Anda di halaman 1dari 10

Diabetes Mellitus dengan Ketoasidosis Diabetik

Beatrix Derfi Sarifin


102017238
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
beatrix.2017fk238@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang bersifat kronis yang diakibatkan
karena pankreas tidak mampu mengeluarkan insulin ataupun tidak dapat menggunakan insulin
secara efektif. Penderita DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
akut maupun kronik. Komplikasi akut yang paling sering terjadi pada anak dengan Diabetes
Melitus adalah Ketoasidosis diabetik. Ketoasidosis diabetik membuat anak datang dengan
penurunan kesadaran. Penanganan yang segera dan tepat perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya edema serebri. Pada umumnya penanganan yang segera dan tepat akan memberikan
prognosis yang baik pada penderita ketoasidosis diabetik.
Kata kunci: Diabetes Mellitus, Anak, Ketoasidosis diabetik

Abstract
Diabetes Mellitus (DM) is a chronic disease that is caused because the pancreas is
unable to secrete insulin or cannot use insulin effectively. Uncontrolled DM patients can cause
acute and chronic complications. The most common acute complication in children with DM is
diabetic ketoacidosis. Diabetic ketoacidosis makes children come with decreased consciousness.
Immediate and appropriate treatment needs to be done to prevent cerebral edema. In general,
immediate and appropriate treatment will provide good prognosis in patients with diabetic
ketoacidosis.
Keywords: Diabetes Mellitus, Children, diabetic ketoacidosis

1
Pendahuluan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan bagian dari penyakit tidak menular yang memiliki
kelainan bersifat kronis dengan ditandainya adanya gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak yang disebabkan karena pankreas tidak mampu mengeluarkan insulin ataupun
tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Penyakit ini berdasarkan penyebab dan
presentasi klinisnya dibagi menjadi 4 tipe secara garis besar, yaitu diabetes mellitus tipe I,
diabetes mellitus tipe II, diabetes mellitus gestational, dan diabetes tipe lain. Ketidakmampuan
pankreas dalam mengeluarkan insulin didapatkan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1.
Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan sel β pankreas, sehingga insulin tidak mampu
dihasilkan.1,2
Angka kejadian diabetes pada anak di Indonesia sampai saat ini belum diketahui, tetapi
dari catatan Nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endrokrinologi Anak PP IDAI
melihat adanya peningkatan dari jumlah 200 orang pada tahun 2008 menjadi 580 pada tahun
2011.1
Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dapat timbul kejadian hiperglikemia disertai
ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik yang membuat pasien pingsan, koma sampai
berujung kepada kematian jika tidak diobati. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian pada anak dengan penderita DM tipe 1. Mortalitas ini
berhubungan dengan terjadinya edema serebri yang menyebabkan hampir 57-87% dari seluruh
kematian karena KAD. Terjadinya KAD umumnya akibat tidak diberikan insulin atau karena
terapi insulin yang tidak adekuat pada masa sakit/trauma sehingga semua penyebab ini dapat
dikatakan sebagai pengontrolan DM yang tidak teratur. Dalam penanganannya, kejadian KAD
sangat membutuhan penanganan yang optimal agar tidak menyebabkan kejadian mortalitas pada
3,4
penderita DM. Oleh karena itu, makalah kali ini akan membahas lebih dalam mengenai
diabetes mellitus tipe 1 pada anak yang disertai dengan penyulit ketoasidosis diabetik.

Anamnesis
Anamnesis yang digunakan pada pasien anak laki-laki berumur 5 tahun adalah
alloanamnesis, pertanyaan diberikan kepada keluarga pasien yang bersangkutan. Sebelum
melakukan anamnesis dapat terlebih dahulu melakukan inform consent. Pertanyaan pertama

2
berupa seputar identitas pasien seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal. Kemudian
tanyakan kepada pasien mengenai keluhan utamanya.
Pada skenario ini, pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 1 jam sebelum
masuk rumah sakit yang disertai mengantuk, sering tidur dan sakit perut sejak 1 hari lalu. Perlu
ditanyakan apakah terjadi penurunan berat badan. Apakah pasien mengalami demam dan diare.
Serta ditanyakan juga apakah pasien memiliki riwayat penyakit dahulu dan bagaimana
pengobatannya.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa keadaan umum pasien serta kesadarannya. Perlu
juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital berupa suhu badan, tekanan darah , frekuensi
napas, dan frekuensi nadi. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan head to toe.

Pemeriksaan Penunjang
Dengan keluhan pasien diatas perlu dilakukan beberapa pemeriksaan fisik terkait untuk
menghilangkan kemungkinan kemungkinan penyakit lain. Berdasarkan skenario pasien perlu
dilakukan pemeriksaan analisa gas, gula darah sewaktu, keton darah urin, urinalisis, dan
elektrolit (Natrium, Kalium, dan Klorin) , EKG, serta foto polos dada.
Pasien dengan dugaan KAD memiliki sebuah trias biokimia yang meliputi
hiperglikemia, asidosis metabolik, dan ketonemia/ketonuria. Pada pemeriksaan laboratorium
kadar gula darah dapat lebih dari 200 mg/dL sampai lebih dari 1000 mg/dL. Derajat keasaman
darah (pH) dapat kurang dari 7.35 yang dianggap sebagai ambang terjadinya asidosis dan disertai
juga dengan penurunan kadar serum bikarbonat dibawah 15 mEq/L. Kadar serum natrium pada
penderita KAD umumnya mengalami penurunan akibat hiperglikemia yang terjadi sedangkan
kadar serum kalium dapat meningkat, normal, ataupun rendah bergantung pada lamanya KAD.
Pada saat masuk rumah sakit seringkali pasien KAD dapat mengalami lekositosis karena stress
metabolik dan dehidrasi yang terjadi, sehingga jangan terburu-buru untuk melakukan
penanganan dengan pemberian antibiotik.5,6

Diagnosis Kerja (WD)


Ketoasidosis Diabetik (KAD) et causa DM tipe 1

3
Diabetes melitus terjadi karena adanya reaksi autoimun yang menyebabkan terjadinya
destruksi pada sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Mula-mula diawali oleh peradangan
pada sel beta yang hingga akhirnya menyebabkan kerusakan permanen pada sel beta pankreas.
Penyebab dari terjadinya penyakit ini dikarenakan terdapatnya ICA (Islet Cell Antibody) yang
meningkat akibat faktor pencetus seperti infeksi virus.7
Ketoasidosis diabetik merupakan suatu komplikasi akut yang terjadi pada pasien dengan
diabetes mellitus, dimana terjadinya defisiensi insulin absolut ataupun relatif dan peningkatan
hormon kontraregulator yang mengakibatkan terjadinya lipolisis berlebihan sehingga terjadinya
peningkatan produksi dari benda keton yang memicu ketonemia dan asidosis metabolik.5
Pasien dengan KAD biasanya datang dengan riwayat seorang pengidap diabetes seperti
poliuria, polifagia, polidipsia, rasa lelah, kram otot, mual muntah, nyeri perut, sampai penurunan
kesadaran hingga koma dalam keadaan yang berat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-
tanda dehidrasi, nafas kussmaul karena asidosis berat, takikardi, hipotensi atau syok, flushing,
dan penurunan berat badan. Seringkali bau “buah” aseton dapat tercium dari napas pasien.5

Diagnosis Banding (DD)


Diabetes Mellitus tipe 2
Pada penderita DM dengan tipe ini terjadi resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic
glucose production (HGP)”, dan penurunan dari fungsi sel beta yang akhirnya akan menuju pada
kerusakan sel beta pankreas. Resistensi Insulin pada penyakit ini menyebabkan terjadinya
peningkatan pada sekresi dari insulin untuk membuat kadar glukosa darah tetap normal, hingga
sampai suatu waktu sel beta sudah tidak dapat lagi memproduksi insulin untuk mengompensasi
resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah menjadi meningkat. Penurunan pada fungsi sel
beta ini berlangsung secara progresif sampai akhirnya insulin tidak dapat dihasilkan lagi.7

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)


Sindrom HHNK merupakan bagian dari komplikasi akut sama seperti KAD, akan tetapi
tidak disertai oleh ketosis, sehingga pH darah cenderung normal dan tidak terjadi ketonemia.
Gejala klinis pada pasien HHNK meliputi rasa lemah, gangguan penglihatan dan kaki kejang.
Dapat juga ditemukan mual dan muntah, tetapi lebih jarang dibandingkan KAD. Kadang, pasien
datang disertai dengan keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.8

