Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

SEORANG LAKI LAKI DENGAN VULNUS AMPUTATUM PEDIS DEXTRA


DIGITI III

Oleh :

Yoga Oktavian Nugraha, S.Ked J510195063

Pembimbing :
Dr. Bambang Purwadi, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

HALAMAN JUDUL
CASE REPORT
SEORANG LAKI LAKI DENGAN VULNUS AMPUTATUM PEDIS DEXTRA
DIGITI III

HALAMAN PENGESAHAN

Yang diajukan oleh :

Yoga Oktavian Nugraha, S.Ked J510195063

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter


Pada hari ................., .... ................... 2019

Pembimbing :
Dr. Bambang Purwadi, Sp.OT (..............................)

Dipresentasikan dihadapan :
Dr. Bambang Purwadi, Sp.OT (..............................)

KEPANITERAAN UMUM BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................... 1
STATUS PASIEN .................................................................................................... 1
I. IDENTITAS PASIEN ................................................................................... 1
II. ANAMNESIS ............................................................................................ 1
III. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................ 2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 3
V. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA ......................................................... 5
VI. PROGNOSIS ............................................................................................. 6
VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD) ........................ 6
BAB II........................................................................................................................ 13
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 13
A. DEFINISI .................................................................................................... 13
B. ANATOMI .................................................................................................. 13
C. ETIOLOGI .................................................................................................. 15
D. KLASIFIKASI VULNUS ........................................................................... 15
E. PEMBAGIAN LUKA ................................................................................. 17
F. PATOFISIOLOGIS PENYEMBUHAN LUKA ......................................... 19
G. DIAGNOSIS ............................................................................................... 24
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................ 24
I. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 24
J. KOMPLIKASI ............................................................................................ 24
K. PROGNOSIS............................................................................................... 25
BAB III ...................................................................................................................... 30
PEMBAHASAN .................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

iii
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. T
Umur : 69 tahun
Tanggal Lahir : 01 – 07 - 1949
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Selpanggung, Ngariboyo
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 12 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 12 Juni 2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Luka terkena batu pada 2 minggu yang lalu. Saat ini berwarna kehitaman
dan terasa nyeri.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan luka terjadi karena tertimpa batu saat
memperbaiki selokan 2 minggu yang lalu. Selama 1 minggu
setelahterkena batu, luka dirawat sendiri di rumah dengan seadanya dan
mulai menghitam dan terasa nyeri. Luka sempat diobatkan ke mantri 1
minggu yang lalu diberi obat anti bitik dan anti nyeri tetapi tidak kunjung
sembuh dan malah menghitam lebih luas dan bernanah. Pasien mengaku
bahwa selama 2 minggu luka seringterkena air saat mandi. Saat ini luka
terasa nyeri terus menerus pada ibu jari dan tidak terasa nyeri pada jari ke
3 dan terasa panas pada sekitar luka. Pasien tidak merasa demam di
seluruh tubuh, tidak merasa nyeri kepala, tidak merasa mual maupun
muntah, nafsumakan seperti biasa dan tidak memiliki alergi.
.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Opname : PJK & RBBB, GEA
(24-27 Desember 2016)
2

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat konsumsi obat bebas : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
KU : Baik
Kesadaran : Compos mentis
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler
RR : 18 x/menit, reguler
Suhu : 370C
SpO2 : 98%
C. Status Generalis
1. Kepala : Normocephal, bibir sianosis (-)
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil
+/+ (3mm/3mm)
3. Leher : Leher simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
4. Thoraks
a) Pulmo :
- Inspeksi : Bentuk dada normal (+) , retraksi (-) normal
- Palpasi : ketinggalan gerak (-/-) normal, fremitus (+/+) normal
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru kanan kiri (+) normal
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis terlihat (+)
- Palpasi : Ictus cordis kuat angkat (+) normal
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), bising
jantung (-)
5. Abdomen
- Inspeksi : Distended (-)
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal,
- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-)
3

- Perkusi : hepar pekak (+) normal


6. Ekstremitas
- Ekstremitas superior : Akral hangat, CRT <2dt
- Ekstremitas inferior : Digiti I dan III pedis dextra necrotic
kehitaman (+), luka basah & ada pus (+).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Faal hepar :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

SGOT 23 <37

SGPT 17 <42

Albumin 3,4 3,6 – 5,2

B. Faal Ginjal :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

BUN 16,4 10 – 25

Serum Creatinin 0,94 0,8 – 1,25

Urin Acid 5,9 5,4 – 7,0

C. Serologi :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HBsAg Negatif Negatif

D. Elektrolit :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Natrium 142 136 – 146

Kalium 4,8 3,5 – 5,0

Clorida 108 98 – 106


4

E. CT & BT :
Pemeriksaan Hasil

Clothing Time 11’00”

