarkan komponen yang terkandung pada permukaan bumi seperti pohon, bangunan,
dan lain sebagainnya. Catatan:
1. Pembuatan DEM hanya dapat dilakukan ketika sudah menyimpan file Photoscan dengan format
.PSX
2. DEM dapat dikalkukasikan hanya ketika skala proyeksi sudah diatur. Jadi penting untuk mengatur
sistem koordinat sesuai dengan referensi spatial yang dibutuhkan.
62
b. Untuk membangun DTM, pilih select lalu centang hanya ground.
d. Pilih koordinat sistem yang sesuai dengan kebutuhan pembuatan peta. Untuk wilayah yang relatif
sempit (contohnya satu kabupaten), disarankan untuk menggunakan proyeksi sedangkan untuk
wilayah yang relative luas (contohnya satu negara), disarankan untuk menggunakan geografi.
Karena penggunaan drone biasanya pada daerah yang sempit (tidak sampai satu negara) sangat
disarankan untuk menggunakan proyeksi. Pada koordinat sistem, pilih more
63
e. Pilih projected Coordinate Systems, Pilih World Geodetic Sistem 1984, pilih WGS 84 / UTM zone
48S. Lalu OK dan selanjutnya OK pada kotak dialog utamanya.
f. Untuk menampilkan DEM, double click DEM pada workspace.
64
Building Orthomosaic
Ekspor Orthomosaic biasanya digunakan untuk megnghasilkan citra resolusi tinggi berdasarkan sumber
foto dan model yang direkonstruksi.
a. Pilih Build Orthomosaic… pada Menu Workflow
b. Maka akan muncul kotak dialog, pilih surface DEM, dan blending mode Mosaic (default). Lalu tekan
OK
65
Exporting
Tahapan exporting dilakukan untuk mengasilkan format yang dapat di proses pada aplikasi yang lain
atau untuk menampilkan hasil output Photoscan pada penampil yang lain.
a. Untuk mengeskport DEM, klik kanan DEM pada workspace.
b. Selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti pada gambar, tidak perlu ada yang diatur. Tekan OK
c. Pilih tempat penyimpanan, lalu pilih type sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap ini pilih tif agar
dapat di proses di ArcMap dan jangan lupa buat nama file.
66
d. Lalu save. Hal yang sama dilakukan untuk mengeksport orthophoto dan 3D model.
67
LAMPIRAN
68
69