PENULIS
Nurul Dhewani Mirah Sjafrie, Udhi Eko Hernawan, Bayu Prayudha,
Indarto Happy Supriyadi, Marindah Yulia Iswari, Rahmat, Kasih Anggraini,
Susi Rahmawati, Suyarso,
ii
SAMBUTAN
I
ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 16.344 pulau besar dan kecil dengan panjang garis
pantai 81.000 km. Letak Indonesia sangat strategis karena diapit
oleh dua samudra yang merupakan segitiga karang dunia yang kaya
akan keanekaragaman hayati. Luas wilayah Indonesia sekitar 7,73
juta km2, terdiri dari 1,93 juta km2 daratan, 3,1 juta km2 perairan
teritorial dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Wali Data Lamun yang
telah bekerja keras sehingga status padang lamun Indonesia dapat
diketahui oleh public
iii
iv
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
PENGANTAR
P
adang lamun memberikan manfaat besar baik secara
ekologi maupun bagi kehidupan manusia. Ekosistem ini
sangat menunjang keberlangsungan sumber daya perikanan
di Indonesia. Agar padang lamun tetap memberikan manfaat
bagi masyarakat secara berkelanjutan, kebijakan pengelolaan
yang tepat harus sesuai dengan perubahan kondisi yang terjadi
di ekosistem ini. Oleh karena itu, ketersediaan informasi berkala
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang kondisi
padang lamun di Indonesia sangat diperlukan sebagai dasar
kebijakan pengelolaan padang lamun.
Buku ini tersusun atas dukungan dari berbagai pihak. Data yang
diolah dalam buku ini merupakan kontribusi dari berbagai institusi
di Indonesia. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang ikut berkontribusi
dalam penyusunan buku ini.
Penyusun
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
viii
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan
laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi
sifat-sifat laut, misalnya pasang surut, angin serta perembesan air
laut; ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
sifat-sifat daratan, misalnya aliran air tawar, sedimentasi ataupun
kegiatan manusia di darat (Dahuri et al. 2001). Menurut Undang-
undang Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil, perairan pesisir adalah laut yang berbatasan
dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai
dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan
laguna.
1
B. Wali Data Lamun
Ekosistem lamun merupakan ekosistem penting yang menunjang
kehidupan beragam jenis mahluk hidup, sekaligus sebagai lumbung
protein bagi masyarakat. Namun demikian, ekosistem tersebut
rentan terhadap ancaman kerusakan baik akibat manusia maupun
faktor alam. Agar padang lamun tetap mampu memberikan manfaat
bagi masyarakat secara berkelanjutan, program pengelolaan yang
tepat harus menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang terjadi
di ekosistem ini, baik berupa peningkatan maupun penurunan. Oleh
karena itu, informasi mengenai kondisi padang lamun menjadi
sangat penting untuk diketahui.
2
Indonesia (P2O–LIPI), sebagai institusi riset milik pemerintah
yang telah lama melakukan penelitian tentang padang lamun di
berbagai wilayah di Indonesia, mendapatkan mandat sebagai
walidata lamun Indonesia sesuai dengan Keputusan Kepala Badan
Informasi Geospasial No. 54 tahun 2015. Dalam menjalankan
tugas sebagai Wali Data Lamun, Puslit Oseanografi melakukan
pengumpulan data terkait lamun. Data tersebut diperoleh dari
Gambar 1.
Payung hukum walidata lamun
3
berbagai sumber seperti: Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
melalui kegiatan Reef Health Monitoring dan penelitian terkait
lamun, Kementrian/Lembaga, Institusi, Universitas serta Lembaga
Swadaya Masyarakat. Selanjutnya, data yang terkumpul ditabulasi
dan dianalisis untuk meberikan gambaran tentang kondisi dan
sebaran jenis lamun di Indonesia.
Miskin Sehat
0-29% 60%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
30-59%
Kurang sehat
Gambar 2.
Kategori lamun sehat, kurang sehat dan miskin
4
BAB II
SEKILAS TENTANG
LAMUN
D alam Kamus Merriem Webster (2003) lamun atau seagrass
definisikan sebagai: “any of various grass like plants that
inhabit coastal areas”. Lamun merupakan tumbuhan tingkat
tinggi (Antophyta) yang hidup dan terbenam di lingkungan
laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar dan
berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (tunas).
Istilah lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan yang menutupi suatu area pesisir/laut
tingkat tinggi (Anthophyta) yang hidup dangkal yang dapat terbentuk oleh satu
dan tumbuh terbenam di lingkungan jenis lamun (monospecific) atau lebih
laut; berpembuluh, berimpang (rhizome), (mixed vegetation) dengan kerapatan
berakar, dan berkembang biak tanaman yang padat (dense) sedang
secara generatif (biji) dan vegetatif. (medium) atau jarang (sparse).
Rimpangnya merupakan batang Ekosistem lamun (seagrass
yang beruas-ruas yang tumbuh ecosystem) adalah satu sistem
terbenam dan menjalar dalam (organisasi) ekologi padang lamun,
substrat pasir, lumpur dan pecahan di dalamnya terjadi hubungan timbal
karang. balik antara komponen abiotik
Padang Lamun (seagrass bed) dan komponen biotik hewan dan
adalah hamparan tumbuhan lamun tumbuhan.
5
Gambar 3.
Tumbuhan lamun yang membentuk hamparan padang
lamun di daerah laut dangkal
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
A. Morfologi
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae)
yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun,
6
A B
C D
Gambar 4.
Tumbuhan lamun (a), bunga
(b), buah (c) dan biji (d)
bunga dan buah. Struktur dan fungsi lamun sama dengan rumput
yang tumbuh di daratan. Bentuk daun lamun beragam. Ada yang
berbentuk seperti pita, lidi atau bulat. Rhizome merupakan batang
yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku.
Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak keatas,
berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizome dan
akar inilah lamun tumbuh kokoh di dasar laut serta tahan terhadap
hempasan ombak dan arus.
7
Indonesia lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan
sekitar pulau-pulau karang (Nienhuis et al.1989). Tumbuh pada
substrat dengan dasar lumpur, pasir berlumpur, pasir dan pecahan
karang.
Thalassia
hemprichii
CIRI KHUSUS
Mirip Cymodocea
rotundata, tapi rhizoma
beruas-ruas dan tebal
Garis/bercak coklat pada
helaian daun
8
Enhalus
acoroides
CIRI KHUSUS
Berukuran paling besar
(daun bisa mencapai 1
meter)
Rambut pada rhizoma
Cymodocea
rotundata
CIRI KHUSUS
Tepi daun tidak
bergerigi
Seludang daun
menutup sempurna
9
Cymodocea
serrulata
CIRI KHUSUS
Tepi daun, bulat bergerigi
Seludang daun membentuk
segitiga, tidak menutup
sempurna
Halodule
pinifolia
CIRI KHUSUS
Daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil
Satu urat tengah daun jelas
Rhizome halus dengan bekas
daun jelas menghitam
Ujung daun agak membulat
10
Halodule
uninervis
CIRI KHUSUS
Daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil
Satu urat tengah daun
jelas
Rhizome halus dengan
bekas daun jelas
menghitam
Ujung daun seperti trisula
Halophila
ovalis
CIRI KHUSUS
Daun oval, berpasangan
dengan tangkai pada tiap
ruas dari rimpang
Tulang daun 8 atau lebih
Permukaan daun tidak
berambut
11
Halophila
spinulosa
CIRI KHUSUS
Satu tangkai daun
yang keluar dari
rhizome terdiri dari
beberapa pasang daun
yang tersusun berseri
Halophila
decipiens
CIRI KHUSUS
Daun lebih cenderung
oval-lonjong, ukuran
kecil
6-8 tulang daun
Permukaan daun
berambut
12
Halophila
minor
CIRI KHUSUS
Daun oval, ukuran
kecil, berpasangan
dengan tangkai
pada setiap ruas dari
rimpang
Tulang daun kurang
dari 8
Syringodium
isoetifolium
CIRI KHUSUS
Daun berbentuk
silindris
13
Thalassodendron
ciliatum
CIRI KHUSUS
Daun pita, terkumpul
membentuk cluster
Satu cluster daun
terbentuk dari ‘tangkai’
daun yang panjang dari
rhizoma
14
BAB III
MANGROVE
Produktivitas Primer
(netto; g C m-2 yr-1)
0 1000
15
B. Sebagai Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai macam organisme. Selain itu, padang
lamun dapat juga berfungsi sebagai daerah asuhan, padang
penggembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora
dan ikan-ikan karang. Sejumlah jenis biota tergantung pada padang
Gambar 7.
Padang lamun
sebagai habitat
beragam jenis
ikan
16
lamun, walaupun mereka tidak mempunyai hubungan dengan lamun
itu sendiri. Banyak dari organisme tersebut mempunyai kontribusi
terhadap keragaman pada komunitas lamun. Lamun juga penting
bagi beberapa biota terancam punah (endangered species) seperti
dugong dan penyu karena mereka memanfaatkan lamun sebagai
makanan utamanya.
WWW.EARTHJUSTICE.ORG
Gambar 8.
Lamun sebagai
tempat mencari
makan Duyung & WWW.MONGABAY.CO.ID
Penyu
17
C. Sebagai Penangkap Sedimen serta Penahan Arus
dan Gelombang
Daun lamun yang lebat akan memperlambat aliran air yang
disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya
menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat
menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar permukaan. Daun lamun yang berfungsi sebagai
penangkap sedimen serta penahan arus dan gelombang yang berperan
dalam mencegah erosi pantai.
Gambar 9.
Padang lamun
menangkap dan
menstabilkan
substrat
Gambar 10.
Perakaran lamun
yang dapat
mengikat sedimen
18
Bukti bahwa lamun berfungsi sebagai peredam gelombang
telah dilakukan oleh Manca et al. (2012). Di laboratorium Canal
Investigació i Experimentació Marktima, Universitat Politecnica
de Catalunya, Barcelona, Spanyol, mereka melakukan percobaan
dengan menggunakan lamun buatan dari spesies Posidonia
oceanica. Hasilnya menunjukkan bahwa P. oceanica buatan dapat
meredam gelombang, sehingga dapat dijadikan sebagai pelindung
pantai dari erosi.
Gambar 11.
Percobaan
untuk melihat
fungsi lamun
sebagai peredam
gelombang
19
fotosintesa dan menyimpannya dalam bentuk biomasa. Hasil
penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI diketahui bahwa
padang lamun dapat menyerap rata-rata 6,59 ton C/ha/tahun atau
setara dengan 24,13 ton CO2/ha/tahun.
Gambar 12.
Buku menyerap karbon
(Wahyudi et al. 2017)
20
BAB IV
JASA EKOSISTEM
LAMUN
S ejak adanya kehidupan di dunia, alam telah memberikan jasa
untuk kehidupan manusia. Jasa alam yang dimanfaatkan oleh
manusia dapat berasal dari suatu ekosistem. Costanza et al. 1997;
Millenium Ecosystem Assessment (MEA) 2005; The Economics
of Ecology and Biodiversity (TEEB) 2010 mendefinisikan jasa
ekosistem sebagai sesuatu dari ekosistem yang bermanfaat untuk
manusia. Selanjutnya, MEA (2005) membedakan jasa ekosistem
kedalam empat komponen, yaitu jasa pendukung (supporting
services), jasa penyedia (provisioning services) jasa pengaturan
(regulating services) dan jasa budaya (cultural services).
Gambar 13.
Jasa ekosistem
lamun
21
Dalam kaitannya dengan ekosistem lamun, jasa pendukung
dan jasa pengaturan dapat dianggap sebagai fungsi dan manfaat
ekologis yang telah dibahas pada Bab III sebelumnya, sedangkan
jasa penyedia akan disampaikan pada Bab ini. Jasa penyedia adalah
produk yang diperoleh dari ekosistem, misalnya makanan, sumber
bahan baku, sumber daya genetik, sumber obat, energi, sumber
ikan hias dan sebagainya. Kiswara (2009) menyatakan bahwa ada
360 jenis ikan, 117 jenis makro alga, 24 jenis moluska, 70 jenis
krustacea dan 45 jenis echinodermata yang hidup di padang lamun
Indonesia. Ikan dan biota lainnya tentu akan memberikan manfaat
untuk masyarakat setempat.
Ikan
Kekerangan
Rajungan
Gambar 14.
Hasil tangkapan dari ekosistem lamun
22
BAB V
PADANG LAMUN
INDONESIA
A. Luasan Lamun
Ekosistem lamun bersifat dinamis, dimana kondisi-nya tidak
selalu sama setiap saat. Perubahan kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi pertumbuhan lamun, menjadi naik atau turun,
sehingga luasan padang lamun di suatu lokasi bisa berubah setiap
saat. Informasi luasan padang lamun dapat memberikan indikasi
status lamun secara menyeluruh. Apabila terjadi penurunan,
maka ini menunjukkan adanya tekanan atau ancaman pada
ekosistem tersebut. Sebaliknya jika luasannya stabil atau naik, ini
menunjukkan tingginya peluang padang lamun untuk lestari.
23
penurunan luasan lamun dunia rata-rata sebesar 2%-5% per tahun.
Apabila diasumsikan bahwa selama kurun waktu 1994-2018 laju
pertumbuhan dan laju penurunan luasan lamun adalah konstan,
maka potensi luasan lamun Indonesia adalah 832 ribu ha – 1,8 juta
ha. Nilai ini memiliki bias yang tinggi karena penghitungan potensi
lebih banyak berdasarkan asumsi-asumsi.
B. Kondisi Lamun
Penghitungan kondisi lamun dilakukan dengan menggunakan
sumber data yang berasal dari data monitoring kondisi lamun yang
dilakukan oleh P2O-LIPI melalui proyek COREMAP-CTI. Secara
42,23
Gambar 15.
Kondisi padang
lamun Indonesia
dari data monitoring
tahun 2015 – 2017.
24
umum persentase tutupan lamun di Indonesia yang dihitung dari
110 stasiun pengamatan adalah 42.23%. Apabila nilai tersebut
digolongkan mengikuti Kepmen LH 200 tahun 2004, maka status
padang lamun di Indonesia termasuk dalam kondisi ’kurang sehat”.
Gambar 15 memperlihatkan fluktuasi kondisi lamun selama kurun
waktu 2015-2017.
Halophila decipiens 5
Halophila spinulosa 5
Halophila minor 23
Thalassodendron cyliatum 33
Gambar 16.
Sebaran spesies lamun di 366 lokasi disesuaikan dengan hasil analisis terkini
25
26
Gambar 17. Peta status padang lamun Indonesia 2018
27
Gambar 18. Peta sebaran spesies Thallasia hemprichi
28
Gambar 19. Peta sebaran spesies Cymodocea serrulata
BAB VI
ANCAMAN KERUSAKAN
LAMUN
P ermasalahan utama yang mempengaruhi ekosistem lamun di
seluruh dunia adalah kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas
manusia. Kegiatan pengerukan dan penimbunan yang terus menerus,
pencemaran air termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan
desalinisasi, fasilitas-fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran
di sekitar fasilitas industri serta limbah air panas dari pembangkit tenaga
listrik memberikan pengaruh terhadap ekosistem lamun.
Sampai saat ini kerusakan lamun dunia telah mencapai 58% dan
sejak tahun 1980 setiap 30 menit, dunia kehilangan lamun sebesar
lapangan sepak bola (Dennison 2009). Menurut Waycott, et al. (2009),
sebaran padang lamun global telah hilang sekitar 29% sejak abad ke-
19. Penyebab utama hilangnya padang lamun secara global adalah
penurunan kecerahan air, baik karena peningkatan kekeruhan air
maupun kenaikan masukan zat hara ke perairan. Pada daerah sub tropis
(temperate), kehilangan padang lamun disebabkan oleh alih fungsi
wilayah pesisir menjadi kawasan industri, pemukiman penduduk dan
banjir dari daratan. Sementara itu, penyebab utama hilangnya padang
lamun di daerah tropis adalah peningkatan masukan sedimen ke
perairan pesisir akibat pembalakan hutan di daratan dan penebangan
mangrove di pesisir yang bersamaan dengan pengaruh langsung dari
kegiatan budi daya perikanan.
Aktivitas manusia dalam pemanfaatan ekosistem lamun
memberikan ancaman tersendiri bagi keberlanjutan ekositem tersebut.
Pengaruh limbah domestik berupa amonium dengan konsentrasi
sebesar 158.3 – 663.4 µM akan mengurangi biomasa dari Zostera noltii
di Ria Formosa, bagian selatan Portugis (Cabaco et al. 2008). Taylor
dan Raheed (2011) meneliti pengaruh tumpahan minyak terhadap
padang lamun di Gladstone Australia. Mereka melakukan perbandingan
biomasa di lokasi yang terkena tumpahan minyak dan lokasi kontrol.
29
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 bulan pasca tumpahan terjadi
penurunan biomasa di kedua lokasi. Delapan bulan kemudian terjadi
kenaikan biomasa lamun. Dikatakan bahwa penurunan biomasa
kemungkinan disebabkan oleh variasi musim alami dan dampak
antropogenik.
Penurunan luas padang lamun di Indonesia dapat disebabkan oleh
faktor alami dan hasil aktivitas manusia terutama di lingkungan pesisir.
Faktor alami tersebut antara lain gelombang dan arus yang kuat, badai,
gempa bumi, dan tsunami. Sementara itu, kegiatan manusia yang
berkontribusi terhadap penurunan area padang lamun adalah reklamasi
pantai, pengerukan dan penambangan pasir, serta pencemaran. Sebagai
contoh tutupan lamun di Pulau Pari (Kepulauan Seribu) telah berkurang
sebesar 25 % dari tahun 1999 hingga 2004 diduga akibat maraknya
pembangunan di pulau tersebut.
Kegiatan/Ancaman Akibat
Pengembangan Pantai
Pengembangan pantai
akan merusak lamun
karena pengerukan,
peningkatan sedimentasi,
polusi perairan
Reklamasi
30
Kegiatan/Ancaman Akibat
Budidaya
Sisa-sisa pakan yang berlebihan
akan mengganggu pertumbuhan
lamun. Menimbulkan penyakit bagi
organisma yang ada di lamun
Gambar 20.
Ancaman kerusakan ekosistem lamun
31
32
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
BAB VII
RESTORASI PADANG
LAMUN
M enurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, restorasi adalah
pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula.
Restorasi padang lamun adalah upaya mengembalikan atau
memulihkan padang lamun yang rusak pada keadaan semula.
Sampai saat ini penyebab utama kerusakan padang lamun
disebabkan oleh aktivitas manusia (lihat Bab VI), oleh karena itu
perlu upanya untuk memulihkannya.
33
Di Indonesia percobaan penanaman lamun untuk jenis
Cymodocea rotundata (Azkab 1987) dan Thallasia hemprichii (Azkab
1988) telah dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Saat ini
penanaman lamun di Pulau Pari menjadi kegiatan praktek bagi
siswa Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan
mahasiswa.
Gambar 21.
Kegiatan penanaman lamun sebagai wisata edukasi
34
UCAPAN TERIMA KASIH
35
36
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
DAFTAR BACAAN
Cabaco, S., R. Machas, V. Vieira and R. Santos. 2008. Impacts urban wastewater
discharge on seagrass meadow (Zostera noltii). Estuarine, Coastal and Shelf
Science 78: 1-13.
Dahuri, R., J. Rais, S. Putra Ginting danM.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
326 hal.
Duarte, C. 2017. Review and synthesis: Hidden forest, the role of vegetated
coastal habitat in the ocean carbon budget. Biogeosciences 14: 301-310.
www.biogeosciences.net/14/2017/doi:10.5194/bg-14-301-2017.
37
https://oceana.org/sites/default/files/reports/OCEANA_Restoration_of_
seagrass_meadows.pdf
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004 tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
M.M. van Katwijk, A.R. Bos, V.N. de Jonge, L.S.A.M. Hanssen, D.C.R. Hermus and
D.J. de Jong. 2009. Guidelines for seagrass restoration: Importance of
habitat selection and donor population, spreading of risks, and ecosystem
engineering effects. Marine Pollution Bulletin 58: 179-188.
Manca, E., I. Caceres, J.M. Alsina, V. Stratigaki, I. Towned and C.L. Amos. 2012.
Wave energy and wave induced flow reduction by full-scale model Posidonia
oceanica seagrass. Continental Shelf Research (50-51): 100-116.
Nienhuis, P., J. Coosen and W. Kiswara. 1989. Community structure and biomass
distribution of seagrass and macrofauna in the Flores Sea, Indonesia. Neth.
J. of Sea Res. 23(3): 197-214.
Taylor, H.A. and M.A. Rasheed. 2011. Impact of a fuel oil spill on seagrass
meadows in subtropical port, Glastone, Australia. Marine Pollution Bulletin
63: 431-437.
FOTO UDHI EKO HERNAWAN
38
The Economics of Ecology and Biodiversity (TEEB). 2010. Chapter 1: Integrating
the ecological and economic dimensions in biodiversity and ecosystem
service valuation. TEEB Document. 37p.
www. Seagrass-watch.com
39
TIM WALIDATA