BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja di
pertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar
pendidikan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, media
massa memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang
cenderung melecehkan posisi guru.
Sikap dan perilaku masarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena
memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar/ atau menyimpang dari kode
etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apapun yang diperbuat guru mengundang
reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat di maklumi karena dengan adaya
sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogianya menjadi anutan bagi
masyarakat di sekitarnya.
Lebih dari sekedar anutan, hal ini pun menunjukkan bahwa sampai saat ini
masih di anggap eksis, sebab sampai kapan pun posisi/peran guru tidak akan bisa di
gantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru menyangkut pembinaan
sifat mental manusia yang menyangkut aspek-asek yang bersifat manusiawi yang unik
dalam arti yang berbeda.
Namun semua upaya tersebut tidak akan membawa hasil tanpa peran serta
guru, sebab tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan
tuntutan kebutuhan pribadi guru, tanggung jawab mempertahankan dan
mengembangkan profesinya tidak dapat dilakukan oelh orang lain kecuali oleh dirinya
sendiri.
Bahkan tidak cukup hanya dengan itu saja, untuk membangun kembali puing-
puing kepercayaan masyarakat terhadap profesi guru yang hampir tumbang diterjang
kemajuan zaman, maka guru perlu tampil disetiap kesempatan baik sebagai pendidik,
pendidik, pelatih, innovator, maupun dinamisator pembangunan masyarakat yang
bermoral pancasila, sekaligus mencerdaskan bangsa Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Bagaimana definisi kompetensi guru ?
3
C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memehami definisi kompetensi guru
2. Mengetahui dan memehami definisi profsionalisme guru?
3. Mengetahui dan memehami definisi kewibawaan guru?
4. Mengetahui dan memehami masalah guru serta solusi/ upaya pemecahannya?
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOMPETENSI GURU
Kompetensi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan
oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
W. Robert Housten mendefinisikan kompetensi dengan “competence
ordinarilyis defined as adequacly for a as possesi on of require knowledge, skill and
abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Definisi tersebut mengandung arti
bahwa calon pendidik perlu memersiapkan diri untuk mengusai sejumlah pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia
dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keinginan dan harapan
peserta didiknya.
McLeod (1990 : 102) mendefinisikan kompetensi sebagai perilaku yang
rasional untuk mencapai tujuan yang dipernyaratkan sesuai dengan kondisi yang
diharapkan. Usman (1994: 78) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kulifikasi atau kemampuan seseorang baik dalam kualitatif maupun
kuantitatif.
Kompetensi merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan seseorang
dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan tersebut yang dapat dilihat. Untuk dapat
melakukan suatu pekerjaan, seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya. 1
Mengacu pada pengertian kompetensi diatas, Pada dasarnya, kompetensi
diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan. Kompetensi guru dapat dimaknai
sebagai gambaran tentang apa yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan
pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukan
dalam proses belajar mengajar.
1
Suyanto dan Asep Jihad. Menjadi Guru Profesional (Jogjakarta:Erlangga,2013), hlm. 39.
5
2
Hamzah B. Uno. Profesi Kependidikan (Jakarta: Bumi Aksa, 2007), hlm. 19
6
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta
didik, (4) bergaul secara santun dengan masyarakat.
4. Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang diterapkan dalam standar nasional pendidikan. Dijelaskan secara
rinci data PP nomor 74 tahun 2008 bahwa kompetensi profesional guru merupakan
kemampuan guru dalam mengusai pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang
diampunya meliputi, (1) menguasai materi secara luas sesuai dengan satuan
pendidikan mata pelajaran yang akan diampu, (2) menguasai konsep dan metode
disiplin pengetahuan teknologi sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran
yang diampu.
Keempat bidang kompetensi diatas tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan
saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain dan memunyai hierarkis,
artinya saling mendasari satu sama lainnya kompetensi yang satu mendasari
kompetensi yang lainnya.3
B. PROFESIONALISME GURU
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya.
Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga
profesional, usaha terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional, dst.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu
berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku,
keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional.
“Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-
kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan
3
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional (Depok: Rajawali Pers,2013), hlm. 75
7
4
http : //munasabahli.blogspot.com/2012/03/makalah-kompetensi-guru.html
8
C. KEWIBAWAAN GURU
Konsep kewibawaan diadopsi dari bahasa belanda yaitu” Gezaq” yang berasal
dari kata “segen” yang berarti berkata. Siapa yang perkataannya yang mempunyai
kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan terhadap
orang itu.5
5
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2004.
9
jabatan, usia lebih tua, harta, dan pengetahuan. Kewibawaan selalu diharapkan oleh
setiap guru karena mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Bagi guru
Fungsinya yakni guru mendapat simpatik pada peserta didiknya yang tumbuh dari
hati nurani siswa itu sendiri. Hal ini tentunya akan memperlancar proses
pembelajaran, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan bersama.
b. Bagi siswa
Dengan kewibawaan guru siswa pasti mudah mengikuti aturannya dan siswa pun
akan mencapai hasil belajar yang maksimal.
c. Bagi sekolah
Semua tergantung pada kewibawaan guru dalam sekolah tersebut. Artinya, sekolah
akan kualitas manakala guru-gurunya berwibawa. Sebaliknya, sekolah akan
menjadi tidak berkualitas, siswanya nakal, banyak yang tidak lulus ujian, apabila
guru-gurunya tidak berwibawa.
d. Bagi pemerintah
Apabila guru sudah berwibawa dan sekolah berkualitas, maka pemerintah akan
mempunyai generasi yang akan meneruskan pemerintahan dengan berkualitas pula.
Di dalam kelas terdapat interaksi belajar antara guru dan siswa dengan
seperangkat media yang diperlukan. Keberadaan guru dalam kelas tidak hanya sekedar
memantau siswa belajar ilmu pengetahuan, melainkan bagaimana guru membentuk
sikap atau perilaku siswa. Disamping itu, di dalam kelas guru berperan pula
membentuk keterampilan siswanya. Dalam belajar di kelas, siswa lebih banyak
meniru perilaku guru dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Untuk itu, guru
ketika mengajar di kelas hendaknya berwibawa sehingga dapat membentuk perilaku
atau kepribadian siswa. Kewibawaan guru dalam kelas dapat ditempuh dengan jalan;
sikap, kognitif maupun keterampilan.
1. Kewibawaan Sikap
Kewibawaan sikap merupakan bagian dari ranah afektif selain kemauan
menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Menerima, artinya sikap yang memperhatikan untuk memperoleh sesuatu dari
objek sebagai rangsangannya, seperti menerima pendapat orang lain dari buku yang
telah dibaca. Menanggapi, adalah sikap dalam merespon stimulant dengan penuh
perhatian, antusias, proaktif, seperti diskusi kelas, menyelesaikan tugas dan
menjawab pertanyaan guru. Berkeyakinan, yaitu sikap untuk menerima sistem
nilai, norma dan etika. Penerapan karya, merupakan sikap menerima pada berbagai
10
sistem nilai, moral atau etika yang berbeda-beda berdasarkan suatu sitem nilai yang
tinggi dan lebih baik. Ketekunan, sikap yang memiliki sistem nilai, moral atau etika
paling tinggi untuk menyesuaikan diri dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam
melihat sesuatu secara objektif.
Kewibawaan sikap tersebut, guru hendaknya mampu menanamkan kepada
siswanya secara utuh, tidak sepotong-potong. Siswa mempunyai sikap saling
menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibawaan guru yang
berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran berjalan
efektif dan efisien.
2. Kewibawaan Kognitif
Guru hendaknya berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar
dengan menggunakan kemampuan otak yang maksimal. Kewibawaan ini dapat
ditempuh dengan langkah:
a. Pengetahuan, merupakan kumpulan dari objek yang hendak diketahui oleh
siswa. Sebelum guru menyampaikan pengetahuan kepada siswa hendaknya
dipersiapkan secara matang sehingga siswa puas dan dapat termotivasi serta
gurunya pun berwibawa.
b. Pemahaman, yaitu aktivitas untuk memahami sesuatu dengan cara
menginterpretasikan, menjelaskan, dan mampu membuat kesimpulan untuk
dijadikan suatu konsep, prinsip, teori atau dalil.
c. Penerapan, adalah kemampuan untuk menjelaskan atau menafsirkan materi ajar
yang sudah disampaikan kepada siswa untuk diterapkan dalam situasi baru,
yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip teori atau dalil sesuai dengan
kemampuan siswa masing-masing.
d. Analisis, yaitu kemmpuan guru dalam mengidentifikasi atau menjabarkan
materi ajar menjadi bagian-bagian yang mempunyai hubungan antar satu
dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut menjadi utuh dan mudah
dimengerti. Disinilah guru mempunyai tugas yang agak berat karena tingkat
analisis siswa berbeda-beda.
e. Sintesis, yakni kemampuan guru dalam menyatukan bagian-bagian yang sudah
terpisah sesuai sifat dan jenis masalah yang terdapat dalam materi pelajaran
sehingga menjadi bagian yang utuh. Dalam hal ini guru menyajikan data, fakta
dan informasi untuk diolah dan dirumuskan sehingga menjadi pola yang
terstruktur dengan baik.
11
Tahun 2018, tepatnya April, DPD RI menginisiasi perubahan UU Guru dan Dosen
Nomor 14 Tahun 2005. Dibentuklah lima tim ahli, dua dari PGRI dan tiga dari ADI
yang bekerja selama enam bulan. Dari proses kerja tim ahli dan anggota DPD RI itu
ditemukan masalah-masalah guru, di antaranya menyangkut: pemerataan, kompetensi,
pelindungan, dan kesejahteraan.
1. Pemerataan
Bukan hanya kekurangan guru PNS dan guru tetap atau kontrak, Indonesia
mengalami mismanajemen distribusi guru. Satu sekolah, satu kecamatan, atau satu
kabupaten/kota kelebihan guru, sementara yang lainnya kekurangan guru.
Perekrutan, penempatan, dan mutasi guru tidak profesional.
Guru bukan PNS di sekolah negeri 735,82 ribu orang dan guru bukan PNS di
sekolah swasta 798,2 ribu orang. Jumlah tenaga guru honorer K2 saat ini mencapai
1,53 juta orang, dari jumlah guru keseluruhan sebanyak 3,2 juta orang. Saat ini,
Indonesia kekurangan guru berstatus PNS sebanyak 988.133 orang (Safyra, 2018).
Tingginya jumlahnya guru honorer bukti sekolah kekurangan guru. Banyak
guru telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tetapi statusnya masih honorer.
6
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group. 2008
13
Selain menjadi PNS, guru-guru yang sudah mengabdi dan dianggap kompeten bisa
diangkat menjadi guru kontrak.
Sebelum guru-guru pensiun sudah disiapkan penggantinya minimal satu
tahun sebelumnya. Pemenuhan kecukupan guru tidak hanya menghitung sekolah-
sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Guru PNS atau kontrak diperbantukan
di sekolah-sekolah swasta, bahkan mungkin di pesantren sebagai guru mengaji
kitab kuning, menghafal Alquran, atau guru mengaji.
Skenario pemerataan guru bisa dilakukan dengan cara menawarkan
kepindahan kepada guru, atau bisa dalam konteks minimal tiga (3) atau lima (5)
tahun ke depan. Pertama, pengangkatan guru PNS atau guru kontrak berdasarkan
domisili; kedua, menyiapkan putra-putri daerah terbaik kuliah di fakultas keguruan
untuk dijadikan guru di daerahnya masing-masing.
Selain pemerataan guru, pemerataan sapras juga menjadi kendala pendidikan
bangsa ini. Akses jalan dan transfortasi siswa menuju sekolah, kualitas ruang kelas,
toilet, perpustakaan, UKS, lapangan bermain, sangat jauh standarnya antar satu
sekolah dengan sekolah lainnya. Kualitas sapras sangat berpengaruh terhadap
kinerja guru dan motivasi belajar siswa.
Pemerintah dan Pemda harus berkomitmen menstandarkan sapras sekolah di
nusantara ini. Harus ada gerakan memotong gaji pejabat Negara, atau uang hasil
korupsi dari para koruptor untuk membangun sapras sekolah. Dibuat regulasi agar
dunia usaha dan dunia industri membantu pemenuhan sapras sekolah-sekolah di
sekitarnya.
2. Kompetensi
Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) beberapa tahun terakhir menunjukkan
kompetensi guru Indonesia rendah. Peringkat rendah Indonesia dalam beberapa
pemeringkatan dunia tentang kemampuan siswa dalam bidang membaca,
Matematika, dan Sains juga secara tidak langsung menunjukkan kelemahan
kompetensi guru. Rata-rata nasional hasil UKG 2015 bidang pedagogik dan
profesional adalah 53,02. Untuk kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata
nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal
(SKM), yaitu 55 (Maulipaksi, 2016).
Tanda lain guru tidak kompeten adalah tidak bisa menggunakan komputer,
metode mengajarnya ceramah, tidak bisa menerapkan metode mengajar yang aktif
14
4. Kesejahteraan
Ketidakadilan dirasakan guru honorer dan guru swasta yang mendapatkan gaji
tidak layak. Di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Gaji guru Indonesia
sangat beragam tergantung status dan kualitas sekolahnya. Guru PNS dan guru di
sekolah kelas menengah cukup sejahtera, sedangkan guru honorer dan yang belum
sertifikasi sangat tidak sejahtera.
Menurut Marianne Perie, dkk. (1996: 203) dalam buku Education Indicators:
An International Perspective, “Gaji guru adalah standar hidup guru dan
menunjukkan berapa yang masyarakat bayar untuk bekerja dalam bidang
pendidikan”.
Pemerintah harus segera menetapkan standar minimal gaji guru, baik di
sekolah negeri maupun sekolah swasta. Jangan ada larangan sekolah menarik iuran
bulanan bagi orangtua yang mampu. BOS tidak cukup untuk membayar layak guru-
guru honorer. Koperasi sekolah dikelola dengan baik agar keuntungannya untuk
kesejahteraan guru dan staf. Kepala sekolah membuat program yang menarik dunia
usaha dan dunia industri untuk peduli kesejahteraan guru.
Standarisasi gaji guru baik PNS maupun non-PNS akan merubah citra profesi
guru, menarik minat masyarakat untuk menjadi guru, dan mendorong persaingan
ketat generasi muda cerdas untuk masuk ke fakultas keguruan atau mengikuti
Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sebaliknya, jurang dalam perbedaan gaji guru
PNS dan non-PNS membuat profesi guru tidak menarik bagi masyarakat menengah
dan generasi muda cerdas.
Dalam setiap kegiatan organisasi yang dihadiri oleh Dirjen GTK, Setjen
Kemendikbud, Mendikbud, Menkeu, Mendagri, Menpanrb, Wapres, atau Presiden,
PGRI tidak lelah menyampaikan masalah-masalah guru, termasuk kesejahteraan
guru. Contoh, mendesak pemerintah mengangkat guru honorer menjadi PNS;
mendorong pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) melekat ke gaji pokok;
meminta pembayarannya tepat waktu dan tepat jumlah.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Guru adalah profesi yang akan membawa generasi muda Indonesia berdaya saing
tinggi di kancah lokal dan global. Jumlah dan mutu guru akan menentukan nasib
bangsa ini di masa depan. Karena itu, guru harus disiapkan sejak semula agar terpilih
dan lahir guru-guru yang kompeten dan punya integritas tinggi (pprofesional).
Guru hebat melahirkan generasi yang cerdas dan berkarakter. Untuk mencapai hal
tersebut, seorang guru perlu memiliki kewibawaan. Menjadi seorang guru yang
berwibawa tentu sangatlah tidak mudah. Seorang guru yang berwibawa harus memiliki
beberapa faktor penting. Faktor penting tersebut bisa berasal dari dalam dirinya
maupun dari luar dirinya. Sebagai seorang guru yang berwibawa, tentu akan lebih
mudah mendapatkan perhatian dari siswa. Yang perlu diperhatikan agar kita bisa
menjadi guru yang berwibawa ialah bagaimana sikap kita yang meliputi menerima,
menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Terkait masalah yang dihadapi oleh guru, Pemerintah segera membenahi regulasi
dan sistem terkait guru, mulai dari penertiban fakultas keguruan, PPG, perekrutan guru,
penempatan, pelindungan, pelatihan kompetensi, dan tentu saja kesejahteraan.
Pemerintah tidak bisa sendiri, tetapi bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dan
dunia industri.
B. SARAN
Seorang guru yang baik ialah guru yang mampu mengajar siswanya dengan penuh
kesabaran, keihklasan serta ketulusan hati. Namun, tentu hal itu memang tidak mudah.
Oleh karena itu penulis memberikan saran agar para guru senantiasa selalu berusaha
memberikan yang terbaik khususnya untuk para siswa, dan juga guru harus memiliki
kewibawaan di dalam dirinya. Dengan hal ini, jika seorang guru memiliki kewibawaan
yang terpancar dari dalam dirinya. Maka niscaya insya Allah siswa akan selalu patuh
dan menuruti guru yang memiliki kewibawaan.
18
DAFTAR PUSTAKA