Januari 2020
REFERAT
IRIDOCORNEAL ENDOTHELIAL SYNDROME
Oleh:
Khoirunnisa Sarabayan Pazka – G1A218036
Pembimbing:
dr. Gita Mayani, Sp.M
REFERAT
IRIDOCORNEAL ENDOTHELIAL SYNDROME
OLEH :
Khoirunnisa Sarabayan Pazka – G1A218036
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “IRIDOCORNEAL
ENDOTHELIAL SYNDROME ” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. Gita
Mayani, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Clinical Science Session (CSS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah Katarak.
Saya menyadari bahwa Clinical Science Session (CSS) ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 2.Anatomi kornea dan lapisan kornea. (a) Bagian dari bagian anterior
mata; (B) Bagian kornea yang menggambarkan enam lapisan; (c) Gambar
mikroskopis confocal in vivo dari endotel kornea
a. Epitel
Epitel kornea tersusun oleh sel epitel skuamous bertingkat, dan sebagai
penyumbang ketebalan kornea 5-10%. Secara optik, sel epitel dan tear film
membentuk suatu permukaan halus. Ikatan erat diantara sel-sel epitelial
superfisial ini berguna untuk mencegah masuknya cairan air mata ke dalam
stroma. Proliferasi sel-sel epitelial basal di perilimbal secara terus-menerus
(limbal stem cells) memungkinkan lapisan lain untuk berdiferensiasi menjadi
sel superfisial. Sel yang matang terbungkus oleh mikrovili pada lapisan luarnya
dan kemudian terjadi deskuamasi menjadi air mata. Proses ini berlangsung 7-
14 hari. Sel-sel epitelial basal akan terus berproduksi, ketebalan membran
basement 50-nm, mengandung kolagen tipe IV, laminin, dan protein lain.
Kejernihan kornea tergantung pada ikatan antara selsel epitel agar membentuk
lapisan yang mendekati refraksi indeks dan minimal light scattering.
b. Membran Bowman
Membrana bowman merupakan suatu lapisan superfisial bersifat aseluler,
terbentuk dari fibril kolagen. Ketebalannya 12 μm. Lapisan ini bukan lapisan
membrana elastis sebenarya, tetapi merupakan bagian dari stroma. Fungsinya
sebagai resistensi infeksi. Sekali rusak, tidak terjadi regenerasi.
c. Stroma (subtansia propria)
Sel-sel stroma tersusun teratur dengan ketebalan 0.5 mm dan berkontribusi
sebagai lapisan yang paling tebal, yakni 90% dari seluruh ketebalan kornea.
Kepadatan stroma akan terus menurun disebabkan pertambahan usia,
manipulasi tindakan bedah refraksi yang melibatkan kornea atau trauma, dan
biasanya penyembuhanakan meninggalkan sisa.
d. Membrana desemet
Lapisan desemet adalah membran basemen dari endotel kornea. Ketebalannya
meningkat dari sejak lahir 3 μm hingga dewasa 10-12 μm, sebagai hasil dari
pemecahan endotel di bagian posteriornya. Lapisan ini merupakan lapisan
homogen yang paling kuat, sangat resisten terhadap agen kimia, trauma, dan
proses patologis. Terdiri dari kolagen dan proteoglikan, tetapi membran ini bisa
mengalami regenerasi.
e. Endotel
Lapisan endotel tersusun oleh ikatan sel-sel yang membentuk pola mosaik
dan berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Sel endotel manusia tidak berproliferasi secara in vivo, tetapi sel dapat
membelah untuk mempertahankan jumlahnya. Meskipun beberapa bukti
menunjukkan bahwa stem sel endotel kornea perifer, kepadatannya terus
menurun sesuai usia. Sel yang berkurang menyebabkan sel lain mengalami
pembesaran dan menggantikan posisi sel sekitarnya untuk menutup area defek,
terutama yang disebabkan trauma dan operasi.
