Anda di halaman 1dari 12

PAKET PENYULUHAN

FRAKTUR

PKRS
RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
FRAKTUR

Tanggal 17 Mei 2019

Oleh :

Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Fraktur


Sasaran : Keluarga Pasien di Ruang 14
Hari/tanggal : Jumat, 17 Mei 2019
Waktu : 10.00 – 10.30 WIB (30 menit)
Tempat : Di Ruang Tunggu 14 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga
dapat memahami konsep fraktur

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah dilakukan penyuluhan keluarga klien dapat :
1. Mengetahui pengertian fraktur
2. Mengetahui tanda dan gejala
3. Mengetahui macam-macam fraktur
4. Mengetahui penatalaksanaan fraktur

III. SASARAN
Keluarga Klien di Ruang Tunggu 14 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

IV. MATERI (Terlampir)

V. METODE
 Ceramah
 Tanya Jawab
VI. MEDIA
 Leaflet
 Video

VII. KRITERIA EVALUASI


1. Evaluasi Terstruktur
 Peserta hadir di tempat penyuluhan
 Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang Tunggu 14
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan di lakukan
sebelumnya
2. Evaluasi Proses
 Peserta Antusias terhadap materi penyuluhan
 Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
 Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
secara benar
3. Evaluasi Hasil
 Keluarga pasien mengetahui tentang cuci tangan 6 langkah
 Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 15 orang.

VIII. KEGIATAN PENYULUHAN

No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta


1. 3 menit Pembukaan
 Membuka kegiatan dengan mengucap  Menjawab salam
salam
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari penyuluhan  Memperhatikan
 Menyebutkan materi yang akan diberikan  Memperhatikan
2. 15 menit Pelaksanaan :
 Menjelaskan tentang:  Memperhatikan
1. Mengetahui pengertian fraktur
2. Mengetahui tanda dan gejala
3. Mengetahui macam-macam fraktur
4. Mengetahui penatalaksanaan fraktur
 Memperagakan cara mencuci tangan 6  Memperhatikan
langkah, etika batuk dan pemberian diet dan melakukan
melalui selang NGT  Bertanya dan
 Memberi kesempatan kepada peserta menjawab
untuk bertanya pertanyaan yang
diajukan
3. 10 menit Evaluasi : Menjawab
 Menanyakan kepada peserta tentang pertanyaan
materi yang telah di berikan,
reinforcement kepada keluarga pasien
yang dapat menjawab pertanyaan
4. 2 menit Terminasi :
 Mengucapkan terimakasih atas  Mendengarkan
peran serta peserta
 Mengucapkan salam dan penutup  Menjawab salam

IX. PENGORGANISASIAN
Pembawa Acara : Nanda Veir Yursyidah
Pembicara : Novia Ecci
Fasilitator : Siti Fatmawati
Observer : Siti Fatmawati
KONSEP FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang disertai
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)
sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan udara luar yang disebabkan karena : trauma tunggal, trauma
yang berulang-ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur patologik
(Hardisman dan Riski, 2014).

B. Klasifikasi
Menurut Hoppenfield (2011), fraktur dibagi menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed)
Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (open)
Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya permukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya
patah tulang.

C. Penyebab Fraktur
Menurut Arief (2002) penyebab fraktur dibedakan atas proses terjadinya
trauma, yaitu :
a. Trauma langsung
Benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, patah tulang pada tempat benturan.
b. Trauma tidak langsung
Jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan patah tulang klavikula,
patah tulang tidak pada tempat benturan melainkan oleh karena
kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di
tempat lain
c. Etiologi lain
•    Trauma tenaga fisik ( Tabrakan, benturan )
•    Penyakit pada tulang ( proses penuaan, kanker tulang)
•    Degenerasi

D. Tanda dan Gejala Fraktur


1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2) Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat
maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan
ekstremitas yang normal.
3) Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4) Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada pasien dengan fraktur radius 1/3 distal yaitu:
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang penting adalah sinar rontgen (Sinar-X). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
b. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
c. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
e. Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

F. Penetalaksanaan Fraktur
1) Rekognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat
keparahannya, prinsip pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis.
2) Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali
seperti asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup ( tanpa
operasi), contohnya dengan traksi dan reduksi terbuka (dengan operasi),
contohnya dengan fiksasi internal dengan pemasangan pin, kawat,sekrup
atau batangan logam.
3) Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama
penyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal,
contohnya balut bidan, yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang. Selain itu dapat menggunakan GIPS, yaitu alat
immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh yang
dipasang
4) Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk
menghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah
mengurangi oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan
kekuatan otot, dan memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
5) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu pembedahan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan mengurangi
nyeri tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrap, paku, dan pin
logam.

6) Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksi


disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

G. Komplikasi Fraktur
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fraktur (Brunner &
Suddarth, 2013) yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok. Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan
yang sangat besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur
femur dan fraktur pelvis.
2) Emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk
kedalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam
lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah
kecil yang memasok darah ke otak, paruparu, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome. Compartment syndrome merupakan masalah
yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan
peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau edema.
4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.

b. Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion. Penyatuan terlambat (delayed
union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal
berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan
bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan
(nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung dari
patahan tulang.
2) Nekrosis avaskular tulang. Nekrosis avaskular terjadi bila tulang
kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang mati mengalami
kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna. Alat fiksasi interna diangkat
setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan pasien alat
tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan
penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah
tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi
yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat, respon
alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik
disekitar alat.

H. Penanganan Fisioterapi Pada Fraktur


A. Latihan fisiologis otot
Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan
kehilangan volume, panjang dan kekuatannya. Adalah penting jika
program latihan yang aman ditentukan dan dievaluasi dibawah
pengawasan fisioterapi untuk mengembalikan panjang dan
fisiologis otot. Dan mencegah komplikasi sekunder yang biasanya
mengikuti.Latihan untuk menjaga fisiologis otot dilakukan sedini
mungkin.
B. Mobilisasi sendi
Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama
ketika anggota gerak badan tidak digerakkan dalam beberapa
minggu. Focus fisioterapi adalah melatih dengan teknik dimana
dapat menambah dan mengembalikan lingkup gerak sendi yang
terpengaruh ketika fraktur sudah sembuh.
Jangan menggunakan teknik “Force Passive”, karena bisa
menyebabkan Reflex Sympathetic Diystrophy dan Heterotopic
Ossification. Gunakan waktu dan gravitasi atau berat badan pasien
sendiri. Bila di gips, mobilisasi sendi mulai diberikan secara hati –
hati pada minggu kedua. Sedangkan bila dengan internal fixasi,
bisa diberikan sedini mungkin.
C. Edukasi jalan
Jika fraktur memerlukan penggunaan alat bantu jalan, fisioterapi
dapat menunjukkan alat yang paling sesuai dan cara jalannya
untuk mendukung kesembuhan optimal dan aman.
Demi amannya, Latihan jalan dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Non Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban
(menggantung). Dilakukan selama 3 minggu setelah di operasi.
2. Partial Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari
beban tungkai itu sendiri. Dilakukan bila callus telah mulai
terbentuk ( 3 – 6 minggu ) setelah operasi.
3. Full Weight Bearing
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Dilakukan
setelah 3 bulan pasca operasi dimana tulang telah terjadi
konsolidasi secara kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 13. Jakarta: EGC. Alih bahasa oleh Waluyo Agung, Monica Ester.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hardisman & Riski. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini untuk Dokter
Layanan Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Hoppenfield, S. 2011. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Jakarta : EGC.
Alih bahasa oleh Abertus Agung Mahode. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lukman & Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskulukeletal. Jakarta :EGC.
2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Reeves, C. dkk. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika.
Smeltzer & Barre. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.
Philadelphia: Linppincott William & Wilkins. Alih bahasa oleh Agung W.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai