PATAH TULANG
DI RUANG SHOFA MARWAH RUMAH SAKIT SITI KHODIJAH
MUHAMMADIYAH CABANG SEPANJANG
OLEH :
KELOMPOK 3
SAIDAHTUL MAIFUROH (20194663069)
HIKMATUL HASANAH (20194663049)
I’IN MASFIYAH (20194663050)
APRILIA RIZKY ANAS (20194663038)
ISHLAH MARDATILA (20194663051)
Untuk melengkapi tugas pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat
dan Kritis, PKMRS yang berjudul “Patah Tulang” di Ruang Shofa Marwah Rumah Sakit Siti
Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang.
Kelompok 3
Menyetujui,
Pembimbing Klinik (CI) Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Koordinator Area Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Siti Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang
III. Materi
Materi terlampir
IV. Metode
1. Ceramah
2. Simulasi/Demonstrasi
3. Diskusi/Tanya jawab
V. Media
a. LCD
b. Alat Balut Bidai (papan kayu, mitela, kasa)
c. Laptop
d. Leaflet
VII. Setting Tempat
Keterangan :
= Peserta = Fasilitator
= Pemateri = Observer
= Media
f. Memberi kesempatan
peserta untuk menanyakan
hal yang belum dimengerti
3 Penutup a. Memberikan pertanyaan a. Menjawab
(5 menit) kepada peserta
b. Menyimpulkan kegiatan b. Memperhatikan
yang telah disampaikan ke
Peserta c. Menjawab salam
c. Memberikan salam
Penutup
IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Satuan Acara Penyuluhan sudah siap sesuai dengan materi.
b. Alat sudah dipersiapkan 15 menit sebelum penyuluhan dimulai.
c. Media yang digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan siap
digunakan
d. Penyuluhan dimulai dan selesai sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
a. 70%-80% Peserta berada ditempat sesuai waktu yang telah ditentukan
b. 70%-80% Peserta tetap mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai
c. 70%-80% Peserta kooperatif dan aktif dalam penyuluhan dengan
memperhatikan materi yang disampaikan dan bertanya
3. Evaluasi Hasil
a. 70%-80% memahami materi yang diberikan
b. 70%-80% memahami dan mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan pemateri.
c. Ada peningkatan pengetahuan tentang materi yang diberikan
X. Daftar Pustaka
Fakhrurrizal, Alfi. 2015. Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa
Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
3 No.2 ISSN 2355-8032.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayati, Ratna. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama yang harus
dilakukan saat Gawat dan Darurat Medis. Yogyakarta:Andi
Yogyakarta.
Kidd,S. Pamela, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz. 2010. Pedoman
Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudiharto dan Sartono.2011. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life
Suport. Jakarta:Sagung Seto.
Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku. 2011. Penuntun Praktikum
Keterampilan Kritis III. Jakarta:Salemba Medika.
Zydlo, Stanley M dan James A. Hill. 2009. First Aid Cara Benar
Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat. Yogyakarta: Cosmic
Books.
MATERI FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda Juall (2001)
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontunuitas tulang (Carpenito, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam kotteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses penyembuhan tulang nantinya
(Black, dkk, 1993).
D. Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang.
Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang yang
patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya
X-ray
CT scan
Bone scanning
MRI (magnetic Resonance Imaging)
EMG (Elektromyogarfi).
Pemeriksaan darah lengkap
Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk klirens ginjal.
B. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang cidera apabila
klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami
cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat untuk
mengurangi oedem.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi disebabkan
oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian disebabkan oleh
penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991). Dengan mengendornya otot
melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi
jaringan sebagai penyebab nyeri. Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya
mungkin dua macam, yaitu: (1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah
intramuscular dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi
otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu, spasme otot
mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas.
Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik
yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan,
yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi,
mungkin pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam
jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang
merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).
Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan memberikan
penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi akan
mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap licin, juga
memberikan makan terhadap cartilago.
Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat berjalan,
menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau mengeper.
Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang
dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak
penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996).
Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle
spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri
dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen
gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-
ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa
31 persen dari semua serabut saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma,
bukannya serabut motorik besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik
atau dari daerah otak lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada
saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi
pada saat yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle
spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle
terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang
otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan
mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri (Guyton,
1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited active
exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang rileksasi
propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini
akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak
melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara
bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan
(Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted active
execise adalah dengan adanya irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi
rangsangan terhadap motor unit, motor unit merupakan suatu neuron dan group otot yang
disarafinya. Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut
diaktifir dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan kontraksi
otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut
semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-
serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan
tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah
motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi
otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri
Priatna, 1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan berjalan
,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing, dengan
menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk dilangkahkan kemudian
diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit menggantung (Cash, 1966). Syarat
berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot lengan harus kuat, (2) Harus mempertahankan
keseimbangan dalam posisi berdiri dengan alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15
menit.(Tidys, 1961).
Apley, A. Graham , 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta
Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensen’s. Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC, Jakarta
Dudley, Hugh AF. 1986. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. FKUGM
Henderson, M.A, 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta
Ignatavicius, Donna D, 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.
Saunder Company
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI.
Jakarta
Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara,
Jakarta