Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ST-ELEVATION


MYOCARDIAL INFRACTION (STEMI) DENGAN PENANGANAN
PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI) DI RUANG 5B
INSTALASI PELAYANAN JANTUNG TERPADU
RSUD dr. SYAIFUL ANWAR MALANG

Oleh
Novian Dwi Roessanti, S.Kep
NIM 192311101112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Novian Dwi Roessanti
NIM : 192311101112
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien ST-
Elevation Myocardial Infraction (STEMI) dengan Penanganan Percutaneous
Coronary Intervention (PCI) di Ruang 5B Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu
RSUD dr. Syaiful Anwar Malang

telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari, Tanggal :
Tempat :

Malang, Desember 2019

TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal RSUD dr. Saiful Anwar Malang
FKep Universitas Jember

(.......................................................) (.......................................................)
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Novian Dwi Roessanti
NIM : 192311101112
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien Heart Failure di Ruang 5B
Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu RSUD dr. Syaiful Anwar Malang

telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari, Tanggal :
Tempat :

Malang, Desember 2019

TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal RSUD dr. Saiful Anwar Malang
FKep Universitas Jember

(.......................................................) (.......................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1.1 Konsep ST- Elevation Myocardial Infraction (STEMI)
1. Anatomi Fisiologi Jantung dan Sirkulasi Koroner
a. Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar 1. Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung berperan untuk mengalirkan oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan


dan organ tubuh guna untuk proses metabolisme. Ketika oksigen telah diserap
oleh jaringan, pembuluh vena akan membawa darah yang berwarna biru dan
mengandung sedikit oksigen kembali ke jantung. Pada dinding jantung terbagi
menjadi 3 bagian yaitu perikardium, miokardium yang merupakan otot jantung
berperan menerima darah dari arteri koroner, dan endokardium. Jantung terletak
di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum dan tulang punggung
(vetebra). Bagian depan diatasi oleh sternum dan costae 3, 4, dan 5. Jantung
terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling
depan dalam rongga thorax. Jantung terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan
kiri , dan memiliki 4 ruang yaitu bagian atas 2 atrium (kanan dan kiri) dan 2
ventrikel (kanan dan kiri). Atrium terletak dibagian atas dan ventrikel terletak
dibagian bawah. Atrium berfungsi untuk menerima darah yang kembali ke
jantung dan memindahkannya ke ruang di bawahnya, sedangkan ventrikel
memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum
yang berfungsi untuk mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena bagian kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah dan sisi kiri jantung menerima dan memompa
darah beroksigen tinggi. Katub jantug terbagi dalam 2 jenis yaitu ( Wahyuningsih
dan Kusmiyati, 2017) :

Gambar 2. Peredaran darah di jantung

a. Katub atrioventikuler
Katub atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel .katub yang
terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan yang mempunyai tiga katub
disebut katub trikuspidalis, sedangkan katub yang letaknya diantara atrium atrium
kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua katub yang disebut katub mitral
(bikuspidalis).
b. Katub Semilunar
Katub semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang berhubungan.
Katub pulmonal terletak pada arteri pulmonalis yang memisahkan pembuluh dari
ventrikel kanan. Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub
semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-maing ventrikel ke
arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel, dan mencegah aliran balik
waktu diastole ventrikel.

b. Anatomi Fisiologi Sirkulasi Koroner


Suplai darah otot-otot jantung diperleh dari arteri koroner kiri dan kanan.
(gambar 19-12). Darah mengalir dari pembuluh darah epicardial ke endocardial.
Setelah perfusi myocard, darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronaria
dan vena anterior jantung. Sejumlah kecil aliran darah yang kembali secara
langsung masuk ke dalam ruang-ruang jantung melalui vena Thebessy.
Gambar 3. Anatomi Arteri Koroner
Arteri koroner kanan (RCA) secara normal menyuplai arteri kanan, sebagian
besar ventrikel kanan dan dalam jumla bervariasi pada ventrikel kiri (dinding
inferior). Pada 85 % penduduk, RCA ke arteri descent posterior (PDA), yang
mensuplai septum interventrikuler sedang pada 15 % orang-orang, PDA adalah
cabang dari arteri koroner kiri dimana sirkulasi di kiri lebih dominan.
Arteri koroner kiri secara normal mensuplai atrium kiri dan sebagian besar
septum interventrikuler dari ventrikel kiri (septum anterior dan dinding lateral).
Setelah perjalanan pendek dari bifurcatio arteri koroner utama kiri ke dalam arteri
descent anterior kiri (LAD) dan arteri sirkumfleksi (CX) ; bentuk ini menyuplai
septum dan dinding anterior. Pada sirkulasi diminan kri, CX sepanjang AV dan
berlanjut kembali sebagai PDA untuk mensuplai juga sebagian besar septum
posterior dari dinding anterior.

Arteri menyuplai simpul AV yang dapat berasal dari RCA ( 60 % dari


individu atau yang lainnya (sisanya 40 %). Simpul AV biasanya melalui RCA (85
%-90 %, atau sering tidak ada, dari derivat PDA dan LAD. Dinding anterior dari
katup mitral juga memiliki daerah yang ganda yang memberikan suplai melalui
cabang diagonal dari LAD dan berasal dari cabang CX. Sebaliknya, postkapiler
dari katup mitral biasanya disuplai dari PDA sangat banyak memiliki disfungsi
iskemik daerah-daerah yang berharga.

2. Definisi ST- Elevation Myocardial Infraction (STEMI)


ST- Elevation Myocardial Infraction (STEMI) merupakan rusaknya otot
jantung secara permanen akibat terjadinya oklusi total pada arteri koroner besar.
Kerusakan ini mengakibatkan perubahan ST segmen menjadi elevasi pada EKG.
Perubahan tersebut dapat terjadi pada bagian yang terkait di dinding ventrikel
yaitu anterior, antero-septal, posterior, inferior, lateral atau anterolateral infark
miokard, dan righ ventrikel infark atau kerusakan dinding ventrikel kanan
(Wadud, 2014).

3. Epidemiologi
Jantung merupakan organ pada tubuh manusia yang sangat bergantung
pada kiriman darah dan oksigen melalui arteri koroner. Jika terjadi gangguan
aliran darah pada artei koroner makan otot jantung akan mengalami iskemia.
Iskemia ini dapat diindentifikasi melalui gambaran EKG salah satunya dalam
bentuk STEMI (Rosfiati, 2015). Data pasien yang terdiagnosa infark miokard
dengan ST elevasi (STEMI) sebanyak 32% dengan penanganan yang dapat
dilakukan seperti kateterisasi jantung sebanyak 70%, percutaneous coronary
intervention (PCI) sebanyak 66%, dan kurang dari 5% dilakukan penanganan
dengan Coronary artery bypass graft (CABG) (Spinler, 2011).

4. Etiologi
STEMI umumnya terjadi apabila aliran darah koroner menurun secara
mendadak karena oklusi trombus pada plak ateroskerotik. Hal ini disebabkan
karena beberapa faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid
(Nurarif dan Hardhi, 2013) :
a. Merokok
Kandungan karbondioksida pada asap rokok dapat dengan mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen pada tubuh yang mengakibatkan terjadinya
penurunan suplai oksigen ke jantung. Selain itu, nikotin pada rokon juga dapat
memicu pelepasan katekolamin sehingga mengakibatkan terjadinya konstraksi
arteri yang membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Hal ini
dapat meningkatkan terjadinya adhesi pada trombosit yang kemudian terjadi
pembentukan thrombus.
b. Hipertensi
Hipertensi secara tidak langsung menyebabkan peningkatan afterload yang
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload sehingga
kebutuhan jantung juga meningkat.
c. Akumulasi lipid
Lemak yang tidak larut dalam air akan terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang dimungkinkan dapat diangkut dalam sistem peredaran darah.
Peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan proses
arterosklerosis yang akan meningkatkan risiko koronaria. Sedangkan kadar
kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai pelindung
terhadap arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, kemudian
dibiodegradasi dan diekskresi.
Menurut American Heart Association’s faktor risiko penyebab STEMI
adalah umur dan jenis kelamin. Risiko terjadinya penyakit arteri koroner
meningkat dengan bertambahnya umur. Jenis kelamin juga menjadi faktor risiko
terjadinya STEMI terutama pada yang berjenis kelamin laki. Kondisi ini
dikarenakan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami infark miokard
dibandingkan dengan perempuan, hal ini dikarenakan laki-laki lebih rentan
mengalami aterosklerosis yang disebabkan karena lebih sering mengkonsumsi
rokok. Hormon estrogen pada perempuan berperan melindungi perempuan dari
kejadian PJK khususnya STEMI dan NSTEMI. Fungsi Estrogen berperan dalam
pengaturan faktor metabolisme, seperti lipid, inflamasi, dan sistem trombotik oleh
karenanya infark miokard akut jarang pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Kemungkinan terjadi pada perempuan yang berusia lebih tua, hal ini terjadi
dikarenakan perempuan sudah mengalami menopause (Rahajoe, 2007).

5. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, seperti diremas-remas dan terkadang berjalar ke rahang, leher,
epigastrium, bahu, hingga lengan kiri, atau hanya dirasakan tidak enak di dada.
Infark miokard sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien. Nyeri pada infark miokard biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari
dan jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik, nadi biasanya cepat dan
lemah, pasien biasanya juga sering mengalami diaforesis. Infark miokard juga
dapat terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan pada pasien
berusia lanjut (Robbins et al., 2007; Sudoyo et al., 2010).

1.2 Konsep Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


PCI adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan
pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan
sering kali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan
penyumbatan dengan segera sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali
dan kerusakan jantung dapat terhindar. Intervensi ini tanpa diawali dengan
fibrinolitik disebut PCI primer. PCI sangat efektif untuk mengembalikan perfusi
pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama arteri koromer yang tersumbant
dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik.
PCI primer lenih dipilih jika mengalami syok kardiogenik umumnya pada pasien
berusia < 75 tahun, risiko perdarahan, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya
2 atau 3 jam jika bekuan darah lebir matur dan kurang muda hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun PCI lebih mahal dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya saraa dibeberapa rumah sakit (Sofyan, 2016)

1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) dan
cardiac specific troponin (cTn) T. cTn digunakan untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien
dengan elevasi ST. Peningkatan nilai enzim tersebut dilakukan dua kali dengan
nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (Sudoyo et al.,
2010).
a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
b. cTn, ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
apabila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. CTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain seperti mioglobin, creatinine kinase
(CK), dan lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri
miokard yaitu leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa
jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/ul (Sudoyo et al., 2010).
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di
IGD sebagai penentuan keputusan mendapatkan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan
EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan STEMI, EKG dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi
perkembangan elevasi segmen ST (Sudoyo et al., 2010).

1.4 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Tujuan utama penatalaksanaan STEMI yaitu untuk menghilangkan nyeri
dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet. Penatalaksanaan STEMI
menurut AHA (American Heart Association’s) tahun 2009 sebagai berikut:
a. Oksigen
Pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama, oksigen diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%.
b. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg sampai 3 dosis
dengan interval 5 menit.
c. Morfin
Morfin merupakan analgesik dalam tatalaksana STEMI untuk mengurangi
nyeri dada. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg, dapat diulang dengan interval
5-15 menit sampai dosis maksimal 20 mg.
d. Aspirin
Aspririn merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI.
Aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diberikan pada ruang emergensi dan
selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Apabila morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
intravena dapat diberikan. Regimen yang diberikan yaitu metoprolol 5 mg tiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit,
tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik. Setelah diberikan
dosis IV selang waktu 15 menit maka dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam
(Sudoyo et al., 2010).

