Farmasi Fisika Modul 6

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

MODUL 6

“KECEPATAN DISOLUSI”

I. Prinsip Percobaan
Prinsip kerja dari alat tipe uji dayung yaitu untuk menentukan konsentrasi
asam salisilat terhadap kecepatan disolusi berdasarkan pengaruh suhu dan
kecepatan pengadukan

II. Tujuan Percobaan


1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu
zat
2. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
3. Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi

III. Landasan Teori


3.1. Kelarutan dan Kecepatan Disolusi
3.1.1. Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent) (Peter Atkins, 2006).
Urutan kelarutan menurut farmakope Indonesia suatu zat dapat dinyatakan sebagai
berikut:
3.1.2. Kecepatan disolusi
Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat
dari sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971). Sehingga kecepatan
disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya zat aktif yang dapat
larut per satuan waktu. Prinsipnya, disolusi mengacu pada proses ketika fase pasat
(misalnya tablet atau serbuk) masuk ke dalam fase larutan, seperti air (Martin,
2011).
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
1) Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang
bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut
Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut (Martin,
1993):
D : koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
ή : viskositas pelarut
T : suhu
2) Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu
zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan
viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3) pH pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat
asam atau basa lemah.
Untuk asam lemah:
Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.
Untuk basa lemah:
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
4) Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika
pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang.
5) Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi
besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6) Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur
internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda
juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya,
sehingga kecepatan disolusinya besar.
7) Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat
hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antar
partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan
kecepatan disolusinya bertambah.
b) Metode penentuan kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993)
1) Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu
dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2) Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga
variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah
menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi
(Ansel, 2008).
c) Alat Uji Disolusi
1) Alat pengaduk bentuk dayung
Pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai
pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak
lebih dari dari 2mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar
dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang
sehingga dasar daun dan batang rata. Daun dan batang yang merupakan batang
logam merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut yang inert
yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai
berputar (Farmakope Indonesia edisi V, 2014).
2) Alat pengaduk bentuk keranjang
Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakan oleh
motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian didalam suatu
tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan
suhu dalam wadah pada 37o ± 0.5º selama pengujian berlangsung dan menjaga
agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk
lingkungan tempat alat diletakan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan,
atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk
(Farmakope Indonesia edisi V, 2014).

3.2. Titrasi Asam Basa dan Monografi Zat Aktif


3.2.1. Titrasi asam basa
Pada percobaan kali ini dilakukan juga titrasi asam basa. Titrasi asam basa
adalah titrasi yang bertujuan untuk menentukan kadar larutan asam atau basa.
Asam (yang sering diwakili dengan rumus HA) secar umum merupakan senyawa
kimia yang dilarutkan dalam air akan menghasilkan pH lebih kecil dari 7.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer maupun
titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya (Mulyawati, 2014).
Pada titrasi asam basa biasanya digunakan indicator. Indikator adalah
indikator pH berisi larutan dari beberapa senyawa yang menunjukkan beberapa
perubahan warna yang halus pada rentang pH antara 1-14 untuk menunjukkan
keasaman atau kebasaan larutan. Contoh indikator pada titrasi asam basa yang
sering digunakan adalah fenolftalein (PP), metil merah (mm), metil jingga (mo),
dan bromtimol blue (BTB).
3.2.2. Monografi zat aktif
Zat aktif yang digunakan pada saat praktikum adalah Asam Salisilat,
dengan monografi sebagai berikut (Farmakope edisi V, 2014):
a) Acidum salicylicum
Asam Salisilat

C7H6O3 BM 138,12
Asam salisilat mengandung tidak kurangdari 99,5% dan tidak lebih dari
101,0% C7H6O3, dihitung terhadap zat yang lebih dikeringkan.
Pemerian Hablur, biasanya berbentuk jarum halusatau serbuk halus; putih; rasa
agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau
merah muda dan berbau lemah mirip denga mentol.
Kelarutan Sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam kloroform.
Metode Studi disolusi dilakukan mengikuti Farmakope Amerika (USP)/Eropa,
metode A, menggunakan alat 1 USP (keranjang) 100 rpm, dengan 2 media: 0,1 N
HCl, 120 menit untuk stadium asam, dan buffer fosfat pH 6,8, 90 menit untuk
stadium dapar. Sampel diambil pada 120 menit untuk stadium asam, dan setiap 10
menit sampai dengan 90 menit untuk stadium dapar. Asam salisilat diukur
kadarnya dengan spektrofotometer pada 280 nm untuk stadium asam, dan pada
265 nm untuk stadium dapar. Asam salisilat bebas diukur kadarnya hanya pada
akhir stadium dapar dengan metode HPLC. Ada 6 produk uji (Cardio
Aspirin®100 mg, Aptor®100 mg, Ascardia®80 mg, Thrombo Aspilet®80 mg,
Astika®100 mg dan Farmasal®100 mg), 3 batch untuk setiap produk, dan 6 unit
untuk setiap batch (Yeyet, 2009).
IV. Prosedur Kerja
4.1. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat

Bejana diisi dengan 900 ml air suling, kemudian dipasang thermostat pada
suhu 30oC.

Setelah suhu air didalam bejana sudah mencapai 30oC, dimasukan 2 gram
Asam salisilat kemudian motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 500
rpm.

Dalam setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, dan 20 menit air didalam bejana
diambil sebanyak 20 ml setelah pengadukan. Kemudian setelah pengambilan
sampel, dimasukan air suling sebanyak 20 ml sebagai pengganti.

Kadar Asam salisilat yang terlarut dari setiap sampel ditentukan dengan
metode titrasi asam basa dengan menggunakan penambahan NaOH 0,05N dan
Fenolftalein sebagai indikatornya. Faktor koreksi konsentrasi Asam salisilat
dihitung setiap selang waktu pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan sampel dengan air suling.

Percobaan yang sama dilakukan pada suhu 37o dan 45oC untuk melihat
pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi.

Hasil yang diperoleh dibuat menjadi tabel, dan dibuat kurva hubungan antar
konsentrasi Asam salisilat yang diperoleh dengan waktu.
4.2. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat

Bejana diisi dengan 900 ml air suling, kemudian dipasang thermostat pada
suhu 30oC.

Setelah suhu air didalam bejana sudah mencapai 30oC, dimasukan 2 gram
Asam salisilat kemudian motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 500
rpm.

Dalam setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, dan 20 menit air didalam bejana
diambil sebanyak 20 ml setelah pengadukan. Kemudian setelah pengambilan
sampel, dimasukan air suling sebanyak 20 ml sebagai pengganti.

Kadar Asam salisilat yang terlarut dari setiap sampel ditentukan dengan
metode titrasi asam basa dengan menggunakan penambahan NaOH 0,05N dan
Fenolftalein sebagai indikatornya. Faktor koreksi konsentrasi Asam salisilat
dihitung setiap selang waktu pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan sampel dengan air suling.

Percobaan yang sama dilakukan dengan kecepatan pengadukan 100 dan 150
rpm untuk melihat pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan
disolusi.

Hasil yang diperoleh dibuat menjadi tabel, dan dibuat kurva hubungan antar
konsentrasi Asam salisilat yang diperoleh dengan waktu.
V. Data Pengamatan dan Perhitungan
5.1. Data Pengamatan
5.1.1. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat

Tabel 5.1. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 30° rpm 50
Menit Vol NaoH yang Terpakai Konsentrasi Asam Asetat Faktor Koreksi
1 0,9
5 0,9 N
10 1,9
15 1,7 N
20 1,6 N

Grafik 5.1. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 30° rpm 50

Suhu 30o rpm 50


0.005

0.0045

0.004

0.0035

0.003
Kecepatan Disolusi
0.0025

0.002

0.0015

0.001
1 5 10 15 20
Tabel 5.2. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 37° rpm 50
Menit Vol NaoH yang Terpakai Konsentrasi Asam Asetat Faktor Koreksi
1 0,7
5 1,3 N
10 1,8
15 2,4 N
20 2,5 N

Grafik 5.2. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 37° rpm 50

Suhu 37o rpm 50


0.007

0.006

0.005

0.004
Kecepatan Disolusi

0.003

0.002

0.001
1 5 10 15 20
Gambar 5.1. Foto pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 37° rpm 50

Tabel 5.3. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 45° rpm 50
Menit Vol NaoH yang Terpakai Konsentrasi Asam Asetat Faktor Koreksi
1 0,3
5 1,7 N
10 2,4
15 2,9 N
20 3,1 N
Grafik 5.3. Data pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 45° rpm 50

Suhu 45o rpm 50

0.0085

0.0075

0.0065

0.0055

0.0045 Kecepatan Disolusi


0.0035

0.0025

0.0015

0.0005
1 5 10 15 20

Gambar 5.2. Foto pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 45° rpm 50
Grafik 5.4. Data pengamatan pengaruh suhu 30°, 37°, 45° terhadap kecepatan disolusi zat

0.0095

0.0085

0.0075

0.0065
Suhu 30
0.0055
Suhu 37
0.0045
Suhu 45
0.0035

0.0025

0.0015

0.0005
1 5 10 15 20

5.1.2. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap


kecepatan disolusi zat

Tabel 5.4. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan kecepatan disolusi zat 30° rpm 100
Menit Vol NaoH yang Terpakai Konsentrasi Asam Asetat Faktor Koreksi
1 3
5 3 N
10 4,5
15 5,3 N
20 5,4 N
Grafik 5.5. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat 30°
rpm 100

Suhu 30o rpm 100


0.015

0.013

0.011

0.009
Kecepatan Disolusi
0.007

0.005

0.003

0.001
1 5 10 15 20

Tabel 5.5. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan kecepatan disolusi zat 30° rpm 150
Menit Vol NaoH yang Terpakai Konsentrasi Asam Asetat Faktor Koreksi
1 1,5
5 43 N
10 5,3
15 63 N
20 6,8 N
Grafik 5.6. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat 30°
rpm 150

Suhu 30o rpm 150

0.017

0.015

0.013

0.011

0.009 Kecepatan Disolusi


0.007

0.005

0.003

0.001
1 5 10 15 20

Gambar 5.3. Foto pengamatan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat 30° rpm 150
Grafik 5.7. Data pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan 50, 100, 150 rpm terhadap
kecepatan disolusi zat

0.0185

0.0165

0.0145

0.0125
rpm 50
0.0105
rpm 100
0.0085
rpm 150
0.0065

0.0045

0.0025

0.0005
1 5 10 15 20

5.2. Perhitungan
5.2.1. Perhitungan bobot NaOH yang diperlukan dengan konsentrasi 0,05
dan BM=40
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑔𝑟𝑎𝑚
= ×
𝑔𝑟𝑎𝑚
= ×

𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑔
5.2.2. Perhitungan konsentrasi asam salisilat
a) Perthiungan konsentrasi asam salisilat terhadap suhu 30°C rpm 50
1) Menit ke-1:
𝑉1 × 𝑁1 = 𝑉2 × 𝑁2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁
2) Menit ke-5
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

3) Menit ke-10
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

4) Menit ke-15
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5) Menit ke-20
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

b) Perhitungan konsentrasi asam salisilat terhadap suhu 37°C rpm 50


1) Menit ke-1
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁
2) Menit ke-5
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

3) Menit ke-10
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

4) Menit ke-15
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5) Menit ke-20
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

c) Perhitungan konsentrasi asam salisilat terhadap suhu 45°C rpm 50


1) Menit ke-1
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁
2) Menit ke-5
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

3) Menit ke-10
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

4) Menit ke-15
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5) Menit ke-20
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

d) Perhitungan konsentrasi asam salisilat terhadap suhu 30°C rpm 100


1) Menit ke-1
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁
2) Menit ke-5
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

3) Menit ke-10
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

4) Menit ke-15
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5) Menit ke-20
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

e) Perhitungan konsentrasi asam salisilat terhadap suhu 30°C rpm 150


1) Menit ke-1
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁
2) Menit ke-5
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

3) Menit ke-10
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

4) Menit ke-15
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5) Menit ke-20
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 × 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡
× = × 𝑁2
= × 𝑁2

𝑁2 = = × 𝑁

5.2.3. Perhitungan faktor koreksi konsentrasi asam salisilat terhadap suhu


30°C rpm 50
a) Faktor koreksi menit ke-5
(𝑁2(5) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )
=
+
=

= = ×

b) Faktor koreksi menit ke-10


(𝑁2(10) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
=

+ +
=

= = ×

c) Faktor koreksi menit ke-15


(𝑁2(15) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )
=

+ + +
=

= = ×

d) Faktor koreksi menit ke-20


(𝑁2(20) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(15) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )+( × . )
=

+ + + +
=

= = ×
5.2.4. Perhitungan faktor koreksi konsentrasi asam salisilat terhadap suhu
37°C rpm 50
a) Faktor koreksi menit ke-5
(𝑁2(5) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )
=

+
=

= = ×

b) Faktor koreksi menit ke-10


(𝑁2(10) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
=

+ +
=

= = ×

c) Faktor koreksi menit ke-15


(𝑁2(15) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )
=

+ + +
=

= = ×
d) Faktor koreksi menit ke-20
(𝑁2(20) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(15) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )+( × . )
=

+ + + +
=

= = ×

5.2.5. Perhitungan faktor koreksi konsentrasi asam salisilat terhadap suhu


45°C rpm 50
a) Faktor koreksi menit ke-5
(𝑁2(5) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )
=

+
=

= = ×

b) Faktor koreksi menit ke-10


(𝑁2(10) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
=

+ +
=

= = ×
c) Faktor koreksi menit ke-15
(𝑁2(15) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )
=

+ + +
=

= = ×

d) Faktor koreksi menit ke-20


(𝑁2(20) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(15) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )+( × . )
=

+ + + +
=

= = ×

5.2.6. Perhitungan faktor koreksi konsentrasi asam salisilat terhadap suhu


30°C rpm 100
a) Faktor koreksi menit ke-5
(𝑁2(5) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )
=

+
=

= = ×
b) Faktor koreksi menit ke-10
(𝑁2(10) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
=

+ +
=

= = ×

c) Faktor koreksi menit ke-15


(𝑁2(15) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )
=

+ + +
=

= = ×

d) Faktor koreksi menit ke-20


(𝑁2(20) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(15) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )+( × . )
=

+ + + +
=

= = ×
5.2.7. Perhitungan faktor koreksi konsentrasi asam salisilat terhadap suhu
30°C rpm 150
a) Faktor koreksi menit ke-5
(𝑁2(5) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )
=

+
=

= = ×

b) Faktor koreksi menit ke-10


(𝑁2(10) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
=

+ +
=

= = ×

c) Faktor koreksi menit ke-15


(𝑁2(15) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )
=

+ + +
=

= = ×
d) Faktor koreksi menit ke-20
(𝑁2(20) × 𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎) + (𝑁2(15) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(10) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
+(𝑁2(5) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) + (𝑁2(1) × 𝑉. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐹𝐾 =
𝑉. 𝐵𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎
( × . )+( × . )+( × . )
+( × . )+( × . )
=

+ + + +
=

= = ×

VI. Pembahasan
Disolusi adalah proses masuknya atau melarutnya fase padat ke dalam fase
larutan (misal air). Menurut literatur disolusi obat didefinisikan sebagai proses
ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase larutan
(Martin 2012).
Kecepatan disolusi adalah ukuran yang menyatakan banyaknya zat aktif
yang dapat terlarut per satuan waktu. Tujuan dari praktikum kecepatan disolusi ini
adalah untuk melihat faktor yang memengaruhi kecepatan disolusi yang mana
faktor yang diamati adalah pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi. Selain itu, kecepatan disolusi ini juga bertujuan untuk melihat
berapa banyak zat aktif yang larut pada medianya dalam satuan waktu. Pengujian
kecepatan disolusi dilakukan terhadap asam salisilat dalam air. Rumus
molekulnya C7H6O3 dan rumus strukturnya sebagai berikut:

