Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja di
pertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar
pendidikan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, media
massa memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang
cenderung melecehkan posisi guru.

Masyarakat/orang tua murid pun kadang-kadang mencemooh dan menuding


guru tidak kompeten, tidak berkualitas, dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak
bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau mempunyai kemampuan
yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Sikap dan perilaku masarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena
memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar/ atau menyimpang dari kode
etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apapun yang diperbuat guru mengundang
reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat di maklumi karena dengan adaya
sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogianya menjadi anutan bagi
masyarakat di sekitarnya.

Lebih dari sekedar anutan, hal ini pun menunjukkan bahwa sampai saat ini
masih di anggap eksis, sebab sampai kapan pun posisi/peran guru tidak akan bisa di
gantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru menyangkut pembinaan
sifat mental manusia yang menyangkut aspek-asek yang bersifat manusiawi yang unik
dalam arti yang berbeda.

Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru di sebabkan oleh


beberapa faktor berikut.

1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru


asalkan ia berpengetahuan.

2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat


seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
2

3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi untuk mengembangkan


profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi
untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin
merosot, (Dr. Nana Sudjana, 1998).

Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap


profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri, diantaranya,
rendahnya kompetensi profesionalisme mereka. Dari pernyataan tersebut sudah saatnya
kompetensi profesi guru di dingkatkan. Ole sebab itulah pemerintah saat ini
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya untuk meningkatkan kualitas
profesionalisme guru di antaranya dengan alih fungsinya SPG/SGO menjadi lembaga
lain yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

Namun semua upaya tersebut tidak akan membawa hasil tanpa peran serta
guru, sebab tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan
tuntutan kebutuhan pribadi guru, tanggung jawab mempertahankan dan
mengembangkan profesinya tidak dapat dilakukan oelh orang lain kecuali oleh dirinya
sendiri.

Guru harus peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan


serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Di sinilah tugas guru untuk
senantiasa meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas
pendidikannya sehingga apa yang diberikan kepada siswanya tidak telalu ketinggalan
perkembangan kemajuan zaman.

Bahkan tidak cukup hanya dengan itu saja, untuk membangun kembali puing-
puing kepercayaan masyarakat terhadap profesi guru yang hampir tumbang diterjang
kemajuan zaman, maka guru perlu tampil disetiap kesempatan baik sebagai pendidik,
pendidik, pelatih, innovator, maupun dinamisator pembangunan masyarakat yang
bermoral pancasila, sekaligus mencerdaskan bangsa Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Bagaimana definisi kompetensi guru ?
3

2. Bagaimana definisi profsionalisme guru?


3. Bagaimana definisi kewibawaan guru?
4. Apa saja masalah guru dan bagaimana solusi/ upaya pemecahannya?

C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memehami definisi kompetensi guru
2. Mengetahui dan memehami definisi profsionalisme guru?
3. Mengetahui dan memehami definisi kewibawaan guru?
4. Mengetahui dan memehami masalah guru serta solusi/ upaya pemecahannya?
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. KOMPETENSI GURU
Kompetensi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan
oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
W. Robert Housten mendefinisikan kompetensi dengan “competence
ordinarilyis defined as adequacly for a as possesi on of require knowledge, skill and
abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Definisi tersebut mengandung arti
bahwa calon pendidik perlu memersiapkan diri untuk mengusai sejumlah pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia
dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keinginan dan harapan
peserta didiknya.
McLeod (1990 : 102) mendefinisikan kompetensi sebagai perilaku yang
rasional untuk mencapai tujuan yang dipernyaratkan sesuai dengan kondisi yang
diharapkan. Usman (1994: 78) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kulifikasi atau kemampuan seseorang baik dalam kualitatif maupun
kuantitatif.
Kompetensi merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan seseorang
dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan tersebut yang dapat dilihat. Untuk dapat
melakukan suatu pekerjaan, seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya. 1
Mengacu pada pengertian kompetensi diatas, Pada dasarnya, kompetensi
diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan. Kompetensi guru dapat dimaknai
sebagai gambaran tentang apa yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan
pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukan
dalam proses belajar mengajar.

1
Suyanto dan Asep Jihad. Menjadi Guru Profesional (Jogjakarta:Erlangga,2013), hlm. 39.
5

Dalam UUDG pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan kompetensi guru


sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi:
1. Kompetensi Pedagogik
Yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008
tentang guru, pasal 3 ayat (4) “kompetensi pedagogik merupakan kemampuan para
guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi: (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman
terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum atau silabus, (4) perancangan
pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6)
evaluasi hasil belajar, (7) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian
Yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Dijelaskan
secara rinci dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 bab 2 pasal 3 bahwa
kompetensi kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang
beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana demokratif, mantap,
jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat secra objektif
mengevaluasi kinerja sendiridan mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan.
3. Kompetensi Sosial
Yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berintraksi secara efektif
dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali peserta didik
dan masyarakat luas.2 Hal tersebut diuraikan lebih lanjut kemampuan guru sebagai
bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk : (1)
berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat, (2) menggunakan teknologi,
komunikasi dan infomasi secara fungsional, (3) bergaul secara efektif dengan

2
Hamzah B. Uno. Profesi Kependidikan (Jakarta: Bumi Aksa, 2007), hlm. 19
6

peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta
didik, (4) bergaul secara santun dengan masyarakat.
4. Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang diterapkan dalam standar nasional pendidikan. Dijelaskan secara
rinci data PP nomor 74 tahun 2008 bahwa kompetensi profesional guru merupakan
kemampuan guru dalam mengusai pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang
diampunya meliputi, (1) menguasai materi secara luas sesuai dengan satuan
pendidikan mata pelajaran yang akan diampu, (2) menguasai konsep dan metode
disiplin pengetahuan teknologi sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran
yang diampu.
Keempat bidang kompetensi diatas tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan
saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain dan memunyai hierarkis,
artinya saling mendasari satu sama lainnya kompetensi yang satu mendasari
kompetensi yang lainnya.3

B. PROFESIONALISME GURU
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya.
Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga
profesional, usaha terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional, dst.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu
berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku,
keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional.
“Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-
kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan

3
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional (Depok: Rajawali Pers,2013), hlm. 75
7

berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut


dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang
tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).4
Seorang guru atau dapat dikatakan memiliki profesionalisme apabila memiliki
sepuluh cirri sebagai berikut :
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau
diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar
dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan
bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa
mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan
dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama
secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen
didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan
membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam
kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka
selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswanya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong
semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik
mereka.
7. Pengetahuan tentang Kurikulum

4
http : //munasabahli.blogspot.com/2012/03/makalah-kompetensi-guru.html
8

Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum


sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan
pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang
baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang
mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan
menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi
pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka
gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami
dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang
dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat
menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

C. KEWIBAWAAN GURU
Konsep kewibawaan diadopsi dari bahasa belanda yaitu” Gezaq” yang berasal
dari kata “segen” yang berarti berkata. Siapa yang perkataannya yang mempunyai
kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan terhadap
orang itu.5

Wibawa adalah sifat yang memperlihatkan kemampuan untuk mempengaruhi


orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan daya
tarik. Perlu dipahami bahwa kewibawaan yang dimillki seseorang ada yang berupa
alamiah dan non alamiah. Kewibawaan alamiah adalah kewibawaan yang diperoleh
dari suatu keturunan, seperti kewibawaan orang tua (bapak-ibu) pada anaknya. Anak
dengan sendirinya merasa sungkan atau rikuh pada bapak-ibunya walaupun mereka
tidak menjadi pejabat, tidak berpengetahuan, dan tidak pula berharta.
Kewibawaan non alamiah adalah kewibawaan yang berasal dari eksternal, yaitu
orang lain yang dianggap mempunyai makna penting dalam kehidupannya, seperti

5
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2004.
9

jabatan, usia lebih tua, harta, dan pengetahuan. Kewibawaan selalu diharapkan oleh
setiap guru karena mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Bagi guru
Fungsinya yakni guru mendapat simpatik pada peserta didiknya yang tumbuh dari
hati nurani siswa itu sendiri. Hal ini tentunya akan memperlancar proses
pembelajaran, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan bersama.
b. Bagi siswa
Dengan kewibawaan guru siswa pasti mudah mengikuti aturannya dan siswa pun
akan mencapai hasil belajar yang maksimal.
c. Bagi sekolah
Semua tergantung pada kewibawaan guru dalam sekolah tersebut. Artinya, sekolah
akan kualitas manakala guru-gurunya berwibawa. Sebaliknya, sekolah akan
menjadi tidak berkualitas, siswanya nakal, banyak yang tidak lulus ujian, apabila
guru-gurunya tidak berwibawa.
d. Bagi pemerintah
Apabila guru sudah berwibawa dan sekolah berkualitas, maka pemerintah akan
mempunyai generasi yang akan meneruskan pemerintahan dengan berkualitas pula.

Di dalam kelas terdapat interaksi belajar antara guru dan siswa dengan
seperangkat media yang diperlukan. Keberadaan guru dalam kelas tidak hanya sekedar
memantau siswa belajar ilmu pengetahuan, melainkan bagaimana guru membentuk
sikap atau perilaku siswa. Disamping itu, di dalam kelas guru berperan pula
membentuk keterampilan siswanya. Dalam belajar di kelas, siswa lebih banyak
meniru perilaku guru dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Untuk itu, guru
ketika mengajar di kelas hendaknya berwibawa sehingga dapat membentuk perilaku
atau kepribadian siswa. Kewibawaan guru dalam kelas dapat ditempuh dengan jalan;
sikap, kognitif maupun keterampilan.
1. Kewibawaan Sikap
Kewibawaan sikap merupakan bagian dari ranah afektif selain kemauan
menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Menerima, artinya sikap yang memperhatikan untuk memperoleh sesuatu dari
objek sebagai rangsangannya, seperti menerima pendapat orang lain dari buku yang
telah dibaca. Menanggapi, adalah sikap dalam merespon stimulant dengan penuh
perhatian, antusias, proaktif, seperti diskusi kelas, menyelesaikan tugas dan
menjawab pertanyaan guru. Berkeyakinan, yaitu sikap untuk menerima sistem
nilai, norma dan etika. Penerapan karya, merupakan sikap menerima pada berbagai
10

sistem nilai, moral atau etika yang berbeda-beda berdasarkan suatu sitem nilai yang
tinggi dan lebih baik. Ketekunan, sikap yang memiliki sistem nilai, moral atau etika
paling tinggi untuk menyesuaikan diri dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam
melihat sesuatu secara objektif.
Kewibawaan sikap tersebut, guru hendaknya mampu menanamkan kepada
siswanya secara utuh, tidak sepotong-potong. Siswa mempunyai sikap saling
menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibawaan guru yang
berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran berjalan
efektif dan efisien.
2. Kewibawaan Kognitif
Guru hendaknya berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar
dengan menggunakan kemampuan otak yang maksimal. Kewibawaan ini dapat
ditempuh dengan langkah:
a. Pengetahuan, merupakan kumpulan dari objek yang hendak diketahui oleh
siswa. Sebelum guru menyampaikan pengetahuan kepada siswa hendaknya
dipersiapkan secara matang sehingga siswa puas dan dapat termotivasi serta
gurunya pun berwibawa.
b. Pemahaman, yaitu aktivitas untuk memahami sesuatu dengan cara
menginterpretasikan, menjelaskan, dan mampu membuat kesimpulan untuk
dijadikan suatu konsep, prinsip, teori atau dalil.
c. Penerapan, adalah kemampuan untuk menjelaskan atau menafsirkan materi ajar
yang sudah disampaikan kepada siswa untuk diterapkan dalam situasi baru,
yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip teori atau dalil sesuai dengan
kemampuan siswa masing-masing.
d. Analisis, yaitu kemmpuan guru dalam mengidentifikasi atau menjabarkan
materi ajar menjadi bagian-bagian yang mempunyai hubungan antar satu
dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut menjadi utuh dan mudah
dimengerti. Disinilah guru mempunyai tugas yang agak berat karena tingkat
analisis siswa berbeda-beda.
e. Sintesis, yakni kemampuan guru dalam menyatukan bagian-bagian yang sudah
terpisah sesuai sifat dan jenis masalah yang terdapat dalam materi pelajaran
sehingga menjadi bagian yang utuh. Dalam hal ini guru menyajikan data, fakta
dan informasi untuk diolah dan dirumuskan sehingga menjadi pola yang
terstruktur dengan baik.
11

f. Evaluasi, adalah kemampuan guru untuk mengadakan penilaian atas hasil


belajar siswa berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam bidang materi
ajar. Dengan evaluasi ini, guru diharapkan pula obyektif sehingga mampu
menjadikan siswa percaya, taat, dan tunduk kepadanya dengan sungguh-
sungguh, tidak hanya sekedar ketakutan yang terpaksa.
3. Kewibawaan Keterampilan
Ketarampilan merupakan wujud siswa dalam menerapkan suatu teori.
Artinya, siswa tidak hanya diharapkan pandai dalam ranah afektif (sikap), kognitif
(intelektual) semata, akan tetapi keterampilan siswa dalam menerapkan sesuatu
menjadi keniscayaan untuk menjadi siswa yang berhasil dalam belajar. Guru akan
berwibawa dalam kelas apabila ia terampil menerapkan sesuatu yang sesuai dengan
materi pelajaran kepada siswanya. Kewibawaan keterampilan guru ini dapat
ditempuh dengan cara sebagai berikut;
a. Persepsi, yaitu kesanggupan guru dalam memandang materi pelajaran dengan
cara membuka peluang siswa untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan bahan
ajar yang akan dipelajari. Dalam hal ini guru menyuruh siswa untuk
menggunakan keterampilan indranya, seperti; tangan terampil memainkan alat
musik, kaki terampil memainkan bola dan lain-lainnya.
b. Kesiapan, yakni guru mempersiapkan diri materi pelajaran sesuai dengan tujuan
siswa untuk menjadi terampil. Kesiapan ini beraksentuasi pada melakukan
kegiatan yang dilandasi kesiapan mental, kesiapan fisik, dan kesiapan
emosional. Apabila guru mampu melakukan kesiapan tersebut, maka guru akan
mudah menjadikan siswa terampil dalam melakukan kegiatan yang imbasnya
adalah guru benar-benar berwibawa.
c. Mekanisme, merupakan bentuk kewibawaan guru di dalam kelas dengan cara
terampil menanggapi bahan ajar yang telah disampaikan kepada siswa atas
dasar pertanyaan dan permasalah siswa. Disinilah, guru membentuk kebiasaan
siswa sehingga secara mekanik-otomistis siswa mahir dan terampil
menjalankan kegiatan pembelajaran.
d. Respon terbimbing, adalah memerintah anak untuk mengikuti dan mengulangi
hingga sampai pada hasil keterampilan yang benar. Siswa pun disuruh untuk
melakukan sesuatu yang berupa uji coba berdasarkan tanggapan dan
kemampuan keterampilannya masing-masing dengan bimbingan seorang guru.
12

e. Kemahiran, yaitu guru mengaiar di dalam kelas dengan tingkat kemapanan


siswa. Artinya, siswa dibentuk keterampilannya untuk berbuat sesuatu sehingga
hasilnya lebih baik dan waktunya lebih cepat. Disinilah kewibawaan guru akan
menjadi bertambah di hahadapan siswa.
f. Adaptasi, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan menggunakan pendekatan
individual siswa. Siswa diberi kesempatan ntuk berkembang sendiri dengan
cara mampu memodifikasi pola gerak, berbuat, dan bertindak sesuai dengan
kebutuhannya.
g. Originasi, yaitu kewibawaan guru dalam mengajar di kelas untuk menjadikan
siswa terampil dalam menciptakan sesuatu dengara sendirinya, tanpa
bimbingan guru secara langsung. Seperti; siswa terampil membuat komputer,
siswa terampil membuat pola pakaian, siswa terampil membuat desain rumah
yang aman dan nyaman, dan lain sebagainya.6

D. MASALAH GURU DAN SOLUSI / PEMECAHANNYA

Tahun 2018, tepatnya April, DPD RI menginisiasi perubahan UU Guru dan Dosen
Nomor 14 Tahun 2005. Dibentuklah lima tim ahli, dua dari PGRI dan tiga dari ADI
yang bekerja selama enam bulan. Dari proses kerja tim ahli dan anggota DPD RI itu
ditemukan masalah-masalah guru, di antaranya menyangkut: pemerataan, kompetensi,
pelindungan, dan kesejahteraan.

1. Pemerataan
Bukan hanya kekurangan guru PNS dan guru tetap atau kontrak, Indonesia
mengalami mismanajemen distribusi guru. Satu sekolah, satu kecamatan, atau satu
kabupaten/kota kelebihan guru, sementara yang lainnya kekurangan guru.
Perekrutan, penempatan, dan mutasi guru tidak profesional.
Guru bukan PNS di sekolah negeri 735,82 ribu orang dan guru bukan PNS di
sekolah swasta 798,2 ribu orang. Jumlah tenaga guru honorer K2 saat ini mencapai
1,53 juta orang, dari jumlah guru keseluruhan sebanyak 3,2 juta orang. Saat ini,
Indonesia kekurangan guru berstatus PNS sebanyak 988.133 orang (Safyra, 2018).
Tingginya jumlahnya guru honorer bukti sekolah kekurangan guru. Banyak
guru telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tetapi statusnya masih honorer.

6
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group. 2008
13

Selain menjadi PNS, guru-guru yang sudah mengabdi dan dianggap kompeten bisa
diangkat menjadi guru kontrak.
Sebelum guru-guru pensiun sudah disiapkan penggantinya minimal satu
tahun sebelumnya. Pemenuhan kecukupan guru tidak hanya menghitung sekolah-
sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Guru PNS atau kontrak diperbantukan
di sekolah-sekolah swasta, bahkan mungkin di pesantren sebagai guru mengaji
kitab kuning, menghafal Alquran, atau guru mengaji.
Skenario pemerataan guru bisa dilakukan dengan cara menawarkan
kepindahan kepada guru, atau bisa dalam konteks minimal tiga (3) atau lima (5)
tahun ke depan. Pertama, pengangkatan guru PNS atau guru kontrak berdasarkan
domisili; kedua, menyiapkan putra-putri daerah terbaik kuliah di fakultas keguruan
untuk dijadikan guru di daerahnya masing-masing.
Selain pemerataan guru, pemerataan sapras juga menjadi kendala pendidikan
bangsa ini. Akses jalan dan transfortasi siswa menuju sekolah, kualitas ruang kelas,
toilet, perpustakaan, UKS, lapangan bermain, sangat jauh standarnya antar satu
sekolah dengan sekolah lainnya. Kualitas sapras sangat berpengaruh terhadap
kinerja guru dan motivasi belajar siswa.
Pemerintah dan Pemda harus berkomitmen menstandarkan sapras sekolah di
nusantara ini. Harus ada gerakan memotong gaji pejabat Negara, atau uang hasil
korupsi dari para koruptor untuk membangun sapras sekolah. Dibuat regulasi agar
dunia usaha dan dunia industri membantu pemenuhan sapras sekolah-sekolah di
sekitarnya.
2. Kompetensi
Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) beberapa tahun terakhir menunjukkan
kompetensi guru Indonesia rendah. Peringkat rendah Indonesia dalam beberapa
pemeringkatan dunia tentang kemampuan siswa dalam bidang membaca,
Matematika, dan Sains juga secara tidak langsung menunjukkan kelemahan
kompetensi guru. Rata-rata nasional hasil UKG 2015 bidang pedagogik dan
profesional adalah 53,02. Untuk kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata
nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal
(SKM), yaitu 55 (Maulipaksi, 2016).
Tanda lain guru tidak kompeten adalah tidak bisa menggunakan komputer,
metode mengajarnya ceramah, tidak bisa menerapkan metode mengajar yang aktif
14

dan menyenangkan, tidak bisa memanfaatkan dan mengolah informasi dari


internet, tidak kontekstual, dan seterusnya.
Ada memang guru yang sudah tidak memiliki motivasi belajar. Merasa benar
dengan apa yang dimiliki dan dilakukannya selama ini. Guru ini sebaiknya mutasi
menjadi tenaga kependidikan atau pensiun dini. Pemerintah segera memulai
standarisasi perekrutan guru, standarisasi fakultas keguruan, dan standarisasi PPG.
Menurut Mark Brundrett dan Peter Silcock (2002:101) dalam buku
Achieving Competence, Success and Excellence in Teaching, “Profesionalisme
guru dipengaruhi oleh regulasi, ruang kelas, komunitas sekolah, dan proses
pembelajaran di fakultas keguruan”.
Perlu badan khusus, organisasi profesi guru, atau fakultas keguruan—atau
unsur kedua terakhir bergabung, yang menyeleksi calon guru selain harus sudah
memiliki sertifikat pendidik. Peran psikolog dalam tim ini penting untuk
mengetahui minat dan bakat guru dalam diri seseorang.
Pembatasan fakultas keguruan. Saat ini jumlahnya terlalu banyak dan banyak
yang tidak bermutu. Fakultas keguruan harus memiliki wibawa di masyarakat. Ia
harus dijadikan fakultas elit dan idaman generasi muda. Fakultas keguruan hanya
milik pemerintah alias negeri. Input mahasiswa keguruan harus standar tinggi.
Dibentuk badan khusus pelaksana PPG atau Prodi PPG di fakultas keguruan.
Dengan demikian, akan dimiliki calon-calon guru yang berkualitas tinggi,
yang siap menggantikan generasi guru yang tidak kompeten. Sejak semula, guru
disiapkan dengan baik, mulai dari input, proses, hingga seleksinya. Guru menjadi
profesi tertutup, di mana selain alumni fakultas keguruan tidak bisa menjadi guru.
Pilihan kedua, menjadi profesi terbuka dengan syarat proses PPG bagi mereka
dilaksanakan secara baik dan penuh tanggung jawab.
PGRI telah melakukan pelatihan-pelatihan menulis artikel dan buku bagi
guru-guru Indonesia, yang bermitra dengan Kemendikbud, Jawa Pos, Kompas,
Puskurbuk, dan sebagainya. Pada 2018 ini, PGRI meluncurkan PGRI Smart
Learning and Character Center (PSLCC), sebagai tempat belajar siswa dan guru
dengan media yang interaktif dan menyenangkan. April 2018 PGRI mengukuhkan
Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) di antaranya adalah Asosiasi Guru
Kelas, Asosiasi Guru TIK (Teknologi, Informasi, dan Komputer), Asosiasi Guru
Penulis, Asosiasi Guru Olahraga, dan Asosiasi Guru Bahasa Asing.
15

