Anda di halaman 1dari 29

EVALUASI NILAI POWDER FACTOR UNTUK

PENINGKATAN PRODUKSI PELEDAKAN DI QUARRY


BATU GAMPING DI PT.PERTAMA MINA SUTERA
PERKASA KAB.JEMBER, JAWA TIMUR
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan


Tugas Akhir pada jurusan Teknik Pertambangan

Oleh :

ELIA.J.E.KELMASKOSU
11.2013.1.00427

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA
2019
A. JUDUL ‘‘EVALUASI NILAI POWDER FACTOR UNTUK
PENINGKATAN PRODUKSI PELEDAKAN DI QUARRY BATU
GAMPING DI PT.PERTAMAMINA SUTRAPERKASA, KAB.JEMBER,
JAWA TIMUR

B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL


Dalam industri pertambangan sering dijumpai batuan yang relative keras,
sehingga tidak dapat digali secara langsung karena berpengaruh pada produktifitas
alat gali muat tersebut. Dengan berkembangnya teknologi, ditemukan solusi untuk
menggali batuan tersebut yaitu diberaikan dengan peledakan. Peledakan pada
kegiatan penambangan merupakan salah satu cara yang efektif untuk pemberaian
batuan yang secara fisik bersifat keras dan peledakan dilakukan agar proses
pemberaian batuan penutup terjadi secara singkat dan waktu yang digunakan pun
cukup cepat. Dalam suatu kegiatan peledakan (blasting), keberhasilan suatu
operasi peledakan yang optimal secara teknis biasanya tidak diraih seketika,
melainkan harus melewati beberapa percobaan dengan mengubah-ubah parameter
peledakan sampai akhirnya diperoleh hasil yang memuaskan.

Untuk mencapai sasaran produksi batuan yang ditentukan, diperlukan adanya


penilaian terhadap geometri peledakan dilapangan. Karena geometri peledakan
menjadi parameter yang sangat penting untuk menentukan produksi yang
didapatkan. Apabila produksi belum tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan,
maka dapat diperbaiki dengan mengubah geometri peledakan hingga mencapai
sasaran produksi. Hal di atas melatar belakangi keinginan saya untuk melakukan
pengamatan dan penelitian lebih lanjut mengenai geometri dan produksi hasil
peledakan dengan judul ‘’Evaluasi nilai powder factor untuk peningkatan
produksi peledakan di quarry batu gamping di PT Pertamamina
Sutraperkasa,Kab.Jember, Jawa Timur”
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Mengevaluasi Geometri peledakan yang ada di perusahaan
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab tidak tercapainya sasaran produksi
peledakan.
3. Melakukan upaya peningkatan produksi dengan cara memperbaiki tidak
tercapainya sasaran produksi

I.3. Rumusan Masalah


Permasalahan yang biasa terjadi pada kegiatan peledakan di area penambangan
1. Menentukan produksi yang belum tercapai akibat dari geometri peledakan yang
tidak sesuai
2. Menentukan Jumlah isian bahan peledak yan/g kurang.
3. Dilakukan penelitian untuk merancang geometri peledakan yang sesuai atau
tepat, agar sasaran produksi dapat tercapai.

I.4. Batasan Masalah


1. Penelitian ini mneggunakan teori/rumus R.L.Ash
2. Perhitungan tidak melibatkan faktor biaya (Aspek ekonomis).
BAB II
DASAR TEORI

Kegiatan pembongkaran batu gamping dilakukan dalam dua tahap, yaitu


pemboran dan peledakan. Adapun tujuan dari pada kegiatan pembongkaran yaitu
untuk membebaskan batuan dari batuan induknya dengan ukuran fragmentasi
tertentu sehingga sesuai untuk proses selanjutnya.
Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran dan
peledakan adalah ukuran bongkah batuan yang dihasilkan dari kegiatan pemboran
dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran bongkah batuan yang dihasilkan
sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan selanjutnya.

