Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PATAH TULANG (FRAKTUR)

DI RUANG 17 IRNA II RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :
Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Surtiani Dewi NIM 192311101110
Novian Dwi Roessanti NIM 192311101112
Ramadhan Rifandy W. NIM 192311101140

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT


RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Pokok Bahasan : Fraktur


2. Sasaran : Keluarga Pasien yang dirawat di Ruang 17 IRNA
II RSUD dr. Saiful Anwar Malang
3. Waktu dan Tempat
- Tempat : Ruang 17 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang
- Waktu : Jumat, 07 Februari 2020, pukul 10.00 WIB
4. Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
5. Media : PPT dan leaflet
6. Tujuan
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan
penyuluhan diharapkan sasaran mampu mengerti dan memahami tentang
fraktur.
b. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan sasaran mampu :
 Menjelaskan tentang definisi fraktur
 Menjelaskan tanda-tanda dari fraktur
 Menjelaskan apa yang harus dilakukan saat mengalami fraktur
 Menjelaskan bagaimana prosedur penatalaksanaan fraktur
7. Manfaat
a. Manfaat bagi mahasiswa :
 Mahasiswa mengetahui lebih dalam mengenai fraktur.
 Mahasiswa mengetahui bagaimana pertolongan bagi orang yang
mengalami fraktur.
b. Manfaat bagi masyarakat :
 Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai fraktur.
 Sasaran mengetahui cara memberikan pertolongan bagi orang yang
mengalami fraktur.
8. Materi (Terlampir)
Leaflet :
 Menjelaskan tentang definisi fraktur
 Menjelaskan tanda-tanda dari fraktur
 Menjelaskan apa yang harus dilakukan saat mengalami fraktur
 Menjelaskan bagaimana prosedur penatalaksanaan fraktur
9. Tahap Kegiatan Penyuluhan
Tahap Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran Metode &
Media
Pembukaan  Memperkenalkan diri  Menjawab salam Ceramah
(5 menit)  Menyampaikan maksud dan  Memperhatikan dan dan tanya
tujuan dilaksanakannya menjawab pertanyaan jawab
penyuluhan
 Menggali pengetahuan
sasaran tentang materi yang
akan disampaikan

Penyajian  Menjelaskan tentang  Menyimak penjelasan Ceramah


(10 menit) definisi fraktur  Mengajukan pertanyaan dan tanya
 Menjelaskan tanda-tanda seputar materi jawab
dari fraktur -PPT
 Menjelaskan apa yang -Leaflet
harus dilakukan saat
mengalami fraktur
 Menjelaskan bagaimana
prosedur penatalaksanaan
fraktur

 Memberi kesimpulan materi


 Memperhatikan Ceramah
Penutup  Menyampaikan hasil dan tanya
evaluasi dan umpan balik penjelasan
(5 menit)  Menjawab pertanyaan jawab
 Menutup acara penyuluhan Leafleat
dari penyuluh

10. Evaluasi :
Evaluasi diberikan dengan cara memberikan pertanyaan kepada sasaran
mengenai hal-hal yang telah dijelaskan oleh penyuluh. Adapun kriteria dari
evaluasi sebagai berikut
1. Sasaran mampu menjawab semua pertanyaan dengan benar dan lengkap
yang diberikan secara rinci.
2. Sasaran mampu menjawab semua pertanyaan dengan benar dan singkat.
3. Sasaran mampu menjawab beberapa pertanyaan dengan benar dan
singkat.
Lampiran 1. Materi penyuluhan

FRAKTUR
1.1 Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price & Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

1.2 Tanda Gejala Fraktur


Manifestasi klinis fraktur menurut Smelzter & Bare (2002) adalah sebagai
berikut:
Pada pasien pre operasi:
1. Deformitas tulang belakang adalah kelainan bentuk, alignment atau
kolom pada tulang vertebra (ulang belakang yang melengkung, kelainan
tulang belakang, bentuk tulang belakang yang salah).
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi
pemendekan tulang, penekanan tulang.
3. Echumosis dan perdarahan subculaneus
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tendernes atau keempukan
6. Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya
saraf atau perdarahan).
7. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
8. Krepitasi merupakan istilah serapan dari bahasa Latin, yakni crepitus
yang berarti gemeretak. Bunyi ini dapat muncul berupa derik akibat
gesekan ujung-ujung tulang patah, juga dari pergerakan sendi. Selain itu
bunyi gelembung-gelembung udara pada emfisem subkutis bila ditekan
juga merupakan Krepitasi.
9. Compartemen syndrom adalah kondisi yang terjadi akibat meningkatnya
tekanan di dalam kompartemen otot, sehingga dapat mengakibatkan
cedera di dalam kompartemen otot yang meliputi jaringan otot sendiri,
pembuluh darah, dan saraf.
Pada pasien post operasi:
1. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
2. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
3. Pergerakan abnormal

1.3 Klasifikasi Fraktur


Klasifikasi secara umum:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst)
2. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah:
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen:
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya:
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

1.4 Pemeriksaan Penunjang Fraktur


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengatahui keadaan
tulang yang mengalami fraktur yaitu:
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui kadar Hb dan
hematokrit, kerana perdarahan yang terjadi akibat fraktur akan
menyebabkan kadar Hb dan hematokrit dalam tubuh menjadi rendah.
Selain itu, Laju Endap Darah (LED) akan meningkat apabila kerusakan
yang terjadi pada jaringan lunak sangat luas.
2. X-ray
Pemeriksaan Xray merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
melihat gambaran fraktur, deformitas (pergeseran fragmen pada fraktur)
dan metalikment. Keuntungan pemeriksaan Xray yaitu tidak ada residu
radiasi di dalam tubuh, tidak ada efek samping, dan cepat, dapat digunakan
pada situasi darurat.
3. CT-scan
CT-scan merupakan alat yang bekerja dengan cara memproduksi gambaran
organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara yang terkan pada
komputer (Bastiansyah, 2008). CT-scan dapat menghasilkan gambaran dari
organ tubuh termasuk keadaan tulang.
4. MRI (Magnetic Resonanci Imaging)
MRI merupakan alat diagnostik yang dapat menghasilkan potongan organ
tubuh menusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan
sinar-X.
5. Rontgen
Pemeriksaan rontgen merupakan salah satu prosedur yang efektif bila
digunakan untuk mendeteksi terjadinya fraktur. Rontgen digunakan untuk
memotret tubuh bagian dalam, sehingga organ yang ada dalam tubuh dapat
terlihat dengan jelas, terutama pada bagian tulang yang mengalami fraktur.
1.5 Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan
operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara
konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Menurut (Mansjoer, 2002) dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Cara konservatif
a) Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang
panjang.
b) Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
c) Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
d) Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
a) Pemasangan Gips.
merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah:
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b) Penarikan (traksi)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali
pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain:
1) Traksi manual: Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam:
i. Traksi kulit (skin traction): dipasang pada dasar sistem skeletal
untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4
minggu dan beban < 5 kg.
ii. Traksi skeletal: merupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal/penjepit
melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
i. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
ii. Memperbaiki & mencegah deformitas
iii. Immobilisasi
iv. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi
v. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi:
i. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya
tarik
ii. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang
dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
iii. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus
iv. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
v. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
c) Pembidaian
Merupakan suatu cara dengan meletakkn benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Cara operatif
a) Bila reposisi mengalami kegagalan.
b) Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
c) Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
d) Fraktur patologik.
e) Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
a) Reposisi.
b) Fiksasi, atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pada prinsipnya penangganan fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan
normal dengan rehabilitasi.
1) Fiksasi interna
Intramedullary nail ideal yang digunakan untuk fraktur transversal,
tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat
dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi
fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol
rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil dari pemeriksaan radiologi
memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di
antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-
union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan
stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat
penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah
sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput
anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed
nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa
pemendekan. Comminuted fracture paling baik jika dirawat
dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
2) Fiksasi eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus
terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke
enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary
nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk
tindakan ini.
c) Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
d) Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
e) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3) Memantau status neurologi.
4) Mengontrol kecemasan dan nyeri
5) Latihan isometrik dan setting otot
6) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7) Kembali keaktivitas secara bertahap

1.6 Komplikasi Fraktur


1. Komplikasi awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi
ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak
ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh–pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat
suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan
hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar
2. Komplikasi dalam waktu lama
a) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b) Non union (tak menyatu)
penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
kadang–kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c) Malunion
kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

1.7 Fase Penyembuhan Fraktur


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu (Pembentukan Hematoma)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua (Proliferasi Seluler)
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Stadium Tiga (Pembentukan Kallus)
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat (Konsolidasi)
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima (Remodelling)
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Penerbit
EGC: Jakarta.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, dan C. M. Wagner. 2016.
Nursing Invention Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah, R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Invention
Classifications (NIC) Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Keenam. Yogykarta:
Mocomedia.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Moorhead, Jhonson dan Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah,
R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classifications (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Kelima.
Yogykarta: Mocomedia.
NANDA. 2014. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definition and
Classifications 2015-2017. Tenth Edition. Amerika: Nanda International.
Terjemahan oleh B.A. Keliat, H.D. Windarwati, A. Parwirowiyono, M.A.
Subu. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.Potter, P.A. dan A.G. Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatn: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Price and Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Lampiran 2. Daftar Hadir
Lampiran 3. Leaflet

Anda mungkin juga menyukai