Oleh
Novian Dwi Roessanti, S.Kep
NIM 192311101112
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal RSUD dr. Saiful Anwar Malang
FKep Universitas Jember
(.......................................................) (.......................................................)
LEMBAR PENGESAHAN
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Keperawatan Medikal RSUD dr. Saiful Anwar Malang
FKep Universitas Jember
(.......................................................) (.......................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
a. Katub atrioventikuler
Katub atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel .katub yang
terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan yang mempunyai tiga katub
disebut katub trikuspidalis, sedangkan katub yang letaknya diantara atrium atrium
kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua katub yang disebut katub mitral
(bikuspidalis).
b. Katub Semilunar
Katub semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang berhubungan.
Katub pulmonal terletak pada arteri pulmonalis yang memisahkan pembuluh dari
ventrikel kanan. Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub
semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-maing ventrikel ke
arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel, dan mencegah aliran balik
waktu diastole ventrikel.
3. Epidemiologi
Jantung merupakan organ pada tubuh manusia yang sangat bergantung
pada kiriman darah dan oksigen melalui arteri koroner. Jika terjadi gangguan
aliran darah pada artei koroner makan otot jantung akan mengalami iskemia.
Iskemia ini dapat diindentifikasi melalui gambaran EKG salah satunya dalam
bentuk STEMI (Rosfiati, 2015). Data pasien yang terdiagnosa infark miokard
dengan ST elevasi (STEMI) sebanyak 32% dengan penanganan yang dapat
dilakukan seperti kateterisasi jantung sebanyak 70%, percutaneous coronary
intervention (PCI) sebanyak 66%, dan kurang dari 5% dilakukan penanganan
dengan Coronary artery bypass graft (CABG) (Spinler, 2011).
4. Etiologi
STEMI umumnya terjadi apabila aliran darah koroner menurun secara
mendadak karena oklusi trombus pada plak ateroskerotik. Hal ini disebabkan
karena beberapa faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid
(Nurarif dan Hardhi, 2013) :
a. Merokok
Kandungan karbondioksida pada asap rokok dapat dengan mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen pada tubuh yang mengakibatkan terjadinya
penurunan suplai oksigen ke jantung. Selain itu, nikotin pada rokon juga dapat
memicu pelepasan katekolamin sehingga mengakibatkan terjadinya konstraksi
arteri yang membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Hal ini
dapat meningkatkan terjadinya adhesi pada trombosit yang kemudian terjadi
pembentukan thrombus.
b. Hipertensi
Hipertensi secara tidak langsung menyebabkan peningkatan afterload yang
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload sehingga
kebutuhan jantung juga meningkat.
c. Akumulasi lipid
Lemak yang tidak larut dalam air akan terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang dimungkinkan dapat diangkut dalam sistem peredaran darah.
Peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan proses
arterosklerosis yang akan meningkatkan risiko koronaria. Sedangkan kadar
kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai pelindung
terhadap arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, kemudian
dibiodegradasi dan diekskresi.
Menurut American Heart Association’s faktor risiko penyebab STEMI
adalah umur dan jenis kelamin. Risiko terjadinya penyakit arteri koroner
meningkat dengan bertambahnya umur. Jenis kelamin juga menjadi faktor risiko
terjadinya STEMI terutama pada yang berjenis kelamin laki. Kondisi ini
dikarenakan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami infark miokard
dibandingkan dengan perempuan, hal ini dikarenakan laki-laki lebih rentan
mengalami aterosklerosis yang disebabkan karena lebih sering mengkonsumsi
rokok. Hormon estrogen pada perempuan berperan melindungi perempuan dari
kejadian PJK khususnya STEMI dan NSTEMI. Fungsi Estrogen berperan dalam
pengaturan faktor metabolisme, seperti lipid, inflamasi, dan sistem trombotik oleh
karenanya infark miokard akut jarang pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Kemungkinan terjadi pada perempuan yang berusia lebih tua, hal ini terjadi
dikarenakan perempuan sudah mengalami menopause (Rahajoe, 2007).
5. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, seperti diremas-remas dan terkadang berjalar ke rahang, leher,
epigastrium, bahu, hingga lengan kiri, atau hanya dirasakan tidak enak di dada.
Infark miokard sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien. Nyeri pada infark miokard biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari
dan jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik, nadi biasanya cepat dan
lemah, pasien biasanya juga sering mengalami diaforesis. Infark miokard juga
dapat terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan pada pasien
berusia lanjut (Robbins et al., 2007; Sudoyo et al., 2010).
1.4 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Tujuan utama penatalaksanaan STEMI yaitu untuk menghilangkan nyeri
dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet. Penatalaksanaan STEMI
menurut AHA (American Heart Association’s) tahun 2009 sebagai berikut:
a. Oksigen
Pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama, oksigen diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%.
b. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg sampai 3 dosis
dengan interval 5 menit.
c. Morfin
Morfin merupakan analgesik dalam tatalaksana STEMI untuk mengurangi
nyeri dada. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg, dapat diulang dengan interval
5-15 menit sampai dosis maksimal 20 mg.
d. Aspirin
Aspririn merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI.
Aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diberikan pada ruang emergensi dan
selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Apabila morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
intravena dapat diberikan. Regimen yang diberikan yaitu metoprolol 5 mg tiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit,
tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik. Setelah diberikan
dosis IV selang waktu 15 menit maka dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam
(Sudoyo et al., 2010).