I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat penyuluhan selama 30 menit, pasien dan keluarga di STIKES
Hang Tuah Surabaya dapat mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami
fraktur.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapat penyuluhan, pasien dan keluarga dapat :
1) Menjelaskan pengertian fraktur
2) Menjelaskan penyebab fraktur
3) Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4) Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit
5) Menjelaskan perawatan fraktur di rumah
II. Materi
Konsep pemahaman penyakit :
1. Definisi patah tulang
2. Penyebab patah tulang
3. Tanda dan gejala patah tulang
4. Penanganan patah tulang
5. Perawatan patah tulang
III. Sasaran
Peserta dalam penyuluhan ini adalah pasien, keluarga serta penunggu pasien di Ruang
Bedah RSAL
1
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
V. Media
1. LCD
2. Leaflet
VI. Pengorganisasian
1. Fasilitator : Firyal Fadhilah
2. Penyaji : Joko Edi Siswanto
Erna Heny T
Gunaran Setiowati
Ayuk Widiastutik
3. Moderator : Sabila Dintika Bastari Y
4. Notulen : Yulianti Katrina Bunga
5. Observer : Muhammad Yusuf
Yesie N Vitria
VII. Pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan
1. 3 menit Pembukaan:
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mengenal tim penyuluh
3. Menjelaskan kontrak waktu 3. Mengetahui kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan penyuluhan
5. Menyebutkan materi penyuluhan 4. Mengerti tujuan dari penyuluhan
yang akan diberikan 5. Tahu apa saja yang akan
disampaikan
2. 15menit Pelaksanaan:
Mengkaji pengetahuan peserta 1. Mendengarkan dan
tentang patah tulang. Menjelaskan
memperhatikan materi
materi tentang:
1. Definisi patah tulang
2
2. Penyebab patah tulang
3. Jenis patah tulang
4. Tanda dan gejala patah tulang
5. Penanganan pertama patah tulang
VIII. Evaluasi
1. Kriteria Struktur
1) Kontrak waktu dan tempat diberikan 1 hari sebelum acara dilaksanakan
2) Pembuatan SAP, leaflet, dan lembar balik dikerjakan maksimal 5 hari sebelumnya
3) Penentuan tempat yang akan digunakan dalam penyuluhan
4) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria Proses
1) Peserta sangat antusias dan aktif bertanya selama materi penyuluhan berlangsung
3
2) Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan dari awal sampai akhir
3) Pelaksanaan kegiatan sesuai SAP yang telah dibuat
4) Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil
1) Peserta yang datang dalam penyuluhan ini minimal 10 orang
2) Peserta dapat mengikuti acara penyuluhan dari awal sampai akhir
3) Acara dimulai tepat waktu tanpa kendala
4) Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
5) Peserta terbukti memahami materi yang telah disampaikan penyuluh dilihat dari
kemampuan menjawab pertanyaan penyuluh dengan benar
IX. Materi Penyuluhan
A. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda Juall
(2001) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
4
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontunuitas
tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam kotteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar sari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk,
1993).
D. Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih
utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau membran
mukosa sampai ke patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
5
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang
yang patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan
luasnya
X-ray
CT scan
Bone scanning
MRI (magnetic Resonance Imaging)
EMG (Elektromyogarfi).
Pemeriksaan darah lengkap
Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk klirens
ginjal.
6
G. Penatalaksanaan
7
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan.
6. Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan
gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan
kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas,
stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional
(Kisner, 1996). Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain:
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat
untuk mengurangi oedem.
8
Potensial aksi menyebar lewat tubulus transversum dan melepaskan Ca 2+.
Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip diantara filamen-filamen myosin, dan
garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian dipompakan kedalam
reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid, 1993). Dengan
kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi melalui
mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan tekanan
intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak terangsang
untuk menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive movement yang
berulang-ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri. Suatu sifat
khusus dari semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian
atau sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu periode waktu. Yaitu,
bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk pertama kali, mula-mula
reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang sangat tinggi, kemudian
secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak diantaranya sama
sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat pula untuk menentukan dosis gerakan
rileks passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi
disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian
disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991).
Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan
mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri. Spasme
otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu: (1) Otot
yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular dan
mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi otot
meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu, spasme otot
mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang
khas. Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri
pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat
didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang
terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan
9
poliopeptida, terbentuk didalam jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa
inilah, bukannya asam laktat yang merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton,
1991).
Passive joint
mobility
Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan
ROM tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol
gerakan tadi.
Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri.
Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan
disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga
mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan
penurunan nyeri (Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan
nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme
ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif.
Untuk menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu
serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar
daerah sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua
serabut saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut
motorik besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari
daerah otak lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada
10
saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal
berkontraksi pada saat yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah
muscle spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif
muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak
menghiraukan perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara
sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan
menimbulkan penurunan nyeri (Guyton, 1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited
active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang
rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot,
dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit
sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat
dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan
dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime peningkatan
kekuatan otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya
irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor
unit, motor unit merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya.
Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut
diaktifir dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan
kontraksi otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila
otot tersebut semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot
terdiri dari serabut-serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka
kontraksi otot secara keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang
mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah motor unit yang besar akan
menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi otot yang lemah
hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri Priatna,
1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan
berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing,
dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk
dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit
menggantung (Cash, 1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot
11
lengan harus kuat, (2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri
dengan alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys, 1961).
1. Cara konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memugkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang . Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah gips dan
traksi
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh
12
traksi mekanik adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergensi. Traksi mekanik ada 2 macam:
2. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal/ penjepit
melaului tulang/ jaringan metal.
2. Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan
reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang sudah normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup,
pelat, dan paku.
13
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada
kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan
mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hamper normal selama
penatalaksanaan dijalankan.
Pentalaksanaan dengan Balut Bidai
a. Prinsip pemasangan balut bidai
1) Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah atau
tidak terlalu lentur
2) Panjang bidai mencakup dua sendi
3) Ikatan pada bidai paling sedikit dua sendi terikat, bila bisa
lebih dari dua ikatan lebih baik.
4) Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar.
5) Prinsip pertolongan pertama pada patah tulang
6) Pertahankan posisi
7) Cegah infeksi
8) Atasi syok dan perdarahan
9) Imobilisasi (fiksasi dengan pembidaian)
10) Pengobatan :
11) Antibiotika
12) ATS (Anti Tetanus Serum)
13) Anti inflamasi (anti radang)
14) Analgetik/ pengurang rasa sakit
b. Syarat pemasangan balut bidai
1) Cukup kuat untuk menyokong
2) Cukup Panjang
3) Diberi bantalan kapas
4) Ikat diatas dan dibawah garis fraktur (garis patah)
5) Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu kendur.
c. Tindakan
1) Patah tulang paha (femur)
14
Pasang 2 bidai dari :
a) Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki
b) Lipat selangkangan sampai sedikit melewati mata kaki
c) Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang
patah. Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut
untuk mengurangi pergerakan.
2) Patah tulang betis
a) Pembidaian 2 buah mulai dari mata kaki sampai atas lutut
b) Diikat
c) Beri bantalan di bawah lutut dan di bawah mata kaki
3) Patah tulang lengan atas
a) Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap
ke dalam
b) Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu
c) Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah
d) Lengan bawah di gendong.
e) Jika siku juga patah dan tangan tak dapat di lipat, pasang bidai
sampai kelengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah
digendong
f) Bawah korban ke rumah sakit
4) Patah tulang lengan bawah
a) Letakkan tangan pada dada.
b) Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan
c) Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah
d) Lengan di gendong
e) Kirim korban ke rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
15
Apley, A. Graham , 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta
Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensen’s. Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
EGC, Jakarta
Dudley, Hugh AF. 1986. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. FKUGM
Henderson, M.A, 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta
Ignatavicius, Donna D, 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, W.B. Saunder Company
Long, Barbara C, 1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI. Jakarta
Oswari, E, 1993. Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta
Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Bone_fracture
s_treatment_options?OpenDocument. diunduh tgl 29 Mei 2020 jam 09.30
http://health.yahoo.com/musculoskeletal-living/hip-fracture-home-
treatment/healthwise--aa7033.html. diunduh tgl 29 Mei 2020 jam 09.40
16