Pada bayi biasanya densitas endotel kornea melebihi 3500 sel/mm2 dan
secara bertahap menurun seiring dengan bertambahnya usia menjadi sekitar
2000 sel/mm2 pada orang tua. Rata-rata pada orang dewasa, densitas endotel
kornea adalah 2400 sel/mm2 (1500-3500), dengan rata-rata ukuran sel 150-350
μm2(American Academy of Ophthalmology, 2011-2012b).
Endotel kornea memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai jalur untuk
penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan sisa metabolisme melalui difusi
dan mekanisme transport aktif. Kedua, mengatur hidrasi kornea dan
mempertahankan transparansi kornea. Fungsi endotel ini dilakukan karena
adanya pompa metabolik 9 aktif di endotel kornea. Sedikitnya terdapat tiga
sistem transport ion yang telah teridentifikasi antara lain, pompa sodium-
potasium yang menggerakkan ion sodium keluar dari sel dan bergantung pada
enzim Na+,K+-ATPase; pompa sodium-hidrogen yang menggerakkan ion
sodium ke dalam sel; pompa bikarbonat yang mengangkut ion bikarbonat dari
kornea ke humor akuos. Pompa-pompa transport ion ini bekerja sama untuk
mempertahankan transparansi kornea (Bonanno, 2003; Sheng, 2006).
Transparansi kornea tergantung pada terjaganya kadar air pada stroma
kornea sekitar 78%. Ketika fungsi endotel ini terganggu, maka humor akuos
akan berdifusi masuk ke stroma kornea dan menyebabkan edema kornea
(American Academy of Ophthalmology, 2011-2012b; Sheng 2006).
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Iris1
Iris adalah perpanjangan paling anterior dari traktus uvea. Iris terdiri dari
pembuluh darah dan jaringan ikat yang ditambah dengan melanosit dan sel
pigmen untuk menghasilkan warna iris. Mobilitas dari iris menyebabkan pupil
untuk berubah ukuran. Selama midriasis, iris tertarik menjadi beberapa lekukan
dan lipatan. Iris membagi segmen anterior menjadi bilik mata depan dan bilik
mata belakang. (AAO, 2017). Iris terdiri beberapa bagian antara lain:
1. Stroma
Stroma iris terdiri dari sel berpigmen dan sel yang tidak berpigmen, kolagen
fibril dan matriks yang mengandung asam hyaluronat. Humor aqueous
mengalir secara bebas melalui stroma yang longgar sepanjang batas anterior
dari iris. Permukaan stroma tertutup oleh lapisan sel jaringan ikat yang
terputus yang menyatu dengan badan silier.
2. Pembuluh darah dan syaraf
Pembuluh darah berasal dari stroma iris. Sebagian besar mengikuti secara
radial dari pembuluh darah besar dan melewati tengah pupil. Pada daerah
collarette (bagian paling tebal dari iris), terdapat anastomosis dari arteri dan
vena untuk membentuk lingkaran pembuluh darah minor dari iris. Sebagian
besar lingkaran pembuluh darah ini terletak pada apeks badan silier tidak
pada iris. Pada manusia, lapisan anterior dari iris normalnya avaskular.
3. Lapisan pigmen posterior
Permukaan posterior dari iris terpigmen padat dan tampak halus dan seragam.
Bagian ini lanjutan dari epitel tidak terpigmen dari badan silier dan
berhubungan dengan bagian neurosensoris dari retina.
4. Otot dilator
Otot ini terletak secara pararel di anterir dari epitel pigment posterior. Otot ini
teridi dari otot halus yang terdiri dari myofilamen dan melanosom. Otot
dilator memiliki dua inevasi dari simpatetik dan parasimpatetik. Otot dilator
berkontraksi oleh respon α1-adregenik. Stimulasi dari kolinergik parasimpatis
perberan sebagai inhibisi.
5. Otot sphincter
Otot sphincter terdiri dari jaringan sirkuler dari serat otot halus dan terletak
didekat tepi pupil di dalam stroma, anterior dari pigmen epitelium dari iris.
Serat saraf yang menginervasi otot sphincter meninggalkan subnukleus
Edinger-Westphal dan mengikuti divisi inferior dari N III. Serat saraf ini
berlanjut pada percabangan meninervasi otot obilqus inferior kemudian
keluar dan bersinaps dengan serat postganglion dari ganglion silier. Serat
postganglion berjalan dengan nervus siliaris meniju sphincter iris. Serat ini
biasanya termyelinasi yang dibutuhkan untuk kanduksi secara cepat.
Gambar 4. Pada chandler syndrome, kelainan iris hampir sama dengan essential
iris atrophy, namun disini terjadi edema kornea yang berat.
- Cogan-Reese syndrome – iris tampak rata dengan nodul kecil pada jaringan
iris normal yang mendorong melewati lubang pada lapisan endotel memberi
penampakan seperti “mushroom patch”.8
2.2.2 Epidemiologi
Timbul pada umur antara 20 – 50 tahun, dan lebih sering pada wanita. Pasien
dengan ICE sindrom biasanya terjadi pada 3-5 dekade kehidupan, penderita
mengeluh adanya gangguan penglihatan atau rasa tidak nyaman yang terjadi oleh
karena edema kornea atau peningkatan TIO. Terjadi secara sporadik dan hampir
semuanya terjadi pada kulit putih.
Sindrom ini terjadi pada umur pertengahan dan hampir selalu unilateral namun
pernah juga ditemukan bilateral. Distrophi polimorfik posterior yang asimetris,
merupakan penyebab lain dari edema kornea unilateral, yang merupakan diagnosa
banding ICE sindrom.8
2.2.3 Etiologi
2.2.4 Patofisiologi
Patogenesa yang jelas dari ICE sindrom tidak diketahui namun tampak adanya
sel-sel endotel yang abnormal.Keadaan ini muncul dari adanya maldiferensiasi
dari sejumlah sel-sel endothelial. DNA Herpesvirus pernah diidentifikasi pada
specimen kornea setelah dilakukan keratoplasti dalam humor aquos penderita.
Diduga kemungkinan infeksi HPV menginduksi perubahan ini.9,10
Kesamaan antara 3 varian dari ICE syndrome adalah lapisan sel endothelial
kornea dalam kapasitas proliferasi dan perpindahannya sepanjang sudut ke
permukaan iris. Istilah “proliferative endotheliopathy”. Pada ICE syndrome sel
endotel kornea yang normal tampak tergantikan oleh sel yang menyerupai sel
epitel dengan karateristik perpindahan sel. Pada transmisi dan scanning dari
mikroskop elektron menunjukkan perubahan sel tersebut merupakan sel yang
berdeferiansi secara baik dengan fitur sel epitel seperti desmosomes, tonofilaments
dan micovilli. (Levy et al., 1996) Sel endothelial yang berubah ini bermigrasi ke
posterior melewati Schwalbe’s line menuju ke trabekular meshwork dan ke iris
perifer. Kontraksi dari jaringan ini pada sudut bilik mata depan dan iris
menyebabkan tingginya pheripheral anterior synechiae (PAS) dan perubahan
pada iris yang khas pada ICE syndrome.(AAO, 2017).1
Edema kornea yang terjadi pada pasien ICE syndrome diperkirakan terjadi
sekunder karena kenaikan tikanan intra okuli (TIO) dari sudut bilik mata depan
tertutup dan dari fungsi pompa yang tidak normal dari sel endotel yang tidak
normal. Hal tersebut dapat terjadi pada semua variasi klinis ICE syndrome tetapi
lebih umum ditemukan pada pasien dengan Chandler syndrome .(AAO, 2017) .1
2.2.5 Diagnosis
Gambaran awal dari pasien ICE syndrome dapat berupa nyeri mata
monookular (dari edema kornea atau peningkatan TIO menyebabkan glaucoma
sudut tertutup sekunder), pandangan kabur atau perubahan pada iris. Pemeriksaan
teliti dari kornea untuk melihat adanya edema kornea dan iregularitas dari endotel
kornea (tampak gambaran beaten bronze atau hamered silver dari kornea ketika
dilihat dibawah slitlamp). PAS (peripheral anterior sinechyae) yang tinggi
merupakan ciri khas ICE syndrome sindrom, dan sering meluas anterior ke
Schwalbe’s line.1
Gambar 6. Menunjukkan PAS yang meluas ke Scwalbe’s line, dengan sudut yang tertutup
Terdapat beberapa variasi klinis dari ICE syndrome, antara lain:
Khas adanya atropi iris, dengan penipisan stroma iris yang akan berlanjut menjadi
“full-thickness iris hole”. Pada awalnya akan terjadi sinekia anterior perifer, dan
selanjutnya akan berlanjut mengelilingi semua lingkaran kornea. Terjadi distorsi
pupil, ektropion uvea, yang paling khas dan penting adalah adanya PAS.11
Chandler Syndrome
Ciri utama pada varian ICE syndrome ini biasanya edema kornea, sering dengan
peningkatan TIO yang normal atau sedang. Chandler menggambarkan endotel
kornea seperti “fine hammered silver appearance”. Atropi iris kurang menonjol
pada Chandler syndrome dibanding dan bila terdeteksi sering terbatas pada stroma
iris anterior. Pupil biasanya bulat atau sedikit oval.11
Gambar 8. Kornea memperlihatankan “hammered silver appearance” pada
endotelnya.
Cogan-Reese Syndrome
Ditandai dengan lesi yang berpigmen pada iris yang berbentuk multipel,
pedunculated, lesi nodular menjadi lebih difus, halus, perubahan beludru iris.
Permukaan iris cenderung hilang dari pada normalnya, dan tampak lebih gelap
dari mata sebelahnya. Ektropion uvea, rusaknya stroma iris, dan ektopik pupil
sering muncul. PAS< edema kornea, glaukoma yang labil merupakan ciri khusus.
Glaukoma terjadi pada 50% penderita dengan ICE sindrom, dan glaukoma
yang terjadi cenderung lebih berat pada atropi iris progresif dan Cogan-Reese
syndrome. Keadaan klinisnya adalah abnormalitas endotel kornea yang tampak
nyata, serta gambaran metal pada kornea posterior. Pada keadaan ini endotel
kornea berpindah posterior ke Membran Descemet’s. Dengan mikroskop elektron
menunjukkan lapisan endotel yang berbeda ketebalannya. Tidak seperti endotel
kornea normal, disini tampak proses filopodial dan filament aktin sitoplasmik.
Viral diduga merupakan mekanisme dari ICE sindrom setelah ditemukannya
limfosit yang tampak pada endotel kornea penderita. Berdasarkan hasil serologis,
diduga virus Epstein-Barr dan herpes simpleks turut terlibat.11
Pemeriksaan Penunjang
1. Biomikroskop Slitlamp
Korektopia (malposisi pupil)
2. Gonioskopi
Pada awal kelainan dari penyakit, gonioskopi menunjukkan sudut kamera okuli
anterior yang normal. Kemudian terjadi PAS dan tampak menutupi semua sudut.
Polus posterior tampak normal namun terjadi ‘glaucomatous optic nerve cupping’
dan terjadi peningkatan intraocular. Gonioskopi menunjukkan sinekhia perifer
anterior yang meluas sampai Scwalbe line.12
• Apabila Seluruh anyaman trabekular, prosesus iris terlihat sudut terbuka
• Apabila hanya garis schwalbe/sebagian kecil anyaman trabekular sudut
sempit
• Apabila garis schwalbe tidak terlihat sudut tertutup.1
3. Mikroskop spekular
Dengan mikroskop spekular, dengan jelas dapat membedakan keadaan endotel
kornea pada ICE sindrom dengan keadaan endotel pada kelainan lainnya.
Perubahan yang paling awal tampak adalah hilangnya bentuk hexagonal sel-sel
endothelial.
Dengan mikroskop spekular menunjukkan hitung sel endotel yang normal (2380)
dengan bentuk sel yang normal (kiri). Endotel yang abnormal dengan pembesaran
interspaced dan hitung sel yang rendah (1353) (kanan) pada pasien ICE sindrom.12
4. Tonometri
Alat untuk pengukuran tekanan intraokuler. Rentang tekanan intraokuler normal
adalah 10-21 mmHG.1
Daerah yang gelap mulai tampak pada sel-sel tunggal. Pada kornea yang
terkena terjadi peningkatan pleomorfisme selular dan daerah gelap pada sel-sel
tunggal tadi meluas. Daerah yang tampak normal pada mata yang terkena, dengan
mikroskop spekular menunjukkan mosaik endothelial yang normal namun ukuran
sel lebih kecil dari biasanya. Penyebab ini belum diketahui. Pada beberapa kasus
mata yang tidak terlibat menunjukkan pleomorfik sel endothelial yang abnormal
dengan hitung sel yang lebih rendah. Endotel kornea dan membrane basement
menyebar dari kornea menuju trabekular meshwork dan permukaan iris. Kontraksi
membrane ini mencetus munculnya PAS pada daerah yang sebelumnya sudutnya
terbuka dan menimbulkan uvea ektropion. Atropi iris dan “full thickness hole”
timbul karena ada tarikan antara iris dan sinekhia. Nodul iris timbul pada daerah
yang terlibat dengan kompleks endotel-membran basement. Diduga bahwa bentuk
nodul timbul dari kepungan dan “jepitan” iris oleh membrane seluler. Nodul
tersebut merupakan tanda dari daerah endotelialisasi iris.
Diagnose ICE sindrom selalu diduga pada pasien usia pertengahan dengan
glaukoma sudut tertutup unilateral. Dengan mikroskop spekular dapat memastikan
diagnosis dengan adanya sel-sel endotel yang hilang dan morfologi sel endotel
yang atipikal pada mata yang terlibat.
2.2.8 Komplikasi
1. Glaukoma akibat obstruksi bilik mata anterior.
2. Penglihatan yang semakin memburuk karena disfungsi sel endotel kornea yang
menghasilkan dekompensasi dan edem kornea.
3. Distorsi visual dan penglihatan silau dari perubahan iris1
2.2.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan ICE syndrome baik apabila dilangani dengan cepat
dan tepat. lni lergamung pada waktu diagnosis dalam perjalanan penyakit, dan
keberhasilan alau kegagalan pengobatan. Banyak pasien memiliki yang hampir
asimtomatis, dan cukup baik dengan kontrol TIO (baik Iopikal dan bedah).
Namun, ada pasien dengan penyakit agrcsif yang menderita kchilangan
penglihalan luas akibal glaukoma lanjul dan alau edema komea.
Glaukoma cenderung lebih parah pada atrofi iris progresif dan sindrom Cogan-
Reese. Jikn intervensi bcdah diperlukan unluk mengontrol TIO, prognosis
cenderung lebih dijaga.11
BAB III
KESIMPULAN
Kondisi ini sccara klinis unilateral, terjadi pada usia antara 20 dan 50 tahun.
dan terjadi lebilh scring pada wanita dengan prevalansi kurang dari l per l00.000
populasi. Glaukoma telah dilaporkan terjadi pada lebih dari 50 kasus sindrom
ICE. Selain itu dapat terjadi perubahan perubahan degeneratif pada iris sebagai
komplikasi karena keterlambatan penanganan.
Penatalaksanaan medis terhadap kondisi ini bisa sulit dan sering kali
merupakan tindakan temporer, karena etiologi sindrom ICE yang tidak diketahui.
Tidak ada terapi yang mcnargetkan patogcnesis sindrom lCE, yang berani
pcngobalan ditujukan untuk mcngcndalikan tckanan intraokular dan kejemihan
komea.
Prognosis untuk pasien dengan sindrom ICE tergantung pada apakah telah
terjadi komplikasi. lni tergantung pada waktu diagnosis dalam perjalanan
penyakit dan keberhasilan atau kegagalan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA