Bab 1 Kin Komunitas

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah

yang ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun

berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi disebut silent disease karena

biasanya pasien tidak sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi..

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah

sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama

dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis

yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan

hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit

endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi

seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-

menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi.

Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan

tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2012).Berdasarkan data dari WHO

tahun 2000, menunjukkan sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk dunia

menderita hipertensi, dengan perbandingan50,54% pria dan 49,49 %

wanita. Jumlah ini cenderung meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah,

2012). Data statistic dari Nasional Health Foundation di Australia

1
memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000 orang Australia (15% penduduk

dewasa di Australia) menderita hipertensi. Besarnya penderita di negara

barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan Eropa Barat juga hamper 15%

(Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15% ras kulit putih pada usia 18-45

tahun dan 25-30% ras kulit hitam adalah penderita hipertensi (Miswar,

2014).

Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan

pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau

kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada

kesehatan. Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang

berbahaya, padahal hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-

diam, karena penderita hipertensi merasa sehat dan tanpa keluhan

berarti sehingga menganggap ringan penyakitnya. Sehingga pemeriksaan

hipertensi ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan rutin/saat pasien datang

dengan keluhan lain. Dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi

komplikasi, jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ

seperti gangguan fungsi jantung koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi

kognitif/stroke. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para

penderitanya. Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif yang

bisa mengakibatkan kematian. Hipertensi selain mengakibatkan angka

kematian yang tinggi juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan

2
perawatan yang harus ditanggung para penderitanya. Perlu pula diingat

hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Bila seseorang

mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan secara

rutin dan pengontrolan secara teratur, maka hal ini akan membawa

penderita ke dalam kasus-kasus serius bahkan kematian. Tekanan

darah tinggi yang terus menerus mengakibatkan kerja jantung ekstra

keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadi kerusakan pembuluh

darah jantung, ginjal, otak dan mata (Wolff, 2006)

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi di

Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%, sedangkan

pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Secara nasional Provinsi Jawa

Tengah menempati peringkat ke-tiga setelah Jawa Timur dan Bangka

Belitung. Data Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi sebagai

penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya

mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur

di Indonesia (Depkes, 2010). Menurut Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun

2012, kasus tertinggi penyakit tidak menular di Jawa Tengah tahun 2012

pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit

hipertensi esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih

rendah dibanding tahun 2011 (634.860 kasus/72,13%). Berdasarkan hasil

jurnal telaan didapatkan Penuaan atau proses menjadi tua adalah suatu

kondisi yang normal, yang akan ditandai dengan perubahan fisik dan tingkah

3
laku yang dapat diprediksi dan terjadi pada semua orang saat mereka mencapai

usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley & Beare,2007).

Dengan bertambahnya usia, akan besar kemungkinan seseorang mengalami

permasalah fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Masalah yang sangat

mendasar pada lanjut usia adalah masalah kesehatan yang merupakan akibat

proses degeneratif pada lansia cukup meningkat yaitu sekitar 76%. Kelompok

lansia lebih mengeluh mengalami sulit tidur sebanyak 40%, sering

terbangun pada malam hari sebanyak 30% dan sisanya gangguan pemenuhan

kebutuhan tidur lain (Amir, 2007). Hasil penelitian Khasanah (2012)

menunjukkan bahwa 29 reponden (29,9%) memiliki kualitas tidur baik dan 68

responden (70,1%) memiliki kualitas tidur buruk atau jelek. Hasil penelitian ini

didapatkan data bahwa tidur Lansia di Balai Rehabilitasi Sosial “ Mandiri ”

Semarang, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kualitas tidur lansia

buruk. Hasil ini dapat digunakan sebagai gambaran bagi perawat untuk bisa

memanfaatkan data dalam penelitian ini sehingga mampu melakukan asuhan

keperawatan pada lansia terkait kebutuhan istirahat tidur. Hipertensi dapat

menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur maupun kelompok,

sosial ekonomi. Pengobatan Hipertensi tidak harus menggunakan tidakan

farmakologis, namun hipertensi dapat diobat menggunakan terapi non

farmakologis berupa terapi yang berbentuk meditasi berupa terapi yoga.

Hipertensi disebut silent disease karena biasanya pasien tidak mengetahui

adanya tanda-tanda Hipertensi. Hipertensi dapat menyerang siapa saja dari

4
berbagai kelompok umur maupun kelompok sosial ekonomi (Astawan, 2007).

Hipertensi menjadi masalah kesehatan yang besar di seluruh dunia saat ini

karena jumlah angka prevalensi penderita Hipertensi yang tinggi dan

berhubungan dengan resiko terjadi penyakit kardiovaskuler (World Health

Organization, 2010).

Menurut World Health Organization (2014) penyakit kardiovaskular

merupakan pembunuh nomor satu dunia untuk usia diatas 45 tahun dan

akan diperkirakan 12 juta orang meninggal setiap tahunnya. Hipertensi secara

global menyebabkan 7,6 juta kematian atau sekitar 12,8% dari total seluruh

kematian. Hipertensi menyebabkan stroke, retinopati kebutaan, penyakit

jantung koroner untuk gagal jantung, gagal ginjal kronis gagal ginjal terminal

(Bild et al., 2014).Hipertensi dapat diobat dengan cara mengkonsumsi obat-

obatan penurun tekanan darah, pengaturan pola makan, olahraga, mengurangi

stress, menghindari alcohol, dan merokok (Kowalski, 2010). Menurut Prayitno

(2014) Hipertensi juga dapat diobati menggunakan terapi yang berbentuk

meditasi berupa yoga. Meditasi didalamnya mengandung unsur penerangan diri

yang dapat menstabilkan tekanan darah sehingga meditasi dianggap sebagai

metode penyembuhan yang sangat efektif bagi penderita Hipertensi. Yoga

merupakan terapi yang mengkombinasikan antara teknik bernapas, relaksasi

dan meditasi serta latihan. Terapi Yoga adalah keterampilan yang

spiritual yang mengolah fisik dan jiwa karena gerakan yoga menyeimbangkan

5
energi dan memberi kenyamanan tubuh bahkan juga meremajakan sel-sel kulit

mati (Setiawan, 2008)

Terapi Yoga mengkombinasikan antara teknik bernapas, relaksasi dan

meditasi serta latihan peregangan (Jain, 2011). Yoga merupakan alat

modifikasi gaya hidup terbaik untuk pencegahan penyakit kardiovaskular

karena mengandung unsur meditasi. Yoga digunakan sebagai terapi tambahan

yang efektif untuk pencegahan hipertensi karena dapat merubah gaya hidup

menjadi positif. Terapi Yoga merupakan kombinasi dari latihan fisik terstruktur,

teknik pernapasan, dan meditasi, dan terbukti secara positif mempengaruhi

fungsi otonom jantung. Telah terbukti mengurangi gejala depresi dan

kecemasan dan menghasilkan peningkatan kualitas hidup (Field, 2016).

Latihan pernapasan pada terapi yoga dengan cara mengatur napas

menjadi lebih pelan dan dalam berfungsi menenangkan pikiran dan tubuh,

pada saat latihan pernapasan dilakukan otot-otot tubuh akan meregang,

sehingga tubuh dan pikiran menjadi rileks, nyaman dan tenang yang membuat

tekanan darah menurun (Oktavia, 2012) Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur seseorang, diantaranya adalah : 1)Fisik Kondisi,

fisik seseorang sangat erat kaitannya dengan kualitas tidur yang dimilikinya.

Terutama pada lansia dengan keluhan ketidaknyamanan fisik seperti batuk,

kram kaki, pegal-pegal pada tubuh dan perut kembung cenderung mengalami

penurunan kualitas tidur. 2)Psikososial Memasuki fase lansia akan membuat

seseorang mengalami perubahan dalam hal psikososial. Lansia mudah

6
mengalami kecemasan dan kekhawatiran berlebih serta depresi yang dapat

mengganggu tidur mereka, 3)Lingkungan Faktor lingkungan ikut berkontribusi

dalam mempengaruhi kualitas tidur seseorang. 4)Gaya Hidup, Gaya hidup tentu

memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas tidur seseorang. Terutama

pada lansia, tidur siang yang pendek dan diikuti dengan latihan fisik sedang

pada sore hari dapat memberikan kualitas tidur yang baik (Wahyuni dkk, 2009).

Penurunan pada tekanan darah disebabkan karena relaksasi pada yoga

prinsipnya adalah memposisikan tubuh dalam kondisi tenang, sehingga akan

mengalami relaksasi dan pada akhirnya akan mengalami kondisi

keseimbangan, dengan demikian relaksasi pada yoga berintikan pada

pernafasan yang akan meningkatkan sirkulasi oksigen ke otot- otot, sehingga

otot-otot akan mengendur, tekanan darah akan menurun (Triyanto,2014).

7
1.2 RUMUSAN MASALAH

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah

yang ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun

berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi disebut silent disease

karena biasanya pasien tidak sadar bahwa dirinya mengalami

hipertensi.. Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya

tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik

lebih dari sama dengan 90 mmHg.

Terapi Yoga merupakan kombinasi dari latihan fisik terstruktur,

teknik pernapasan, dan meditasi, dan terbukti secara positif mempengaruhi

fungsi otonom jantung. Telah terbukti mengurangi gejala depresi dan

kecemasan dan menghasilkan peningkatan kualitas hidup (Field, 2016).

Latihan pernapasan pada terapi yoga dengan cara mengatur napas

menjadi lebih pelan dan dalam berfungsi menenangkan pikiran dan

tubuh, pada saat latihan pernapasan dilakukan otot-otot tubuh akan

meregang, sehingga tubuh dan pikiran menjadi rileks, nyaman dan tenang

yang membuat tekanan darah menurun (Oktavia, 2012)

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengaplikasikan implementasi

keperawatan melakukan Terapi Yoga pada klien dengan Hipertensi serta

8
mengidentifikasi apakah implementasi tersebut dapat mencegah dan

mengatasi masalah gangguan tidur pada klien

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah

hipertensi

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada keluarga Tn. khususnya Tn.

dan keluarga Tn. khususnya Ny. dengan kasus Hipertensi

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada keluarga Tn.

khususnya Tn. dan keluarga Tn. khususnya Ny. dengan kasus

Hipertensi

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada keluarga Mampu

melakukan implementasi keperawatan pada keluarga Tn. khususnya

Tn. dan keluarga Tn. khususnya Ny. dengan kasus Hipertensi

d. Mampu melakukan evaluasi pada keluarga Tn. khususnya Tn. dan

keluarga Tn. khususnya Ny. dengan kasus Hipertensi

1.4. Manfaat Penulisan

1. Manfaat keilmuan

a. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis tentang

pemberian latihan terapi Yoga pada keluarga dengan Hipertensi

b. Meningkatkan pengetahuan penulis tentang pemberian asuhan

keperawatan klien Hipertensi

9
2. Bagi penelitian

Sebagai sumber informasi pada karya tulis ilmiah ini bermanfaat

bagi bidang pendidikan keperawatan khususnya para peneliti

yang akan melanjutkan pengembangan ilmu keperawatan.

10

Anda mungkin juga menyukai