Gambar 6.1 rumus struktur asam salisilat


Dari rumus di atas asam salisilat memiliki gugus polar dan nonpolar.
Gugus polar dari asam salisilat adalah OH dan gugus nonpolarnya adalah gugus
cincin benzene. Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat larut pada sebagian
pelarut polar dan sebagian pada pelarut nonpolar. Namun karena asam salisilat
memiliki gugus polar dan gugus nonpolar dalam satu gugus menyebabkan asam
salisilat sukar larut pada pelarut polar saja atau nonpolar saja. Sehingga terbukti
saat asam salisilat dimasukan kedalam air maka dia akan mengambang
dipermukaan air karena dia memiliki sifat nonpolar.
Selain suhu dan kecepatan pengadukan, faktor yang berdasarkan kondisi
pengujian lainnya adalah viskositas dan pH pelarut. Viksositas adalah ukuran
tahanan (resistensi) zat cair untuk mengalir (Martin, 2012). Berdasarkann
persamaan Einsten, viskositas berbanding terbalik dengan koefisien difusi
sehingga berbanding terbalik juga dengan kecepatan disolusi. Jadi, semakin
rendah viskositas pelarut maka nilai koefisien difusi akan semakin besar sehingga
kecepatan disolusi juga akan meningkat.
Pada praktikum kecepatan disolusi ini, kami menggunakan alat uji disolusi
tipe dayung yang menggambarkan lambung pada tubuh manusia. Alat ini
menggunakan metode suspensi karena zat aktif yang akan ditentukan kecepatan
disolusinya (asam salisilat) ditambahkan kedalam pelarut (akuades). Bejana pada
alat diisi 900 ml akuades karena untuk menyesuaikan kapasitas maksimum cairan
pada lambung manusia. Uji kecepatan disolusi ini dilakukan pada waktu menit ke
1, 5, 10, 15, 20 karena bertujuan untuk mencari waktu optimal obat dapat terserap.
Dan untuk menentukan konsentrasi asam salisilat yang diuji kami melakukan
titrasi asam basa karena larutan yang konsentrasinya akan ditentukan yaitu asam
salisilat bersifat asam lemah akan mudah terlarut pada larutan yang bersifat basa
kuat yang mana basa kuat yang kita gunakan adalah NaOH karena jika asam
lemah bereaksi dengan basa kuat akan membentuk garam yang mudah larut dalam
air dan ditambahkan indikator fenolftalein untuk menentukan titik akhir titrasi
dengan ditandai perubahan warna larutan menjadi warna merah muda.
Pada praktikum kali ini melakukan uji kecepatan disolusi dalam suatu
larutan dengan menggunakan kondisi pengujian dengan suhu dan kecepatan
pengadukan. Jadi dilihat pengaruh dari suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi.
Pada percobaan pertama ini kondisi pengujian yang digunakan adalah
suhu. Suhu yang digunakan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan
disolusi adalah 30°C, 37°C, dan 45°C. Dari hasil pengamatan pada suhu 30°C,
didapatkan hasil pada menit ke 1 konsentrasi asam salisilat 2,25×10-3 N dengan
volume NaOH yang terpakai adalah 0,9 ml. Pada menit ke 5 konsentrasi asam
salisilat 2,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 0,9 ml. Pada
menit ke 10 konsentrasi asam salisilat 4,75×10-3 N dengan volume NaOH yang
terpakai adalah 1,9 ml. Pada menit ke 15 konsentrasi asam salisilat 4,25×10-3 N
dengan volume NaOH yang terpakai adalah 1,7 ml. Dan pada menit ke 20
konsentrasi asam salisilat 4×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah
1,6 ml. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur, dimana pada menit ke 5, 15, dan 20
tidak mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh keselahan dari praktikan pada
saat melakukan titrasi asam basa. Seharusnya hasil yang didapat semakin lama
waktu pengadukan semakin banyak asam salisilat yang terlarut sehingga
konsentrasinya makin naik dan volume NaOH yang terpakai untuk mencapai titik
akhir titrasi makin banyak. Selanjutnya diamati kecepatan disolusi pada suhu
37°C, didapatkan hasil pada menit ke 1 konsentrasi asam salisilat 1,75×10-3 N
dengan volume NaOH yang terpakai adalah 0,7 ml. Pada menit ke 5 konsentrasi
asam salisilat 3,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 1,3 ml.
Pada menit ke 10 konsentrasi asam salisilat 4,5×10-3 N dengan volume NaOH
yang terpakai adalah 1,8 ml. Pada menit ke 15 konsentrasi asam salisilat 6×10-3 N
dengan volume NaOH yang terpakai adalah 2,4 ml. Dan pada menit ke 20
konsentrasi asam salisilat 6,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah
2,5 ml. Hasil ini sesuai dengan literatur, yang mana didapatkan bahwa makin lama
waktu pengadukan hasil konsentrasi asam salisilat makin tinggi dan volume
NaOH yang terpakai makin banyak.
Kemudian diamati kecepatan disolusi pada suhu 45°C, didapatkan hasil
pada menit ke 1 konsentrasi asam salisilat 0,75×10-3 N dengan volume NaOH
yang terpakai adalah 0,3 ml. Pada menit ke 5 konsentrasi asam salisilat 4,25×10-3
N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 1,7 ml. Pada menit ke 10
konsentrasi asam salisilat 6×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah
2,4 ml. Pada menit ke 15 konsentrasi asam salisilat 7,25×10-3 N dengan volume
NaOH yang terpakai adalah 2,9 ml. Dan pada menit ke 20 konsentrasi asam
salisilat 7,75×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 3,1 ml. Hasil ini
sesuai dengan literatur yang mana konsentrasi asam salisilat semakin tinggi dan
volume NaOH yang terpakai semakin banyak.

Grafik 6.1 perbandingan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi

0.0095

0.0085

0.0075

0.0065
Suhu 30
0.0055
Suhu 37
0.0045
Suhu 45
0.0035

0.0025

0.0015

0.0005
1 5 10 15 20

Dari ketiga percobaan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi tersebut,


didapat bahwa pada suhu 45°C kecepatan disolusinya paling tinggi karena NaOH
yang terpakai paling banyak sehingga konsentrasi asam salisilat juga paling tinggi
karena semakin lama waktu pengadukan dan penambahan suhu yang panas
semakin banyak pula asam salisilat yang terlarut sehingga kecepatan disolusinya
juga meningkat.
Dari hasil pengamatan ini sesuai dengan persamaan kecepatan disolusi
yang dikembangkan oleh Einsten bahwa suhu berbanding lurus dengan koefisien
difusi yang mana menurut persamaan yang dikembangkan oleh Noyes dan
Whitney koefisien difusi juga berbanding lurus dengan kecepatan disolusi. Jadi,
suhu juga berbanding lurus dengan kecepatan disolusi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa makin tinggi suhu makin tinggi kecepatan disolusinya
begitupun sebaliknya.
Dan selanjutnya pada percobaan kedua ini kondisi pengujian yang
digunakan adalah kecepatan pengadukan. Kecepatan pengadukan yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi
adalah 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm. Dari hasil pengamatan pada kecepatan
pengadukan 50 rpm, didapatkan hasil pada menit ke 1 konsentrasi asam salisilat
2,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 0,9 ml. Pada menit ke 5
konsentrasi asam salisilat 2,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah
0,9 ml. Pada menit ke 10 konsentrasi asam salisilat 4,75×10-3 N dengan volume
NaOH yang terpakai adalah 1,9 ml. Pada menit ke 15 konsentrasi asam salisilat
4,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 1,7 ml. Dan pada menit
ke 20 konsentrasi asam salisilat 4×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai
adalah 1,6 ml. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur, dimana pada menit ke 5, 15,
dan 20 tidak mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh keselahan dari
praktikan pada saat melakukan titrasi asam basa. Seharusnya hasil yang didapat
semakin lama waktu pengadukan semakin banyak asam salisilat yang terlarut
sehingga konsentrasinya makin naik dan volume NaOH yang terpakai untuk
mencapai titik akhir titrasi makin banyak. Selanjutnya diamati kecepatan disolusi
pada kecepatan pengadukan 100 rpm, didapatkan hasil pada menit ke 1
konsentrasi asam salisilat 7,5×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah
3 ml. Pada menit ke 5 konsentrasi asam salisilat 7,5×10-3 N dengan volume NaOH
yang terpakai adalah 3 ml. Pada menit ke 10 konsentrasi asam salisilat 11,25×10 -3
N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 4,5 ml. Pada menit ke 15
konsentrasi asam salisilat 13,25×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai
adalah 5,3 ml. Dan pada menit ke 20 konsentrasi asam salisilat 13,5×10-3 N
dengan volume NaOH yang terpakai adalah 5,4 ml. Hasil ini sesuai dengan
literatur, yang mana didapatkan bahwa makin lama waktu pengadukan hasil
konsentrasi asam salisilat makin tinggi dan volume NaOH yang terpakai makin
banyak.
Kemudian diamati kecepatan disolusi pada kecepatan pengadukan 150
rpm, didapatkan hasil pada menit ke 1 konsentrasi asam salisilat 3,75×10-3 N
dengan volume NaOH yang terpakai adalah 1,5 ml. Pada menit ke 5 konsentrasi
asam salisilat 10,75×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 4,3 ml.
Pada menit ke 10 konsentrasi asam salisilat 13,25×10-3 N dengan volume NaOH
yang terpakai adalah 5,3 ml. Pada menit ke 15 konsentrasi asam salisilat
15,75×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai adalah 6,3 ml. Dan pada menit
ke 20 konsentrasi asam salisilat 17×10-3 N dengan volume NaOH yang terpakai
adalah 6,8 ml. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mana konsentrasi asam
salisilat semakin tinggi dan volume NaOH yang terpakai semakin banyak.

Grafik 6.2 perbandingan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi

0.0185

0.0165

0.0145

0.0125
rpm 50
0.0105
rpm 100
0.0085
rpm 150
0.0065

0.0045

0.0025

0.0005
1 5 10 15 20

Dari ketiga percobaan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan


disolusi tersebut, didapat bahwa pada kecepatan pengadukan 150 kecepatan
disolusinya paling tinggi karena NaOH yang terpakai paling banyak sehingga
konsentrasi asam salisilat juga paling tinggi karena semakin lama waktu
pengadukan dan penambahan suhu yang panas semakin banyak pula asam salisilat
yang terlarut sehingga kecepatan disolusinya juga meningkat.
Dari hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama
pengadukan maka konsentrasi asam salisilat semakin besar. Pada kecepatan 100
rpm,konsentrasi asam salisilat juga semakin besar dengan semakin lamanya
proses pengadukan. Begitu juga dengan kecepatan 150 rpm, ini di karenakan
kecepatan pengadukan mampu mengurangi tebalnya lapisan difusi dengan cepat.
Lapisan difusi merupakan lapisan molekul air yang tidak dapat bergerak oleh
danya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan sehingga semakin tebal lapisan
difusi,suatu zat akan lebih sukar larut.

VII. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memperngaruhi kecepatan disolusi terbagi menjadi 2 yaitu sifat fisiko kimia zat
aktif dan kondisi pengujian. Sifat fisiko kimia zat aktif meliputi kelarutan zat
aktif, ukuran partikel, bentuk Kristal obat dan sifat permukaan zat. Sedangkan
pada kondisi pengujian meliputi suhu, viskositas, pH pelarut dan kecepatan
pengadukan.
Praktikum kecepatan disolusi ini menggunakan metode suspensi dengan
tipe alat uji dayung. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin
meningkatnya suhu dan kecepatan pengadukan maka semakin besar kecepatan
disolusinya.
VIII. Daftar Pustaka
Atkins, Peter & De Paula, Julio. (2006). Physical Chemistry, Eight Edition.
Oxford: Oxford University Press.
Depkes RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Martin, Alfred. (1993). Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Martin, Alfred N. (2011). Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Mulyawati. (2014). Laporan Praktikum Kimia Dasar I Titrasi Asam-Basa.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Sumirtapura, Yeyet C. (2009). Dissolution test of various low-dose acetylsalicylic
acid preparations marketed in Indonesia. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Wagner, J. G. (1971). Biopharmaceutical and Relevant Pharmacokinetics, 1st
Ed., 66, 89-103. Hamilton : Drug Intelegence Publication Hamilton Illions.

Anda mungkin juga menyukai