II.1. Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan


Secara umum batuan tahan terhadap adanya tekanan maupun gesekan, tetapi
lemah terhadap tarikan. Pada proses pecahnya batuan akibat peledakan, faktor
yang penting adalah adanya gaya tarik yang mengenai batuan. Pecahnya batuan
akibat peledakan dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Proses Pemecahan Tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak diledakkan didalam lubang ledak, maka terbentuk
temperatur dan tekanan yang tinggi. Hal ini mengakibatkan hancurnya batuan
disekitar lubang ledak. Terjadinya temperatur dan tekanan yang tinggi secara
mendadak menimbulkan adanya gelombang kejut (shock wave) dengan
kecepatan 3.000-5.000 meter per detik kesegala arah sehingga menimbulkan
tegangan tangensial (tangensial stress) dan mengakibatkan adanya retakan
lingkar (radial crack) mengarah keluar di sekitar lubang ledak.
2. Proses Pemecahan Tingkat II (quasi-static loading)
Gelombang kejut (shock wave) yang mencapai bidang bebas sebagian
dipantulkan dan sebagian lagi akan dibiaskan. Gelombang yang dipantulkan
akan merambat kembali pada massa batuan kearah lubang ledak sebagai
gelombang tarik (tension wave). Apabila gelombang tarik ini lebih besar dari
kuat tarik batuan, maka batuan akan pecah dan terlepas dari batuan induknya
yang dimulai dari tepi bidang bebasnya (spalling). Fungsi dari gelombang
kejut dalam proses pemecahan tingkat I dan II adalah menyiapkan batuan
dengan jumlah rekahan-rekahan kecil. Secara teoritis shock wave energi
antara 5-15% dari energi total bahan peledak.
3. Proses Pemecahan Batuan Tingkat III (release of loading)
Karena pengaruh temperatur gas dan tekanan yang sangat tinggi maka retakan
lingkar (radial crack) yang terjadi pada proses awal akan meluas secara cepat
yang diakibatkan oleh gelombang tarik dan tekanan lingkar massa batuan yang
ada di depan lubang ledak akan terdorong oleh terlepasnya kekuatan
gelombang tekan yang tinggi dari lubang ledak, sehingga pemecahan batuan
yang sebenarnya akan terjadi.

Sumber : L.C. Lang. (1987)


Gambar 2.1
Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan
II.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Peledakan
II.2.1. Karakteristik Massa Batuan
Karakteristik massa batuan perlu di perhatikan dalam suatu kegiatan pemboran
dan peledakan. Dalam hal ini kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu
kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan
kecepatan perambatan gelombang pada batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik
batuan yang akan diledakkan.

Semakin tinggi tingkat kekuatan batuan, maka akan semakin sukar batuan tersebut
untuk dihancurkan (Tabel 2.1), demikian juga dengan batuan yang memiliki
kerapatan tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan,
maka bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan
batuan tersebut akan lebih banyak.

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk atau
keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut dihilangkan.
Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan
apabila mengalami regangan yang melewati batas elastisitasnya.

Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi


keausan (umur) dari mata bor yang digunakan untuk melakukan pemboran pada
batuan tersebut. Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral penyusun batuan
tersebut . Semakin keras mineral penyusun batuan tersebut maka tingkat
abrasivitasnya akan semakin tinggi pula

Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda. Batuan yang keras
mempunyai kecepatan perambatan gelombang yang tinggi, secara teoritis batuan
yang memiliki kecepatan gelombang yang tinggi akan hancur apabila diledakkan
dengan menggunakan bahan peledak yang memiliki kecepatan detonasi yang
tinggi pula.
Tabel 2.1
Kekerasan Batuan dan Kuat Tekan Uniaksial
Hardness Kekerasan Kuat tekan
(skala mohs) Unaksial (Mpa)
Sangat Keras >7 > 200
Keras 6–7 120 – 200
Agak Keras 4,5 – 6 60 – 120
Agak Lunak 3 – 4,5 30 – 60
Lunak 2–3 10 – 30
Sangat Lunak 1–2 < 10
Sumber : Ir. Koesnaryo, Teknik Peldakan Batuan

Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan dalam penggolongan
terhadap mudah atau tidaknya batuan untuk dibongkar. Batuan akan hancur atau
lepas dari batuan induknya apabila gelombang tarik lebih besar dari kuat tarik
batuan itu sendiri.

II.2.1.2. Pengaruh Air Tanah


Kondisi air tanah dapat mempengaruhi kecepatan reaksi bahan peledak dan akan
mengurangi energi peledakan sehingga sebagai akibatnya akan dihasilkan, atau
bahkan isian akan gagal meledak.
Bahan peledak seperti ANFO yang memiliki ketahanan buruk terhadap air, bila
terkontaminasi oleh air akan mempengaruhi energi ledakan yang dihasilkan
sehingga fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk atau bahkan mengakibatkan
terjadinya kegagalan dalam peledakan (misfire).

Untuk mengatasi pengaruh air tanah tersebut, dapat dilakukan dengan menutup
lubang ledak pada saat hujan atau dengan membungkus bahan peledak yang akan
dimasukkan ke dalam lubang ledak dengan bahan kedap air.
II.2.1.3. Pengaruh Struktur Geologi Terhadap Peledakan
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah struktur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Kekar merupakan rekahan –
rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan
oleh gaya – gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan
kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.

Dengan adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan
peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya rekahan sehingga
gelombang tarik tidak mencapai bidang bebas dimana gelombang tarik hanya
mencapai rekahan dan yang mencapai bidang bebas hanya gelombang bias.
Sehingga akhirnya akan terjadi penurunan daya tekan terhadap batuan yang
diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang
diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil
peledakan bahkan batuan hanya mengalami keretakan.

Sumber : Hustrulid W. (1999)


Gambar 2.2
Arah Pemboran Pada Bidang Perlapisan
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila lubang
ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan
fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih baik bila
dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang perlapisan.
Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah kemiringan
bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya backbreak
akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan akan
seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang
ledak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang
terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan
tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap
terjadinya longsoran akan lebih besar (Gambar 2.2).

II.2.2. Sifat Fisik Bahan peledak


Sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak
ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Kenampakan nyata
ini yang harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak
untuk mengidentifikasi suatu bahan peledak yang rusak, rudak tapi bisa dipakai
dan tidak rusak.
Sifat fisik bahan peledak yang harus diperhatikan adalah :
1. Bobot isi (densitas)
Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per
volume.
2. Kepekatan (Sensitivitas)
Ukuran atau tingkat kemudahan suatu bahan peledak untuk meneruskan reaksi
peldakan sehingga dapat mengakibatkan bahan peledak itu meledak,
sensitivity suatu bahan peledak sangat berpengaruh terhadap pukulan,
gesekan, panas, medam listrik, nyala dan gesekan.
3. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan
peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitivitas. Apabila
bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang pendek berarti bahan peledak
tersebut mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk, sebaliknya bila tidak
larut dalam air disebut sangat baik (exellent).
4. Kestabilan kimia (chemical stabillity)
Kestabilan kimia bahan peledak adalah kemampuan untuk tidak berubah
secara kimia dan tetap mempertahankan sensitivitas selama dalam
penyimpanan di dalam gedung dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang
mempercepat ketidak stabilan kimiawi antara lain, kualitas bahan baku,
kontaminasi, pengepakan dan fasilitas gudang bahan peledak.
5. Sifat gas beracun ( Fumes Characteristic)
Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yakni gas hasil peledakan
yang mengandung racun (tonix), apabila proses pencampuran tidak sempurna
menyebabkan terjadinya kelebihan atau kekurangan oksigen selama proses
dekomposisi kimia bahan peledak berlangsung. Gas hasil peledakan yang
tergolong fume antara lain notrogen monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2),
dan karbon monoksida (CO).

II.2.3 Rancangan peledakan


II.2.3.1. Arah dan Kemiringan Lubang Bor
Arah pemboran lubang ledak ada 2 macam, yaitu arah pemboran tegak lurus dan
arah pemboran miring (Gambar 2.3)
1. Pemboran Tegak Lurus (Vertical)
Suatu bench apabila diledakan dengan menggunakan pola pemboran tegak
lurus, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih
sempit, sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai
jenjang bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan (toe)
pada lantai jenjang.
Keuntungan lubang bor tegak adalah :
a. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang bor lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang bor miring.
b. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan (flying rock) lebih sedikit.
c. Lebih mudah dalam pengerjaannya.
d. Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat.

Kerugian lubang bor tegak adalah :


a. Jenjang atau bench yang diperoleh kurang stabil
b. Kemungkinan timbulnya tonjolan (toe) pada lantai jenjang lebih besar.
2. Pemboran Miring (Horizontal)
Pada peledakan dengan arah lubang ledak miring akan membentuk bidang
bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan
dan kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil.

Untuk fragmentasi batuan hasil peledakan, lubang ledak miring lebih


menghasilkan fragmentasi yang seragam bila di bandingkan dengan lubang
ledak tegak. Hal ini disebabkan oleh lubang ledak miring bidang bebas yang
terbentuk lebih luas dan hilangnya energi peledakan pada lantai jenjang lebih
sedikit.

Keuntungan lubang bor miring antara lain :


a. Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan lebih baik, ukuran burden
sepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam.
b. Dinding jenjang yang dihasikan relatif rata
c. Energi peledakan yang digunakan untuk menghantarkan gelombang kejut
pada lantai jenjang lebih efisien
d. Mengurangi pecah berlebihan (overbreak) dan menjadikan lantai jenjang
lebih rata.
e. Memperkecil bahaya longsor pada jenjang, sehingga keamanan untuk para
pekerja dan alat lebih terjamin.
Kerugian lubang bor miring anatara lain :
a. Lubang ledak menjadi lebih panjang dan waktu yang dibutuhkan menjadi
lebih banyak dan sulit melakukan pemboran secara akurat.
b. Kesulitan pada penempatan alat bor
c. Dibutuhkan pengawasan lebih ketat
d. Kesulitan dalam mengisi bahan peledak
e. Kemungkinan terjadinya batu melayang (flyrock) dan ledakan udara (air
blast) lebih besar.

Sumber : Koesnaryo S. (2001)

Gambar 2.3
Pemboran Dengan Lubang Ledak Tegak Dan Lubang Ledak Miring

II.2.3.2. Pola Pemboran


Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk menempatkan
lubang – lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2 macam, yaitu:
1. Pola pemboran sejajar (parallel pattern), yang terdiri dari dua macam, yaitu :
a. Square pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spacing adalah sama.
biasanya pola ini dikombinasikan dengan “V” delay pattern.
b. Rectangular pattern, pada pola ini jarak spasi dalam satu baris lebih besar
daripada jarak burden.
2. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern)
Pola ini mempunyai dimensi dimana letak baris pertama dan kedua
selangseling. Penggunaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan distribusi
energi peledakan yang lebih merata. (lihat Gambar 2.4.).
Sumber : Hustrulid. (1990)
Gambar 2.4
Pola Pemboran

II.2.3.3 Diameter Lubang Ledak


Pemilihan diameter lubang ledak tergantung pada tingkat produksi yang
diinginkan. Pemilihan ukuran lubang ledak secara tepat adalah penting untuk
memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak antara lain :
1. Volume massa batuan yang akan dibongkar
2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
3. Tingkat fragmentasi yang diinginkan
4. Mesin bor yang tersedia (hubungannya dengan biaya pemboran)
5. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan

Diameter lubang ledak memperngaruhi rancangan suatu peledakan, karena akan


mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang
digunakan pada setiap lubangnya. Diameter lubang ledak yang kecil, maka energi
yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang
bebas harus kecil juga, dengan maksud agar energi peledakan cukup kuat untuk
menghancurkan batuan, begitu pula sebaliknya. Diameter lubang bor berpengaruh
terhadap panjang stemming. Untuk menghindari getaran tanah dan batuan terbang
(flyrock), maka lubang bor yang berdiameter besar harus mempunyai stemming
yang panjang. Sedangkan jika lubang ledak berdiameter kecil maka stemming
yang digunakan menjadi lebih pendek, agar tidak terjadi bongkah pada hasil
peledakan. Jika stemming terlalu panjang, maka energi ledakan tidak mampu
menghancurkan batuan pada daerah di sekitar stemming tersebut.
Diameter lubang yang terlalu besar akan mengakibatkan lubang ledak tidak cukup
menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang banyak
mengandung kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.

II.2.3.4 Geometri peledakan


Geometri peledakan merupakan factor penting yang sangat berpengaruh terhadap
hasil peledakan itu sendiri, baik dari segi fragmentasi batuan hasil peledakan,
jenjang yang terbentuk, keamanan pekerja maupun alat mekanis yang berada
disekitar lokasi peledakan. Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai
dengan yang diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan
memperhatikan besaran-besaran geometri peledakan. Berikut penjelasan menurut
mengenai perhitungan geometri peledakan menurut R.L.Ash

(Sumber: R.L.Ash)
Gambar 2.5
Geometri Peledakan
1. Burden ( B )
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak terhadap bidang bebas
yang paling dekat. Burden merupakan dimensi paling penting dalam kegiatan
peledakan, karena burden digunakan untuk menentukan geometri peledakan
lainnya. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi
secara maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas
dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat
tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran.
Menurut R.L.Ash untuk menentukan burden berdasarkan pada acuan yang
dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standart dan bahan peledak
standart. Batuan Standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft, dan bahan peledak
standart memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000 fps. Apabila
batuan yang diledakkan sama dengan batuan standart dan bahan peledak yang
dipakai ialah bahan peledak standart, maka digunakan burden ratio (kb)
standart yaitu 30. Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan
peledak yang berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi
perubahan angka Ks perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian
pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda.
1. Faktor untuk batuan yang diledakkan :
𝐷𝑠𝑡𝑎𝑑 1/3

𝐴𝐹1 = [ ]
𝐷

Dimana :
Dstd = Batuan Standart, 160 lb/cuft
D = Bobot isi batuan yang diledakkana
Maka harga Kb terkoresi adalah
Kb = Kbstandart x Af1 x Af2
Kb = burden ratio yang telah dikoreksi
Kbstd = burden ratio standard
2. Faktor untuk bahan peledak
2 1⁄3

AF2 = ( 𝑆𝐺.𝑉𝑒2)

𝑆𝐺𝑠𝑡𝑑.𝑉𝑒𝑠𝑡𝑑

Dimana :
SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan
SGstd = berat jenis bahan peledak standart, 1,20
Vestd = kecepatan detonasi bahan peledak standart, 12.000
fps Maka untuk menentukan burden, menggunakan rumus :
𝐾𝑏𝑥𝐷𝑒
B= meter ....................................................................................(3.1)
39,9
Dimana :
B = Burden
Kb = burden ratio
De = diameter lubang tembak
2. Spasi ( S )
Yaitu jarak terdekat antara lubang tembak dalam satu garis yang diukur sejajar
dengan bidang bebas. Dalam memperkirakan panjang spasi, yang perlu
diperhatikan adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling
berdekatan.
S = Ks x B ...............................................................................................(3.2)
Dimana :
S = spacing (m)
Ks = Spacing ratio
B = burden (m)
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spasi adalah
sebagai berikut :
1. Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B
2. Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B
3. Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B 4.
Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B
sampai 1,8 Berikut :
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, dan letaknya
di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi
keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan, sehingga dapat
menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga
berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi lemparan batu (flyrock) dan
ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan. Panjang stemming dipakai
antara 0,7 – 1 kali panjang burden. Pada penentuan tinggi stemming
digunakan rumus seperti yang tertera dibawah ini :
T = Kt x B ...............................................................................................(3.3)
Dimana :
T = Stemming (m)
Kt = Stemming ratio (0,75 – 1,00)
B = Burden
1. Panjang stemming
Secara teoritis, panjang stemming sama dengan panjang burden, agar
tekanan kearah bidang bebas atas dan samping seimbang. Apabila
peledakan menerapkan stemming yang pendek, maka akan mengakibatkan
pecahnya energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas sebelah
atas sehingga menimbulkan flyrock dan energi yang menekan batuan tidak
maksimal, serta fragmentasi batuan hasil peledakan secara keseluruhan
akan kurang baik. Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan
yang melewati batas jenjang (overbreak).
Sedangkan stemming yang panjang dapat mengakibatkan energi ledakan
terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada bagian batas
stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energi ledakan tidak
mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak B =
Burden (m)
2. Ukuran material stemming
Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan hasil
peledakan. Apabila bahan stemming terdiri dari bahan-bahan halus hasil
pemboran, maka kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak
sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong stemming
tersebut keluar. Sehingga energi yang seharusnya terkurung dengan baik
dalam lubang tembak akan hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya
stemming.
Untuk mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang memiliki
karakteristik susunan butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras
atau batu split, agar setelah dipadatkan akan terjadi ikatan kuat antar
butirannya akan saling mengunci. Dengan demikian diharapkan stemming
ejection tidak terjadi dan sebagian besar energi didistribusikan ke arah
horisontal.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming
optimum adalah adalah :
Sz = 0,05 x Dh ...................................................................................(3.4)
Dimana :
Dh = Diameter lubang tembak
Sz = Ukuran material stemming optimum
4. Subdrilling (J)
Adalah penambahan kedalaman lubang ledak dengan tujuan supaya batuan
dapat meledak secara full face sebagaimana yang diharapkan dan batuan yang
terbongkar hanya sebatas lantai jenjang saja, berfungsi untuk membuat lantai
jenjang relatif rata setelah peledakan.
J = Kj x B ................................................................................................(3.5)
Dimana :
J = Subdrilling(m)
Kj = subdrilling ratio ( 0,2 – 0,3)
B = Burden,m
5. Kedalaman lubang tembak (H)
Kedalaman lubang ledak merupakan jumlah total antara tinggi jenjang dengan
besarnya subdrilling. Kedalaman lubang ledak biasanya ditentukan
berdasarkan kapasitas produksi yang dinginkan dengan. Kedalaman lubang
tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut :
H = Kh x B ..............................................................................................(3.6)
Dimana :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
Kh = Hole depth ratio ( 1,5 – 4,0)
B = Burden (m)
6. Panjang Kolom Isian (PC)
Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak
dikurangi panjang stemming yang digunakan.
PC = H – T .............................................................................................(3.7)
Dimana :
PC = panjang kolom isian, meter
H = kedalaman lubang tembak, meter
T= stemming, meter
7. Tinggi jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor
dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang juga akan berpengaruh terhadap
hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, lemparan batuan
dan getaran tanah.
L = H - J ................................................................................. ..............(3.8)
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (m)
H = Kedalaman lubang tembak (m)
II.2.3.5. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang ledak
dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar lubang
ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan waktu
peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan (Gambar 2.8), pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak.
2. Corner Cut, yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu
sudut dari bidang bebasnya.
3. “ V “ Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk huruf V.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Pola peledakkan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi secara
serentak untuk semua lubang ledak. Untuk pola peledakan serentak maka pola
lubang ledaknya selang-seling (straggered pattern) dan ukuran spasi dua kali
ukuran burden.
2. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya. Untuk pola
peledakan beruntun maka pola lubang ledaknya square arrangement (segi empat)
dan ukuran spasi sama dengan burden.

II.2.3.6. Pengisian bahan Peledak


Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap hasil peledakan,
terutama dengan tingkat fragmentasi yang dihasilkan. Powder factor adalah suatu
bilangan yang menyatakan berat bahan peledak yang digunakan untuk
menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder factor sangat dipengaruhi oleh
jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola peledakan, dan struktur geologi .
Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin kecil sehingga
akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila pengisian ANFO
kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan menyebabkan boulder
dan backbreak di sekitar dinding jenjang.
Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah bahan peledak
yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.
1. Loading Density
Loading density merupakan banyaknya bahan peledak untuk setiap panjang
kolom isian lubang ledak yang dinyata dalam kg/m.
de = 0,508 x De2 x (SG)
………………………………….................(3.10) Dimana : de =
loading density (kg/m) De = diameter lubang ledak (inch)
SGr = berat jenis bahan peledak (kg/m)
2. Jumlah bahan peledak yang digunakan dihitung menggunakan rumus :
E = de Pc .......................................................................................(3.11)
Di mana : de = loading
density, kg / m. 38
Pc = panjang muatan / panjang kolom isian lubang tembak, m
E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg
3. Powder factor (Pf)
Powder factor (Pf) adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material
yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah tertentu,
dapat dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton. Untuk menghitung powder factor
harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang
muatan dari seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas
batuan (dr). Rumus untuk menentukan powder factor adalah :
Pf = W/ E .........................................................................................(3.12)
Dimana :
Pf = powder factor (ton / kg)
W = berat batuan yang diledakkan (ton)
E = berat bahan peledak yang digunakan (kg)
II.3. Perhitungan Volume Batuan Hasil peledakan
Dari geometri peledakan pada tambang terbuka quary, yang umumnya
menerapkan peledakan jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan
diledakkan tergantung pada burden, spasi, tinggi jenjang, dan jumlah lubang.
Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang dan luang ledak
memberikan peranan yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan
artinya volume hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter
tersebut diperbesar.
Volume keseluruhan batuan yang diledakkan (V) diketahui rumus sebagai berikut
V = B x S x H x n .................................................................................(3. 13)
Dimana :
V = Volume batuan yang akan diledakkan (m3)
B = Burden (m)
S = Spacing (m)
H = kedalaman lubang ledak (m) n
= Jumlah lubang ledak
BAB III
PENELITIAN DI LAPANGAN

A. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam melakukan penyusunan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Studi literatur diperlukan untuk mengetahui dasar – dasar teori yang dapat
menjadi acuan dalam memenuhi target produksi batugamping serta
mempelajari penelitian – penelitian terdahulu.
2. Observasi Lapangan
Yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung dilapangan terkait
dengan topik yang akan dibahas dan mencari informasi – informasi
pendukung yang berkaitan dengan perumusan masalah yang ada.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan yaitu pengamatan lapangan (primer) dan
pengunaan data perusahaan (sekunder) :
a. Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari lapangan antara
lain, pengukuran Geometri peledakan, Volume batuan hasil peledakan,
isian bahan peledak per lubang bor.
b. Data sekunder adalah data – data yang sudah ada dalam perusahaan, data
tersebut antara lain gambaran dan keadaan umum perusahaan, spesifikasi
peralatan bor, target produksi, densitas batuan, data curah hujan dan peta
lokasi.
4. Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang diperoleh dengan melakukan
perhitungan perhitungan sesuai dengan teori dari literatur.
Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau rangkaian perhitungan
pada penyelesaian dalam suatu operasi tertentu.
5. Hasil Analisis
Hasil yang di dapat dari analisis data kemudian di sajikan dalam suatu
laporan, dan selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran yang dapat memberikan
perbaikan.
6. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dan analisa data
dengan permasalahan yang diteliti serta pembahasan yang dilakukan.
Kesimpulan dan saran ini merupakan hasil akhir dari permasalahan dan solusi
penelitian yang dianalisa dan dibahas.

B. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian ini sebagai tambahan referensi khususnya mengenai industri
di Indonesia maupun proses dan teknologi yang terkini, dan salah satu bahan
masukan kepada pihak lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan dan
pemberdayaan Perpustakaan di Fakultas Teknik, khususnya Jurusan Teknik
Pertambangan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).
2. Bagi Perusahaan
Hasil analisa data dari penelitian yang dilakukan dapat menjadi bahan
masukan dan referensi bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi mengenai
operasi penambangan saat ini serta menentukan kebijakan terkait dengan
metode pelaksanaan pemboran agar lebih efektif.
3. Bagi Mahasiswa
Peneliti dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang kenyataan yang ada
dalam dunia industri pertambangan sehingga nantinya diharapkan mampu
menerapkan ilmu untuk melakukan evaluasi teknis pekerjaan peledakan.
Diagram alir penelitian dapat di lihat di gambar 3.1 dibawah ini.
C. Diagram Alir

Studi Literatur

Peninjauan lokasi

Pengambilan data

Data Sekunder Data Primer


Peta lokasi Perusahan Geometri peledakan
Iklim dan curah hujan Luas volume area peledakan
Sasaran produksi Produksi peledakan
Densitas batuan Jumlah isian bahan
Alat alat yang digunakan peledakan (kg/m)
dalam kegiatan peledakan
Volume batuan

Pengolahan data

1. Perhitungan geometri peledakan


2. Perhitungan produksi

Analisa data
Menggunakan metode R.L.ASH

Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1
Diagram alir penelitian
D. RENCANA JADWAL PENELITIAN
RENCANA DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan Penelitian
I.3. Rumusan Masalah
I.4. Batasan Masalah
I.5. Metode Penelitian
I.6. Manfaat Penelitian
I.7. Diagram Alir Penelitian
II TINJAUAN UMUM
II.1. Lokasi dan kesampaian daerah
II.2. Keadaan Geologi Daerah Penelitian
II.3. Keadaan Iklim dan Curah Hujan
II.4. Karakteristik Massa batuan
II.5. Kegiatan penambangan
III DASAR TEORI
III.1. Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan
III.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Peledakan
III.3. Volume Batuan Yang Akan Dihasilkan
IV HASIL PENELITIAN
IV.1. keadaan Permukaan Kerja
IV.2. Kegiatan Pemboran Batuan
IV.3. Kegiatan Peledakan Batuan
IV.4. Volume batuan terbongkar
IV.5. Produksi Batuan Hasil Peledakan
V PEMBAHASAN
V.1. Upaya Peningkatan Target Produksi
V.2. Rancangan Geometri Peledakan Usulan
V.3. Volume Batuan
V.4. Ketercapaian Sasaran Produksi
V.5. Perubahan Geometri Peledakan Lapngan dan Usulan
VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan
VI.2. Saran
DAFTAR BACAAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Ash.R.L. (1968), The Design Of Rock Blasting, Surface Mining AIME, , Chapter
7.3
E.P Pfeider (ed), New York, pp 373-397.

2. Hustrulid W. (1999), Blasting Principles For Open Pit Mining, A.A. Balkema,
Rotterdam , 30-150, 269-276.

3. Jimeno C.L. and Jimeno E.L. (1995), Drilling and Blasting of Rock,
Balkema/Rotterdam/Brookfield, P. 154-203.

4. Koesnaryo S. (2001), Rancangan Peledakan Batuan, Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, 8 – 12,
33 – 57.

5. Konya .J. Kelvin (1995), Blast Design, Intercontinental Development


Corporation, Montville Ohio USA, P 80,103-108.

6. L.C. Lang. (1987), Gas Expansion, Sterss Waves, Stress Wave/Flaw, and
Reflection in Atlas Powder Company. Explosive and Rock Blasting. Maple Press.
P 184-185.

7. Rahmat dan Maryun Supardan, 1997

8. Mc Gregor K. (1967), The Drilling of Rock, CR Books Ltd., A Maclaren


Company, London, 200 – 205.

9. ___________ (1987), Explosive and Rock Blasting, Field Technical Operations,


Atlas Powder Company, Texas, 295 – 230.

10. ___________ (1997), Onoda Engineering and Consulting Ltd., Report on


Geological Survey of Nusakambangan for PT Semen Nusantara, Cilacap.

11. Diktat kuliah teknik peledakan UPN, 2012

Anda mungkin juga menyukai