Anda di halaman 1dari 4

I.

BAHAN BAKAR ALTERNATIF DENGAN BRIKET SEKAM PADI

Jalal dengan briket sekam padinya.


Kerupuk, makanan yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia karena banyak
yang menjadikannya sebagai teman bersantap atau sekedar sebagai cemilan. Tapi
mungkin belum banyak yang tahu jika untuk mendapatkan kerupuk yang renyah perlu
proses penggorengan dengan api panas yang konstan, dan ini artinya butuh bahan bakar
ekstra untuk menyalakan kompor. Beberapa pengusaha kerupuk memakai elpiji, ada juga
yang memakai minyak tanah bahkan kayu bakar sebagai bahan bakar kompornya.

Pemakaian elpiji terkadang terkendala persediaannya di pasaran, sedangkan minyak tanah


harganya kini melambung. Sementara pemakaian kayu bakar berpotensi menyebabkan
kerusakan alam. Permasalahan ini menjadi pemikiran Jalal Rosyidin Soelaiman, Ahmad
Mustakim dan Agung B. Aji ketiganya mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Jember. “Awalnya kami mendapatkan
tugas mata kuliah Biofisika dengan tema mengenai pemanfaatan potensi keanekaragaman
hayati di sekitar kita untuk bahan bakar alternatif,” jelas Jalal.

Kebetulan Agung B. Aji menemukan fakta di desanya, di Desa Dukuh Dempok,


Kecamatan Wuluhan Jember terdapat pengusaha kerupuk yang masih menggunakan kayu
bakar untuk menggoreng kerupuk. “Informasi ini kami tindaklanjuti dengan observasi di
lapangan sekaligus berkonsultasi dengan dosen pengampu mata kuliah Biofisika,” kata
Agung. Dari kegiatan turun ke lapangan, Jalal dan kawan-kawan berusaha menemukan
bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar. Dan mereka menemukan potensi bahan
bakar alternatif itu pada sekam padi.

“Sebenarnya sekam padi sudah lama digunakan sebagai salah satu bahan bakar oleh
masyarakat di desa, tapi penggunaannya dengan membakar sekam padi begitu saja,
misalnya pada usaha pembuatan batu bata,” kata Jalal yang asli Tuban ini. “Padahal jika
diberi sentuhan teknologi tepat guna tentu saja akan lebih bermanfaat. Dan selama petani
menanam padi, maka pasti menghasilkan sekam padi, potensi ini banyak terdapat di desa
saya,” tutur Agung menambahkan. Kemudian mulailah tiga serangkai ini mencari bahan
literatur untuk mendukung penelitian mereka.

Dari hasil studi pustaka dan berkonsultasi dengan dosen, mereka menemukan fakta
bahwa sekam padi harus dipanaskan dahulu agar mampu menghasilkan kalor atau panas
dengan maksimal, mirip kayu bakar yang diubah menjadi arang. “Caranya kami membuat
cerobong dari besi setinggi kurang lebih semeter dengan bagian bawahnya berlubang.
Cara pemakaiannya dengan membakar sisa kayu, sampah atau bahan yang lain di bawah
cerobong. Sementara sekam padi ditempatkan diseputaran bagian bawah cerobong,” jelas
Mustakim.
II. TUJUAN.

MENGGANTIKAN BAHAN BAKAR GAS DENGAN BAHAN BAKAR


ALTERNATIF.

Proses pemanasan ini berlangsung kurang lebih empat puluh lima menit. Ketiga
mahasiswa ini biasanya menempatkan sekam padi sebanyak lima belas sampai dua puluh
kilogram sekali proses pemanasan berjalan. “Sekam yang sudah dimasak tadi kemudian
dicampur dengan air dan tepung kanji dengan komposisi 1200 gram sekam padi dicampur
dengan 2 liter air dan ditambah 300 gram tepung kanji yang berfungsi sebagai perekat,”
jelas Jalal.

Campuran tadi kemudian dicetak dengan bentuk silinder dengan bagian tengah
berlobang, dengan ukuran tinggi 10 centimeter dan diameter 11 centimeter. Briket sekam
padi ini kemudian dijemur hingga kering. Dari setiap paduan komposisi tadi, bisa
didapatkan empat briket sekam padi kering dengan berat tiap briket 300 sampai dengan
350 gram. Jika dirupiahkan, satu briket hanya seharga tujuh ratus rupiah saja.

Mustakim tengah memasukkan briket sekam padi ke kompor penggorengan


kerupuk

Ternyata satu buah briket sekam padi hasil karya Jalal dan kawan-kawan mampu
menghasilkan panas api yang konstan, suhunya bisa mencapai 400 – 500 derajat celcius
selama kurun waktu satu setengah jam. “Briket sekam padi ini kemudian kami tawarkan
kepada pengusaha kerupuk di Desa Dukuh Dempok, yakni Pak Sujito,” ujar Jalal.
Ternyata briket sekam padi buatan Jalal dan kawan-kawan disukai sang pengusaha
kerupuk.

Menurut Pak Sujito, penggunaan briket sekam padi membuat pengeluaran untuk bahan
bakar menjadi jauh berkurang. Sebelumnya, untuk menggoreng sekwintal kerupuk, Pak
Sujito harus membeli kayu bakar seharga empat puluh ribu rupiah. Harga kayu ini akan
naik jika musim hujan telah tiba. “Sementara memakai briket sekam padi hanya perlu 16
sampai 20 buah briket sekam padi saja,” tuturnya.

Pak Sujito menambahkan dirinya cukup puas dengan kinerja briket sekam padi buatan
mahasiswa Kampus Tegalboto ini. Pasalnya api yang dihasilkan panasnya konstan, asap
hasil pembakaran juga sangat berkurang. Penggunaan briket sekam padi juga lebih aman
karena nyala apinya tidak berkobar-kobar. “Kerupuknya jadi renyah dan yang paling
penting memakai briket sekam padi ini lebih irit,” kata mantan petani tembakau ini.
Briket sekam padi karya Jalal dan kawan-kawan ternyata tidak hanya menarik minat
sang pengusaha kerupuk, beberapa karyawan Pak Sujito telah mencoba, membuat dan
menggunakan briket sekam padi untuk keperluan rumah tangganya.

Mereka menempatkan sekam padi dibawah tempat mengukus kerupuk. Sementara


tepung kanji diambilkan dari sisa bahan pembuat kerupuk. Briket sekam padi ini
kemudian dibentuk silinder kecil karena penggunaannya untuk sekedar masak di rumah.
“Usul saya, bagaimana jika tepung kanji diganti dengan bahan lain agar harga briket
sekam padi bisa lebih murah, mengingat harga tepung kanji yang masih cukup mahal,”
ujar pengusaha kerupuk yang memasarkan produksinya sampai ke Banyuwangi,
Bondowoso dan Probolinggo ini.

Dalam kesempatan terpisah, Dra. Ari Y. Nurhayati, MSi dosen pembimbing Jalal dan
kawan-kawan menambahkan bahwasanya pembuatan briket sekam padi ini selain
bertujuan mengurangi dampak perusakan alam dan mencari bahan bakar alternatif, juga
dapat membuka lapangan usaha baru. Misalnya saja usaha pembuatan briket sekam padi
dan kompornya. Hanya saja briket sekam padi yang dibuat Jalal dan kawan-kawan
menurutnya lebih cocok digunakan untuk industri rumah tangga atau industri kecil.

Penggunaan briket sekam padi untuk skala rumah tangga memerlukan inovasi lebih
lanjut. “Briket sekam padi yang ada sekarang punya kelemahan yakni perlu waktu untuk
menyalakannya karena mirip arang, dan jika sudah menyala susah dimatikan. Selama ini
jika ingin mematikan caranya dengan disiram air untuk kemudian dijemur agar bisa
dipakai lagi. Tentu cara ini kurang praktis,” jelas Dra. Ari Y. Nurhayati, MSi.

Karya Jalal dan kawan-kawan ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak. Terbukti
proyek pembuatan briket sekam padi ini berhasil mendapatkan dana dari Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Kepada Masyarakat yang
diselenggarakan oleh Ditjen Dikti Kemdikbud RI bulan Mei 2012 lalu. Bersama dua
rekannya, Jalal mendapatkan pendanaan sebesar 7,2 juta rupiah dari PKM. “Uangnya
sebagian besar kami gunakan untuk membuat cerobong memasak sekam padi. Kalau
untuk sekam padi harganya murah, di Desa Dukuh Dempok untuk satu dedet (jenis mobil
pengangkut di desa) harganya hanya tiga ratus ribu rupiah saja,” kata Agung lagi.

Jalal juga mewakili kawan-kawannya maju ke ajang tahunan Bayer Young Enviromental
Envoy 2012 bulan September lalu di Jakarta. Ajang Bayer Young Enviromental Envoy
2012 adalah ajang adu ide dan kreasi para mahasiswa dalam usaha pelestariaan alam.
Jalal berhasil mencapai babak final yang diikuti 12 peserta dari seluruh Indonesia.
“Sayangnya proyek kami ini belum berhasil menjadi juara,” ujar Jalal.
Pengambilan gambar oleh DAAI TV di lokasi usaha kerupuk Bapak Sujito, Dukuh
Dempok, Wuluhan Jember (9/10)

Sebuah TV swasta dari Jakarta, DAAI TV pun tertarik mengambil gambar proses
pembuatan briket sekam padi beserta penggunaannya oleh pengusaha kerupuk di desa
Dukuh Dempok (9/10). Menurut Marina Ekatari produser di DAAI TV, pihaknya
memang tengah membuat produksi acara yang mengetengahkan peranan kaum muda
dalam menjaga kelestarian alam. “Kami tertarik dengan briket sekam padi buatan Jalal
dan kawan-kawan saat melihat mereka berkompetisi di ajang Bayer Young Enviromental
Envoy 2012,” ungkapnya. (iim)

AHMAD SIFUL H.
A14.2013.01671

Anda mungkin juga menyukai