4
Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu peradangan yang mengenai parenkim paru serta bronkiolus
terminalis yang meliputi bronkiolus respiratorius dan alveoli. Pneumonia paling banyak
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (suatu pneumokokus) dan biasanya menimbulkan
pneumonia lobar. Gambaran klinis dari pneumonia biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran
pernapasan akut pada bagian atas, nyeri menelan, kemudian demam yang dapat mencapai suhu
diatas 40oC. Selain itu, bisa terdapat batu yang disertai dahak yang kental dan kadang-kadang
bisa bersama pus atau darah. Berdasarkan tingkat keparahannya pasien dapat berbicara penuh
atau mungkin mengalami sesak napas. Jika pleura terlibat, maka pasien dapat mengalami nyeri
dada. Pemeriksaan fisik pada CAP dapat terlihat adanya ektraksi dada yang tertinggal pada sisi
yang radang, suara redup saat perkusi, dan terdapat napas bronkial yang disertai ronki pada saat
auskultasi.9

Asma Bronkial
Asma merupakan penyakit obstruksi pada saluran pernapasan karena penyempitan
saluran napas yang bersifat reversibel dengan ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di
antara dua interval asimptomatik. Namun seiring waktu ada kalanya sifat reversibel ini menjadi
kurang reversibel, artinya baru hilang saat dilakukan pengobatan. Serangan asma sering ditandai
dengan batuk, mengi, serta sesak nafas. Manifestasi klinis ini timbul akibat terjadinya
bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi lendir karena hiperaktivitas
saluran pernapasan akibat stimulus.9

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


ARDS merupakan sindrom peradangan paru akut dan menetap yang disertai peningkatan
permeabilitas vaskular akibat jejas terhadap perbatasan alveolus-kapiler. Hipoksemia berat dan
infiltrat bilateral merupakan temuan khas pada ARDS. ARDS dapat disebabkan karena syok,
aspirasi (hidrokarbon), inhalasi gas toksik, pankreatitis sampai trauma. ARDS merupakan sebuah
manifestasi pada satu organ dari sindrom disfungsi organ multipel yang biasa dimulai oleh
faktor-faktor tadi selama perkembangan sindrom respons peradangan sistemik.6

Asidosis Metabolik

5
Asidosis metabolik terjadi karena masuknya asam atau hilangnya basa berupa bikarbonat.
Pada pasien yang mengalami asidosis metabolik akan terjadi peningkatan ventilasi yang bersifat
cepat dan dalam (pernapasan kussmaul). Pada pH darah yang rendah dapat mengakibatkan
tekanan darah berkurang akibat penurunan resistensi perifer dan gangguan kontraktilitas
miokard. Asidosis metabolik kronik dapat mengakibatkan hiperkalsiuria dan usaha pembuferan
asam oleh tulang yang menyebabkan tulang kehilangan kalsium.10

Gastroenteritis
Gastroentritis merupakan peradangan pada membran mukus dari saluran pencernaan
yang ditandai oleh diare atau muntah. Dimana penyakit ini terjadi umum pada anak-anak dan
memiliki risiko morbiditas dan mortalitas. Penyakit ini disebabkan paling banyak oleh virus. Di
seluruh dunia, rotavirus masih menjadi virus paling umum penyebab penyakit ini dan hampir
semua anak telah terinfeksi virus ini pada usia 3 tahun.11

Faktor Risiko
KAD terjadi karena adanya beberapa faktor pencetus, dimana paling sering dikarenakan
infeksi. Pencetus lain diantaranya menghentikan atau mengurangi insulin, infark miokard, stroke
akut, pankreatitis, dan obat-obatan. Penghentian pemakaian insulin seringkali menjadi penyebab
DM tipe 1 jatuh dalam keadaan KAD.5

Epidemiologi
Kejadian KAD berkisar antara 4-8 kasus pada setiap 1000 pengidap diabetes. Angka
kematian akibat KAD di Amerika Serikat sekitar 1-3%. Pada setiap negara kejadian KAD sendiri
cukup bervariasi antara 15% untuk Eropa dan 67% untuk Amerika Utara dan dapat lebih sering
lagi pada negara-negara berkembang. Mortalitas utama dari KAD ini disebabkan karena edema
serebri yang terjadi pada penderita DM tipe 1.4

Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik


Adanya kombinasi dari defisiensi insulin baik absolut maupun relatif dan peningkatan
hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, hormon pertumbuhan, dan somatostatin) akan
mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat yang mengakibatkan

6
peningkatan produksi glukosa oleh hati (glukoneogenesis dan glikogenolisis) serta adanya
gangguan pemanfaatan glukosa di jaringan perifer yang berakibat pada hiperglikemia dan
hiperosmolalitas. Defisiensi insulin dan peningkatan dari hormon kontra regulator terutama
epinefrin dapat mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan
terjadinya lipolisis. Peningkatan lipolisis akan memicu terjadinya ketogenesis yang berujung
pada ketonemia dan terjadinya asidosis metabolik.5
Benda keton yang terutama terbentuk adalah 3-beta hidroksibutirat, asetoasetat, dan
aseton, dimana didominasi oleh 3-beta hidroksibutirat sebanyak 74-85%. Walaupun tubuh sudah
membentuk banyak benda keton sebagai sumber energi, akan tetapi tubuh masih tetap lapar dan
memproduksi banyak glukosa. Baik hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan terjadinya
diuresis osmotik yang mengarah pada hipovolemia dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Diuresis osmotik mengakibatkan peningkatan kehilangan elektrolit sehingga berkontribusi pada
kelainan elektrolit terkait ketoasidosis diabetic.12 (Lihat gambar 1)

Gambar 1: Patofisologi KAD


French EK, Donihi AC, Korytkowski MT. Diabetic ketoacidosis and hyperosmolar
hyperglycemic syndrome: Review of acute decompensated diabetes in adult patients.
BMJ. 2019;365

Gejala klinis
Pasien dengan KAD biasanya datang dengan riwayat poliuria, polidipsia, polifagia, nausea,
dan muntah. Nyeri abdomen yang dialami pasien KAD serupa dengan nyeri pada akut abdomen.
Poliuria merupakan pembeda antara KAD dengan gastroenteritis karena menunjukkan terjadinya

7
diuresis osmotik. Asidosis dikompensasi oleh pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaul).
Perubahan status mental dapat terjadi mulai dari disorientasi sampai koma.6

Tatalaksana
Keberhasilan dari penanganan KAD membutuhkan koreksi terhadap dehidrasi,
hiperglikemia, gangguan elektrolit, dan pemantauan komplikasi pengobatan. Pada dasarnya tidak
semua kasus KAD harus dirawat di ICU, akan tetapi karena kasus ringan pun membutuhkan
monitoring yang intensif maka sebaiknya minimal perawatan untuk KAD berada di ruangan
monitor intensif. Secara umum penatalaksanaan awal dari KAD adalah dengan pemberian cairan,
dimana terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan intraseluler, intravaskuler, interstitial, dan
restorasi perfusi ginjal. Jika terjadi renjatan, maka lakukan penanganan pada renjatan terlebih
dahulu dengan pemberian NaCl 0.9% atau RL 20 ml/kgBB dan dapat diulangi sampai renjatan
teratasi. Rehidrasi selanjutnya dilakukan dalam kurun waktu 48 jam dengan memperhitungkan
defisit dari carian ditambah dengan kebutuhan cairan rumatan. Cairan yang diberikan berupa
cairan kristaloid dan bukan koloid. Apabila tidak terdapat renjatan maka dapat langsung
dilakukan perhitungan untuk mengatasi defisit cairannya.5,13
Pada pasien KAD salah satu indikator status hidrasi adalah kadar natrium. Pada KAD
sering terjadi pseudohiponatremia sehingga kadar natrium sebenarnya dapat dihitung dengan
rumus: [Na+ terukur] + (1.6 x [glukosa – 100 mg/dL] / 100). Kadar Na+ harus tetap dalam
keadaan normal yaitu 135-145 mEq/L. Terapi dengan pemberian insulin melalui intravena pada
dosis 0.1 U/kg/jam diberikan untuk untuk mengatasi hiperglikemia dan sudah cukup untuk
mengoreksi asidosis yang terjadi. Pemberian bikarbonat dapat dilakukan apabila terjadi asidosis
berat (pH <7).6,13

Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakutkan pada kejadian KAD adalah edema serebri. Edema serebri
merupakan penyebab mortalitas terbesar (20-80%). Patogenesis dari edema serebri belum
diketahui secara jelas. Biasanya edema serebri terjadi setelah 6-10 jam sesudah terapi KAD
dimulai. Penanganan dari edema serebri mencakup manitol intravena, intubasi endotrakea, dan
hiperventilasi. Komplikasi lain yang didapatkan pada pasien KAD adalah trombosis atau infark

8
intrakranium, nekrosis tubulus akut dengan gagal ginjal akut, pankreatitis, aritmia, edema paru,
dan iskemia usus.6

Pencegahan
Edukasi merupakan cara terpenting dalam pencegahan dari KAD karena untuk mencapai
KAD dibutuhkan proses dekompensasi metabolik yang berkepanjangan dan membutuhkan
waktu. Sebelum mencapai KAD didahului dulu dengan ketosis sehingga jika kita bisa
menemukan di fase ketosis biasanya keadaan klinis lebih ringan dan pengelolaannya lebih
mudah.5 (Lihat gambar 2)

Gambar 2: Strategi pencegahan ketoasidosis diabetik

Prognosis
Umumnya prognosis pada pasien dengan KAD setelah mendapatkan insulin dan terapi
standar lainnya adalah baik, jika komorbid tidak teralu berat. Biasanya kematian pada pasien
KAD adalah akibat penyakit penyerta yang berat yang datang pada fase lanjut. Kematian akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan beratnya penyakit penyerta.5

Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik merupakan suatu kegawatdaruratan pada penderita dengan diabetes
mellitus yang diakibatkan paling banyak karena pengontrolan diabetes mellitus yang tidak baik.
Dibutuhkan suatu penangan yang segera dan tepat untuk mengatasi kejadian KAD. Penanganan
yang segera dan tepat akan membuat pasien terhindar dari komplikasi seperti edema serebri
sehingga prognosis pasien umumnya akan baik.

9
Daftar Pustaka
1. Ridwan Z, Bahrun U, R RDP. Ketoasidosis diabetik di diabetes mellitus tipe 1. Indonesia
J Clin Pathol Med Lab. 2018;22(2):200
2. Piero MN. Diabetes mellitus – a devastating metabolic disorder. Asian J Biomed Pharm
Sci. 2015;4(40):1–7.
3. Mohmed J, Palreddy RR, Gunda SK, Purohith DJ, Shaik M. Diagnosis and Classification
of Diabetes Mellitus. Int J ChemTech Res. 2016;9(5):896–903.
4. Haryudi Aji C. Gambaran klinis ketoasidosis diabetikum anak clinical profile of children
with diabetic ketoacidosis. J Kedokt Brawijaya. 2009;27:107-10
5. Tarigan TJE. Ketoasidosis Diabetik Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi
6. Jakarta: Interna publishing; 2017. h.2377-82
6. Styne DM, Glaser NS. Endokrinologi Dalam: Esensi pediatri nelson. Edisi 4. Jakarta:
EGC; 2003. h.812-4
7. Suyono S. Patofisiologi diabetes mellitus Dalam: Penatalaksanaan diabetes mellitus
terpadu. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. h.11
8. Soewondo P. Koma hyperosmolar hiperglikemik nonketotik Dalam: Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Edisi 6. Jakarta: Interna publishing; 2017. h.2383
9. Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Edisi 2.Jakarta: EGC; 2012. h.133-
52
10. Callaghan CO. The renal system at a glance. 3th Ed. Jakarta: EGC; 2009. h.62-3
11. Chow CM, Leung AKC, Hon KL. Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clin
Exp Gastroenterol. 2010;3(1):97-112
12. French EK, Donihi AC, Korytkowski MT. Diabetic ketoacidosis and hyperosmolar
hyperglycemic syndrome: Review of acute decompensated diabetes in adult patients.
BMJ. 2019;365
13. UKK Endokrinologi IDAI. Ketoasidosis diabetic dan edema serebri pada diabetes melitus
tipe-1. IDAI; 2017. h.5

10

Anda mungkin juga menyukai