Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD) YANG MENJALANI HEMODIALISA DIKARENAKAN
KOMPLIKASI HIPERTENSI DI RUANG HEMODIALISA
RUMAH SAKIT dr. SYAIFUL ANWAR MALANG

Oleh
Novian Dwi Roessanti, S.Kep
NIM 192311101112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Novian Dwi Roessanti
NIM : 192311101112
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Chronic Kidney
Disease (CKD) yang Menjalani Hemodialisa dikarenakan Komplikasi Hipertensi
di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit dr. Syaiful Anwar Malang.

telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, Tanggal :
Tempat :

Malang, Desember 2019

TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal Ruang Hemodialisa
FKep Universitas Jember RSUD dr. Saiful Anwar Malang

(.......................................................) (.......................................................)

Kepala Ruangan
Ruang Hemodialisa
RSUD dr. Saiful Anwar Malang

(.......................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Ginjal

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Pada
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L. Ukuran panjang ginjal pada orang
dewasa sekitar 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh
atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram (Soelaeman dkk, 2015).

Gambar 2. Segmentum Ginjal


Bentuk ginjal seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam dengan berjumlah 2 buah yaitu kiri dan kanan. Ukuran ginjal kiri lebih
besar dari pada ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh
selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar,
yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,
ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang
masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus
dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul (Soelaeman dkk, 2015).
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle
dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. Unit
nefron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170
liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin
ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui
uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan
disebut urin (Soelaeman dkk, 2015).

b. Fisiologi Ginjal
Ginjal berperan menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal
adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
sebanyak 1-2 liter/hari. Ginjal memiliki bbeberapa fungsi yaitu (Soelaeman dkk,
2015) :
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak
e) mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f) produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
g) produksi hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah
h) pembentukan Urine

Gambar 4. Pembentuka Urine


1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus.
Kapiler glumerulus bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke
kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular
Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan
filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat
dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus
tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara theurapeutik (Soelaeman dkk., 2015).

2. Definisi Konsep penyakit


a. Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) ginjal adalah suatu
penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal hingga akhirnya tidak
mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Gangguan ginjal ini diakibatkan
karena tubuh tidak mampu mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingg menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen
dalam darah. kerusakan ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh yang menyebabkan terganggunya aktivitas tubuh seperti mudah
lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Ali, dkk, 2017).
Chronic kidney disease (CKD) merupakan kondisi dimana ada setidaknya
satu penanda gangguan ginjal selama lebih dari tiga bulan (temuan patologis
dalam urin dan sedimen urin, perubahan konsentrasi serum kreatinin atau
elektrolit, kelainan histologis atau struktural yang ditemukan oleh biopsi ginjal
atau pencitraan imaging) dan/atau laju filtrasi glomerulus <1 ml/s/1,73 m2
(Monhart, 2013).

3. Epidemiologi
Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia
dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun. Prevalensi gagal ginjal
kronik secara global telah meningkat setiap tahunnya. The United States Renal
Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End
Stage Renal Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun
2012 dengan tingkat pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013
dengan tingkat pertumbuhan 6%.6,7 Berdasarkan data yang dihimpun dari 5th
Annual Report of Indonesian Renal Registry, jumlah penderita gagal ginjal kronik
di Indonesia pada tahun 2011 tercatat sebesar 22.304 dengan 68,8% kasus baru
dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 28.782 dengan 68,1% kasus baru
(PENEFRI, 2012).
Gagal ginjal dan hipertensi selalu berhubungan. Penyakit gagal ginjal dapat
disebabkan karena hipertensi dan gagal ginjal dapat juga menyebabkan hipertensi.
Hasil studi kohort dari Ghana menyatakan dari 365 pasien rawat jalan dengan
hipertensi, 110 pasien (30,2%) memiliki serum kreatinin >140 umol/L (1,6mg/
dL), 48 pasien memiliki serum kreatinin >400 umol/L (>4,5 mg/dL), dan 96
(25,5%) memiliki proteinuria. Studi kohort lain dari Burkina Faso, 117 dari 317
(44%) pasien dengan hipertensi yang dirawat di rumah sakit menderita gagal
ginjal kronik. Pada penderita hipertensi masalah gagal ginjal kronik dipengaruhi
oleh faktor ras, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, status
pekerjaan, status tempat tinggal, status ekonomi, perilaku merokok, kurang
aktivitas fisik, pola konsumsi air putih, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi
minuman bersoda, konsumsi minuman berenergi, penggunaan obat analgetika
NSAID, riwayat penyakit diabetes mellitus, riwayat penyakit glomerulonefritis,
riwayat penyakit batu ginjal, riwayat penyakit infeksi saluran kemih, riwayat
penyakit batu saluran kemih, riwayat keluarga, riwayat BBLR, status obesitas,
kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar LDL, kadar trigliserida, dan fasilitas
pengobatan yang tidak tersedia atau tidak terjangkau (Arifa dkk., 2017).

b. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


National Kidney Foundation (2018) menjelaskan bahwa etiologi CKD
meliputi:
a. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) ialah sebuah masalah pada tubuh yang
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dari biasanya (hiperglikemia)
kondisi hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit Diabetes Melitus
(DM). Diabetes melitus ialah kondisi kronis saat tubuh tidak cukup untuk
memproduksi insulin atau insulin tidak dapat digunakan oleh tubuh, dan terjadi
peningkatan kadar glukosa darah (IDF, 2015).
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan darah (TD) sistolik lebih
besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih besar dari 90 mmHg. Nilai
ini merupakan hasil rerata minimal dua kali pengukuran setelah melakukan dua
kali atau lebih kontak dengan petugas kesehatan.
c. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit
penyaringan ginjal, merupakan penyebab ketiga yang paling sering terjadi pada
penyakit ginjal kronis. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim
ginjal progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus
eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus wagener.
Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus
(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit
ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering
dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,
osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma. Gambaran klinis
glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
d. Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir. Keadaan
ini mengakibatkan kista pada ginjal yang akan merusak jaringan disekitarnya.
Penyakit ginjal polikitik yakni ditemukannya banyak kista yang tersebar di kedua
ginjal baik di kortek maupun dimedula yang dapat disebabkan oleh kelainan
genetik atau berbagai keadaan atau penyakit.
Penyakit ginjal polikistik merupakan gangguan herediter yang terutama
mengenai tubulus ginjal yang dapat berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal
polikistik ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang-kadang sebesar sepatu
bola) dan terisi oleh cairan jernih atau hemoragik. Penyakit ginjal polikistik dibagi
menjadi dua bentuk yaitu :
a) Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Ginjal polikistik resesif autosomal juga dikenal sebagai penyakit
polikistik infantil, gangguan autosom resesif yang jarang ini mungkin tidak
terdeteksi sampai sesudah masa bayi.
b) Ginjal Polikistik Dominan Autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
ADPKD merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang
dikarakteristikan dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan
organ lainnya (pancreas, limfa). Ginjal polikistik dominan autusomal adalah
penyakit ginjal genetik yang paling sering ditemukan. Kelainan ini dapat
didiagnosa melalui biopsi ginjal.
Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal, yaitu pada
dewasa merupakan autosomal dominan, sedangkan pada anak-anak
merupakan autosomal resesif. Kondisi ini ditandai dengan kerusakan kedua
ginjal, dengan adanya infiltrat kista-kista berbagai ukuran ke dalam parekim
ginjal, sehingga fungsi ginjal semakin menurun
e. Lupus
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus
(SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerangseluruh tubuh atau sistem
internal manusia.
f. Malformasi pada saluran perkemihan
Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karenaada
pembesaran kelenjar prostat pada pria.
g. Infeksi saluran kencing yang berulang
Infeksi menyebabkan refluk balik bakteri dari saluran kencing menuju ginjal
sehingga juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

c. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


American Society of Nephrology (2018) menjelaskan bahwa CKD dapat
diklasifikasikan berdasarkan stadium penyakitnya, yaitu:
Stadium 1 GFR ≥90 mL/min/1,73 GFR normal dengan
m2 proteinuria
Stadium 2 GFR 60-89 Berhubungan dengan
mL/min/1,73 m2 penurunan fungsi pada
proses filtrasi, sehingga
terjadi penutrunan GFR
dan proteinuria
Stadium 3A GFR 30-59 Low risk progression to
Stadium 3B mL/min/1,73 m2 kidney failure
Stadium 4 GFR 15-29 High risk progression
mL/min/1,73 m2 to kidney failure
Stadium 5 GFR <15 Gagal ginjal
Stadium 5D mL/min/1,73 m2
Stadium 5T

4. Patofisiologi
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi dalam jangka
waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi
terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita
hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi
yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik
kedua terbesar setelah diabetes militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang
berkepanjangan nantinya akan merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian
besar tubuh. Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang
memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika pembuluh darah
pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran darah akan menghentikan
pembuangan limbah serta cairan ekstra dari tubuh.
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor.
CKD dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini
mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan
peningkatan tekanan darah. Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu
peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik, menyebabkan sesuatu seperti
gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan
antara CKD dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon
ini bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan jaringan parut
pada ginjal, dan dapat memberikan kontribusi untuk hipertensi pasien dengan
merangsang baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh darah.
Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan telah
meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid (PTH).
PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis
ginjal (penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika
penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah dapat menyebabkan
hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran
darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah penghapusan ginjal akibat
kanker, terganggu, pasien akan mengembangkan CKD. Penurunan aliran darah
memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding
pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada
ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis.
Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen
pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan
kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
Terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90%
hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium,
sementara < 10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil perkalian
dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volume cairan tubuh
meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan
tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan
mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.

5. Manifestasi klinis
Brunner & Sudarth’s (2010) menjelaskan bahwa manifestasi klinis CKD
adalah:
a. Sistem kardiovaskular: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum),
periorbital edema, pericardial friction rub, pericarditis, efusi jantung,
tamponade jantung, hiperkalemi, dan hiperlididemia.
b. Sistem integumen: warna kulit gray-bronze, kurit kering dan
mengelupas/bersisik, pruritus, echymosis, purpura, kuku tipis dan rapuh,
serta rambut tipis dan kasar.
c. Sistem respirasi: crackles, sputum banyak, depresi reflek batuk, nyeri
pleuritik, sesak nafas, tachypnea, respirasi tipe Kussmaul, pneumonitis
uremik
d. Sistem gastrointestinal: nafas bau amonia, ulserasi mulut, perdarahan,
anoreksia, mual, muntah, cegukan, sembelit atau diare, dan perdarahan
saluran GI
e. Sistem neurologi: kelemahan, ketelahan, kebingungan, ketidakmampuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriks, gelisah, sensasi
terbakar di telapak kaki, dan perubahan perilaku.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronik yaitu (Baradero, dkk, 2008) :
a. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan mikroskopik urine. Prosedur ini memeriksa
sedimen setelah urine disentrifugasi. Urine yang normal hampir tidak
mengandung sedimen.
b. Darah
Penilaian CKD dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan
pemerikasaan laboratorium, seperti: kadar serum sodium/natrium dan
potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea
nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
1) Hb: menurun pada adanya anemia
2) pH: asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengekresikan hidrogen dan hasil akhir
metabolisme.
3) BUN/kreatinin: terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal, dan masukkan protein. Serum kreatinin meningkat
pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit. Biasanya
meningkat pada proporsi rasio 10:1.
4) Osmolalitas serum: labih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urine.
5) Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
6) Natrium: biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
7) pH, kalsium dan bikarbonat: menurun.
8) Klorida, fosfat, dan magnesium: meningkat.
1) Protein: penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia). Pemeriksaan ini menilai
besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen. Berberapa pemeriksaan
radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara
lain :
1) Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, ureter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang
mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara
jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta
obstruksi saluran kencing.
4) Aortorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena,
dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal,
arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal
serta post transplantasi ginjal.
e. Biopsi Ginjal
Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil
jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus
golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan
perencanaan transplantasi ginjal.
f. Gas darah arteri
Gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah
arteri, pertukaran gas alveoli, dan keseimbangan asam basa. Dalam pemeriksaan
ini diperlukan sampel darah arteri yang diambil dari arteri femoralis, radialis, atau
brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah
pembekuan darah sebelum dilakukan uji laboratorium. Pada pemeriksaan gas
darah arteri pada penderita gagal ginjal akan ditemukan hasil yaitu asidosis
metabolik dengan nilai PO2 normal,PCO2 rendah, pH rendah, dan defisit basa
tinggi.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pasien gagal ginjal kronik bertujuan untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan hemeostatis dalam tubuh. Penatalaksanaan
pada kasus gagal ginjal kronik ini terbagi menjadi 2 tahap, yakni tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer & Bare, 2001) :
a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadi
gagal ginjal.
Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

b) Diet rendah kalium


Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan caian
adalah :

Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam


adalah 400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500
ml = 900ml (Suharyanto & Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian
anti hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan
syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskular melalui
ultrasi, Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan
pemberian Kalsium Glukonat 10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain
dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat
dengan menghambat sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.
e) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
e) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal
yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
b. Hemodialisa dan Transplantasi
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada
laki-laki atau 4 mg/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit. Dialisis
dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang
optimal sampai tersedia donor ginjal.
1) Hemodialisa
a) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency, sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatory Peritonial Dialysis). Hemodialisa adalah suatu
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan
jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat
suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan. Pada hemodialisa, darah penderita mengalir melalui
suatu selang yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke
dalam dialyzer. Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam
dialyzer maka diberikan heparin. Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan
yang memiliki pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang
memiliki komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan
di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolic, dan zat-zat racun di
dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi
sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput
buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh
penderita. Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-
beda. Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan
masa dialisa lebih pendek (2-3 jam), sedangkan mesin yang lama
memerlukan waktu 3-5 jam. Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis
perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
b) Indikasi Hemodialisa
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2018) menjelaskan bahwa indikasi
dilakukan hemodialisa adalah:
a. Hemodialisa biasanya dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6
mg/100 ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita dan Glomeluro Filtration
Rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus
menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-
hari tidak dilakukan lagi.

b. Semua pasien dengan GFR kurang dari 15 ml/menit, GFR kurang dari 10
ml/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan GFR kurang dari 5
ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi
tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.

c. Hemodialisa biasanya juga dapat dimulai ketika bersihan kreatinin


menurun dibawah 10 ml/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin
serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara
mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa.
d. Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila GFR sudah kurang
dari 5ml/menit.

e. Hemodialisa juga dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:

- Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)


- Perikarditis (peradangan kantong jantung)
- Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya
- Gagal jantung
f. Pada gagal ginjal kronis, dialisa dilakukan jika hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik
atau jika penderita tidak dapat lagi melakukan kegiatannya sehari-hari.
Dialisa juga bisa digunakan untuk membuang obat tertentu atau racun dari
tubuh.

c) Kontraindikasi
Kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses
vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan
koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit
alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut
dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
2018).

d) Alat Hemodialisa
1) Arterial-Venouse Blood Line (AVBL)
a. Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan
warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari
dialiser dengan tubing akses vaskular menuju tubuh pasien disebut outlet
ditandai dengan warna biru.Priming volume AVBL antara 100-500 ml.
Priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada
AVBL dan kompartemen dialiser.Bagian-bagian dari AVBL dan
kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial
atau venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse atau
transfuse set, port biru obat, heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2) Dialyzer
Dializer atau Ginjal Buatan terdiri dari membran semi permeabel yang
memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dializer merupakan kunci
utama dalam proses hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan (artificial
kidney) karena yang dilakukan oleh dializer sebagian besar dikerjakan oleh
ginjal kita yang normal.Dializer berbentuk silinder dengan panjang rata – rata
30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya terdapat ribuan filter yang sangat
kecil.Dializer terdiri dari 2 kompartemen masing – masing untuk cairan
dialysate dan darah.Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran
semipermiabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi
satu.Membran semipermiabel mempunyai lubang – lubang sangat kecil yang
hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga hanya substansi tertentu
seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat.Sedangkan sel – sel
darah tetap berada dalam darah.
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi
pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material membran
dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi,
Cellulosynthetic. Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient
ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya
permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya
pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah
melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau
perbedaan TMP yang melewati membran. Dializer ada yang memiliki high
efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang
mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah
dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul
yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada
3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk
hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer. Setiap
dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses
eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Dializer yang banyak beredar
dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa.
a. Water treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air
yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan
langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak
mengandung zat organik dan mineral. Air keran ini akan diolah oleh water
treatment sistem bertahap
b. Larutan dialisat
Dialisat atau cairan dialisis yaitu cairan yang terdiri dari air dan
elektrolit utama dari serum normal.Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih
dengan air kran dan bahan kimia saring.Bukan merupakan sistem yang
steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial
terjadinya infeksi pada pasien minimal.Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeabel yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis.Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.Larutan dialisat yang
cukup sering digunakan adalah dialisat asetat dan bikarbonat.Adapun
komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut:
1. Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk
mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan
bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk
konsentrat yang cair dan relatif stabil.Dibandingkan dengan dialisat
bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek
sampingnya lebih banyak.Efek samping yang sering seperti mual, muntah,
kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia,
koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan
pelepasan sitokin
2. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
asam dan larutan bikarbonat.Kalsium dan magnesium tidak termasuk
dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari
kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan
magnesium karbonat.Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi
mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu
penyimpanan yang singkat.Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang
akut.Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif
tidak stabil.Biaya untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat
relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat
e) Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam  Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
di dalam darah
 Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg  Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis)  Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal
dalam darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
atau perut mencegah pembekuan
B. Clinical Pathway
Arteriosklerosis

Penurunan suplai darah


ke ginjal

Gangguan dalam menyaring produksi


limbah (hiperfiltrasi)

Kerusakan pada nefron

Kerusakan pada nefron

Gagal ginjal kronis Eliminasi urin


Gangguan vaskuler (HT)
C. Clinical Pathway
arteriosklerosis

suplai darah ginjal turun

Kerusakan pembuluh
darah ginjal
Gangguan dalam menyaring produksi limbah (hiperfiltrasi)

Kerusakan pada nefron

Gagal Ginjal Kronis Eliminasi urin Oliguri+anuria

Kelebihan volume cairan

kardiovaskuler
eritopoitin Gastrointestinal
terganggu
Hb rendah: hiperkalemia Pelepasan renin
anemia Edema
dalam disritmia
Hipertensi
GI

Anoreksia, mual ,
Intoleransi aktivitas muntah
Resiko Penurunan kardiak
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ouput

Ketidakefektifan perfusi
jaringan
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
I. Identitas Klien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, perkawinan, No.registrasi, pendidikan,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk rumah sakit.
identitas penanggung jawab.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu CKD dengan penyakit lain yang menyertai jika
ada.
2. Keluhan utama
Biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan muncul sejak kapan, Keluhan
lain yang menyerta biasanya: gangguan pernapasan, anemia, hiperkelemia,
anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik.
Hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk mengatasi
keluhan tersebut sebelum MRS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada pasien atau keluarga apakah ada riwayat pwnyakit DM,
hipertensi, ISK, glomerulonefritis, obesitas
5. Riwayat penyakit keluarga
Membahas tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga, tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit DM, hipertensi, glomerulonefritis,
III. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk
mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan. Misalnya jika salah
satu anggota keluarga sakit keluarga mengobatinya dengan obat tradisional
atau langsung membawa ke puskesmas atau dokter terdekat di daerah
rumahnya. Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan
menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada
mulut.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguria,
onuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
4. Pola aktivitas dan latihan
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak..
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau samnolen).
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba,
daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya
yang mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk
mengurangi nyeri, kemampuan komunikasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial : pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal : penjelasan tentang
diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, Keadaan fisik, segala
sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri :
perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan fungsi dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran,
pentingnya keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak. Akibat dari proses
inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik
intrapersonal maupun interpersonal.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas. Pada pola
reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan.
10. Pola toleransi coping-stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan
khusus terhadap stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen stress
dengan keluarga. Faktor stress, contohnya financial, hubungan dan
sebagainya. Perasaan yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien,
pentingnya agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas
keagamaan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan
masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian
dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.

Tekanan Darah : Biasanya tinggi (Normal : 120/80mmHg)


Pernafasan (RR): (Rentang normal : 16-24x/menit)
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman. Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
Sirkulasi.
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi : nyeri dada (angina).
Tanda: Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak, tangan, Distritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir.
Denyut nadi (HR): (Normal : 60-100x/menit)
Suhu tubuh : kadang normal atau tinggi (Normal: 36 ˚C)
Nyeri/kenyamanan.
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda: Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala. Ada tidaknya nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom
“kaki gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan
dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, strupor, koma, kejang, fasikulasi otot, aktivitas
kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
2. Leher
Lihat JVP pasien. Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
Ada nyeri pada leher atau tidak.
3. Dada
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.

Palpasi : Fremitus suara meningkat.

Perkusi : Suara ketok redup.

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
4. Abdomen
Lihat ada tidaknya masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Lihat ada tidaknya masalah pada system urogenital pasien.
6. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kelelahan ekstremitas,
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis,
dingin dan lembab, tugor kulit menurun, kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie, area
ekimosis pada kulit.
8. Keadaan local
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan
keluarga untuk selalu mendampingi.

V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Tes Fungsi Ginjal
VI. Diagnosis Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Ketidakseimbangan nutrisi
d. Intoleransi aktivitas
3) Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) PARAF
Keperawata DAN
n NAMA
TERANG
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen elektrolit/cairan (2080) Novian
volume pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output
cairan yang akurat
(00026) Keseimbangan cairan (0601) 2. pantau adanya tanda dan gejala retensi
Skor yang ingin cairan
Skor 3. batasi cairan yang sesuai
No Indikator dicapai
4. siapkan pasien untuk dialisis
Awal 1 2 3 4 5 Monitor cairan ( 4130)
060101 Tekanan darah √ 1. tentukan jumlah dan jenis intake dan
output serta kebiasaan eliminasi
060107 Keseimbangan input √ 2. periksa turgor kulit
outpur dalam 24 jam 3. monitor berat badan
060109 Berat badan stabil √ 4. monitor nilai kadar serum dan elektrolit
urin
060116 Turgor kulit √

060117 Kelembapan √
membran mukosa
060118 Serum elektrolit √

060119 Hematokrit √
Keterangan
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu

Tanda-tanda vital (0802)


Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
080201 Suhu tubuh √
080203 Denyut nadi radial √
080204 Tingkat pernafasan √
08 20 Tekanan darah √
5 sistolik
Tekanan darah √
080206
diastolik
Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam NIC: Manejemen sensasi perifer (2660) Novian
fan perfusi Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1 Monitor adanya daerah tertentu yang
jaringan hanya peka terhadap
perifer Perfusi jaringan: perifer (0407) panas/dingin/tajam/tumpul
(00228) Skor yang ingin 2 Monitor adanya paretese
Skor
No Indikator dicapai 3 lnstruksikan keluarga untuk
Awal 1 2 3 4 5 mengobservasi kulit jika ada isi atau
Pengisian kapiler 3 √ laserasi
040715 jari 4 Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5 Monitor adanya penekanan dari gelang,
Tekanan darah 3 √ alat-alat medis, sepatu dan baju
040727 sistolik 6 Kolaborasi pemberian analgetik
Tekanan darah 3 √ 7 Monitor adanya tromboplebitis dan
040728 diastolik tromboemboli pada vena
8 Diskusikan menganai penyebab perubahan
Edema perifer 3 √ sensasi
040712

Kram otot 3 √
040745

Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal

Tanda tanda vital (0802)


Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 3 √
080201

Denyut nadi radial 3 √


080203

Tingkat pernafasan 3 √
080204

Tekanan darah 3 √
080205 sistolik
Tekanan darah 3 √
080206 diastolik
Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal

3. Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Terapi nutrisi (1120) Novian
angan nutrisi: pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan:
kurang dari 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
kebutuhan kebutuhan
Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Monitor asupan makanan harian
tubuh
(00002) Skor yang ingin 3. Motivasi Pasien untuk mengkonsumsi
Skor makanan dan minuman yang bernutrisi,
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5 tinggi protein, kalori dan mudah
dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
Asupan makanan 2 √ 4. Ciptakan lingkungan yang bersih,
100801 secara oral berventilasi, santai dan bebas dari bau
menyengat
Asupan cairan 3 √
100803
secara oral Monitor nutrisi (1160)
Asupan cairan 3 √ 1. Timbang berat badan pasien
100804 2. Identifikasi penurunan berat badan
intravena
terakhir
Keterangan: 3. Tentukan pola makan
1: Tidak Adekuat 4. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain
2: Sedikit Adekuat untuk mengembangkan rencana
3: Cukup Adekuat keperawatan
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat Terapi menelan (1860)
1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
kebutuhan.
Status Menelan (1010)
2. Hindari penggunaan sedotan untuk
Skor yang ingi minum.
Skor
No Indikator dicapai 3. Bantu pasien untuk berada pada posisi
Awal 1 2 3 4 5 duduk selama 30 menit setelah makan.
101001 Mempertahankan 2 √ 4. Instruksikan Pasien untuk tidak berbicara
makanan di mulut selama makan.
Sedikan perawatan mulut sesuai
kebutuhan.
101003 Produksi ludah 2 √

101004 Kemampuan 3 √
mengunyah
101008 Jumlah menelan 3 √
sesuai dengan
ukuran atau tekstur
bolus

101009 Durasi makan sesuai 2 √


dengan jumlah
yang dikonsumsi

Keterangan:
1: Tidak Adekuat
2: Sedikit Adekuat
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen energi (0180) Novian
aktivitas pasien menunjukkan hasil:
(00094) 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Toleransi terhadap aktivitas (0005) menyebabkan kelelahan
Skor yang ingin 2. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
Skor
No Indikator dicapai sumber energi yang adekuat
Awal 1 2 3 4 5 3. Monitor sumber kegiatan olahraga dan
000502 Frekuensi nadi 3 √ kelelahan emosional yang dialami pasien
ketika beraktivitas
000503 Frekuensi 3 √ Terapi aktivitas (4310)
pernapasan ketika
beraktivitas 1. Bantu pasien untuk memilih aktivitas
000508 Kemudahan 3 √ dan pencapauan tujuan dengan
bernapas ketika kemampuan fisik
beraktivitas
2. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
000504 Tekanan darah 3 √
sistolik ketika melaksanakan aktivitas yang diinginkan
beraktivitas maupun yang telah ditentukan
000505 Tekanan darah 3 √
diastolik ketika Peningkatan latihan (0200)
beraktivitas 1. Hargai keyakinan pasien tentang latihan
fisik
000507 War a kulit 3 √
2. Gali pengalaman individu sebelumnya
000509 Kecepatan berjalan 3 √ mengenai latihan fisik
3. Gali hambatan untuk melakukan
aktivitas
000510 Jarak berjalan 3 √
4. Dukung individu untuk memulai latihan
000516 Kekuatan tubuh 3 √ 5. Monitor individu terhadap program
bagian atas latihan
000517 Kekuatan tubuh 3 √
bagian bawah
000518 Kemudahan dalam 3 √
melakukan ADL

Keterangan:
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu
I. Discharge Planning
a) Diet tinggi kalori dan rendah protein
b) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
c) Kontrol hipertensi
d) Kontrol keseimbangan elektrolit
e) Deteksi dini dan terapi infeksi
f) Kepatuhan jadwal dialisis
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Alfians R Berlian., Gresty N M Masi., dan Vandri Kallo. 2017. Perbandingan
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Comorbid Faktor
Diabetes Melitus Dan Hipertensi Di Ruangan Hemodialisa Rsup. Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado
American Society of Nephrology. 2018. https://www.asn-
online.org/education/training/fellows/HFHS_CKD_V6.pdf
Arifa, Saniya Ilma., Mahalul Azam., Oktaria Woro Kasmini Handayani, 2017.
FAKTOR YANG
Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK
PADA PENDERITA HIPERTENSI DI INDONESIA
Brunner & Suddarth’s. 2010. Textbook of Medical-Surgical Nursing.Center for
Disease Control and Prevention. 2018. Chronic Kidney Disease Basic.
https://www.cdc.gov/kidneydisease/basics.html
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition.
Monhart, V. 2013. Hypertension and chronic kidney diseases. 55:397–402.
National Kidney Foundation. 2018. About Chronic Kidney Disease.
PENEFRI. 2012. Report Of Indonesian Renal Registry 5 th.
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahVolume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC
Soelaeman, Rachmad., Sumarlina, Lien. 2015. Anatomi Fisiologi Ginjal.
http://www.rsmb.co.id/p2652/

Anda mungkin juga menyukai