Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TEKNOLOGI TENAGA SURYA

“PEMANAS AIR TEKNOLOGI SURYA DENGAN TERMOSIFON & PENGOLAHAN


AIR LAUT MENJADI AIR TAWAR DENGAN DESALINASI”

Disusun Oleh :

Nama : Antoni
NIM : 20182120100022

TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS TRUNAJAYA BONTANG
2019
BAB I
TEKNOLOGI PEMANASAN AIR
1.1 Latar Belakang
Saat ini ketersediaan energi dunia terutama minyak bumi semakin menipis. Kondisi ini
menuntut kita untuk mencari energi alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Beberapa alternatif pengganti minyak bumi antara lain energi angin, air, nuklir, biomassa, dan
cahaya Matahari. Energi Matahari adalah salah satu alternatif yang tidak polutif, dan mudah
didapatkan.
Energi surya atau Matahari telah dimanfaatkan di berbagai belahan dunia, jika
dieksploitasi dengan tepat energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi
energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Energi Matahari dapat digunakan untuk
memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan.

Berdasarkan data penyinaran Matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia,


radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk
kawasan Barat dan Timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 per hari dengan variasi bulanan sekitar 10% dan di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2 per hari dengan variasi bulanan sekitar
9%. Dengan demikian, potensi energi Matahari rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 per
hari dengan variasi bulanan sekitar 9% (Kementrian ESDM, 2010).
Selama ini, pemanfaatan energi panas Matahari di Indonesia masih dilakukan secara
tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk
mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung saat Matahari terik. Contoh lain
ialah petani garam yang memanfaatkan sinar Matahari untuk membuat garam. Di daerah yang
beriklim dingin, sebagian masyarakat harus merebus air untuk keperluan mandi pada pagi hari.
Dari permasalahan itu diperlukan alat untuk menyimpan energi panas. Salah satu cara untuk
menyerap energi panas Matahari ialah dengan menggunakan sebuah pengumpul panas atau
biasa disebut kolektor surya.

1.2 Kolektor Surya


Kolektor surya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi
panas Matahari. Prinsip kerja kolektor surya yaitu energi panas Matahari dikumpulkan di
dalam kolektor surya kemudian energi panas tersebut akan diserap oleh pipa absorber sehingga
air yang berada di dalam pipa absorber akan panas, air panas tersebut akan disalurkan oleh
selang penyalur air ke tangki penyimpan air panas untuk menyimpan panas sementara.
Penyaluran air dari kolektor ke tangki penyimpan menggunakan dua cara, cara pertama
dengan pompa dan cara yang kedua menggunakan sistem termosifon. Sistem termosifon
menggunakan sistem perbedaan densitas pada suhu panas dan pada suhu dingin, sehingga air
yang panas akan bergerak ke atas dan air yang dingin akan mengisi ruang yang ditinggalkan
air panas.
Salah satu tipe kolektor surya adalah tipe plat datar dengan sistem termosifon. Disebut
plat datar karena menggunakan absorber lembaran plat alumunium atau tembaga. Sistem
pemanas air energi surya yang banyak digunakan umumnya adalah jenis kolektor pelat datar
dengan komponen utamanya pipa pemanas (pipa riser) dan pelat absorber. Pipa pemanas dan
pelat absorber umumnya terbuat dari tembaga, absorber berfungsi untuk menambah luasan
penerima panas dari energi surya (berfungsi sebagai sirip bagi pipa pemanas). Pipa pemanas
direkatkan pada pelat absorber dengan cara dilas/solder. Pemanas air energi surya jenis pelat
datar yang terbuat dari pipa dan pelat tembaga mempunyai efisiensi yang baik untuk kondisi
cuaca di Indonesia, hal ini disebabkan karena tembaga merupakan bahan dengan sifat hantar
panas yang baik. Akan tetapi dari sisi biaya yang diperlukan tidaklah termasuk murah, hal ini
disebabkan harga pipa dan pelat tembaga termasuk mahal dan tidak mudah didapat dipasarkan.
Selain biaya dari sisi teknologi pembuatannya (pengelasan pipa pemanas ke pelat absorber)
juga tidak termasuk teknologi yang sederhana. Alternatif bahan lain untuk pipa pemanas yang
jauh lebih murah tetapi dapat menghasilkan efisiensi yang hampir sama dengan tembaga
adalah pipa alumunium.
Apabila ingin mendapatkan hasil yang maksimal maka kolektor harus diberi isolator
untuk menjaga kehilangan/losses panas. Isolator bisa berupa papan dan sterofoam yang
mempunyai konduktivitas termal rendah.
1.3 Prinsip Kerja dan Komponen

