Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

FRAKTUR
Dosen Pengampu : Ns. Gatot Suparmanto, M.Sc
SAP ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas profesi ners stase
keperawatan medikal bedah

Disusun Oleh:
Nur Aeni Khasanah
SN201184

PRODI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020
2

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Fraktur
Sasaran : Keluarga dan penunggu pasien Ruang Mawar
RS Kusuma Husada
Tempat : Ruang Bedah Mawar RS Kusuma Husada
Hari/tanggal : Senin, 16 November 2020
Jam : 10.00-10.30 WIB

A. Latar Belakang
Fraktur atau yang lebih dikenal dengan patah tulang, itu suatu keadaan
terputusnya kontinuitas tulang umumnya diakibatkan trauma (Farida, 2019).
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang. Fraktur beragam
dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur
terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang
mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia (LeMone,
2015).
World Health Organization (2016) mencatat ada 29.770 kasus cedera.
Menurut Riskesdas (2018) di Indonesia paling banyak penderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas yaitu pengendara sepeda motor sebesar 72,7%.
Sedangkan angka kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah sebesar 75,4%. Di
Indonesia kasus cedera paling banyak terjadi pada ekstermitas bawah yaitu
sebesar 67,9%. Sedangkan ekstermitas atas yaitu sebesar 32,7%. Menurut
Riskesdas (2018) Prevalensi fraktur di Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun 2013 dengan jumlah 8,2% menjadi 9,2% ditahun 2018.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan penunggu pasien
mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan keluarga pasien dan pengunjung dapat :
1) Menjelaskan pengertian fraktur
2) Menjelaskan penyebab fraktur
3) Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
3

4) Menjelaskan penatalaksanaan fraktur di rumah sakit


5) Menjelaskan apa yang dilakukan setelah pasien fraktur pulang

C. SASARAN
Keluarga dan penunggu pasien Ruang Bedah Mawar RS Kusuma Husada

D. PENGORGANISASIAN
1) Penyaji
Tugas
- Mempresentasikan materi
- Menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh peserta
- memberikan pertanyaan kepada peserta

2) Moderator
Tugas
- Membuka acara
- mengatur alur diskusi
- Memimpin jalannya diskusi
- Menutup acara

3) Fasilitator
Tugas
- Memotivasi peserta untuk bertanya
- Memotivasi peserta untuk menjawab pertanyaan dari penyaji
- Membagikan leaflet

4) Notulen
Tugas
- Mencatat pertanyaan dari peserta
- Mencatat jalannya acara penyuluhan
5) Peserta : Keluarga dan penunggu pasien

E. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
4

F. MEDIA
- Laptop / PPT
- Leaflet

G. MATERI
1. Menjelaskan pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab fraktur
3. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4. Menjelaskan penatalaksanaan fraktur di rumah sakit
5. Menjelaskan apa yang dilakukan setelah pasien fraktur pulang

H. PELAKSANAAN
No. TAHAP KEGIATAN
PENYULUHAN PESERTA
1. Pembukaan 1. Menyampaikan Salam 1. Menjawab salam dan
(5 menit) 2. Memperkenalkan diri mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan 2. Memperhatikan
penyuluhan 3. Memperhatikan
4. Melakukan apersepsi 4. Memperhatikan
2. Pemberian 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan
Materi Materi Fraktur 2. Bertanya dan
(15 menit) 2. Memberi kesempatan Memperhatikan
kepada peserta untuk
bertanya mengenai
materi yang diberikan
dan menjawab
pertanyaan dari peserta.
No. TAHAP KEGIATAN
PENYULUHAN PESERTA
3. Evaluasi Menanyakan kepada Menjawab pertanyaan
(5 menit) peserta tentang materi
yang telah di berikan dan
reinforcement positif
kepada peserta yang dapat
memjawab pertanyaan.
4. Terminasi 1. Menyimpulkan materi 1. Ikut menyimpulkan
5

(5 menit) yang telah di berikan materi


2. Memberikan 2. Mendengarkan
reinforcement pada 3. Mendengarkan
audience 4. menjawab salam
3. Mengucapkan terima
kasih atas peran serta
peserta
4. Menutup acara dan
memberi salam

I. SETTING TEMPAT

Keterangan
: Fasilitator : Pembicara

: Keluarga dan penunggu pasien : LCD monitor

: Moderator

J. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta H-1, diulangi kontrak pada hari H.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan dan
demontrasi tentang perawatan pasien dengan fraktur dan bertanya
apabila ada yang dianggap kurang dimengerti.
3. Evaluasi Hasil
6

a. Seluruh peserta kooperatif selama proses diskusi ditunjukkan dengan


30 % bertanya atau mengklarifikasi.
b. 60-70% peserta mampu menjawab pertanyaan dan memahami
pengertian sampai dengan hal-hal yang harus diperhatikan terkait
perawatan pasien dengan fraktur
c. Peserta sebanyak 80% mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal
hingga akhir penyuluhan dan tidak ada yang meninggalkan tempat
penyuluhan sebelum acara penyuluhan berakhir kecuali ada
kepentingan yang tidak bisa diwakilkan

TERLAMPIR

MATERI FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur atau sering disebut juga patah tulang merupakan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik, kekuatan, sudut,
keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang. (Astuti, 2020).

B. Etiologi
Hal-hal yang dapat menyababkan terjadinya fraktur menurut (LeMone,
2015).
1) Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat
yang mengenai tulang baik secarar langsung maupun tidak.
2) Fraktur stres, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
3) Fraktur patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.

C. Patofisiologi
Keparahan dari fraktur biasa bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
hanya rusak bukan patah, jika gayanya ekstrim, seperti pada tabrakan mobil
atau luka tembak, tulang dapat hancur berkeping-keping. saat terjadi fraktur,
otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu, otat dapat mengalami
spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar
dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan menggeser otot yang besar,
7

seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser kerana gaya penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser
kesamping, pada suatu sudut (membentu sudut), atau menimpa segmen tulang
lain. Segmen juga dapat berotasi atau berpindah. Selain itu, periosteum dan
pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga
terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena
cedera jaringan lunak atau pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum
(mendula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema,
nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel
darah putih, respon patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari
penyembuhan tulang (Black dan Hawks, 2014).

D. Klasifikasi
Menurut (Lewis, 2011) :
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Incomplete fraktur adalah fraktur yang patahan tulangnya hanya sebagian
tetapi tulang masih utuh.
3. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih
utuh.
4. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang.

E. Tanda dan gejala


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang
yang patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
8

5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.


6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya
2. X-ray
3. CT scan
4. Bone scanning
5. MRI (magnetic Resonance Imaging)
6. EMG (Elektromyogarfi).
7. Pemeriksaan darah lengkap
8. Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
9. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

G. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:
a) Fraktur terbuka. Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu
6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
Pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting situasi
dan pemberian antibiotik.
b) Seluruh fraktur. Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas
untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
i. Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and
Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat
juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.
ii. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal
Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang
melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan
sementara dengan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Alat ini akan memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur
comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang hancur
9

dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).


iii. Retensi (Immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksternal.
Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi internal yang berperan
sebagia bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
iv. Graf tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan
sendi, mengisi defek atau perangsangan dalam proses penyembuhan.
Tipe graf yang digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi
tulang, dan jumlah tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat
berasal dari tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank
(allograft) (Smeltzer & Bare, 2013)
v. Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas
dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya:
menyakinkan, perubahan posisi, stageri peredaan nyeri, termasuk
analgetik). Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

H. Yang Dilakukan Setelah Pasien Fraktur Pulang


a) Pemasangan GIPS
- Kontrol ke poli ortopedi
- Segera kembali ke instalasi gawat darurat bila timbul warna
kebiruan dan dingin, kesemutan hebat, bengkak, dan nyeri pada
bagian yang di GIPS
b) Post Operasi
10

- Kontrol ke poli ortopedi


- Segera kembali ke instalasi gawat darurat bila ada keluhan nyeri
seperti pendarahan hebat

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
11

Astuti, Lenny dan Lela Aini.(2020). Pengaruh pemberian aromaterapi lavender


terhadap skala nyeri pada pasien post operasi fraktur. STIK Siti Khadijah
Palembang. Volume 12, Nomor 1
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria
Farida. (2019). Pengaruh aromaterapi lavender dan terapi musik klasik
terhadap intensitasnyeri post operasi fraktur di RS. Ortopedi prof. Dr.R
Soeharso Surakarta. Fakultas ilmu kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
LeMone, Burke, & Baudoff. (2015). Keperawatan medikal bedah. gangguan
muskuloskeletal. edisi 5. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta :EGC
World Health Organization (WHO). (2016). Accidential fracture. Diakses
di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3932229/

Anda mungkin juga menyukai