Bleeding Time 1’15”

F. GDS
Pemeriksaan Hasil

GDS 90 mg/dl

G. Pemeriksaan Darah Lengkap


18 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 7,40 (103/uL) 4,8 – 10,8

RBC 4.77 (106/uL) 4,7 – 6,1

HGB 15,0 (g/dL) 14 – 18

HCT 41.1 (%) 42 - 52

MCV 86.2 (fL) 82,0 – 92,0

MCH 31.4 (pg) 27,0 - 31,0

MCHC 36,5 (g/dL) 32,0 - 37,0

RDW-SD 40.8 (fL) 35,0 - 37,0

RDW-CV 13.2 (%) 11,5 - 14,5

PLT 426 (103/uL) 150 – 400

PDW 8,4 (fL) 9,0 - 13,0

MPV 8,1 (fL) 7,2 – 11,1

P-LCR 11,8 (%) 15,0 - 25,0

PCT 0,35 (%) 0,150 – 0,400

NEUT# 4.21 (103/uL) 1,5 – 7


5

NEUT % 56.9 (%) 40 – 74

LYMPH # 1.95 (103/uL) 1 – 3,7

LYMPH % 29.4 (%) 19 – 48

MONO # 0,66 (103/uL) 0,16 – 1

MONO % 8.9 (%) 3–9

EO # 0.55 (103/uL) 0 - 0,8

EO % 7.4 (%) 0–7

BASO # 0.03 (103/uL) 0 – 0,2

BASO % 0.4 (%) 0–1

H. Foto Klinis & Rontgen

V. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Kerja : Vulnus Amputatum
Diagnosis Klinis : Vulnus Amputatum
6

VI. PROGNOSIS
1. Disease : dubia
2. Disability : dubia
3. Discomfort : dubia
4. Dissatisfaction : dubia
5. Death : dubia

VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD)


Daftar Masalah Assesment Planning Planning Planning
Diagnosis terapi Monitoring

Anamnesis : 1. Vulnus - - Bersihkan - Tanda


- Nyeri & terasa Amputatum Pemeriksaan luka tanda
panas pada luka 2. Gangren Darah - Inf NaCl vital
- Jari kehitaman Lengkap 0,9% - Observasi
dan jari ke 3
- Enzim - Inj luka
tidak merasakan
nyeri darah Ceftriaxo - Observasi
- luka sudah 2 - GDS ne klinis
minggu, terkena - CTBT - Inj pasien
air, ada pus, Ranitidine
dan myasis - Inj
- Riwayat PJK, Ketorolac
RBB, dan GEA
- Diet
TKTP
Pem fisik :
Ekstremitas
Inferior Dextra
:
L: digiti 1 dan 3
luka kehitaman,
basah, ada pus.
Terasa panas
disekitar luka,
digiti 1
merasakan
nyeri, digiti 3
tidak merasakan
nyeri

- Lab :
HCT : 41,1
(103/uL)
7

MCH : 31,4
(g/dL)
PLT : 426
(103/uL)
NEUT # : 21.57
(103/uL)
NEUT % : 76.0
(%)
LYMP # : 5.35
(103/uL)
LYMP % : 18.8
(%)
MONO # : 1.13
(103/uL)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular
normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan.
Amputatum adalah luka dalam bentuk terpotongnya salah satu bagian tubuh
kita sehingga terpisah dari badan atau tubuh seperti Luka potong, pancung dengan
penyebab benda tajam, benda tumpul, ukuran besar atau berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong atau hilangnya dari
sebagian jaringan dari tubuh.

B. ANATOMI

Pedis manusia terdiri dari 26 tulang dan 33 sendi serta otot, tendon dan
ligamen. Tulang yang menyusun pedis terdiri dari tujuh tulang tarsal, lima
metatarsal dan 14 phalanx. Pedis manusia dapat dibagi menjadi 3 bagian yakni
hindfoot, midfoot, dan forefoot. Hindfoot meliputi talus dan calcaneus yang
menyusun bagian posterior pedis. Midfoot meliputi cuboid, navicular serta tiga os.
cuneiform yang menyusun bagian medial pedis. Terakhir forefoot meliputi jari kaki
yang terdiri dari tiga phalanx atau ruas jari kaki kecuali ibu jari atau hallux yang
terdiri dari dua phalanx.
Hindfoot terdiri dari talus dan calcaneus dimana calcaneus merupakan tulang
pedis paling kuat dan besar. Calcaneus bersendi dengan talus yakni sendi subtalar
yang mampu menyebabkan rotasi pada pergelangan kaki, sementara hindfoot
dengan midfoot dihubungkan dengan sendi tranversal. Midfoot terdiri dari lima
tulang tarsal yakni cuboid, navicular serta tiga os. cuneiform. Midfoot bertanggung
jawab untuk membentuk lengkungan telapak kaki, sedangkan midfoot dengan
forefoot dihubungkan oleh lima sendi tarsometatarsal
Forefoot terdiri dari lima jari kaki dimana bagian proksimalnya
berhubungan dengan lima tulang panjang yang membentuk metatarsal dan distal
14

metatarsal bersendi dengan phalanx. Setiap jari kaki memiliki tiga phalanx kecuali
ibu jari atau hallux yang hanya memiliki dua phalanx. Pada masing-masing phalanx
dapat dibedakan sebuah basis phalangis pada ujung proksimal, corpus phalangis, dan
caput phalangis pada ujung distal. Phalanx hallux pertama merupakan tulang yang
pendek, lebar, dan kuat. Sendi yang menghubungkan antar phalanx disebut sendi
interphalangeal, serta yang menghubungkan antara metatarsal dengan phalanx
disebut sendi metatarsophalangeal. Sendi yang menyusun regio ankle dan pedis yaitu
superior tibiofibular joint, inferior tibiofibular joint, talocrural joint , subtalar joint,
transverse tarsal joint, metatarsaophalangeal (MTP) joint, interphalangeal (IP) joint,
proximal interphalangeal (PIP) joint, distal interphalangeal (DIP) joint.

Otot-otot pedis terdiri dari otot ekstrinsk dan ikstrinsik. Otot ekstrinsik dibagi
menjadi empat bagian. Pertama, anterior compartment terdiri dari tibialis anterior,
extensor hallucis longus, extensor digitorum longus, peroneus tertius. Kedua, lateral
compartment terdiri dari peroneus longus dan brevis. Ketiga, deep posterior
compartment terdiri dari tibialis posterior, flexor digitorum longus, flexor hallucis
longus. Terakhir, superficial posterior compartment terdiri dari gastrocnemius,
soleur, plantaris. Ligamen yang terdapat pada regio ankle dan pedis dibagi menjadi
dua bagian yakni ligamen deltoid dan lateral collateral. Ligamen deltoid berada pada
bagian medial pedis terdiri dari ligamen anterior dan posterior tibiotalar, ligamen
tibionavicular serta calcaneotibial. Sedangkan ligamen lateral collateral ialah
ligamen pada bagian lateral pedis yang terdiri dari ligamen anterior dan posterior
talofibular serta calcaneofibular
15

Gambar 2.1 Tulang pada pedis


C. ETIOLOGI
Luka dapat disebabkan oleh Luka potong, pancung dengan penyebab
benda tajam, benda tumpul, ukuran besar atau berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong atau hilangnya dari
sebagian jaringan dari tubuh.

D. KLASIFIKASI VULNUS

 Vulnus Laceratum (Laserasi)

Vulnus Laceratum atau di singkat “VL” adalah luka yang


mengakibatkan robek pada kulit dengan identifikasinya memiliki
dimensi panjang, lebar dan dalam. Biasanya Vulnus Laceratum
diakibatkan karena terjatuh, terkena ranting pohon, terkena batu
sehingga menimbulkan robekan pada kulit.

 Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)


16

Vulnus Excoriasi atau di singkat “VE” adalah luka yang di akibatkan


terjadi gesekan dengan benda keras. Cara mengidentifikasikan Vulnus
Excoriasi adalah luka yang memiliki Panjang dan Lebar, Berbeda
dengan “VL” yang memiliki kedalaman luka. Sebagai contoh luka
lecet akibat terjatuh dari motor sehingga terjadi gesekan antara
anggota tubuh dengan aspal.

 Vulnus Punctum (Luka Tusuk)

Vulnus Punctum atau di singkat “VP” adalah luka akibat tusukan


benda tajam, yang mengakibatkan luka sempit dan dalam.

 Vulnus Contussum (Luka Kontusiopin)

Vulnus Contussum atau di singkat “VC” adalah luka akibat pecahnya


pembuluh darah di bawah kulit, tidak terjadi robekan dan pendarahan
keluar. Vulnus Contussum terjadi akibat benturan keras sehingga
menimbulkan warna merah kehitaman atau kebiruan pada kulit.

 Vulnus Insivum (Luka Sayat)

Vulnus Insivum atau di singkat “VI” adalah jenis luka kecil dan tipis
yang di sengaja dalam proses pengobatan.

 Vulnus Schlopetorum

Vulnus Schlupetorum atau di singkat “VS” adalah jenis luka yang


dalam akibat terkena peluru atau tembakan senjata.

 Vulnus Morsum (Luka Gigitan)

Vulnus Morsum atau di singkat “VM” adalah jenis luka yang


disebabkan oleh gigitan gigi, baik itu oleh manusia ataupun hewan.

 Vulnus Perforatum
17

Vulnus Perforatum adalah luka tembus yang merobek dua sisi tubuh
yang disebabkan oleh senjata tajam seperti panah, tombak atau pun
proses infeksi yang sudah meluas sehingga melewati selaput
serosa/epithel organ jaringan tubuh.

 Vulnus Amputatum

Vulnus Amputatum adalah luka yang di akibatkan terputusnya salah


satu bagian tubuh, biasa di kenal dengan amputasi. Luka yang di
sebabkan oleh amputasi di sebut Vulnus Amputatum.

 Vulnus Combustion (Luka Bakar)

Bulnus Combustion adalah jenis luka bakar yang di akibatkan


rusaknya jaringan kulit akibat thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia.

E. PEMBAGIAN LUKA
a) Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan
1. Ekskoriasi
2. Skin avulsion
3. Skin loss

b) Berdasarkan derajat kontaminasi


1. Luka bersih/ Clean Wounds
Luka bedah tak terinfeksi dimana tidak terjadi proses peradangan
(inflamasi).
Tidak terjadi kontak dan infeksi dengan orofaring, sistem respiratorius,
digestivus, genitourinary. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup dengan baik. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% –
5%.

2. Luka bersih terkontaminasi/ Clean-contamined Wounds


Luka pembedahan dengan resiko terjadinya kontak dengan saluran
respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan yang dalam kondisi
18

terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya


infeksi luka adalah 3% – 11%. Potensial terjadinya kontaminasi infeksi
akibat spillage minimal, flora normal. Proses penyembuhan lebih lama.
3. Luka terkontaminasi/ Contamined Wounds
Termasuk dalam kategori luka terkontaminasi adalah luka terbuka baru
terjadi (laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi), luka akibat operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4. Luka kotor/ Dirty or Infected Wounds
Terdapatnya mikroorganisme pada luka. Luka akibat proses pembedahan
yang sangat terkontaminasi (Perforasi visera, abses, trauma lama).

c) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


1. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang
dangkal.
3. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV : Luka “Full Thickness” dan telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

d) Berdasarkan waktu penyembuhan luka


1. Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
19

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

F. PATOFISIOLOGIS PENYEMBUHAN LUKA

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan


dengan jumlah jaringan yang hilang.
1. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan
yang terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan,
plester, skin graft, atau flap. Hanya sedikit jaringan yang hilang dan Luka
bersih. Jaringan granulasi sangat sedikit. Re-epitelisasi sempurna dalam 10-
14 hari, menyisakan jaringan parut tipis.
Kontraindikasi Penutupan Luka Sec Primer:
a. Infeksi
b. Luka dg jaringan nekrotik.
c. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali luka di area wajah.
d. Masih tdpt benda asing dlm luka
e. Perdarahan dr luka
f. Diperkirakan tdpt “dead space” stla dilakukan jahitan.
g. Tegangan dlm luka atau kulit di sekitar luka terlalu tinggi
h. perfusi jaringan buruk.
2. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Dikarakteristikkan oleh luka yang
luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Tidak ada tindakan aktif
menutup luka, luka sembuh secara alamiah (intervensi hanya berupa
pembersihan luka, dressing, dan pemberian antibiotika bila perlu). Proses
penyembuhan lebih kompleks dan lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka
dan terbentuk jaringan granulasi yang cukup banyak. Luka akan ditutup oleh
re-epitelisasi dan deposisi jaringan ikat sehingga terjadi kontraksi. Jaringan
parut dapat luas/ hipertrofik, terutama bila luka berada di daerah presternal,
deltoid dan leher.
Indikasi Penutupan luka secara sekunder:
a. Luka kecil (<1.5 cm)
20

b. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar


c. Luka tidak terletak di area persendian & area yg penting secara
kosmetik
d. Luka bakar derajat 2.
e. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area
wajah.
f. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds)
g. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan
h. Darah terkumpul dlm dead space
i. Kulit yg hilang cukup luas
j. Oedema jaringan yg hebat sehingga jahitan terlalu kencang dan
mengganggu vaskularisasi yang dapat menyebabkan iskemia &
nekrosis.
Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan
terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih,
tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang
terakhir. Delayed primary closure yang terjadi setelah mengulang debridement dan
pemberian terapi antibiotika

Fase Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi
dan maturasi. Satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang
tidak dapat dipisahkan.
a. Fase Inflamasi
 Berlangsung segera setelah jejas terjadi dan berlanjut hingga 5 hari.
Merupakan respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan jaringan
lunak yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan, mencegah koloni bakteri,
menghilangkan debris dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
Disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit
dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang lemah.
 Awal fase, kerusakan jaringan menyebabkan keluarnya platelet yang akan
menutupi vaskuler yang terbuka dengan membentuk clot yang terdiri dari
trombosit dengan jala fibrin dan mengeluarkan zat yang menyebabkan
21

vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi


hemostasis. Terjadi selama 5 – 10 menit.
 Setelah itu, sel mast akan menghasilkan sitokin, serotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
pengumpulan sel radang, disertai vasodilatasi lokal. Tanda dan gejala klinik
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar
(rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
 Eksudasi mengakibatkan terjadinya pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) terutama neutrofil menuju luka karena daya
kemotaksis mengeluarkan enzim hidrolitik berfungsi untuk fagositosis benda
asing dan bakteri selama 3 hari yang kemudian digantikan fungsinya oleh sel
makrofag yang berfungsi juga untuk sintesa kolagen, pembentukan jaringan
granulasi bersama makrofag, memproduksi Growth Factor untuk re
epitelialisasi, dan proses angiogenesis.
b. Fase Proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Disebut juga fase
fibroplasias karena fase ini didominasi proses fibroblast yang berasal dari sel
mesenkim undifferentiate, yang akan berproliferasi dan menghasilkan kolagen,
elastin, hyaluronic acid, fifbronectin, dan proteoglycans yang berperan dalam
rekonstruksi jaringan baru. Fase ini terdiri dari proses proliferasi, migrasi,
deposit jaringan matriks, dan kontraksi luka.
 Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian
dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama
dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka.
Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal.
Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul dan antar molekul.
 Luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru
yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah
yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang
22

lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka,
proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti
dan mulailah proses maturasi.
c. Fase Maturasi

Berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan


dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi proses maturasi
yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai
dengan gaya gravitasi, dan akhirnya remodelling jaringan yang baru terbentuk.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru
menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan
maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan
regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6
bulan setelah penyembuhan

Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


 Faktor Instrinsik: faktor dari penderita yang berpengaruh dalam proses
penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
 Faktor Ekstrinsik: faktor didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres
psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan
Berikut adalah faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka:
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
23

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien


memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi mereka setelah pembedahan. Klien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose
tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak
lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik
pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Hematoma yang besar, memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh,
sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses yang timbul timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit
(sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut
dengan nanah (pus).
7. Iskemia
Penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah
dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat
faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
24

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,


nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera.
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:


a) Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
b) GDS
c) Radiologi - jika ada indikasi Fracture

I. PENATALAKSANAAN
 Rawat Luka
 Diet TKTP
 Jangan terkena air jika ada indikasi operasi atau jahit

J. KOMPLIKASI
Komplikasi luka bakar
1. Infeksi / Sepsis
25

2. Ulkus
3. Gangren

K. PROGNOSIS

Prognosis ditentukan oleh penanganan luka.


.
BAB III
PEMBAHASAN

Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular
normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan.
Amputatum adalah luka dalam bentuk terpotongnya salah satu bagian tubuh
kita sehingga terpisah dari badan atau tubuh seperti Luka potong, pancung dengan
penyebab benda tajam, benda tumpul, ukuran besar atau berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong atau hilangnya dari
sebagian jaringan dari tubuh.
Penanganan luka bergantung pada klasifikasi luka dan grade keparahan dari
luka. Kesembuhan luka bergantung pada perawatan luka, penyakit lain, nutrisi, dan
obat obatan yang diberikan.
32

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.


Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 73-5

M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka, Airlanga University Press, 2006.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2003.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif


Watampone. 2007

Reksoprodjo S et al, editors. Kumpuluan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Bagian Bedah
Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hal. 435-
42.

Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz ;


editor, G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa, Laniyati
et al ; editor bahasa Indonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 200.

Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong / editor, R.


Sjamsuhidajat et al. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2010. Hal. 103-15.

Anda mungkin juga menyukai