Prinsip kerja pemanas air energi surya jenis pelat datar adalah sebagai berikut : energi
surya memanasi kolektor sehingga air dalam pipa kolektor menjadi panas, air yang panas ini
mempunyai massa jenis yang lebih kecil dari air yang lebih dingin di sekitarnya sehingga
bagian air yang panas ini merambat ke bagian atas kolektor, masuk dalam tangki penyimpanan
di bagian atas tangki penyimpanan dan mendesak air dalam tangki penyimpanan yang lebih
dingin ke bagian bawah tangki penyimpanan. Air dingin yang terdesak ini selanjutnya akan
keluar dari tangki penyimpanan dan melalui pipa aliran air dingin masuk kolektor dari bagian
bawah kolektor. Karena sirkulasi air panas dari kolektor ke tangki penyimpan dan air dingin
dari tangki penyimpan ke kolektor terjadi tanpa bantuan pompa maka sirkulasi ini disebut
sirkulasi natural atau yang lebih dikenal sebagai prinsip thermosyphon. Air dingin yang masuk
kolektor akan dipanasi lagi dengan energi surya yang diterima kolektor. Karena temperatur air
dalam kolektor lebih tinggi dari temperatur air yang ada dalam tangki penyimpan maka
sirkulasi natural akan terus berlangsung selama kolektor menerima energi surya dan akibatnya
air dalam tangki penyimpan makin lama makin panas. Temperatur yang dapat dicapai air dalam
tangki penyimpan tergantung pada energi surya yang diterima kolektor, luas kolektor,
banyaknya air, dan kualitas bahan isolasi tangki penyimpan (umumnya air dalam tangki
penyimpan dapat mencapai temperatur 60oC sampai 80oC). Jika air panas dalam tangki
penyimpan akan digunakan maka kran pengeluaran air panas dibuka, sehingga air panas dalam
tangki penyimpan keluar. Karena antara tangki penyimpan dan tangki penyuplai terhubung
dengan pipa aliran air penyuplai maka air dalam tangki penyuplai akan masuk ke dalam tangki
penyimpan melalui bagian bawah tangki penyimpan dan mendesak air panas dalam tangki
penyimpan ke atas dan keluar melalui kran pengeluaran air panas. Penempatan kran
pengeluaran air panas harus pada bagian atas tangki penyimpan karena air terpanas dalam
tangki penyimpan selalu berada pada bagian atas (air terpanas mempunyai massa jenis terkecil)
sementara penempatan saluran pipa aliran air penyuplai ditempatkan pada bagian bawah tangki
penyimpan agar air penyuplai yang bertemperatur lebih rendah tidak teraduk dengan air
terpanas yang ada di dalam tangki penyimpan. Kolektor merupakan bagian pada pemanas air
yang menerima energi surya. Berikut gambar dan bagian-bagian kolektor pemanas air dengan
termosifon :
a
c e
b

d
f
Keterangan: a. Tangkipenyimpan d. Isolator dari papan
e. Selang penyalur air dingin
b. Penutup dari kaca f. Rangka kolektor dan tangki
penyimpan
c. Selang penyalur air panas

Gambar 1. Kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon


BAB 2
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LAUT MENJADI AIR TAWAR
(DESALINASI)
2.1 Latar Belakang
Seperti kita ketahui, air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Manusia mengkonsumsi air untuk minum, makan, mandi dan
sebagai bahan penunjang kegiatan guna memenuhi kebutuhannya. Komposisi air di
bumi sebesar 94 persen merupakan air laut dan 6 persen adalah air tawar, 27 persen air
tawar terdapat di glasier dan 72 persen merupakan air tanah. Secara keseluruhan, air
menempati 70 persen dari permukaan bumi. Ditinjau dari macamnya terdapat 3 jenis air,
yaitu: air tawar, payau dan asin. Air payau ialah air yang terdapat didaerah yang
terkena pasang surut laut, misalnya di daerah muara sungai dan rawa-rawa. Air tawar
dengan padatan tersuspensi atau (TDS) dengan kandungan maksimal 500 Part
Per/Idi/lion (ppm) dapat langsung dikonsumsi manusia, namun air payau dan air laut tidak
dapat, karena mempunyai TDS lebih dari 3000 ppm, maka dari itu harus terlebih dahulu
diproses sehingga memenuhi syarat sebagai air minum. Berdasarkan TDS yang
terkandung di dalamnya air dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu air laut 20000-50000 ppm,
air payau (brackish water 3000-20000 ppm, fresh water < 1000 ppm dan air buangan
desalinasi (brine) 10000-30000 ppm. ’!
Namun demikian, dewasa ini kita tidak bisa hanya bergantung pada sumber-
sumber air yang layak untuk digunakan secara konvensional mengingat kerusakan
lingkungan yang parah akhir-akhir ini menambah kesulitan kita untuk mendapatkannya.
Guna memecahkan masalah ini, teknologi desalinasi merupakan solusi yang dapat
diandalkan karena bahan baku yang digunakan berupa air laut dan air payau yang
tersedia melimpah di bumi ini.
2.2 Jenis dan Proses Desalinasi
1. Proses Destilasi
Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem distilasi biasa, yaitu air laut dipanaskan
untuk menguapkan air laut dan kemudian uap air yang dihasilkan dikondensasi untuk
memperoleh air tawar yang ditampung di tempat terpisah sebagai hasil dari proses distilasi dan
dikenal sebagai air distilasi, seperti gambar berikut.
Pada sistem distilasi bertingkat (Multistage Flash Distillation System), air laut
dipanaskan berulang-ulang pada setiap tingkat distilasi dimana tekanan pada tingkat sebelumnya
dibuat lebih rendah dari tingkat berikutnya. Berikut contoh gambar sistem MSF yang
disederhanakan yang aktualnya dibangun sampai lebih dari sepuluh tingkat.

Evaporator (penguap) dibagi dalam beberapa stage (tahap). Gambar di atas


memperlihatkan empat tahap evaporator. Setiap tahap selanjutnya dibagi menjadi flash chamber
yang merupakan ruangan yang terletak dibawah pemisah kabut dan bagian kondensor yang
terletak diatas pemisah kabut. Air laut dialirkan dengan pompa ke dalam bagian kondensor
melalui tabung penukar panas dan hal ini menyebabkan terjadi pemanasan air laut oleh uap air
yang terjadi dalam setiap flash chamber. Kemudian air laut selanjutnya dipanaskan dalam
pemanas garam dan kemudian dialirkan ke dalam flash chamber tahap pertama.
Setiap tahap dipertahankan dengan kondisi vakum tertentu dengan sistem vent ejector, dan beda
tekanan antara tahap-tahap dipertahankan dengan sistem vent orifices yang terdapat pada vent
penyambung pipa yang disambung di antara tahap-tahap. Air laut yang telah panas mengalir dari
tahap bertemperatur tinggi ke tahap bertemperatur rendah melalui suatu bukaan kecil antara
setiap tahap yang disebut brine orifice, sementara itu penguapan tiba-tiba (flash evaporates)
terjadi dalam setiap chamber. Dan air laut pekat (berkadar garam tinggi) keluar dari
tahap terakhir dengan menggunakan pompa garam (brine pump). Uap air yang terjadi dalam
flash chamber pada setiap tahap mengalir melalui pemisah kabut, dan mengeluarkan panas laten
ke dalam tabung penukar panas sementara air laut mengalir melalui bagian dalam dan kemudian
uap berkondensasi. Air yang terkondensasi dikumpulkan dalam penampung dan kemudian
dipompa keluar sebagai air tawar.

2. Reverse Osmosis (RO)


Desalinasi yang menggunakan sistem Reverse Osmosis (RO) lebih kompleks jika
dibandingkan dengan sistem RO yang digunakan untuk memurnikan air tawar. Sistem RO yang
dipakai dalam desalinasi, air laut yang akan diolah diperlukan pengelolaan awal (pre treatment)
sebelum diteruskan ke bagian RO karena masih mengandung partikel padatan tersuspensi,
mineral, plankton dan lainnya. Berikut skema desalinasi yang memanfaatkan teknologi Reverse
Osmosis (RO).

Setelah melalui tahap pre-treatment, air laut disalurkan ke membran RO dengan pompa
yang bertekanan tinggi sekitar 55 dan 85 bar, tergantung dari suhu dan kadar garamnya. Air yang
keluar dari membran RO ini berupa air tawar dan air yang berkadar garam tinggi (brine
water). Air tawar selanjutnya dialirkan ke tahapan post treatment untuk diolah kembali agar
sesuai dengan standar yang diinginkan. Sedang brine water dibuang melalui Energy Recovery
Device. Aliran Brine Water ini masih memiliki tekanan yang tinggi. Tekanan yang tinggi ini
dimanfaatkan oleh Energy Recovery Device untuk membantu pompa bertekanan tinggi sehingga
tidak terlalu besar memakan daya listrik. Karenanya desalinasi dengan tekonlogi RO ini
dianggap yang paling rendah konsumsi daya listriknya diantara sistem desalinasi lainnya.
3. Penukaran Ion

a. Resin penukar ion umumnya terbuat dari polimer yang tidak mudah larut
memiliki sisi pertukaran ion dengan jumlah yang banyak.
b. Ion didalam larutan berpindah menuju resin penukar ion akibat adanya perbedaan
densitas muatan related (muatan per volume terhidrasi)
c. Jika ion dipertukarkan berupa kation. Maka resin tersebut dinamakan resin
penukar kation. Dan jika ion yang dipertukarkan berupa anion, maka resin tersbut
dinamakan penukaran anion.
d. Ion bermuatan positif (seperti kalsium dan magnesium) dihilangkan oleh resin
kation dengan mempertukarkan ion H+. sedangkan untuk ion bermuatan negative
(seperti sulfat dan kllorida) dipertukarkan dengan ion OH oleh resin anion.
e. Proses desalinasi ini dilakukan menggunakan pertukaran anion
f. OH yang dilepaskan oleh resin akan berkaitan membentuk senyawa H2O.
Sumber :
http://digilib.unila.ac.id/1300/7/BAB%20I.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/142009-ID-none.pdf
https://repository.usd.ac.id/29942/2/055214075_Full%5B1%5D.pdf
https://www.slideshare.net/noussevarenna/teknik-penyehatan-desalinasi-air-laut-
ppt
http://sanfordlegenda.blogspot.com/2012/11/Desalinasi-mengolah-air-laut-
menjadi-air-tawar.html

Anda mungkin juga menyukai