FRAKTUR
PKRS
RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
FRAKTUR
Oleh :
Mengetahui,
( ) ( )
SATUAN ACARA PENYULUHAN
III. SASARAN
Keluarga Klien di Ruang Tunggu 14 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
V. METODE
Ceramah
Tanya Jawab
VI. MEDIA
Leaflet
Video
IX. PENGORGANISASIAN
Pembawa Acara : Nanda Veir Yursyidah
Pembicara : Novia Ecci
Fasilitator : Siti Fatmawati
Observer : Siti Fatmawati
KONSEP FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang disertai
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)
sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan udara luar yang disebabkan karena : trauma tunggal, trauma
yang berulang-ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur patologik
(Hardisman dan Riski, 2014).
B. Klasifikasi
Menurut Hoppenfield (2011), fraktur dibagi menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed)
Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (open)
Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya permukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya
patah tulang.
C. Penyebab Fraktur
Menurut Arief (2002) penyebab fraktur dibedakan atas proses terjadinya
trauma, yaitu :
a. Trauma langsung
Benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, patah tulang pada tempat benturan.
b. Trauma tidak langsung
Jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan patah tulang klavikula,
patah tulang tidak pada tempat benturan melainkan oleh karena
kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di
tempat lain
c. Etiologi lain
• Trauma tenaga fisik ( Tabrakan, benturan )
• Penyakit pada tulang ( proses penuaan, kanker tulang)
• Degenerasi
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada pasien dengan fraktur radius 1/3 distal yaitu:
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang penting adalah sinar rontgen (Sinar-X). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
b. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
c. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
e. Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
F. Penetalaksanaan Fraktur
1) Rekognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat
keparahannya, prinsip pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis.
2) Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali
seperti asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup ( tanpa
operasi), contohnya dengan traksi dan reduksi terbuka (dengan operasi),
contohnya dengan fiksasi internal dengan pemasangan pin, kawat,sekrup
atau batangan logam.
3) Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama
penyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal,
contohnya balut bidan, yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang. Selain itu dapat menggunakan GIPS, yaitu alat
immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh yang
dipasang
4) Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk
menghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah
mengurangi oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan
kekuatan otot, dan memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
5) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu pembedahan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan mengurangi
nyeri tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrap, paku, dan pin
logam.
G. Komplikasi Fraktur
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fraktur (Brunner &
Suddarth, 2013) yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok. Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan
yang sangat besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur
femur dan fraktur pelvis.
2) Emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk
kedalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam
lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah
kecil yang memasok darah ke otak, paruparu, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome. Compartment syndrome merupakan masalah
yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan
peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau edema.
4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.
b. Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion. Penyatuan terlambat (delayed
union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal
berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan
bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan
(nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung dari
patahan tulang.
2) Nekrosis avaskular tulang. Nekrosis avaskular terjadi bila tulang
kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang mati mengalami
kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna. Alat fiksasi interna diangkat
setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan pasien alat
tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan
penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah
tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi
yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat, respon
alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik
disekitar alat.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 13. Jakarta: EGC. Alih bahasa oleh Waluyo Agung, Monica Ester.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hardisman & Riski. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini untuk Dokter
Layanan Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Hoppenfield, S. 2011. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Jakarta : EGC.
Alih bahasa oleh Abertus Agung Mahode. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lukman & Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskulukeletal. Jakarta :EGC.
2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Reeves, C. dkk. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika.
Smeltzer & Barre. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.
Philadelphia: Linppincott William & Wilkins. Alih bahasa oleh Agung W.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.