Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN

KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DM NEFROPATI, CKD,


CHF, HHD DAN OBS BISITOPENIA

DISUSUN OLEH:
MAYA JULIANI KIBTIYAH PO.62.31.3.16.245

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DM tipe 2 merupakan DM yang terbanyak ditemukan di Indonesia yaitu sekitar 95%
dari keseluruhan kasus diabetes. Pada tahun 2015, jumlah penderita DM di Indonesia
sebanyak 10 juta orang (IDF, 2015). Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018)
di Indonesia tentang penyakit tidak menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dari
tahun 2013 dan untuk penyakit diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%. Prevalensi
diabetes melitus di Indonesia yang sudah terdiagnosis oleh dokter adalah sebanyak
1.017.290 jiwa dan sepertinya akan terus meningkat. Kalimantan Tengah sendiri prevalensi
diabetes melitus yang sudah berhasil masuk catatan rekam medis dokter berjumlah 10.189
penderita. Di kota Palangaka Raya penyandang diabetes yang datang dan berobat ke
puskesmas meningkat cukup tajam dalam 6 tahun terakhir, jika pada tahun 2006 di laporkan
sebanyak 379 penderita maka pada akhir 2016 sebanyak 1.372 penderita dan pada tahun
2017 meningkat tajam sebanyak 3,228 penderita (Profil Kesehatan Kota Palangka Raya
Tahun 2017).
Menurut hasil dari Profil Kesehatan Kota Palangka Raya bahwa penyebab utama
terjadinya DM di Palangka Raya dipengaruhi oleh pola hidup yang tidak sehat seperti pola
makan yang cenderung kelebihan kalori, kurang aktivitas (olah raga) dan obesitas yang
akan berdampak pada menurunnya produktifitas, meningkatnya ketergantungan penderita
pada keluarga dan masyarakat serta kebutuhan biaya untuk pengobatan yang cukup tinggi
(Profil Kesehatan Kota Palangka Raya Tahun 2015).
Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan, namun kadar glukosa darahnya dapat
dikendalikan untuk memperlambat terjadinya komplikasi pada organ tubuh lainnya
(Sudoyo AW, dkk 2014). Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatannya saat ini adalah dengan melakukan konseling pasien dan melakukan
pemberian edukasi. Edukasi berperan penting dalam pencapaian tujuan berupa perubahan
sikap (attitude change), pendapat (opinion change), perilaku (behavior change), dan
perubahan sosial (social change) dan juga dapat mengubah pengetahuan dan kepatuhan
pasien (Sulaeman, 2000 dalam Isnaini N, 2015).
Diet yang dianjurkan kepada pasien DM bukan hanya terfokus pada konsumsi gula,
tetapi konsumsi zat gizi lain seperti lemak, serat, antioksidan dan lain-lain pun berpengaruh
terhadap progresivitas DM. Kualitas diet yang baik berdampak positif pada kadar glukosa

2
darah penderita DM, dimana keadaannya lebih terkontrol dengan baik. Ahli Gizi harus
berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dengan komunikasi yang efektif
untuk memberikan pengertian ataupun pengetahuan tentang pengaturan pemberian diet (3)
J yaitu: atur Jenis makanan, atur jumlah kalori dan atur jadwal makan. Prinsip 3 J tersebut
juga dianjurkan bagi pengidap DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan. Jenis bahan makanan
dan jumlah kalori harus benar-benar diperhatikan, demikian halnya dengan waktu makan.
Prinsip pengaturan diet pasien DM tipe 2 yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori serta zat gizi tiap pasien. (Soelistijo SA, dkk 2000).
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam
mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua
upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati
secara agresif. Gagal ginjal juga digolongkan menjadi gagal ginjal akut, yaitu terjadi
mendadak dan biasanya reversibel, atau gagal ginjal kronis, yang terkait dengan hilangnya
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Gagal ginjal kronis biasanya muncul setelah
terjadi penyakit atau kerusakan ginjal bertahun-tahun, tetapi bisa juga terjadi tiba-tiba pada
beberapa keadaan. Gagal ginjal kronis tidak diragukan lagi menyebabkan dialisis ginjal,
transplantasi, atau kematian (Corwin, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
GGK merupakan salah satu penyakit yang termasuk kedalam 10 besar penyakit kronis di
Indonesia. Penyakit GGK di Indonesia mencapai 30,7 Juta penduduk. Dengan data
penatalaksanaan yaitu sebesar 82 % dengan hemodialisa, sebesar 2,6 % dengan
transpalantasi ginjal, 12,8 % dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
dan 2,3% dengan Continuous Renal Replacement Therapies (CRRT). Menurut data survey
Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri) berdasarkan laporan Indonesian Renal Registry
(IRR) (2014), terjadi peningkatan jumlah pasien aktif yang menjalani hemodialisa pada
tahun 2014 yaitu tercatat dari 9.396 orang pada tahun 2013 menjadi 11.689 orang dan untuk
pasien baru yang menjalani hemodialisa pada tahun 2013 dari sebanyak 15.128 orang
meningkat menjadi 17.193 orang pada tahun 2014.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
1. Melakukan proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan diagnosa DM nefropati,
CKD, CHF, HHD dan Obs Bisitopenia.

3
B. Tujuan Khusus
1. Melakukan skrining gizi pada pasien dengan diagnosa DM nefropati, CKD, CHF, HHD
dan Obs Bisitopenia.
2. Melakukan asesmen gizi (antropometri, biokimia, klinis/fisik, dietary history/riwayat
makanan + riwayat personal) pada pasien dengan diagnosa DM nefropati, CKD, CHF,
HHD dan Obs Bisitopenia.
3. Menetapkan diagnosa gizi pada pasien dengan diagnosa DM nefropati, CKD, CHF,
HHD dan Obs Bisitopenia.
4. Menetapkan intervensi gizi pada pasien dengan diagnosa DM nefropati, CKD, CHF,
HHD dan Obs Bisitopenia.
5. Melakukan monitoring dan evaluasi gizi pada pasien dengan diagnosa DM nefropati,
CKD, CHF, HHD dan Obs Bisitopenia.
6. Mampu melakukan edukasi/konsultasi gizi pada pasien dengan diagnosa DM nefropati,
CKD, CHF, HHD dan Obs Bisitopenia.

4
BAB II
GAMBARAN UMUM PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama: Ny. I LLA = 23 cm
Umur: 70 tahun TB perkiraan = 146,5 cm
Sex: Perempuan BB = 54 kg
Pasien tinggal bersama keluarga
Pekerjaan: -
sebanyak 5 orang.
Pendidikan: SMP Tgl Masuk: 13 Oktober 2017
Pasien berasal dari suku Jawa. Tgl Kasus: 14 Oktober 2017
Agama: Islam

2.2 Riwayat Penyakit


Sesak napas (+), nyeri dada (+), mual (+), bengkak
Keluhan utama
kaki (+).
Diagnosa dari dokter yaitu DM Nefropati, CKD,
R. Pny. Sekarang
CHF, HHD dan Obs bisitopenia.
Peny. Dahulu DM, Jantung (sejak 2 tahun lalu).
R. Pny Keluarga DM
 Masih mampu berdiri, duduk dan ke kamar
mandi sendiri.
Lain-lain
 Urin sekitar 150 ml. Sehari 4x buang air kecil.
 HD rutin 2x seminggu.

2.3 Riwayat Gizi


Makanan kesukaan Makanan manis, gorengan, snack-snack.
3x sehari, jarang selingan dan air putih ± 4 gelas
Pola makan
belimbing/hari.
Makanan tidak disukai Ikan laut, kuning telur, jarang makan buah.
Alergi Tidak ada.
Tidak pernah mendapatkan edukasi/konseling gizi
Pengetahuan gizi
sebelumnya.

5
2.4 Recall
Zat Gizi Asupan Makanan oral Parenteral Kebutuhan Interpretasi
Energi (kkal) 714,75 kkal - 1300 54,9 % (defisit berat)
Protein (gram) 25,3 gr - 30 84,3% (defisit ringan)
Lemak (gram) 17,1 gr - 35 48,8% (defisit berat)
Karbohidrat (gram) 113,5 gr - 192 59,1% (defisit berat)
Besi (mg) 2,8 gr - -
Kalium (mg) 660,6 gr - -
Natrium (mg) 102,65 gr - -
Cairan 800 720 -

2.5 Biokimia

Data laboratorium Hasil lab Nilai normal Interpretasi


GDS 266 mg/dl < 200 mg/dl Tinggi
Glukosa-puasa 173 mg/dl 65-100 mg/dl Tinggi
Glukosa-2jam pp 202 mg/dl < 140 mg/dl Tinggi
SGOT/AST - P < 31 U/L -
SGPT/ALT - P < 32 U/L -
Ureum 93 mg/dl 21-53 mg/dl Tinggi
Creatinine 5,06 mg/dl 0,1 – 1,5 mg/dl Tinggi
Albumin 2,91 g/dl 3,5-5,5 g/dl Rendah
HBSAg Negative Negative Normal
WBC 8,01 X 103/Ul 4,00 – 10,00/uL Normal
RBC 2,73 x 106/Ul 3,50 - 5,50 /uL Rendah
HGB 7,7 g/dl 14,0 – 16,0 g/dl Rendah
PLT 44 x 103/uL 150 – 400 Rendah

2.6 Antropometri
LLA = 23 cm
𝐿𝐿𝐴 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Perhitungan LLA = 𝑥 100%
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
23
= 29,9 𝑥 100%

= 76,9% (Gizi kurang)

6
Kriteria Status Gizi Berdasarkan LILA/U
Klasifikasi Nilai
Gizi baik baik >85%
Gizi kurang 70,1 – 84,9%
Gizi buruk <70%

TB perkiraan = 146,5 cm
BB = 54 kg

2.7 Klinis
Tanda vital Nilai normal kesimpulan
TD = 140/86mmHg TD = 120/80 mmHg Tinggi
N = 63x/mnt N = 60 – 80 x/menit Normal
R = 24x/mnt R = 12 – 20x/menit Tinggi
S = 36,5 °C S = 36 - 37,5 °C Normal
Kesadaran Sadar penuh Normal
Kaki bengkak Oedema

2.8 Diagnosa Medis


DM Nefropati, CKD, CHF, HHD dan Obs bisitopenia.

2.9 Terapi Diet yang di Berikan dari Rumah Sakit


Terapi yang diberikan adalah terapi diet DM Nefrofati 1300 kal.

7
2.10 Obat

Nama Obat Dosis Fungsi Interaksi dengan Makanan Efek Samping


Inj. Ranitidin Menekan pembentukan asam Penurunan absorpsi hingga 33% dan Diare atau konstipasi, nyeri, pusing dan
lambung. konsentrasi serum hingga 613-432 timbul ruam.
mg/mL.
Inj. Furosemide Mengurangi cairan berlebih Tidak boleh digunakan pada saat Gatal, tidak nafsu makan, BB turun, nyeri
dalam tubuh (edema) yang makan atau saat makan makanan badan, rendah kalium (bingung, denyut
disebabkan oleh kondisi seperti tertentu karena interaksi obat dapat jantung tidak teratur, rasa tidak nyaman
gagal jantung. terjadi. pada kaki, lemah otot atau rasa seperti
pincang).

Sukralfat Mengobati dan mencegah tukak Tidak boleh digunakan pada saat mual, muntah, sakit perut, konstipasi,
lambung serta ulkus duodenum. makan atau saat makan makanan diare, gatal-gatal, ruam pada kulit, susah
tertentu karena interaksi obat dapat tidur (insomnia), sakit kepala dan sakit
terjadi. tulang belakang.

Asam folat Mengatasi berbagai kondisi Tidak boleh digunakan pada saat Mual, bingung, gangguan tidur, hilang
yang disebabkan karena makan atau saat makan makanan nafsu makan, rasa tidak enak di mulut dan
kurangnya asupan folat, seperti tertentu karena interaksi obat dapat mudah marah atau frustasi.
peradangan pada dinding terjadi.
saluran pencernaan, serta
dialisis ginjal.
CaCO3 (kalsium Mengobati gejala yang Tidak boleh digunakan pada saat Konstipasi, kembung, nafsu makan
karbonat) disebabkan oleh terlalu banyak makan atau saat makan makanan menurun, dan kencing lebih dari biasanya.
asam lambung di perut, seperti tertentu karena interaksi obat dapat
mulas, sakit perut, atau terjadi.
gangguan pencernaan.
Infus NaCl 0,9 % 10 TPM Intravena Mengganti cairan tubuh yang Tidak boleh digunakan pada saat kelebihan kadar Natrium dalam darah dan
hilang karena beberapa faktor makan atau saat makan makanan kekurangan Kalium dalam darah.
dan sebagai pengatur tertentu karena interaksi obat dapat
keseimbangan cairan tubuh, terjadi.
mengatur kerja dan fungsi otot
jantung, mendukung
metabolisme tubuh, dan
merangsang kerja saraf.