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


Perawatan Non farmakologis pasien STEMI menurut Darliana (2015) yaitu:
a. Istirahat fisik
Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac chair dapat
mengurangi dispneu dan nyeri dada. Posisi kepala yang lebih tinggi sangat
bermanfaat bagi pasien karena: (1) Volume tidal dapat diperbaiki karena tekanan
isi abdomen terhadap diafragma berkurang sehingga pertukaran gas dapat lebih
baik, (2) Drainase lobus diatas paru-paru lebih baik, dan (3) Aliran balik vena ke
jantung (preload) berkurang sehingga mengurangi kerja jantung (Smeltzer dan
Bare, 2008; Underhill, 2005).
b. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial
Komplikasi pada pasien STEMI dapat terjadi seperti disritmia, shock
kardiogenik, gagal jantung yang dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu
identifikasi dini tanda dan gejala yang dapat mencetuskan awitan tersebut. Pasien
dipantau dengan ketat terhadap perubahan frekuensi, irama, bunyi jantung,
tekanan darah, nyeri dada, status pernafasan, suhu, warna kulit, perubahan,
penginderaan dan perubahan nilai laboratorium (Smeltzer dan Bare, 2008).
B. Clinical Pathway

Aterosklerosis, trombosis, obstruksi arteri


koronaria

Suplai dan kebutuhan O2 ke jantung tidak simbang

Penurunan suplai darah ke miokard

Aliran darah ke Ketidakefektifan


Iskemia perifer menurun perfusi jaringan
perifer

Metabolisme anaerob Penurunan kontraktilitas


meningkat miokard
Asam laktat meningkat
Kelemahan miokard
Nyeri akut
Penurunan curah jantung

Suplai darah ke jaringan


tidak adekuat
Asidosis
Kelemahan fisik
Gangguan fungsi ventrikel

Aliran darah ke paru terganggu Intoleransi aktivitas

Disfungsi alveoli terganggu

Gangguan pertukaran gas


C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
I. Identitas Klien
Meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa,
agama, perkawinan, nomor registrasi, pendidikan, pekerjaan, tanggal dan
jam masuk rumah sakit.
II. Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa Medik
Diagnosa medik yaitu STEMI dengan penyakit lain yang menyertai jika
ada.
b. Keluhan Utama
Kaji adanya nyeri dada atau penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Apabila terdapat nyeri dada, kaji PQRST
Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat
Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan, sifat keluhan
nyeri seperti tertekan, diremas-remas
Region: lokasi nyeri (pericardium), penyebaan dapat meluas pada dada,
bahu, hingga lengan
Severy (Scale) of pain: pasien akan menilai seberapa jauh nyeri yang
dirasakan dengan menggunakan rentang 1-10
Time: sifat mulanya muncul, mendadak, lama timbulnya nyeri dada
yang dikeluhkan. Nyeri pada STEMI bisa timbul saat istirahat dan bisa
berlangsung lebih lama. Gejala yang timbul meliputi dispnea hingga
penurunan kesadaran.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit yang sama
dengan yang dialami saat ini nyeri dada, darah tinggi, diabetes melitus.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Menanyakan penyakit yang dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
III. Pengkajian Keperawatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat melakukan anamnesis mengenai persepsi sehat-sakit pasien,
pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi
kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, mual/muntah, edema, penurunan otot.
c. Pola eliminasi
Pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Kaji apakah terdapat penurunan frekuensi
urin, oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi, dan perubahan
warna urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelelahan ekstrem, kelemahan, kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
e. Pola tidur dan istirahat
Apabila nyeri dada, umumnya terjadi penurunan pola tidur. Pasien lebih
banyak menghabiskan waktu di tempat tidur.
f. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba,
daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST).
g. Pola persepsi diri
Kaji perasaan mengenai diri sendiri, ancaman terhadap konsep diri
(sakit, perubahan fungsi dan peran).
h. Pola peran dan hubungan
Mengkaji peran pasien dalam keluarga, pengaruh status kesehatan
terhadap peran, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak.
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
j. Pola toleransi koping-stres
Meliputi sifat pencetus stres yang dirasakan baru-baru ini, gambaran
respon umum terhadap stres, strategi mengatasi stres yang biasa
digunakan dan keefektifannya. Perasaan yang tak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Perilaku kesehatan mengenai nilai atau kepercayaan, tujuan hidup
pasien, pentingnya agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap
aktivitas keagamaan.
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
- Kedaan umum pasien biasanya lemah.
- Tekanan Darah : Normal/ Hipertensi (Normal : 120/80mmHg)
- Pernafasan (RR): (Rentang normal : 16-24x/menit)
- Nadi dapat normal; lemah/kuat bergantung pada pengisian kapiler;
tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi
b. Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala. Ada tidaknya nyeri
tekan atau benjolan pada kepala
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, wajah tampak meringis
2. Leher
Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Ada nyeri
pada leher atau tidak
3. Hidung : Tidak terdapat secret, bersih, terpasang O2 nasal kanul
4. Mulut : Kebersihan, tampak pucat pada mukosa
5. Telinga: Tidak ada serumen
6. Jantung: S1 dan S2 jelas, apakah terdapat murmur atau gallop,
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, Bunyi jantung ekstra
(S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung
7. Paru paru : Dispneu atau tidak, kaji suara napas
8. Abdomen
Lihat ada tidaknya masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada
nyeri tekan atau tidak
9. Urogenital
Lihat ada tidaknya masalah pada system urogenital pasien
10. Ekstremitas : Edema, sianosis atau tidak, akral hangat atau dingin,
tonus otot menurun, nilai kekuatan otot menurun, penurunan
rentang gerak.
2. Diangnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Penurunan curah jantung
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
d. Gangguan pertukaran gas
e. Intoleransi aktifitas
2. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 Pemberian analgesik (2210)
jam, nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri (2102) kualitas, dan keparahan nyeri
Tujuan 2. Cek perintah pengobatan meliputi
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 obat, dosis, dan frekuensi obat
1. Ekspresi nyeri √ analgesik yang diresepkan
2. Panjang √ 3. Cek adanya riwayat alergi obat
episode nyeri 4. Dokumentasi respon terhadap
3. Ketegangan √ analgesik dan adanya efek samping
otot Manajemen Nyeri (1400)
4. Frekuensi √ 1. Lakukan pengkajian nyeri meliputi
napas lokasi, onset, frekuensi, kualitas
Keterangan: nyeri
1. Sangat Berat 2. Observasi adanya petunjuk non
2. Berat verbal mengenai ketidaknyamanan
3. Cukup
3. Kurangi faktor-faktor yang dapat
4. Ringan
meningkatkan nyeri (misalnya
5. Tidak Ada
kelelahan)
4. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri (misalnya rileksasi, hypnosis)
5. Dukung istirahat tidur yang adekuat
untuk membantu menurunkan nyeri
2. Penurunan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Perawatan Jantung Akut (4044)
curah jam, penurunan curah jantung dapat teratasi dengan 1. Evaluasi nyeri dada (lokasi, durasi)
jantung kriteria hasil: 2. Instruksikan pasien agar segera
Keefektifan pompa jantung (0400) melaporkan jika merasakan
Tujuan ketidaknyamanan di bagian dada
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Monitor EKG, apakah terdapat
1. Disritmia √ perubahan segmen ST
2. Suara jantung √ 4. Monitor irama jantung dan
abnormal kecepatan denyut jantung
3. Angina √ 5. Auskultasi suara jantung
4. Dyspnea √ 6. Monitor penentu pengantar oksigen
5. Sianosis √ (PaO2, Hb)
Keterangan: 7. Monitor nilai laboratorium elektrolit
1. Sangat Berat yang dapat meningkatkan risiko
2. Berat disritmia (kalium dan magnesium)
3. Cukup 8. Kolaborasi pemberian obat untuk
4. Ringan mencegah nyeri dan iskemia, sesuai
5. Tidak Ada
kebutuhan
9. Monitor keefektifan pengobatan
3. Ketidakefek Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Pengecekan kulit (3590)
tifan perfusi jam, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dapat 1. Amati warna, kehangatan, bengkak,
jaringan teratasi dengan kriteria hasil: pulsasi, edema, dan ulserasi pada
perifer Perfusi jaringan perifer (0404) ekstermitas
Tujuan 2. Monitor warna dan suhu kulit
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Monitor kulit terhadap area
1. Suhu kulit √ perubahan warna, dan memar
ujung kaki dan 4. Monitor sumber tekanan dan
tangan gesekan
2. Edema perifer √ 5. Anjurkan tidak menggunakan
3. Muka pucat √ pakaian yang ketat
Keterangan:
1. Sangat Berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak Ada
4. Gangguan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen asam basa (1910)
pertukaran jam, gangguan pertukaran gas dapat teratasi dengan 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
gas kriteria hasil: 2. Posisikan pasien untuk mendapatkan
Status pernapasan pertukaran gas (0402) ventilasi yang adekuat (menaikkan
Tujuan posisi kepala)
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Pertahankan kepatenan akses selang
1. Tekanan √ IV
parsial O2 di 4. Monitor pH arteri, PaO2, PCO2
darah arteri untuk mempertimbangkan jenis
(PaO2) ketidakseimbangan
2. Tekanan √ 5. Monitor gas darah arteri (ABGs) jika
parsial CO2 diperlukan
di darah 6. Monitor pola pernapasan
arteri 7. Monitor status neurologi (tingkat
(PaCO2) kesadaran, kebingungan)
3. Saturasi √ 8. Sediakan hidrasi yang adekuat
oksigen 9. Berikan terapi oksigen, dengan tepat.
4. Dispnea saat √
istirahat
Keterangan:
1. Sangat Berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak Ada
5. Intoleransi Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen energi (0180)
aktivitas jam, pasien dapat toleransi terhadap aktivitas dengan 1. Monitor intake nutrisi untuk
kriteria hasil: mengetahui sumber energi yang
Toleransi terhadap aktivitas (0005) adekuat
Tujuan 2. Konsulkan dengan ahli gizi
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 mengenai cara meningkatkan
1. Kekuatan √ asupan energi dari makanan
tubuh bagian 3. Monitor kardio respirasi pasien
atas selama kegiatan (disritmia,
2. Kekuatan √ takikardi, dyspneu, frekuensi
tubuh bagian pernapasan)
bawah 4. Tingkatkan tirah baring/ pembatasan
3. Frekuensi √ kegiatan
pernapasan 5. Lakukan ROM aktif/pasif untuk
Keterangan: menghilangkan ketegangan otot
1. Sangat terganggu 6. Anjurkan aktivitas (ambulasi) sesuai
2. Banyak terganggu dengan kemampuan (energi) pasien
3. Cukup terganggu 7. Instruksikan pasien untuk mengenali
4. Sedikit terganggu tanda dan gejala kelelahan.
5. Tidak terganggu
3. Discharge Planning
Hal yang perlu diperhatikan untuk discharge planning pada pasien dengan
STEMI antara lain:
a. Memperhatikan diet makanan
b. Mengurangi aktivitas yang dapat memicu kelelahan
c. Rutin untuk melakukan treat post MRS/ latihan isometrik
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,A.H danHardhi, K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.
Rosfiati, Eddy. 2015. Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah
pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskular dengan Pendekatan Teori
Model Sistem Betty Neuman di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta.
Sofyan, Istnaini Amira. 2016. Perbandingan Clinical Outcome Pasien Infark
Mipkard AKUT ST-Elevasi (Stemi) Pasca terapi Intervensi Koroner
Perkutan Primer dan Fibrinolitik di RSUP dr. Kar;a Semarang.
Spinler, S. 2011. Anticoagulation Therapy A Point of Care
Wadud. (2014). Grace Score for Nstemi, Stemi, and Unstable Angina Risk
Stratification.
Wahyuningsih, Heni Puji., dan Yuni Kusmiyati. 2017. Anatomi Fisiologi.
Jakarta : KEMENKES RI 2017.

Anda mungkin juga menyukai