Oleh
Novian Dwi Roessanti, S.Kep
NIM 192311101112
Hari, Tanggal :
Tempat :
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal Ruang Hemodialisa
FKep Universitas Jember RSUD dr. Saiful Anwar Malang
(.......................................................) (.......................................................)
Kepala Ruangan
Ruang Hemodialisa
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
(.......................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
b. Fisiologi Ginjal
Ginjal berperan menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal
adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
sebanyak 1-2 liter/hari. Ginjal memiliki bbeberapa fungsi yaitu (Soelaeman dkk,
2015) :
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak
e) mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f) produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
g) produksi hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah
h) pembentukan Urine
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara theurapeutik (Soelaeman dkk., 2015).
3. Epidemiologi
Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia
dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun. Prevalensi gagal ginjal
kronik secara global telah meningkat setiap tahunnya. The United States Renal
Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End
Stage Renal Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun
2012 dengan tingkat pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013
dengan tingkat pertumbuhan 6%.6,7 Berdasarkan data yang dihimpun dari 5th
Annual Report of Indonesian Renal Registry, jumlah penderita gagal ginjal kronik
di Indonesia pada tahun 2011 tercatat sebesar 22.304 dengan 68,8% kasus baru
dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 28.782 dengan 68,1% kasus baru
(PENEFRI, 2012).
Gagal ginjal dan hipertensi selalu berhubungan. Penyakit gagal ginjal dapat
disebabkan karena hipertensi dan gagal ginjal dapat juga menyebabkan hipertensi.
Hasil studi kohort dari Ghana menyatakan dari 365 pasien rawat jalan dengan
hipertensi, 110 pasien (30,2%) memiliki serum kreatinin >140 umol/L (1,6mg/
dL), 48 pasien memiliki serum kreatinin >400 umol/L (>4,5 mg/dL), dan 96
(25,5%) memiliki proteinuria. Studi kohort lain dari Burkina Faso, 117 dari 317
(44%) pasien dengan hipertensi yang dirawat di rumah sakit menderita gagal
ginjal kronik. Pada penderita hipertensi masalah gagal ginjal kronik dipengaruhi
oleh faktor ras, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, status
pekerjaan, status tempat tinggal, status ekonomi, perilaku merokok, kurang
aktivitas fisik, pola konsumsi air putih, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi
minuman bersoda, konsumsi minuman berenergi, penggunaan obat analgetika
NSAID, riwayat penyakit diabetes mellitus, riwayat penyakit glomerulonefritis,
riwayat penyakit batu ginjal, riwayat penyakit infeksi saluran kemih, riwayat
penyakit batu saluran kemih, riwayat keluarga, riwayat BBLR, status obesitas,
kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar LDL, kadar trigliserida, dan fasilitas
pengobatan yang tidak tersedia atau tidak terjangkau (Arifa dkk., 2017).
4. Patofisiologi
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi dalam jangka
waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi
terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita
hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi
yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik
kedua terbesar setelah diabetes militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang
berkepanjangan nantinya akan merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian
besar tubuh. Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang
memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika pembuluh darah
pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran darah akan menghentikan
pembuangan limbah serta cairan ekstra dari tubuh.
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor.
CKD dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini
mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan
peningkatan tekanan darah. Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu
peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik, menyebabkan sesuatu seperti
gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan
antara CKD dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon
ini bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan jaringan parut
pada ginjal, dan dapat memberikan kontribusi untuk hipertensi pasien dengan
merangsang baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh darah.
Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan telah
meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid (PTH).
PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis
ginjal (penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika
penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah dapat menyebabkan
hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran
darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah penghapusan ginjal akibat
kanker, terganggu, pasien akan mengembangkan CKD. Penurunan aliran darah
memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding
pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada
ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis.
Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen
pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan
kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
Terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90%
hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium,
sementara < 10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil perkalian
dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volume cairan tubuh
meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan
tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan
mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.
5. Manifestasi klinis
Brunner & Sudarth’s (2010) menjelaskan bahwa manifestasi klinis CKD
adalah:
a. Sistem kardiovaskular: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum),
periorbital edema, pericardial friction rub, pericarditis, efusi jantung,
tamponade jantung, hiperkalemi, dan hiperlididemia.
b. Sistem integumen: warna kulit gray-bronze, kurit kering dan
mengelupas/bersisik, pruritus, echymosis, purpura, kuku tipis dan rapuh,
serta rambut tipis dan kasar.
c. Sistem respirasi: crackles, sputum banyak, depresi reflek batuk, nyeri
pleuritik, sesak nafas, tachypnea, respirasi tipe Kussmaul, pneumonitis
uremik
d. Sistem gastrointestinal: nafas bau amonia, ulserasi mulut, perdarahan,
anoreksia, mual, muntah, cegukan, sembelit atau diare, dan perdarahan
saluran GI
e. Sistem neurologi: kelemahan, ketelahan, kebingungan, ketidakmampuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriks, gelisah, sensasi
terbakar di telapak kaki, dan perubahan perilaku.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronik yaitu (Baradero, dkk, 2008) :
a. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan mikroskopik urine. Prosedur ini memeriksa
sedimen setelah urine disentrifugasi. Urine yang normal hampir tidak
mengandung sedimen.
b. Darah
Penilaian CKD dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan
pemerikasaan laboratorium, seperti: kadar serum sodium/natrium dan
potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea
nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
1) Hb: menurun pada adanya anemia
2) pH: asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengekresikan hidrogen dan hasil akhir
metabolisme.
3) BUN/kreatinin: terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal, dan masukkan protein. Serum kreatinin meningkat
pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit. Biasanya
meningkat pada proporsi rasio 10:1.
4) Osmolalitas serum: labih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urine.
5) Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
6) Natrium: biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
7) pH, kalsium dan bikarbonat: menurun.
8) Klorida, fosfat, dan magnesium: meningkat.
1) Protein: penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia). Pemeriksaan ini menilai
besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen. Berberapa pemeriksaan
radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara
lain :
1) Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, ureter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang
mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara
jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta
obstruksi saluran kencing.
4) Aortorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena,
dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal,
arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal
serta post transplantasi ginjal.
e. Biopsi Ginjal
Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil
jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus
golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan
perencanaan transplantasi ginjal.
f. Gas darah arteri
Gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah
arteri, pertukaran gas alveoli, dan keseimbangan asam basa. Dalam pemeriksaan
ini diperlukan sampel darah arteri yang diambil dari arteri femoralis, radialis, atau
brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah
pembekuan darah sebelum dilakukan uji laboratorium. Pada pemeriksaan gas
darah arteri pada penderita gagal ginjal akan ditemukan hasil yaitu asidosis
metabolik dengan nilai PO2 normal,PCO2 rendah, pH rendah, dan defisit basa
tinggi.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pasien gagal ginjal kronik bertujuan untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan hemeostatis dalam tubuh. Penatalaksanaan
pada kasus gagal ginjal kronik ini terbagi menjadi 2 tahap, yakni tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer & Bare, 2001) :
a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadi
gagal ginjal.
Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20
b. Semua pasien dengan GFR kurang dari 15 ml/menit, GFR kurang dari 10
ml/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan GFR kurang dari 5
ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi
tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
c) Kontraindikasi
Kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses
vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan
koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit
alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut
dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
2018).
d) Alat Hemodialisa
1) Arterial-Venouse Blood Line (AVBL)
a. Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan
warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing atau line plastic yang menghubungkan darah dari
dialiser dengan tubing akses vaskular menuju tubuh pasien disebut outlet
ditandai dengan warna biru.Priming volume AVBL antara 100-500 ml.
Priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada
AVBL dan kompartemen dialiser.Bagian-bagian dari AVBL dan
kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial
atau venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse atau
transfuse set, port biru obat, heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2) Dialyzer
Dializer atau Ginjal Buatan terdiri dari membran semi permeabel yang
memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dializer merupakan kunci
utama dalam proses hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan (artificial
kidney) karena yang dilakukan oleh dializer sebagian besar dikerjakan oleh
ginjal kita yang normal.Dializer berbentuk silinder dengan panjang rata – rata
30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya terdapat ribuan filter yang sangat
kecil.Dializer terdiri dari 2 kompartemen masing – masing untuk cairan
dialysate dan darah.Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran
semipermiabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi
satu.Membran semipermiabel mempunyai lubang – lubang sangat kecil yang
hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga hanya substansi tertentu
seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat.Sedangkan sel – sel
darah tetap berada dalam darah.
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi
pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material membran
dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi,
Cellulosynthetic. Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient
ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya
permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya
pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah
melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau
perbedaan TMP yang melewati membran. Dializer ada yang memiliki high
efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang
mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah
dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul
yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada
3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk
hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer. Setiap
dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses
eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Dializer yang banyak beredar
dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa.
a. Water treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air
yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan
langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak
mengandung zat organik dan mineral. Air keran ini akan diolah oleh water
treatment sistem bertahap
b. Larutan dialisat
Dialisat atau cairan dialisis yaitu cairan yang terdiri dari air dan
elektrolit utama dari serum normal.Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih
dengan air kran dan bahan kimia saring.Bukan merupakan sistem yang
steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial
terjadinya infeksi pada pasien minimal.Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeabel yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis.Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.Larutan dialisat yang
cukup sering digunakan adalah dialisat asetat dan bikarbonat.Adapun
komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut:
1. Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk
mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan
bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk
konsentrat yang cair dan relatif stabil.Dibandingkan dengan dialisat
bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek
sampingnya lebih banyak.Efek samping yang sering seperti mual, muntah,
kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia,
koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan
pelepasan sitokin
2. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
asam dan larutan bikarbonat.Kalsium dan magnesium tidak termasuk
dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari
kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan
magnesium karbonat.Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi
mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu
penyimpanan yang singkat.Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang
akut.Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif
tidak stabil.Biaya untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat
relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat
e) Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
di dalam darah
Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis) Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal
dalam darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
atau perut mencegah pembekuan
B. Clinical Pathway
Arteriosklerosis
Kerusakan pembuluh
darah ginjal
Gangguan dalam menyaring produksi limbah (hiperfiltrasi)
kardiovaskuler
eritopoitin Gastrointestinal
terganggu
Hb rendah: hiperkalemia Pelepasan renin
anemia Edema
dalam disritmia
Hipertensi
GI
Anoreksia, mual ,
Intoleransi aktivitas muntah
Resiko Penurunan kardiak
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ouput
Ketidakefektifan perfusi
jaringan
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
I. Identitas Klien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, perkawinan, No.registrasi, pendidikan,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk rumah sakit.
identitas penanggung jawab.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu CKD dengan penyakit lain yang menyertai jika
ada.
2. Keluhan utama
Biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan muncul sejak kapan, Keluhan
lain yang menyerta biasanya: gangguan pernapasan, anemia, hiperkelemia,
anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik.
Hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk mengatasi
keluhan tersebut sebelum MRS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada pasien atau keluarga apakah ada riwayat pwnyakit DM,
hipertensi, ISK, glomerulonefritis, obesitas
5. Riwayat penyakit keluarga
Membahas tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga, tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit DM, hipertensi, glomerulonefritis,
III. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk
mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan. Misalnya jika salah
satu anggota keluarga sakit keluarga mengobatinya dengan obat tradisional
atau langsung membawa ke puskesmas atau dokter terdekat di daerah
rumahnya. Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan
menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada
mulut.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguria,
onuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
4. Pola aktivitas dan latihan
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak..
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau samnolen).
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba,
daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya
yang mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk
mengurangi nyeri, kemampuan komunikasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial : pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal : penjelasan tentang
diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, Keadaan fisik, segala
sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri :
perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan fungsi dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran,
pentingnya keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak. Akibat dari proses
inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik
intrapersonal maupun interpersonal.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas. Pada pola
reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan.
10. Pola toleransi coping-stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan
khusus terhadap stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen stress
dengan keluarga. Faktor stress, contohnya financial, hubungan dan
sebagainya. Perasaan yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien,
pentingnya agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas
keagamaan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan
masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian
dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
4. Abdomen
Lihat ada tidaknya masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Lihat ada tidaknya masalah pada system urogenital pasien.
6. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kelelahan ekstremitas,
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis,
dingin dan lembab, tugor kulit menurun, kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie, area
ekimosis pada kulit.
8. Keadaan local
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan
keluarga untuk selalu mendampingi.
V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Tes Fungsi Ginjal
VI. Diagnosis Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Ketidakseimbangan nutrisi
d. Intoleransi aktivitas
3) Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) PARAF
Keperawata DAN
n NAMA
TERANG
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen elektrolit/cairan (2080) Novian
volume pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output
cairan yang akurat
(00026) Keseimbangan cairan (0601) 2. pantau adanya tanda dan gejala retensi
Skor yang ingin cairan
Skor 3. batasi cairan yang sesuai
No Indikator dicapai
4. siapkan pasien untuk dialisis
Awal 1 2 3 4 5 Monitor cairan ( 4130)
060101 Tekanan darah √ 1. tentukan jumlah dan jenis intake dan
output serta kebiasaan eliminasi
060107 Keseimbangan input √ 2. periksa turgor kulit
outpur dalam 24 jam 3. monitor berat badan
060109 Berat badan stabil √ 4. monitor nilai kadar serum dan elektrolit
urin
060116 Turgor kulit √
060117 Kelembapan √
membran mukosa
060118 Serum elektrolit √
060119 Hematokrit √
Keterangan
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu
Kram otot 3 √
040745
Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
Tingkat pernafasan 3 √
080204
Tekanan darah 3 √
080205 sistolik
Tekanan darah 3 √
080206 diastolik
Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
3. Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Terapi nutrisi (1120) Novian
angan nutrisi: pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan:
kurang dari 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
kebutuhan kebutuhan
Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Monitor asupan makanan harian
tubuh
(00002) Skor yang ingin 3. Motivasi Pasien untuk mengkonsumsi
Skor makanan dan minuman yang bernutrisi,
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5 tinggi protein, kalori dan mudah
dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
Asupan makanan 2 √ 4. Ciptakan lingkungan yang bersih,
100801 secara oral berventilasi, santai dan bebas dari bau
menyengat
Asupan cairan 3 √
100803
secara oral Monitor nutrisi (1160)
Asupan cairan 3 √ 1. Timbang berat badan pasien
100804 2. Identifikasi penurunan berat badan
intravena
terakhir
Keterangan: 3. Tentukan pola makan
1: Tidak Adekuat 4. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain
2: Sedikit Adekuat untuk mengembangkan rencana
3: Cukup Adekuat keperawatan
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat Terapi menelan (1860)
1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
kebutuhan.
Status Menelan (1010)
2. Hindari penggunaan sedotan untuk
Skor yang ingi minum.
Skor
No Indikator dicapai 3. Bantu pasien untuk berada pada posisi
Awal 1 2 3 4 5 duduk selama 30 menit setelah makan.
101001 Mempertahankan 2 √ 4. Instruksikan Pasien untuk tidak berbicara
makanan di mulut selama makan.
Sedikan perawatan mulut sesuai
kebutuhan.
101003 Produksi ludah 2 √
101004 Kemampuan 3 √
mengunyah
101008 Jumlah menelan 3 √
sesuai dengan
ukuran atau tekstur
bolus
Keterangan:
1: Tidak Adekuat
2: Sedikit Adekuat
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen energi (0180) Novian
aktivitas pasien menunjukkan hasil:
(00094) 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Toleransi terhadap aktivitas (0005) menyebabkan kelelahan
Skor yang ingin 2. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
Skor
No Indikator dicapai sumber energi yang adekuat
Awal 1 2 3 4 5 3. Monitor sumber kegiatan olahraga dan
000502 Frekuensi nadi 3 √ kelelahan emosional yang dialami pasien
ketika beraktivitas
000503 Frekuensi 3 √ Terapi aktivitas (4310)
pernapasan ketika
beraktivitas 1. Bantu pasien untuk memilih aktivitas
000508 Kemudahan 3 √ dan pencapauan tujuan dengan
bernapas ketika kemampuan fisik
beraktivitas
2. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
000504 Tekanan darah 3 √
sistolik ketika melaksanakan aktivitas yang diinginkan
beraktivitas maupun yang telah ditentukan
000505 Tekanan darah 3 √
diastolik ketika Peningkatan latihan (0200)
beraktivitas 1. Hargai keyakinan pasien tentang latihan
fisik
000507 War a kulit 3 √
2. Gali pengalaman individu sebelumnya
000509 Kecepatan berjalan 3 √ mengenai latihan fisik
3. Gali hambatan untuk melakukan
aktivitas
000510 Jarak berjalan 3 √
4. Dukung individu untuk memulai latihan
000516 Kekuatan tubuh 3 √ 5. Monitor individu terhadap program
bagian atas latihan
000517 Kekuatan tubuh 3 √
bagian bawah
000518 Kemudahan dalam 3 √
melakukan ADL
Keterangan:
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu
I. Discharge Planning
a) Diet tinggi kalori dan rendah protein
b) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
c) Kontrol hipertensi
d) Kontrol keseimbangan elektrolit
e) Deteksi dini dan terapi infeksi
f) Kepatuhan jadwal dialisis
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Alfians R Berlian., Gresty N M Masi., dan Vandri Kallo. 2017. Perbandingan
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Comorbid Faktor
Diabetes Melitus Dan Hipertensi Di Ruangan Hemodialisa Rsup. Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado
American Society of Nephrology. 2018. https://www.asn-
online.org/education/training/fellows/HFHS_CKD_V6.pdf
Arifa, Saniya Ilma., Mahalul Azam., Oktaria Woro Kasmini Handayani, 2017.
FAKTOR YANG
Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK
PADA PENDERITA HIPERTENSI DI INDONESIA
Brunner & Suddarth’s. 2010. Textbook of Medical-Surgical Nursing.Center for
Disease Control and Prevention. 2018. Chronic Kidney Disease Basic.
https://www.cdc.gov/kidneydisease/basics.html
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition.
Monhart, V. 2013. Hypertension and chronic kidney diseases. 55:397–402.
National Kidney Foundation. 2018. About Chronic Kidney Disease.
PENEFRI. 2012. Report Of Indonesian Renal Registry 5 th.
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahVolume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC
Soelaeman, Rachmad., Sumarlina, Lien. 2015. Anatomi Fisiologi Ginjal.
http://www.rsmb.co.id/p2652/