Anda di halaman 1dari 24

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara
spontan dan adekuat.
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis.

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai
berikut :
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia
ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena
eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas
oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin.
Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah
dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru
akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat
ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk
dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang
cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup
sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan
untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk
pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat
diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses
persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat
proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi
kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila
paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang
pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan
dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang
pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh.
keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat
yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

8
- PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Bersihan jln


Pola nafas nafas tidak
tak efektif efektif
Apneu suplai O2 suplai O2
Ke paru dlm darah

Kerusakan otak
Resiko G3 metabolisme
ketdkseimbangn & perubahan asam
suhu tubuh basa
DJJ & TD Kematian bayi

Asidosis respiratorik
Proses keluarga
Janin tdk bereaksi terhenti
Terhadap rangsangan G3 perfusi ventilasi
Resiko
cedera

Kerusakan
pertukaran gas

9
D. Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
1. Pernafasan terganggu
2. Detik jantung berkurang
3. Reflek / respon bayi melemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru atau pucat

E. Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda
gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini
bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun
sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
2. Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya
adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat
asfiksia yaitu :

10
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH
1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan penilaian
APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian
besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima
menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu
:
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2

1. Appearance Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh tubuh


(warna kulit) biru atau putih kaki biru kemerah-merahan
2. Pulse Tidak ada Kurang dari Lebih dari
(bunyi jantung) 100 x/ menit 150 x/ menit

3. Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk dan bersin


(reflek)

4. Activity Lunglai Fleksi ekstremitas Fleksi kuat, gerak


(tonus otot) aktif

5. Respirotary Tidak ada Lambat atau Menangis kuat


effort tidak ada atau keras
(usaha bernafas)

11
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi
tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan
jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan
ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti
asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting
tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan.
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit,
tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus
otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

F. Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya
bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan
langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa
dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
1. Membuka Jalan Nifas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/ tengadah.
Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi
karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.

12
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm
diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya
lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah
disingkirkan.
b. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan hidung,
mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih
dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua
bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan)
dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya
dengan menghisap mulut, farings dan hidung.
2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode
a. Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan
temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat,
keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui
evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan
atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan
sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus
sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.

13
b. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukur tekanan.
c. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan
baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada
bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotorax.
d. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-
paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
e. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon.
Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
4. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun
telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling
sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila
bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena,
sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.

14
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan
7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan
perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
5. Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor Adalah
Sebagai Berikut :
a. Apgar skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala
akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan
resusitasi.
Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila
intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia
berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap
dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit,
ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994 : 167).
b. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask
ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas
dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam
hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.

15
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala,
karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

G. Komplikasi
1. Sembab Otak
2. Pendarahan Otak
3. Anuria atau Oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax

H. Prognosa
1. Asfiksia ringan / normal : Baik
2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
3. Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau
kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang
sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy,
mental retardation.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Tahap pengkajian
a. Data Subyektif
 Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin.
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,
penghasilan pekerjaan, dan alamat.
 Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia
berat yaitu :

16
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan
obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia
serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau
preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta
maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan
tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang
dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS
(4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500
gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
 Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal,
muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori
dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral

17
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
 Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
b. Data Obyektif
 Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus
dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
 Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan
cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60
kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia
A, 1996 : 87).
 Pemeriksaan fisik
o Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanogo dan verniks.
o Kepala

18
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
o Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
o Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
o Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
o Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
o Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
o Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering
terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
o Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali
pusat.
o Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan.
o Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
o Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

19
o Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
c. Data Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
o Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O 2
dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
o Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2. Analisa data dan perumusan masalah


Tabel 2.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

20
Kemungkinan
Sign / Symptorn Masalah
Penyebab
1. Pernafasan tidak - Riwayat partus lama Gangguan pemenuhan
teratur, pernafasan cuping - Pendarahan peng- kebutuhan O2
hidung, cyanosis, ada obatan.
lendir pada hidung dan - Obstruksi pulmonary
mulut, tarikan inter- - Prematuritas
costal, abnormalitas gas
darah arteri.
2. Akral dingin, - lapisan lemak dalam Resiko terjadinya
cyanosis pada kulit tipis hipotermia
ekstremmitas, keadaan
umum lemah, suhu tubuh
dibawah normal

3. Keadaan umum - Reflek menghisap Resiko gangguan


lemah, reflek menghisap lemah pemenuhan kebutuhan
lemah, masih terdapat nutrisi.
retensi pada sonde

4. Suhu tubuh diatas - Sistem Imunitas yang Resiko terjadinya infeksi


normal, tali pusat layu, belum sempurna
ada tanda-tanda infeksi, - Ketuban mekoncal
abnormal kadar leukosit, - Tindakan yang tidak
kulit kuning, riwayat aseptik
persalinan dengan
ketuban mekoncal

5. Akral dingin - Metabolisme Resiko terjadinya


Ekstremitas pucat, meningkat hipoglikemia
cyanosis, hipotermi, - Intake yang kurang.
distrostik rendah atau - Obstruksi pulmonary

21
dibawah harga normal.

6. Bayi dirawat di dalam - Perawatan Intensif Gangguan hubungan


inkubator di ruang interpersonal antara ibu
intensif, belum ada dan bayi.
kontak antara ibu dan
bayi

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksiaa berat antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
lemah.
3. Resiko terjadinya hipoglikemia
4. Resiko terjadinya hipotermia
5. Resiko terjadinya infeksi
6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat
terpisah.

22
J. Rencana Perawatan
Tabel Perencanaan / Intervensi
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman


kebutuhan O2 Kebutuhan O2 bayi terpenuhi dengan alas yang data, dan mengantisipasi flexi
sehubungan dengan post Kriteria: kepala lurus, dan leher leher yang dapat
asfiksiaa berat - Pernafasan normal 40-60 kali sedikit tengadah/ekstensi mengurangi kelancaran
permenit. dengan meletakkan bantal jalan nafas.
- Pernafasan teratur. atau selimut diatas bahu
- Tidak cyanosis. bayi sehingga bahu
- Wajah dan seluruh tubuh terangkat 2-3 cm
Berwarna kemerahan (pink 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap
variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari
- Gas darah normal lendir untuk menjamin
PH = 7,35 – 7,45 pertukaran gas yang
PCO2 = 35 mm Hg sempurna.
PO2 = 50 – 90 mmHg
3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya
dan tanda-tanda cyanosis kelainan.
tiap 4 jam

23
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan team 4. Menjamin oksigenasi


medis dalam pemberian O2 jaringan yang adekuat
dan pemeriksaan kadar gas terutama untuk jantung dan
darah arteri. otak. Dan peningkatan
pada kadar PCO2
menunjukkan
hypoventilasi
2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan
hipotermi sehubungan Tidak terjadi hipotermia diatas pemancar panas panas pada suhu
dengan adanya roses Kriteria (infant warmer) lingkungan sehingga
persalinan yang lama Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C meletakkan bayi menjadi
dengan ditandai akral Akral hangat hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk tubuh melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas handuk
/ kain yang kering dan
hangat.

24
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi tiap 3. Perubahan suhu tubuh


6 jam. bayi dapat menentukan
tingkat hipotermia
4. Kolaborasi dengan team 4. Mencegah terjadinya
medis untuk pemberian hipoglikemia
Infus Glukosa 5% bila ASI
tidak mungkin diberikan.

3. Resiko gangguan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan


penemuan kebutuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan BAK jumlah dan pada eliminasi bayi dan
nutrisi sehubungan Kriteria frekuensi serta konsistensi. segera mendapat tindakan /
dengan reflek - Bayi dapat minum pespeen / perawatan yang tepat.
menghisap lemah. personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat
dari 10%. mukosa mulut. dehidrasi dari turgor dan
- Retensi tidak ada. mukosa mulut.

25
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan out 3. Mengetahui


put. keseimbangan cairan tubuh
(balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi
kebutuhan. terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat 5. Penambahan dan
badan setiap hari. penurunan berat badan
dapat di monito
4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir
infeksi Selama perawatan tidak terjadi dan antiseptik dalam daya tahan tubuhnya
komplikasi (infeksi) memberikan asuhan kurang / rendah.
Kriteria keperawatan
- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran
infeksi. sesudah melakukan infeksi nosokomial.
- Tidak ada gangguan fungsi tindakan.
tubuh.

26
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ short 3. Mencegah masuknya


waktu masuk ruang isolasi bakteri dari baju petugas
(kamar bayi) ke bayi
4. Lakukan perawatan tali 4. Mencegah terjadinya
pusat dengan triple dye 2 infeksi dan memper-cepat
kali sehari. pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti
biotik, anti jamur,
desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media
pakaian) dan lingkungan untuk pertumbuhan
bayi. kuman.
6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya
infeksi dan gejala kardinal kelainan
7. Hindarkan bayi kontak 7. Mencegah terjadinya
dengan sakit penularan infeksi
8. Kolaborasi dengan team 8. Mencegah infeksi dari
medis untuk pemberian pneumonia
antibiotik.

27
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
5. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Berikan nutrisi secara 1. Mencega pembakaran
hipoglikemia Tidak terjadi hipoglikemia adekuat dan catat serta glikogen dalam tubuh dan
sehubungan dengan selama masa perawatan. monitor setiap pemberian untuk pemantauan intake
metabolisme yang Kriteria nutrisi. dan out put.
meningkat - Akral hangat 2. beri selimut dan bungkus 2. Menjaga kehangatan
- Tidak cyanosis bayi serta perhatikan suhu agar tidak terjadi proses
- Tidak apnea lingkungan pengeluaran suhu yang
- Suhu normal (36,5°C - berlebihan sedangkan suhu
37,5°C) lingkungan berpengaruh
- Distrostik normal pada suhu bayi.
(> 40 mg) 3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya
(suhu, nadi, respirasi) kelainan

28
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan team 4. Untuk mencegah


medis untuk pemeriksaan terjadinya hipoglikemia
laborat yaitu distrostik lebih lanjut dan kompli-
kasi yang ditimbulkan
pada organ - organ tubuh
yang lain

6. Gangguan hubungan Tujuan : 1. Jelaskan para ibu / 1. Ibu mengerti keadaan


interpersonal antara Terjadinya hubungan batin keluarga tentang keadaan bayinya dan mengura-ngi
bayi dan ibu antara bayi dan ibu. bayinya sekarang. kecemasan serta untuk
sehubungan dengan kooperatifan ibu/keluarga.
perawatan intensif.
Kriteria: 2. Bantu orang tua / ibu 2. Membantu memecah-
- Ibu dapat segera mengungkapkan kan permasalahan yang
menggendong dan meneteki perasaannya. dihadapi.
bayi.
- Bayi segera pulang dan ibu 3. Orientasi ibu pada 3. Ketidaktahuan
dapat merawat bayinya sendiri. lingkungan rumah sakit. memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat 4. Menjalin kontak batin
ibu berkunjung (batasi oleh antara ibu dan bayi .

29
DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 2004, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta


Aliyah Anna, dkk. 2005, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia
(Perinasia): Jakarta
Effendi Nasrul, 2008, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka prawirohardjo:Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai