Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fransiskus Ferdinand N

Kelas : 1A-Ksi

NIM : 161121013

Pembunuhan Wartawan Udin, 14 Tahun


Tanpa Penyelesaian
Posted 23 Desember 2010 by ghoshwritersyndicate in Hal Tokoh. Tagged: Fuad Muhammad
Syafrudin, pembunuhan wartawan udin, rekayasa kasus udin, wartawan bernas yogyakarta. 2
Komentar

Empat Belas tahun lalu, tepatnya tanggal 16 Agustus 1996, wartawan BERNAS Fuad
Muhammad Syafrudin alias Udin meninggal dunia di RS Bethesda Yogyakarta. Udin
meninggal setelah dianiaya orang tidak dikenal pada 13 Agustus 1996 malam, dirumahnya
dusun Samalo Jl Parangtritis KM 13 Patalan Bantul Yogyakarta. Orang tidak dikenal yang
berlagak sebagai tamu itu menghantam kepala Udin dengan sebatang besi satu kali. Namun,
walaupun dengan sekali hantam, ternyata Udin mengalami cidera yang cukup parah pada
kepalanya. Analisa dari berbagai kalangan menyimpulkan bahwa pembunuh Udin adalah
orang terlatih yang paham betul dengan titik-titik mematikan pada anatomi tubuh seseorang.

Banyak pihak meyakini bahwa kematian Udin berkaitan dengan berita yang diwartakannya
melalui harian BERNAS. Namun dalam proses selanjutnya, Dwi Sumaji alias Iwik
didudukkan sebagai tersangka pembunuh Udin karena motif asmara atau perselingkuhan.
Pengadilan akhirnya mampu membongkar rekayasa ini, dan Iwik dibebaskan dari segala
tuntutan. Namun hingga saat ini, kasus pembunuhan Udin masih belum dapat diungkap dan
menjadi X File. Bahkan berita yang dilansir Kompas.com tanggal 16 Agustus 2010 kemarin,
menunjukkan adanya niatan sementara pihak yang menghendaki kasus Udin dinyatakan
kedaluwarsa.

Kisah Udin di atas adalah penggalan perjalanan seorang jurnalis yang mencoba mewartakan
kebenaran, dalam rangka memberikan kontribusi bagi penegakan hukum. Banyak pihak
meyakini bahwa kematian Udin disebabkan berita yang ditulisnya. Coba kita perhatikan
kutipan berita yang dilansir harian Suara Merdeka edisi 13 Agustus 2002 dibawah ini;

Kasus Udin

Memo Bupati “Sebelum 17 Ag Sudah Selesai”

YOGYAKARTA– Penyelidik Polda DIY diharapkan lebih serius lagi


mengungkap kasus tewasnya wartawan harian Bernas Fuad M Syafrudin alias
Udin. Keinginan itu muncul dalam diskusi bertajuk “Evaluasi 6 Tahun Kasus
Udin” di LBH Yogyakarta, kemarin.

Dalam diskusi itu juga terungkap temuan Tim Pencari Fakta (TPF) PWI
tentang memo Bupati Bantul (waktu itu) Sri Roso Sudarmo yang menuliskan,
“Sebelum 17 Ag (Agustus-Red) sudah selesai”.

Mantan hakim PN Bantul Sahlan Said SH yang kini hakim di PN Magelang,


Jawa Tengah, mengatakan dalam menangani kasus tindak pidana terhadap Udin
seharusnya penyidik mengawali penyidikan dengan motivasi terjadinya tindak
pidana.

“Mengapa waktu itu penyidik demikian bersikukuh bahwa Dwi Sumaji alias
Iwik tersangka pelakunya berdasarkan latar belakang perselingkuhan. Padahal
waktu itu Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk PWI dan masyarakat luas
meyakini penganiayaan terjadi akibat pemberitaan yang dibuat Udin.
Khususnya menyangkut kinerja Pemda Bantul yang dipimpin Bupati Sri Roso
Sudarmo,” papar dia.

Dia mengatakan, dari beberapa kali rapat diketahui adanya keinginan kuat
Bupati Sri Roso Sudarmo untuk menghukum Udin dan Bernas. Pernyataan
Sahlan didukung temuan TPF PWI tentang adanya nota/memo Bupati. Isinya,
“Sebelum 17 Ag (Agustus-Red) sudah selesai”.

Pada surat nomor 411.2/748 tanggal 26/7/1996 dari Camat Imogiri Bantul juga
ada memo lain dari Bagian Hukum. Isinya, “Segera sebelum 17 Agust”.

Surat tersebut berisi penjelasan Camat Imogiri Hardi Purnomo BA tentang dana
Inpres Desa Tertinggal (IDT) sehubungan dengan berita dugaan adanya
penyelewengan dana yang dibuat Udin pada hari yang sama.

Sebelumnya Udin secara sendirian dan bersama wartawan Bernas lain


membuat banyak berita yang diyakini “menyakitkan” jajaran Pemkab Bantul,
terutama Bupati, antara lain tentang sumbangan Rp 1 miliar jika Sri Roso
terpilih untuk periode jabatan kedua.

Tetapi keyakinan banyak pihak bahwa motif pembunuhan Udin bukanlah dikarenakan factor
perselingkuhan, diabaikan begitu saja oleh pihak penyidik. Bahkan entah dengan motif apa
penyidik malah membuat scenario dengan mendudukkan Iwik sebagai tersangka. Dan yang
memalukan, scenario penyidik ini, tidak dapat dibuktikan kebenarannya di sidang pengadilan.
Hal ini semakin meningkatkan kecurigaan masyarakat bahwa telah terjadi rekayasa dalam
penanganan kasus ini yang dilakukan oleh pihak penyidik demi melindungi kepentingan
orang tertentu.

Pembunuhan, ancaman dan terror kepada jurnalis memang tidak hanya dialami Udin. Tetapi
kasus Udin menjadi menarik karena tidak ada “niatan” dari aparat penegak hukum untuk
mengungkap kasus ini. Bahkan wacana untuk menutup kasus ini, belakangan semakin gencar
berhembus.

Berbeda dengan kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Gde Prabangsa di Bali. Dia juga
dibunuh karena mengungkap berbagai penyimpangan dan korupsi di suatu Kabupaten di Bali.
Namun aparat penegak hukum mampu mengungkap kasus ini dan menunjukkan bukti bahwa
dia dibunuh oleh kerabat bupati yang bersangkutan.
Sungguh suatu harga yang sangat mahal dalam upaya mencari celah dalam ruang komunikasi
yang pengap untuk dapat mewartakan kebenaran.

Sumber : https://aksarasahaja.wordpress.com/2010/12/23/pembunuhan-wartawan-udin-14-
tahun-tanpa-penyelesaian/#comments
Komentar :
Kasus yang terjadi pada artikel ini sangatlah rumit karena polisi selaku
penegak hukum seolah-olah tidak mau menyelesaikan atau membongkar siapa
pelaku dari kasus ini. Padahal kasus ini bisa saja selesai dengan cepat bila aparat
penegak hukum dapat bertindak dengan tegas. Hal yang saya dapatkan dari
artikel di atas, aparat penegak hukum seolah-olah mencari-cari cara lain agar
dapat menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya.

Kasus pembunuhan wartawan Udin ini selain melanggar hukum, juga


melanggar HAM karena kasus ini melanggar UUD 1945 pasal 28 tentang Hak
Asasi Manusia yang bunyinya ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang”serta melanggar hak seseorang untuk hidup. Kasus ini
memperlihatkan bahwa di Indonesia masih sulit jika ingin mencoba mewartakan
kebenaran dalam rangka memberikan kontribusi bagi penegakan hukum.

Dari kasus ini dapat terlihat bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas
dan tajam ke bawah. Hal ini terlihat dari penyelesaian hukum kasus ini, bahwa
di mata hukum seseorang yang biasa saja akan kalah oleh seseorang yang
memiliki jabatan.

Hal yang harus diperbaiki disini adalah harus ada nya penegakan hukum
yang tegas dari aparat penegak hukum agar tidak terjadi lagi kasus-kasus lain
yang serupa.

Anda mungkin juga menyukai