Maret 2018, PGRI bekerjasama dengan Education International dan mitra


konsorsium dari Australia, Norway, Swedia, dan Jepang menyelenggarakan
pelatihan SIK (sistem informasi keanggotaan) upgraded yang dihadiri oleh
admin/pengurus SIK dari 34 Propinsi. Pelatihan ini untuk memperkenalkan
penggunaan offline sistem di SIK, dimana sistem ini akan sangat berguna di
daerah-daerah yang sulit akses internet, sehingga admin tetap bisa melakukan input
data di SIK tanpa akses internet.
3. Pelindungan
Banyak guru masuk bui atau terluka karena “tindakan mendidik” kepada siswa.
Orangtuanya marah. Tidak terima anaknya ditegur, dipukul, dijewer, atau
diingatkan guru. Dia membalas lebih keras kepada guru. Datang ke sekolah dengan
kepala tegak dan ringan tangan. Kata-katanya menyakitkan. Lupa ia bahwa gurulah
yang selama ini menjaga, mengajar, dan mendidik anaknya—ketika ia sibuk
mencari uang dan mungkin bersenang-senang.
Amy Steketee, Baker, dan Daniel LLP, menulis dalam artikel yang berjudul
Are State and Federal Teacher Protection Acts Needed To Protect Teachers from
Litigation Concerning Student Discipline?” (2012: 180), “Di beberapa tempat,
bahkan yang sudah memiliki regulasi perlindungan guru, guru yang tidak bersalah
harus membayar mahal dan mengalami stres untuk membela diri di pengadilan”.
Guru juga manusia biasa yang bisa salah, karena itu ia bisa dihukum sesuai
kode etik guru; sesuai hukum profesi guru. Orangtua tidak bisa main hakim sendiri
karena pandangan merendahkan guru dan tidak berarti baginya. Banyaknya guru
menjadi korban kekerasan orangtua bahkan dipenjara menunjukkan pemerintah
perlu melindungi profesi guru. Pada 2017, PGRI dan Polri telah melakukan MoU
dan memiliki pedoman kerjasama tentang Perlindungan Hukum Profesi Guru.
Lainnya, guru sering menjadi korban kesewenangan kepala daerah, yaitu
mutasi ke sekolah lain tanpa alasan jelas, atau pemberhentian sebagai kepala
sekolah karena digantikan oleh guru pilihannya. Hal ini terjadi karena sebagian
guru menjadi tim sukses pasangan tertentu dalam Pilkada. Guru memanfaatkan
atau dimanfaatkan calon kepala daerah.
Ke depan, kesalahan guru dalam menjalankan profesi disidangkan di Dewan
Kehormatan Guru, seperti halnya dokter, polisi, dan tentara. Guru tidak mudah
dibawa ke polisi atau pengadilan. Ide guru dijadikan PNS atau guru tetap pusat
dianggap solusi agar mereka tidak dipermainkan kepala daerah.
16

4. Kesejahteraan
Ketidakadilan dirasakan guru honorer dan guru swasta yang mendapatkan gaji
tidak layak. Di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Gaji guru Indonesia
sangat beragam tergantung status dan kualitas sekolahnya. Guru PNS dan guru di
sekolah kelas menengah cukup sejahtera, sedangkan guru honorer dan yang belum
sertifikasi sangat tidak sejahtera.
Menurut Marianne Perie, dkk. (1996: 203) dalam buku Education Indicators:
An International Perspective, “Gaji guru adalah standar hidup guru dan
menunjukkan berapa yang masyarakat bayar untuk bekerja dalam bidang
pendidikan”.
Pemerintah harus segera menetapkan standar minimal gaji guru, baik di
sekolah negeri maupun sekolah swasta. Jangan ada larangan sekolah menarik iuran
bulanan bagi orangtua yang mampu. BOS tidak cukup untuk membayar layak guru-
guru honorer. Koperasi sekolah dikelola dengan baik agar keuntungannya untuk
kesejahteraan guru dan staf. Kepala sekolah membuat program yang menarik dunia
usaha dan dunia industri untuk peduli kesejahteraan guru.
Standarisasi gaji guru baik PNS maupun non-PNS akan merubah citra profesi
guru, menarik minat masyarakat untuk menjadi guru, dan mendorong persaingan
ketat generasi muda cerdas untuk masuk ke fakultas keguruan atau mengikuti
Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sebaliknya, jurang dalam perbedaan gaji guru
PNS dan non-PNS membuat profesi guru tidak menarik bagi masyarakat menengah
dan generasi muda cerdas.

Dalam setiap kegiatan organisasi yang dihadiri oleh Dirjen GTK, Setjen
Kemendikbud, Mendikbud, Menkeu, Mendagri, Menpanrb, Wapres, atau Presiden,
PGRI tidak lelah menyampaikan masalah-masalah guru, termasuk kesejahteraan
guru. Contoh, mendesak pemerintah mengangkat guru honorer menjadi PNS;
mendorong pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) melekat ke gaji pokok;
meminta pembayarannya tepat waktu dan tepat jumlah.
17

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Guru adalah profesi yang akan membawa generasi muda Indonesia berdaya saing
tinggi di kancah lokal dan global. Jumlah dan mutu guru akan menentukan nasib
bangsa ini di masa depan. Karena itu, guru harus disiapkan sejak semula agar terpilih
dan lahir guru-guru yang kompeten dan punya integritas tinggi (pprofesional).
Guru hebat melahirkan generasi yang cerdas dan berkarakter. Untuk mencapai hal
tersebut, seorang guru perlu memiliki kewibawaan. Menjadi seorang guru yang
berwibawa tentu sangatlah tidak mudah. Seorang guru yang berwibawa harus memiliki
beberapa faktor penting. Faktor penting tersebut bisa berasal dari dalam dirinya
maupun dari luar dirinya. Sebagai seorang guru yang berwibawa, tentu akan lebih
mudah mendapatkan perhatian dari siswa. Yang perlu diperhatikan agar kita bisa
menjadi guru yang berwibawa ialah bagaimana sikap kita yang meliputi menerima,
menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Terkait masalah yang dihadapi oleh guru, Pemerintah segera membenahi regulasi
dan sistem terkait guru, mulai dari penertiban fakultas keguruan, PPG, perekrutan guru,
penempatan, pelindungan, pelatihan kompetensi, dan tentu saja kesejahteraan.
Pemerintah tidak bisa sendiri, tetapi bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dan
dunia industri.

B. SARAN
Seorang guru yang baik ialah guru yang mampu mengajar siswanya dengan penuh
kesabaran, keihklasan serta ketulusan hati. Namun, tentu hal itu memang tidak mudah.
Oleh karena itu penulis memberikan saran agar para guru senantiasa selalu berusaha
memberikan yang terbaik khususnya untuk para siswa, dan juga guru harus memiliki
kewibawaan di dalam dirinya. Dengan hal ini, jika seorang guru memiliki kewibawaan
yang terpancar dari dalam dirinya. Maka niscaya insya Allah siswa akan selalu patuh
dan menuruti guru yang memiliki kewibawaan.
18

DAFTAR PUSTAKA

Mudlofir, Ali. 2013. Pendidik Profesional, Depok: Rajawali Pers

Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan, Jakarta: Bumi Aksa

Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung


Persada Press
Suyanto, Asep Jihad. 2013. Menjadi Guru Profesional , Jogjakarta : Erlangga

Thoifuri, 2008. Menjadi Guru Inisiator. Semarang : RaSAIL Media Group

http : //munasabahli.blogspot.com/2012/03/makalah-kompetensi-guru.html, 30/10/2019

Anda mungkin juga menyukai