Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PATAH TULANG
DI RUANG SHOFA MARWAH RUMAH SAKIT SITI KHODIJAH
MUHAMMADIYAH CABANG SEPANJANG

OLEH :
KELOMPOK 3
SAIDAHTUL MAIFUROH (20194663069)
HIKMATUL HASANAH (20194663049)
I’IN MASFIYAH (20194663050)
APRILIA RIZKY ANAS (20194663038)
ISHLAH MARDATILA (20194663051)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Untuk melengkapi tugas pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat
dan Kritis, PKMRS yang berjudul “Patah Tulang” di Ruang Shofa Marwah Rumah Sakit Siti
Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang.

Telah di periksa dan di setujui.


Hari :
Tanggal :

Surabaya, Februari 2020


Mahasiswa

Kelompok 3

Menyetujui,
Pembimbing Klinik (CI) Pembimbing Akademik

Nanang.Kep,.Ns Nugroho Ari W, S.Kep,.Ns, M.Kep

Mengetahui,
Koordinator Area Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Siti Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang

Lina Melati, S.Kep.,Ns


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Patah Tulang


Sub Pokok Bahasan : Cara untuk penelongan pertama pada patah tulang

Sasaran : Keluarga Pasien di Ruang Shofa Marwah RS Siti


Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang
Tempat : Ruang Shofa Marwah RS Siti Khodijah Sepanjang
Hari/tanggal : Kamis, 27 Februari 2020
Waktu : 60 menit
I. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi mengakibatkan
semakin padatnya arus lalu lintas, sehingga angka kecelakaan lalu lintas di
jalan raya semakin meningkat. Di Indonesia kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat, sebagian besar kecelakaan lalu lintas dialami oleh remaja,
khususnya para pelajar. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat
menyebabkan cedera pada anggota gerak seperti fraktur dan dislokasi.
(Fakhrurrizal, 2015).
Menurut Riskesdas 2013, penyebab cedera terbanyak, yaitu jatuh
(40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Tiga urutan terbanyak jenis
cedera yang dialami penduduk adalah luka lecet/memar (70,9%), terkilir
(27,5%) dan luka robek (23,2%). Adapun untuk proporsi terbanyak untuk
tempat terjadinya cedera, yaitu di jalan raya (42,8%).
Dengan adanya kejadian tersebut, maka perlu dilakukan penyuluhan
pada masyarakat agar mereka bisa mengetahui dan memahami tentang balut
bidai serta bisa mengaplikasikan pertolongan pertama tindakan balut bidai
tersebut saat terjadi kecelakaan di jalan raya.
II. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Diharapkan mampu memahami konsep dari balut bidai dan mampu
mengaplikasikan tindakan balut bidai pada pertolongan pertama patah
tulang dan dislokasi pada kecelakaan.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan ini, diharapkan keluarga pasien mampu :
1. Mengetahui definisi patah tulang
2. Mengetahui penyebab patah tulang
3. Mengetahui tanda dan gejala patah tulang
4. Mengetahui tindakan untuk patah tulang

5. Edukasi pada pasien patah tulang

III. Materi
Materi terlampir

IV. Metode
1. Ceramah
2. Simulasi/Demonstrasi
3. Diskusi/Tanya jawab

V. Media
a. LCD
b. Alat Balut Bidai (papan kayu, mitela, kasa)
c. Laptop
d. Leaflet
VII. Setting Tempat

Keterangan :
= Peserta = Fasilitator
= Pemateri = Observer
= Media

VIII. Kegiatan Penyuluhan


Uraian Kegiatan
No Kegiatan
Penyuluh Audience
1 Pembukaan a. Salam a. Menjawab
(5 menit) b. Perkenalan salam
c. Kontrak Waktu b. Mendengar
d. Menjelaskan maksud dan c. Menyetujui
tujuan penyuluhan kontrak waktu
e. Apersepsi d. Mendengarkan
e. Menjawab
2 Proses a. Menjelaskan tentang a. Memperhatikan
pengertian patah tulang
(50 menit)
b. Menjelaskan tanda dan
gejala patah tulang b. Memperhatikan
c. Memperhatikan
c. Menjelaskan penyebab patah
tulang d. Memperhatikan

d. Menjelaskan tindakan pada


patah tulang e. Memperhatikan
e. Menjelaskan edukasi yang di
lakukan untuk pasien patah
tulang f. Bertanya

f. Memberi kesempatan
peserta untuk menanyakan
hal yang belum dimengerti
3 Penutup a. Memberikan pertanyaan a. Menjawab
(5 menit) kepada peserta
b. Menyimpulkan kegiatan b. Memperhatikan
yang telah disampaikan ke
Peserta c. Menjawab salam
c. Memberikan salam
Penutup

VIII. Pengorganisasian Kelompok


Penyelenggara penyuluhan adalah mahasiswa Kelompok 3 Program
Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu KeseatanUniversitas Muhammadiyah
Surabaya
1. Moderator : I’in Masfiyah
Tugas Moderator:
- Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
- Menyebutkan materi yang akan diberikan
- Menggali pengetahuan peserta mengenai materi yang akan diberikan
- Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
(kontrak waktu)
- Mempersilahkan pemateri menyampaikan materi penyuluhan
- Memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya
- Menuliskan pertanyaan yang diajukan peserta
- Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemateri
- Mengatur waktu penyuluhan
- Memberi reinforcement kepada peserta yang bertanya saat sesi tanya
jawab dan yang menjawab saat terminasi
- Menyimpulkan materi penyuluhan
- Menutup kegiatan dengan mengucapkan salam
2. Penyaji materi: Saidahtul Maifuroh
Tugas Penyaji Materi:
- Menjelaskan materi penyuluhan
- Mengembalikan ke moderator setelah menyampaikan materi
- Menjawab pertanyaan peserta
2. Fasilitator: Aprilia Rizki Anas dan Ishlah Mardatila
Tugas Fasilitator:
- Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
- Mengatur teknik acara sebelum dmulainya penyuluhan
- Memotivasi keluarga klien agar berpartisipasi dalam penyuluhan
- Memotivasi keluarga untuk mengajukan pertanyaan saat moderator
memberikan kesempatan bertanya
- Membantu pemateri menjawab pertanyaan dari peserta
- Membagikan leaflet kepada peserta diakhir penyuluhan
3. Observer : Hikmatul Hasanah
Tugas Observer Materi:
- Mengobservasi jalannya kegiatan penyuluhan
- Mencatat perilaku verbal dan nonverbal peserta maupun organisasi
kelompok selama kegiatan penyuluhan berlangsung
- Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil
penyuluhan

IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Satuan Acara Penyuluhan sudah siap sesuai dengan materi.
b. Alat sudah dipersiapkan 15 menit sebelum penyuluhan dimulai.
c. Media yang digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan siap
digunakan
d. Penyuluhan dimulai dan selesai sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
a. 70%-80% Peserta berada ditempat sesuai waktu yang telah ditentukan
b. 70%-80% Peserta tetap mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai
c. 70%-80% Peserta kooperatif dan aktif dalam penyuluhan dengan
memperhatikan materi yang disampaikan dan bertanya
3. Evaluasi Hasil
a. 70%-80% memahami materi yang diberikan
b. 70%-80% memahami dan mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan pemateri.
c. Ada peningkatan pengetahuan tentang materi yang diberikan
X. Daftar Pustaka
Fakhrurrizal, Alfi. 2015. Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa
Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
3 No.2 ISSN 2355-8032.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayati, Ratna. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama yang harus
dilakukan saat Gawat dan Darurat Medis. Yogyakarta:Andi
Yogyakarta.
Kidd,S. Pamela, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz. 2010. Pedoman
Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudiharto dan Sartono.2011. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life
Suport. Jakarta:Sagung Seto.
Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku. 2011. Penuntun Praktikum
Keterampilan Kritis III. Jakarta:Salemba Medika.
Zydlo, Stanley M dan James A. Hill. 2009. First Aid Cara Benar
Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat. Yogyakarta: Cosmic
Books.
MATERI FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda Juall (2001)
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontunuitas tulang (Carpenito, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam kotteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses penyembuhan tulang nantinya
(Black, dkk, 1993).

D. Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang.
Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang yang
patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.

F. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya
 X-ray
 CT scan
 Bone scanning
 MRI (magnetic Resonance Imaging)
 EMG (Elektromyogarfi).
 Pemeriksaan darah lengkap
 Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
 Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk klirens ginjal.

B. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang cidera apabila
klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami
cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.

2. Selanjutnya prinsip penanganan fraktur adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti


mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis Reduksi
tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling
berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya
traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk menjaga agar
tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam proses pemanjangan
tulang (Maryanto, 2003).
Indikasi pemasangan Ilizarov: (1) Menyamakan panjang lengan atau tungkai
yang tidak sama, (2) Menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang yang hilang
akibat patah tulang terbuka yang hilang, (3) Membuang tulang yang infeksi dan diisi
dengan cara menumbuhkan tulang yang sehat, (4) Menambah tinggi badan. Kontra
indikasi pemasangan Ilizarov : (1) Open fraktur dengan soft tissue yang perlu
penanganan lanjut yang lebih baik bila dipasang single planar fiksator, (2) Fraktur
intra artikuler yang perlu ORIF, (3) Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate
and screw nail wire), (3) Fraktur pada anak (fresh).
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan.
6. Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak
tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan,
ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi,
koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996). Teknologi
intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain:

Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat untuk
mengurangi oedem.

Rileks passive movement


Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai
gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif,
oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive
movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek
pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan
gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996). Mekanisme penurunan nyeri oleh
gerakan rileks passive movement sebagai berikut : adanya stimulasi kinestetik berupa
gerakan rileks pasif movement yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai
gerakan dari anggota tubuh pasien akan merangsang muscle spindle dan organ tendo
golgi dalam pengaturan motorik, fungsi dari muscle spindle adalah (1) mendeteksi
perubahan panjang serabut otot, (2) mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot,
sedangkan fungsi dari organ tedo golgi adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada
tendo golgi saat otot berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle
dan organ tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi
mekanisme kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal
berada dalam ruang reticulum sarcoplasma. Potensial aksi menyebar lewat tubulus
transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip diantara
filamen-filamen myosin, dan garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian
dipompakan kedalam reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid,
1993). Dengan kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi
melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan tekanan
intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak terangsang untuk
menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive movement yang berulang-ulang
maka nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri. Suatu sifat khusus dari semua reseptor
sensoris adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang
mereka setelah suatu periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja
untuk pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang
sangat tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak
diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat pula untuk menentukan dosis
gerakan rileks passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.

Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi disebabkan
oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian disebabkan oleh
penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991). Dengan mengendornya otot
melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi
jaringan sebagai penyebab nyeri. Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya
mungkin dua macam, yaitu: (1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah
intramuscular dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi
otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu, spasme otot
mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas.
Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik
yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan,
yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi,
mungkin pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam
jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang
merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).

Passive joint mobility


Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan ROM
tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol gerakan tadi.

Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan memberikan
penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi akan
mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap licin, juga
memberikan makan terhadap cartilago.

Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat berjalan,
menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau mengeper.

Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang
dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak
penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996).
Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle
spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri
dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen
gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-
ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa
31 persen dari semua serabut saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma,
bukannya serabut motorik besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik
atau dari daerah otak lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada
saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi
pada saat yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle
spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle
terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang
otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan
mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri (Guyton,
1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited active
exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang rileksasi
propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini
akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak
melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara
bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan
(Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted active
execise adalah dengan adanya irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi
rangsangan terhadap motor unit, motor unit merupakan suatu neuron dan group otot yang
disarafinya. Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut
diaktifir dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan kontraksi
otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut
semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-
serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan
tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah
motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi
otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri
Priatna, 1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan berjalan
,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing, dengan
menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk dilangkahkan kemudian
diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit menggantung (Cash, 1966). Syarat
berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot lengan harus kuat, (2) Harus mempertahankan
keseimbangan dalam posisi berdiri dengan alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15
menit.(Tidys, 1961).

Pentalaksanaan dengan konservatif dan operatif


1. Cara konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memugkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang . Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah gips dan traksi
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh
Indikasi pemasangan gips adalah:
1. Perlu immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Mengistirahatkan dan stabilisasi bagian tubuh yang fraktur
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktifitas bagian tubuh yang fraktur
5. Membuat cetakan tubuh yang orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bias digunakan
3. Gips yang terlalu longgar atau terlalu kecil sangat membahayakan
klien
4. Jangan merusak/menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstremitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah. Tujuan penggunaan traksi mekanik adalah perbaikan
dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergensi. Traksi mekanik ada 2
macam:
1. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar system skeletal untuk struktur yang lain missal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban 5 kg.
2. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal/ penjepit melaului
tulang/ jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki dan mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Menegencangkan pada perlekatannya
2. Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur
kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang sudah normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain;
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada di
dekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasiyang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yag lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-
kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi
dan fungsi otot hamper normal selama penatalaksanaan dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta

Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensen’s. Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC, Jakarta

Dudley, Hugh AF. 1986. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. FKUGM

Henderson, M.A, 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta

Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta

Ignatavicius, Donna D, 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.
Saunder Company

Long, Barbara C, 1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI.
Jakarta

Oswari, E, 1993. Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta

Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara,
Jakarta

Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta


http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Bone_fractures_treatm
ent_options?OpenDocument. diunduh tgl 29 agustus 2009 jam 20.30
http://health.yahoo.com/musculoskeletal-living/hip-fracture-home-
treatment/healthwise--aa7033.html. diunduh tgl 29 agustus 2009 jam 20.35

Anda mungkin juga menyukai