Anda di halaman 1dari 5

PAHLAWAN JAWA BARAT

(1)

Dewi Sartika lahir dari keluarga Sunda yang ternama, yaitu R. Rangga Somanegara
dan R. A. Rajapermas di Cicalengka pada 4 Desember 1884. Ketika masih kanak-
kanak, ia selalu bermain peran menjadi seorang guru ketika seusai sekolah bersama
teman-temannya. Setelah ayahnya meninggal, ia tinggal bersama dengan
pamannya. Ia menerima pendidikan yang sesuai dengan budaya Sunda oleh
pamannya, meskipun sebelumnya ia sudah menerima pengetahuan mengenai
budaya barat. Pada tahun 1899, ia pindah ke Bandung.
Pada 16 Januari 1904, ia membuat sekolah yang bernama Sekolah Isteri di Pendopo
Kabupaten Bandung. Sekolah tersebut kemudian direlokasi ke Jalan Ciguriang dan
berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri pada tahun 1910. Pada tahun
1912, sudah ada sembilan sekolah yang tersebar di seluruh Jawa Barat, lalu
kemudian berkembang menjadi satu sekolah tiap kota maupun kabupaten pada
tahun 1920. Pada September 1929, sekolah tersebut berganti nama menjadi
Sekolah Raden Dewi.
Ia meninggal pada 11 September 1947 di Cineam ketika dalam masa perang
kemerdekaan.
(2)

Otto Iskandardinata lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung.


Ayah Otto adalah keturunan bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto adalah
anak ketiga dari sembilan bersaudara.
alam kegiatan pergarakannya pada masa sebelum kemerdekaan, Otto pernah
menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung pada periode 1921-
1924, serta sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ketika
itu, ia menjadi anggota Gemeenteraad ("Dewan Kota") Pekalongan mewakili Budi
Utomo.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Otto menjabat sebagai Menteri
Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas
mempersiapkan terbentuknya BKR dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh
Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Otto diperkirakan telah menimbulkan
ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia menjadi korban penculikan
sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian hilang dan
diperkirakan terbunuh di daerah Banten
(3)

Prof. Iwa Koesoemasoemantri, S.H. Latin: Iwa Kusumasumantri; lahir


di Ciamis, 31 Mei 1899 – meninggal 27 November 1971 pada umur 72 tahun)
atau Iwa Kusumasumantri (Ejaan Soewandi), adalah
seorang politikus Indonesia. Iwa lulus dari sekolah hukum di Hindia
Belanda (sekarang Indonesia) dan Belanda sebelum menghabiskan waktu di
sebuah sekolah di Uni Soviet.
Setelah kembali ke Indonesia ia membuktikan dirinya sebagai seorang
pengacara, nasionalis, dan, kemudian, seorang tokoh hak-hak pekerja.
Selama dua puluh tahun pertama kemerdekaan Indonesia, Iwa memegang
beberapa posisi kabinet.
Setelah pensiun ia melanjutkan pengabdiannya dengan terus menulis. Pada
tahun 2002 Iwa dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
(4)

Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja (EYD: Juanda Kartawijaya; lahir


di Tasikmalaya, Hindia Belanda, 14 Januari 1911 – meninggal di Jakarta, 7
November 1963 pada umur 52 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-
10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959.
Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.
Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi
Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk
laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan
wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam
konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the
Sea (UNCLOS) .
Namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara di Surabaya, Jawa
Timur yaitu Bandar Udara Internasional Juanda atas jasanya dalam
memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat
terlaksana. Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya
di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dalam taman ini terdapat
Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda. Dan namanya pun juga diabadikan
sebagai nama jalan di Jakarta yaitu JL. Ir. Juanda di bilangan Jakarta Pusat,
dan nama salah satu Stasiun Kereta Api di Indonesia, yaitu Stasiun Juanda.
Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serang jantung dan
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan
Presiden RI No.244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh
nasional/pahlawan kemerdekaan nasional.
Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik
Indonesia, mengabadikan Djoeanda di pecahan uang kertas rupiah baru NKRI,
pecahan Rp50.000.

Anda mungkin juga menyukai