8
BAB III
PELAKSANAAN PELAYANAN GIZI

(Modifikasi Malnutrisi Screening Tools dan Nutritional Risk Screening 2002)


Nama PS : Ny. I No. RM :
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang Rawat :
Umur : 70 tahun Nama Dietisien : Maya Juliani K.

Nilai
Parameter Skor
Skor

1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak di


rencanakan? Tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir? 0 0
o Tidak 2
o Tidak yakin (adatanda : baju menjadi lebih longgar)
o Ya, ada penurunan BB sebanyak : 1
1-5 kg 2
6-10 kg 3
11-15 kg 4
>15 kg
Tidak tahu berapa kg penurunannya 2

2. Apakah asupan makanan pasien berkurang karena penurunan nafsu


makan/kesulitan menerima makanan?
o Tidak 0 0
o Ya 1
3. Pasien dengan diagnosis khusus :
o Kebutuhan gizi normal 0
o Fraktur pinggang, pasien kronis dengan komplikasi akut : sirosis, 1 1
COPD, hemodialisa kronik
o Bedah mayor abdomen, stroke, paru-paru berat, kanker darah 2
o Luka kepala, transpalasi sum-sum tulang, pasien dalam 3
perawatan intensif (APACHE > 10)
4. Apabila umur pasien ≥ 70 tahun skor ditambah 1 1 1
Total Skor 2
Keterangan :
Skor ≥ 2 : resiko malnutri, perlu perencanaan gizi secara dini
skor < 2 : tidak beresiko malnutrisi atau bisa dilakukan skrining seminggu kemudian
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil skrining yang dilakukan diketahui bahwa Ny. I masuk kedalam resiko
malnutri, perlu perencanaan gizi secara dini.

9
3.1 Asesmen Gizi
1. Identitas Pasien
Nama: Ny. I LLA = 23 cm
Umur: 70 tahun TB perkiraan = 146,5 cm
Sex: Perempuan BB = 54 kg
Pasien tinggal bersama keluarga
Pekerjaan: -
sebanyak 5 orang.
Pendidikan: SMP Tgl Masuk: 13 Oktober 2017
Pasien berasal dari suku
Tgl Kasus: 14 Oktober 2017
Jawa.
Agama: Islam
Identifikasi: pasien telah berumur 70 tahun, sehingga mengalami penurunan fungsi organ-
organ tubuh.

2. Riwayat Penyakit
Sesak napas (+), nyeri dada (+), mual (+), bengkak
Keluhan utama
kaki (+).
Diagnosa dari dokter yaitu DM Nefropati, CKD,
R. Pny. Sekarang
CHF, HHD dan Obs bisitopenia.
Peny. Dahulu DM, Jantung (sejak 2 tahun lalu).
R. Pny Keluarga DM
 Masih mampu berdiri, duduk dan ke kamar
mandi sendiri.
Lain-lain
 Urin sekitar 150 ml. Sehari 4x buang air kecil.
 HD rutin 2x seminggu.
Identifikasi: pasien memiliki banyak riwayat penyakit yaitu DM Nefropati dengan
Hemodialisa, Obs Bisitopenia, dan CHF HHD yang dapat mempengaruhi asupan dan status
gizi dari pasien.

10
3. Riwayat Gizi
Makanan kesukaan Makanan manis, gorengan, snack-snack.
3x sehari, jarang selingan dan air putih ± 4 gelas
Pola makan
belimbing/hari.
Makanan tidak disukai Ikan laut, kuning telur, jarang makan buah.
Alergi Tidak ada.
Tidak pernah mendapatkan edukasi/konseling gizi
Pengetahuan gizi
sebelumnya.
Identifikasi : pasien meyukai makanan yang dapat memperparah keadaan penyakit yang
diderita pasien. pasien menolak jenis makanan yang sebenarnya baik untuk pasien, karena
protein dan lemak yang berasal dari ikan adalah protein yang baik dan mudah cerna.

4. Recall
Zat Gizi Asupan Makanan oral Parenteral Kebutuhan Interpretasi
Energi (kkal) 714,75 kkal - 1300 54,9 % (defisit berat)
Protein (gram) 25,3 gr - 30 84,3% (defisit ringan)
Lemak (gram) 17,1 gr - 35 48,8% (defisit berat)
Karbohidrat (gram) 113,5 gr - 192 59,1% (defisit berat)
Besi (mg) 2,8 gr - -
Kalium (mg) 660,6 gr - -
Natrium (mg) 102,65 gr - -
Cairan 800 720 -
Identifikasi: pasien mengalami defisit berat pada lemak dan Kh, serta defisit sedang pada
protein yang dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan berat badan ata status gizi jika
terjadi terus menerus. pasien mengalami defisit berat pada energi yang dapat menyebabkan
pasien mengalami penurunan status gizi.

11
5. Biokimia

Data
Hasil lab Nilai normal Interpretasi
laboratorium
GDS 266 mg/dl < 200 mg/dl Tinggi
Glukosa-puasa 173 mg/dl 65-100 mg/dl Tinggi
Glukosa-2jam pp 202 mg/dl < 140 mg/dl Tinggi
SGOT/AST - P < 31 U/L -
SGPT/ALT - P < 32 U/L -
Ureum 93 mg/dl 21-53 mg/dl Tinggi
Creatinine 5,06 mg/dl 0,1 – 1,5 mg/dl Tinggi
Albumin 2,91 g/dl 3,5-5,5 g/dl Rendah
HBSAg Negative Negative Normal
WBC 8,01 X 103/Ul 4,00 – 10,00/uL Normal
RBC 2,73 x 106/Ul 3,50 - 5,50 /uL Rendah
HGB 7,7 g/dl 14,0 – 16,0 g/dl Rendah
PLT 44 x 103/uL 150 – 400 Rendah
Identifikasi: berdasarkan nilai laboratorium pasien, status gula darah pasien tinggi dan harus
ada kontrol makanan melalui diet, yang akan menurunkan gula darah pasien hingga normal.

6. Antropometri
LLA = 23 cm
𝐿𝐿𝐴 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Perhitungan LLA = 𝑥 100%
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
23
= 29,9 𝑥 100%

= 76,9% (Gizi kurang)


TB perkiraan = 146,5 cm
BB = 54 kg
Identifikasi: berdasarkan pengukuran LLA pasien, pasien mengalami gizi kurang, sehingga
perlu untuk meningkatkan status gizi pasien.

12
7. Klinis
Tanda vital Nilai normal kesimpulan
TD = 140/86mmHg TD = 120/80 mmHg Tinggi
N = 63x/mnt N = 60 – 80 x/menit Normal
R = 24x/mnt R = 12 – 20x/menit Tinggi
S = 36,5 °C S = 36 - 37,5 °C Normal
Kesadaran Sadar penuh Normal
Kaki bengkak Oedema

Identifikasi: pasien mengalami sesak napas, nyeri dada dan mual yang dapat menyebabkan
kesulitan makan pada pasien sehingga asupan makan menjadi defisit. Terdapat oedema pada
kaki sehingga perlu kontol pada cairan.

13
8. Obat
Nama Obat Dosis Fungsi Interaksi dengan Makanan Efek Samping
Inj. Ranitidin Menekan pembentukan asam Penurunan absorpsi hingga 33% dan Diare atau konstipasi, nyeri, pusing dan
lambung. konsentrasi serum hingga 613-432 timbul ruam.
mg/mL.
Inj. Furosemide Mengurangi cairan berlebih Tidak boleh digunakan pada saat Gatal, tidak nafsu makan, BB turun, nyeri
dalam tubuh (edema) yang makan atau saat makan makanan badan, rendah kalium (bingung, denyut
disebabkan oleh kondisi seperti tertentu karena interaksi obat dapat jantung tidak teratur, rasa tidak nyaman
gagal jantung. terjadi. pada kaki, lemah otot atau rasa seperti
pincang).

Sukralfat Mengobati dan mencegah tukak Tidak boleh digunakan pada saat Mual, muntah, sakit perut, konstipasi,
lambung serta ulkus duodenum. makan atau saat makan makanan diare, gatal-gatal, ruam pada kulit, susah
tertentu karena interaksi obat dapat tidur (insomnia), sakit kepala dan sakit
terjadi. tulang belakang.

Asam folat Mengatasi berbagai kondisi Tidak boleh digunakan pada saat Mual, bingung, gangguan tidur, hilang
yang disebabkan karena makan atau saat makan makanan nafsu makan, rasa tidak enak di mulut dan
kurangnya asupan folat, seperti tertentu karena interaksi obat dapat mudah marah atau frustasi.
peradangan pada dinding terjadi.
saluran pencernaan, serta
dialisis ginjal.
CaCO3 (kalsium Mengobati gejala yang Tidak boleh digunakan pada saat Konstipasi, kembung, nafsu makan
karbonat) disebabkan oleh terlalu banyak makan atau saat makan makanan menurun, dan kencing lebih dari biasanya.
asam lambung di perut, seperti tertentu karena interaksi obat dapat
mulas, sakit perut, atau terjadi.
gangguan pencernaan.
Infus NaCl 0,9 % 10 TPM Intravena Mengganti cairan tubuh yang Tidak boleh digunakan pada saat Kelebihan kadar Natrium dalam darah dan
hilang karena beberapa faktor makan atau saat makan makanan kekurangan Kalium dalam darah.
dan sebagai pengatur tertentu karena interaksi obat dapat
keseimbangan cairan tubuh, terjadi.
mengatur kerja dan fungsi otot
jantung, mendukung
metabolisme tubuh, dan
merangsang kerja saraf.

14
Identifikasi : perlu diperhatikan waktu pemberian makan dan pemberian obat, agar tidak
terjadi interaksi yang negatif, serta nafsumakan paisen tetap baik.

15
3.2 Diagnosa Gizi
1. NI. Domain Intake
NI.2 Asupan Melalui Oral atau Dukungan Gizi
NI.2.1 Asupan Oral Tidak Adekuat
 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan faktor fisiologis seperti muntah
dibuktikan dengan hasil recall asupan pasien yaitu energi 714,75 kkal (54,9%),
lemak 17,1 gram (48,8%) dan karbohidrat 113,5 gram (59,1%) yang termasuk
dalam kategori defisit berat dan protein 25,3 gram (84,3%) yang termasuk
dalam kategori defisit ringan.

NI.5 Zat Gizi


NI.5.4 Penurunan Kebutuhan Zat Gizi
 Penurunan kebutuhan zat gizi protein berkaitan dengan disfungsi ginjal
dibuktikan dengan adanya edema pada kaki, nilai lab albumin 2,91 g/dl (rendah)
dan creatinine 5,06 mg/dl (tinggi).

2. NC. Domain Klinis


NC.1 Fungsional
NC.1.4 Perubahan Fungsi Gastrointestinal
 Perubahan fungsi gastrointestinal berkaitan dengan struktur anatomi
gastrointestinal dibuktikan dengan pasien mengalami mual.

NC.2 Biokimia
NC.2.2 Perubahan Nilai Lab Terkait Gizi
 Perubahan nilai lab terkait gizi berkaitan dengan gangguan fungsi endokrin,
ginjal dan jantung dibuktikan dengan hasil lab yaitu GDS 266 mg/dl (tinggi),
GDP 173 mg/dl (tinggi), Glukosa-2 jam pp 202 mg/dl (tinggi), Creatinin 5,06
mg/dl (tinggi), Albumin 2,91 g/dl (rendah), RBC 2,73 x 106/Ul (rendah), HGB
7,7 g/dl (rendah) dan PLT 44 x 103/uL (rendah).

16
3. NB. Domain Perilaku dan Lingkungan
NB.1 Pengetahuan dan Kepercayaan
NB.1.1 Kurang Pengetahuan Terkait Makanan dan Zat Gizi
 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan dengan kurangnya
informasi dibuktikan dengan pasien tidak pernah mendapatkan konseling atau
edukasi gizi sebelumnya.

Prioritas Utama Diagnosa Gizi


Saya memilih domain asupan (NI) dengan masalah asupan oral tidak adekuat (NI.2.1)
dijadikan sebagai prioritas karena dari hasil diagnosis yang telah saya lakukan, saya
menemukan adanya defisit berat pada energi, lemak dan karbohidrat dan deficit ringan pada
protein sehingga perlu dilakukan penyeimbangan asupan energi dan zat gizi untuk proses
pemulihan pasien.

17
3.3 Intervensi Gizi
1. NP.1.1 Preskripsi Diet
a. Tujuan Diet
 Jangka pendek
- Meningkatkan asupan energi dan zat gizi makro (protein, lemak dan
karbohidrat) menjadi 85% selama 3 hari.
 Jangka panjang
- Memperbaiki dan mempertahankan status gizi optimal dan mempercepat
penyembuhan.
- Mencegah penurunan berat badan dan/atau meningkatkan berat badan
hingga mencapai berat badan ideal secara bertahap.
- Mengendalikan dan mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan
darah agar mendekati normal.
- Mencegah menurunnya fungsi ginjal.
- Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Melakukan perubahan sikap dan perilaku sehat kepada pasien terhadapan
asupan makanan yang di konsumsi dengan mengikuti pola gizi seimbang
selama 1 bulan.

b. Prinsip Diet
 Energi cukup
 Protein cukup
 Lemak cukup
 Karbohidrat cukup
 Cairan dibatasi
 Vitamin cukup
 Mineral cukup
 Serat cukup

c. Syarat Diet
 Energi cukup, yaitu 1458 kkal untuk memenuhi kebutuhan pasien, mencapai
dan mempertahankan berat badan normal serta sumber tenaga untuk melakukan
akivitas.

18
 Protein cukup, yaitu sebesar 36,5 gram untuk memenuhi kebutuhan pasien,
metabolisme tubuh, untuk memelihara jaringan tubuh dan mempertahankan
keseimbangan nitrogen. Fungsi protein yang terdapat pada hemoglobin
memiliki peran dalam pembentukan sel darah merah dan dapat mengangkut
oksigen pada eritrosit. Protein nabati memberikan keuntungan karena
kandungan serat yang dapat mempercepat pengeluaran amoniak melalui feses
namun protein nabati dibatasi karena kaya akan fosfat yang akan membuat kerja
ginjal semakin keras.
 Lemak cukup 25% dari kebutuhan energi total, yaitu sebesar 40,5 gram yang
terdiri dari 10% lemak jenuh dan 15% diutamakan lemak tidak jenuh. Kolesterol
dibatasi, yaitu sebesar <300 mg. Lemak untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
merupakan salah satu sumber energi yang bisa digunakan dalam aktifitas
keseharian manumur. Lemak dapat membantu dalam proses pelarutan vitamin
larut lemak di dalam tubuh dan melindungi organ-organ tubuh bagian dalam.
 Karbohidrat cukup, yaitu sebesar 237 gram berperan sebagai pemasok utama
energi. Karbohidrat juga berperan penting untuk mengoptimalkan kerja protein.
Karena apabila tubuh mengalami kekurangan asupan karbohidrat, maka protein
akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil energi dan zat
pembentuk tubuh. Gunakan karbohidrat kompleks sebagai sumber karbohidrat
utama. Pemberian karbohidrat sederhana berupa gula murni dalam jumlah
terbatas atau sekitar 5% dari kebutuhan karbohidrat total yaitu sebagai bumbu
sebaiknya dilakukan bersama makanan utama dan bukan diantara waktu makan.
 Cairan dibatasi, yaitu sebagai pengganti cairan yang keluar melalui muntah, urin
dll selama 24 jam + 500 ml, yaitu sebesar 1100 ml untuk mencegah dehidrasi
dan mencegah menumpuknya cairan pada tubuh.
 Vitamin B6 sebesar 1,35 mg berfungsi dalam membantu memecahkan protein
dan meningkatkan metabolisme tubuh serta mengurangi retensi atau edema.
Vitamin B6 juga membantu dalam menurunkan homosistein yang merupakan
sejenis asam amino yang diproduksi dalam darah dan jika tubuh mengalami
kekurangan vitamin B6 maka homosistein akan terus meningkat dan
menyumbat pembuluh darah.
 Asam folat atau vitamin B9 sebesar 360 mcg berfungsi dalam mencegah anemia
karena asam folat membantu dalam memproduksi sel darah merah.

19
 Vitamin C sebesar 67,5 mg berfungsi dalam penyerapan zat besi dari makanan
dan membantu sistem kekebalan tubuh.
 Kalium sebesar 4230 mg berfungsi dalam membantu mengatur detak jantung.
Jika detak jantung tidak normal maka darah yang dipompa dan mengantarkan
oksigen menjadi berkurang sehingga pasien dapat mengalami sesak napas.
Kalium juga membantu dalam menurunkan tekanan darah.
 Natrium sebesar 1080 mg berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh, meningkatkan kerja otot jantung dalam memompa darah
dan membantu dalam proses penyerapan glukosa di ginjal dan usus. Natrium
diberikan secara terbatas karena pasien mengalami hipertensi dan adanya edema
namun pemberian secara terbatas tersebut tidak dilakukan karena pasien
diberikan obat diuretic yang dapat menekan jumah natrium pada tubuh. Maka
pemberian natrium diberikan sesuai kebutuhan pasien.
 Zat besi atau Fe sebesar 7,2 mg berfungsi dalam pembentukan dan mengatur
kadar Haemoglobin (Hb).
 Serat cukup sebesar 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air yang
terdapat didalam sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
 Makanan mudah dicerna dan tidak berbau tajam.
 Makanan tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.
 Bila mengalami keluhan mual dan mutah diberikan bentuk makanan bubur atau
makanan lunak.
 Makan secara perlahan.

d. Perhitungan Energi, Zat Gizi dan Cairan


Diketahui:
 Nama : Ny. I
 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 70 Tahun
 Berat badan : 54 kg
 TB perkiraan : 146,5 cm
 LLA : 23 cm
 LLA/U : 77 % status gizi kurang

20
 BB Kering = 54 kg - (10% x 54 kg)
= 54 kg -5,4 kg
= 48,6 kg

Kebutuhan Energi
Diet DM menggunakan rumus PERKENI 2015.
 BB Kering = 54 kg - (10% x 54 kg)
= 54 kg -5,4 kg
= 48,6 kg

 BMR = BBK x BMR (pr)


= 48,6 kg x 25 kal/kgBB
= 1215 kal/kgBB

 Faktor Aktifitas diberikan 10% karena dalam keadaan istirahat


FA = 10% x 1215 kal/kgBB
= 121,5 kal/kgBB

 Faktor stress = 10% x 1215 kal/kgBB


= 121,5 kal/kgBB

 Koreksi umur dengan melakukan pengurangan 20 % (karena pasien berumur70


tahun)
Koreksi umur = 20% x 1215 kal/kg BB
= 243 kal/kgBB
Jadi,
BBK = 48,6 kg
BMR x a = 1215 kal/kgBB
Fa x b = 121,5 kal/kgBB
Koreksi bb x b = 243 kal/kgBB
Koreksi stress x b = 121,5 kal/kgBB +

21
1701 kal/kgBB
Koreksi umur x b = 243 kal/kgBB -
1458 kal/kgBB
±5% = 1385,1 kkal – 1531 kkal
Kemudian, hasil dari energi dikalikan 5 % = 5% x 1458 kal/kgBB = 72,9
kal/kgBB.
Hasil dari ±5% 72,9 kal/kgBB mendekati urutan diet DM Nefropati III 1500
kalori dibandingkan urutan DM Nefropati II 1300 kalori sehingga pada kasus ini
menggunakan urutan diet DM III 1500 kalori.

Kebutuhan Zat Gizi Makro


 Protein : 10% x 1458 kkal : 4
= 36,45 gram
±5% : 34,7 gram – 38,3 gram

 Lemak : 25% x 1458 kkal : 9


= 40,5 gram
±5% : 38,5 gram – 42,5 gram

 Karbohidrat : 65% x 1458 kkal : 4


= 237 gram
±5% : 225,4 gram – 249 gram

Kebutuhan Zat Gizi Mikro


 Zat gizi mikro : BBA : BB AKG x nilai gizi AKG

 Vitamin B6 : 1,35 mg
±5% : 1,27 mg – 1,43 mg

 Vitamin B9 : 360 mcg


±5% : 342 mcg – 378 mcg

 Vitamin C : 67,5 mg

22
±5% : 64,1 mg – 70,9 mg

 Kalium : 4230 mg
±5% : 4018,5 mg – 4441,5 mg

 Natrium : 1080 mg
±5% : 1026 mg – 1134 mg

 Fe : 7,2 mg
±5% : 6,8 mg – 7,6 mg

Kebutuhan Cairan
 Infus NaCl 0,9% 10 TPM
Cairan infus : 20 x 60 x 24
= 28800/20
= 720 cc

 Urin tampung : volume urin x frekuensi urin


= 150 ml x 4
= 600 ml

 Kebutuhan cairan : urin tampung + 500 ml


= 600 ml + 500 ml
= 1100 ml

 Cairan oral : kebutuhan cairan – cairan infus


= 1100 ml – 720 ml
= 380 ml

23
Tabel Rencana Intervensi

Kebutuhan Tingkat
Energi dan Zat Asupan Rencana Range Rencana T.K. Rencana
Makanan Konsumsi Kebutuhan
Gizi Makanan Intervensi Intervensi Intervensi (%)
Standar RS (%)

Energi (kkal) 714,75 1300 54,9 1458 1239,4 1177,4 – 1301,4


Protein (gram) 23,3 30 84,3 36,5 31 29,5 – 32,5 85% dari kebutuhan
Lemak (gram) 17,1 35 48,8 40,5 34,4 32,7 – 36,1 total
Karbohidrat (gram) 113,5 192 59,1 237 201,5 191,5 – 211,5

2. ND.1.2 Makanan Utama dan Snack


a. Jenis Diet
 Terapi diet yang diberikan adalah terapi diet DM Nefropati + RG.

b. Komposisi Makanan/Snack
 Bentuk makanan
- Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan lunak (bubur).
 Frekuensi
- 3x makanan utama (pagi, siang dan sore).
- 2x makanan selingan (pagi dan sore).

c. Jadwal Makanan/Minuman
WAKTU BAHAN MAKAN BERAT
Sore Hati Ayam Rebus Belu 20 g
Bubur Nasi 300 g
Ketimun Mentah 10 g
Tomato Red Fresh 10 g
Buncis Mentah 20 g
Carrot Fresh Cooked 20 g
Minyak Kelapa 9g
Subuh Bubur Nasi 300 g
Daging Ayam 20 g
Sayur Bayam Jagung 20 g

Siang Baso 20 g

24
Carrot Fresh Cooked 25 g
Tempe Bacem 15 g
Labu Kuning 20 g
Bubur Nasi 400 g

Minyak Kelapa 9g

Snack Pagi Melon Fresh 150 g


Snack Sore Apel 75 g
Energi Total 1218,4 kkal
Protein Total 32,1 gram
Lemak Total 33,1 gram
Kh total 193,9 gram

d. Rute
 Makanan diberikan melalui rute oral/mulut.

3. E.1.3 Edukasi Gizi


 Edukasi yang diberikan adalah edukasi akhir yang terdiri dari:
- Sasaran
Pasien dan keluarga pasien yang menunggu.
- Waktu
Ketika pasien mendapatkan makanan atau sudah mnghabiskan
makanannya.
- Bentuk edukasi
Edukasi yang diberikan yaitu berupa konseling dengan memberikan
leaflet tentang pengetahuan diet yang diberikan, prinsip dan syarat diet,
bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan dan contoh
pembagian menu dalam sehari.

4. RC.1. 4 Kolaborasi dan Rujukan Asuhan Gizi


a. Kolaborasi dengan profesi lain seperti dokter, perawat dan apoteker.
b. Merujuk kepada profesi lain seperti dokter, perawat dan apoteker.

25
3.4 Monitoring dan Evaluasi
Tanggal
Assesment Monev
17-10-2017
A. Antropometri
BB = 54 kg
Tidak terjadi
BB kering = 48,6 kg Tetap
perubahan
TB perkiraan = 146,5 cm
LLA/U = 77% (gizi kurang)
B. Biokimia
 Glukosa sewaktu= 266 mg/dl (tinggi)  Glukosa sewaktu= 195 mg/dl
 Gula darah puasa = 173 mg/dl ( tinggi)  Gula darah puasa = 100 mg/dl
 Glukosa 2JPP jam 202 mg/dl (= tinggi)  Glukosa 2JPP jam = 130 mg/dl
Terjadi
 HGB = 7,7 g/dl (rendah)  HGB = 14 g/dl
peubahan
 RBC = 2,73 x 106/Ul (rendah)  RBC = 4 x 106/Ul
 PLT = 44 x 103/uL (rendah)  PLT = 200 x 103/uL
 Albumin = 2,91 g/dl (rendah)  Albumin = 4,5 g/dl
 Ureum = 93 mg/dl (tinggi)  Ureum = 40 mg/dl
C. Fisik Klinis
 Sesak napas, nyeri dada, mual dan  Tidak mengalami sesak napas, Terjadi
bengkak kaki. nyeri dada, mual dan bengkak kaki. perubahan
 Tekanan darah = 140/86 mmHg  Tekanan darah = 120/80 mmHg
D. Recall 24 jam (14 Oktober 2017) Recall 24 jam (17 Oktober 2017)
Energi = 714,75 kkal (55%) Energi = 1218,4 kkal (98,3%) Asupan
Protein = 25,3 gram (84,3%) Protein = 32,1 gram (103,5%) makanan pasien
Lemak = 17,1 gram (48,8%) Lemak = 33,1 gram (96,5%) meningkat
KH = 113,5 gram (59,1%) KH = 193,9 gram (96,2%)

26
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus Neprofati


1. Pengertian Diabetes Melitus Neprofati
Nefropati Diabetika adalah komplikasi Diabetes mellitus pada ginjal yang dapat
berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-45% penderita
diabetes militus terutama pada DM tipe I. Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I,
adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan
hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa
penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi
dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria
(30-300mg/24j). Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j,
pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V
merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya
sudah turun sampai 15ml/mnt.
Diabetes Melitus yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Penyakit akibat
komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi pada pasien DM yaitu retinopati dan
nefropati diabetik. Pada saat ini DM telah menjadi salah satu penyakit yang paling
banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik. Salah satu komplikasi DM pada ginjal
yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal adalah nefropati diabetik. Penyakit ginjal
(nefropati) merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada DM. Sekitar
50% gagal ginjal tahap dan DM di Asia menderita nefrofatik diabetic ( Alfarisi,Basuki
dan Susntiningsih,2013).
Kadar kreatinin serum dan mikroalbuminuria menunjukkan terjadi komplikasi
dari Diabetes Melitus. Kadar kreatinin serum dan mikroalbuminuria penting untuk
dikontrol karena menjadi indikator perjalanan penyakit DM tipe-2 (Arora, 2010).
Pemeriksaan kadar kreatinin serum dapat dilakukan dengan metode fotometri, hasil
yang menunjukkan peningkatan kreatinin serum mengindikasikan penurunan fungsi
ginjal. Pemeriksaan mikroalbuminuria dapat dilakukan dengan metode
mikroalbuminuria kuantitatif untuk mengetahui kadar albumin dalam urin yang
bermanfaat untuk memprediksi perkembangan proteinuria dan diabetik nefropati pada

27
DM. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin meneliti tentang hubungan kadar
kreatinin serum dengan mikroalbuminuria pada penderita DM tipe-2.

2. Etiologi
Ginjal adalah salah satu organ tubuh yang terdiri dari dua buah. Masing-masing
ginjal memiliki ratusan ribu nephron. Nephron ini terdiri dari glomerulus (penyaring)
dan juga tubulus (pembuluh halus yang bentuknya meliuk-liuk). Tubulus bersama
dengan glomerulus akan menjalankan peranan untuk menyaring darah merah,
memisahkan darah dari limbah, membuang sisa limbah yang tidak dibutuhkan lagi,
dan juga mengendalikan keseimbangan dari cairan tubuh.
Pada penderita diabetes, baik tipe 1 atau tipe 2, nephron itu akan perlahan-lahan
menebal, lalu menjadi jaringan parut. Jika sudah demikian, lama kelamaan akan
muncul Tanda Tanda Ginjal Rusak. Dan apabila kadar gula dalam darah tetap tidak
terkontrol, maka ginjal perlahan-lahan akan kehilangan fungsinya sebagai penyaring
darah. Kerusakan ginjal ini bisa bertahap (kronis) dan sedikit demi sedikit hingga
hitungan tahun lamanya.

3. Faktor Resiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
a. Hipertensi dan prediposisi genetika
b. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
1) Antigen HLA (human leukosit antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan Faktor genetika tipe antigen HLA
dengan kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9.
2) Glukose trasporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk
mendapat Nefropati Diabetik.
c. Hiperglikemia
d. Konsumsi Protein Hewani

28
4. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM
dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan
menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes,
arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole
aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak
terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.

5. Gambaran Klinik
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan
dalam 5 tahap:
a. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai Hiperfiltrasi yaitu meningkatnya laju
filtrasi glomerules mencapai 20 - 50% diatas nilai normal menurut umur, Hipertrofi
ginjal yang dapat dilihat melaui foto sinar x, Glukosuria disertai poliuria dan
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
b. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal. Awal
kerusakan struktur ginjal.
c. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang
selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara
dengan eksresi protein 30-300mg/24j dan Awal Hipertensi.
d. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan Proteinuria menetap(>0,5gr/24j), Hipertensi dan
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
e. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu 15 - 17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan
5 – 7 tahun kemudian akan sampai stadium V.

29
6. Diagnosis
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas,
diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis klasifikasi
Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis Nefropati
Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini :
a. DM
b. Retinopati Diabetika
c. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum
>2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada :
1) Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh,
gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan
tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa :
(1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam
kapiler retina.
(2) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler
vena.
(3) Eksudat, berupa :
 Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
 Cotton wool patches Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan
dengan iskhemia retina.
(4) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
(5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
(6) Neovaskularisasi

30
3) Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu
tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu kali
pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.
4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut :
a) Pengendalian keadaan metabolic / gula darah dengan mengatur diet yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Jumlah kalori yang diperhitungkan
untuk keperluan basal 35 kcal/kgBB/hari. Insulin untuk pasien DMT 1 dan
obat penurun gula darah untuk pasien DMT 1 apabila gula darah tidak
terkontrol dengan diet.
b) DM dengan albuminuria : protein dalam diet dibatasi à 0,8 gr/ kgBB hari
c) DM dengan hipertensi : diet DM + obat antihipertensi ACEI/ kombinasi ACEI
+ antagonis kalsium bila tekanan darah tak terkendali dengan ACEI target
tekanan darah 130/80 mmHg
d) DM dengan insuffisiensi ginjal: diet DM dengan pembatasan protein 0.6-0,8
gr/kgBB/hari. Pasien dengan insufisiensi ginjal yang mendapat ACEI perlu di
monitor fungsi ginjal secara berkala.

B. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi
merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan
atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, (JNC VII) berpendapat
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan
menurut Brunner dan Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik yang
persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan.

31
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain :
a. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial
dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA
(NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
memiliki IMT 3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi. 27 -
Mengurangi asupan natrium - Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein
dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari
dapat meningkatkan risiko hipertensi.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah satunya adalah
penyakit jantung koroner. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada umur
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

32
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun.
d. Stress
Stress dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
e. Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat
karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-
orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot
jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras
dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak
arteri.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi.
g. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.14 Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat

33
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.

3. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi
maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka
panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai
dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri
pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai
organMekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

34
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

4. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut.
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 20 Mortalitas pada pasien
hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan
komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
a. Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna atau hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan
masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut
menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan
kematian.

35
b. Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh
darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang
cukup. Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan
terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.
c. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan
mengakibatkan darah mengalir ke unitunit fungsional ginjal, sehingga nefron
akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan
membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin
sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid
plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.

5. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. fokus utama dalam
penatalaksanaan hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target 3x/hari penting
sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
a. Non Farmakologis
Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok,
menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan
asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih: peningkatan berat badan di
umur dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol
hipertensi.27 - Meningkatkan aktifitas fisik: orang yang aktivitasnya rendah
berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,
aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai
pencegahan primer dari hipertensi.
2) Mengurangi asupan natrium

36
3) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein dapat memacu jantung
bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat
meningkatkan risiko hipertensi.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid)

6. Pencegahan
Pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap jika tanpa dilakukan
tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler akibat
hipertensi. Menurut Bustan MN (1995) dan Budistio (2001), upaya pencegahan dan
penanggulangan hipertensi didasarkan pada perubahan pola makan dan gaya hidup.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
a. Perubahan pola makan
b. Pembatasan penggunaan garam hingga 4-6 gr per hari, makanan yang
mengandung soda kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.
c. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur,
cumi-cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin).
d. Menghentikan kebiasaan merokok, minum alcohol
e. Olahraga teratur
f. Hindari stres

C. Penatalaksanaan Diet Diabetes Melitus dengan Nefropati 1500 Kalori


1. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan Diabetes Melitus
dikontrol berdsarkan kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Penerapan
diet ditentukan oleh keadaan pasien, jenis Diet Diabetes Melitus Rendah Protein
(DMRP), dan program pengobatan secara keseluruhan. Sebagai pedoman dipakai 8

37
jenis diet Diabetes Melitus Rendah Protein (DMRP) menurut nilai energi 1100-2500
kkal yaitu sebagai berikut.
1) Jenis diet I : energi 1075 kkal, protein 31 gram, lemak 25 gram dan karbohidrat
176gram.
2) Jenis diet II: energi 1275 kkal, protein 31 gram, lemak 25 gram dan karbohidrat
224 gram.
3) Jenis diet III: energi 1475 kkal, protein 31 gram, lemak 35 gram dan karbohidrat
248 gram.
4) Jenis diet IV: energi 1700 kkal, protein 31 gram, lemak 35 gram dan karbohidrat
320 gram.
5) Jenis diet V: energi 1887 kkal, protein 31 gram, lemak 45 gram dan karbohidrat
320 gram.
6) Jenis diet VI: energi 2075 kkal, protein 31 gram, lemak 50 gram dan karbohidrat
340 gram.
7) Jenis diet VII: energi 2250 kkal, protein 31 gram, lemak 50 gram dan karbohidrat
392 gram.
8) Jenis diet VIII: energi 2475 kkal, protein 31 gram, lemak 55 gram dan karbohidrat
432 gram.

2. Syarat Diet
a. Energi adekuat, yaitu 25-30% kkal/kgBB ideal.
b. Protein rendah yaitu 10% dari kebutuhan energi total. Rendahnya kandungan
protein diet sehari tergantung pada kondisi pasien.
c. Lemak normal yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan asam lemak
tidak jenuh ganda atau tunggal. Asupan asam lemak jenuh hendaknya ,<10%
asupan energi total. Kolesterol <300 mg.
d. Karbohidrat sedang yaitu 55-60% sisa dari kebutuhan energi total.
e. Natrium 1000-3000 mg, tergantung pada tekanan darah, adanya edema dan
ekskresi natrium.
f. Kalium dibatasi hingga 40-70 mEq (1600-2800 mg) atau 40 mg/kgBB.
g. Fosfor tinggi: 8-12 mg/kgBB (diperlukan obat pengikat fosfor)
h. Kalsium tinggi: 1200-1600 mg (diperlukan suplemen)
i. Vitamin tinggi. Jika nafsu makan menurun diberikan suplemen vitamin B
kompleks, asam folat dan priridoksin serta vitamin C.

38
D. Penatalaksanaan Diet Garam Rendah III
1. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet Garam Rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi
ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 g) garam dapur.

2. Syarat Diet
a. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin.
b. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau
hipertensi.

39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Recall Hari Pertama dan Hari Terakhir


14 Oktober dan 17 Oktober 2017
1400
1218.4
1200

1000

800 714.75

600

400
193.9
200 113.5
25.3 31.1 17.1 33.1
0
Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram)

14 Oktober 2017 17 Oktober 2017

Perbandingan Kebutuhan dan Asupan Intervensi


1400
1239.41218.4
1200

1000

800

600

400
201.5 193.9
200
31 32.1 34.4 33.1
0
Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram)

Kebutuhan Intervensi 17 Oktober 2017

40
Perbandingan Kebutuhan Total, Recall Hari Pertama dan
Hari Terakhir
1600 1458
1400
1218.4
1200

1000

800 714.75

600

400
237 193.9
200 113.5
36.5 25.3 32.1 40.5 17.1 33.1
0
Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram)

Kebutuhan 14 Oktober 2017 17 Oktober 2017

41

Anda mungkin juga menyukai