(SAE)
A. Latar Belakang
Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018
sebanyak 301.959 jiwa dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 th dan 20-24 th.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui berbagai cara. Sebanyak 54,8%
penularan HIV terjadi melalui hubungan seks tidak aman dan 36,2% melalui penggunaan Napza
suntik. HIV juga dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya. Istilah lain yang sering
digunakan adalah “Mother to Child HIV Transmission (MTCT)”. Angka kasus penularan HIV dari ibu
ke anak di Indonesia sudah mencapai 2,8% dari seluruh kasus HIV-AIDS yang dilaporkan.
Berdasarkan laporan SIHA Depkes Februari 2018, penderita HIV kelompok umur < 4 th:901
penderita (1,8 %) untuk kasus AIDS dikelompokkan menjadi 2, kelompok umur < 1 th:602 penderita
(0,6 %) dan kelompok umur < 1-4 th : 1.890 penderita (1,8 %). Pencegahan penularan infeksi HIV
dari ibu ke anak dapat dilakukan melalui kegiatan 4 Prong PMTCT. Dengan menawarkan tes HIV
pada semua ibu hamil, akan banyak kasus HIV yang ditemukan sehingga pencegahan penularan HIV
dari Ibu ke Anak dapat berjalan optimal.
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat
menyusui. Risiko penularan HIV dari ibu ke anak berkisar antara 20%–45% dapat ditekan menjadi
hanya sekitar 2%–5% dengan progam intervensi PPIA. Di negara maju, risiko penularan HIV dari ibu
ke anak < 2% dengan program intervensi PPIA, antara lain : layanan konseling dan tes HIV,
pemberian obat antiretroviral, persalinan SC dan pemberian susu formula dengan memenuhi
kriteria AFASS. Di banyak negara berkembang, dimana intervensi PPIA umumnya belum berjalan
dengan baik, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi masih belum dapat ditekan, yaitu masih berkisar
20%–45%.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan konseling kesehatan di harapkan klien dan keluarga klien dapat
memahami tentang pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak, pentingnya laktasi dini
bagi bayi baru lahir dan kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan klien dan keluarga klien mampu :
a. Menyebutkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
b. Memahami dan mengerti pentingnya laktasi dini pada bayi baru lahir
c. Memahami dan mengerti kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
C. Manfaat
1. Bagi klien dan keluarga klien, sebagai masukan dan tambahan ilmu pengetahuan
tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pentingnya laktasi pada bayi baru
lahir dan kriteria AFASS.
2. Bagi mahasiswa, sebagai bahan penambah wawasan dan untuk diaplikasikan.
KONSEP PEMBERIAN LAKTASI PADA IBU DENGAN HIV
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti konseling kesehatan, klien dan keluarga klien dapat memahami dan
mengerti konsep laktasi pada ibu dengan HIV.
b. Tujuan Khusus
Klien dan keluarga klien mampu memahami dan mengerti tentang :
1) Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak
2) Pentingnya laktasi dini bagi bayi baru lahir
3) Kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
Klien mampu menerapkan konsep laktasi yang aman pada bayi baru lahir.
3. Materi ( terlampir )
4. Media
a. Materi SAE
b. Leaflet
5. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
Step 4: Memberikan edukasi Perawat menjelaskan tentang : penularan HIV dari ibu ke
Delivering kepada klien anak dari berbagai factor, baik dari factor ibu, bayi dan
The mengenai topik yang anak serta tindakan obstetrik. Selain itu perawat juga
Education telah disepakati menjelaskan konsep laktasi pada ibu dengan HIV beserta
Contents pemberian nutrisi alternative lain berdasarkan kriteria
AFASS. Dalam menjelaskan dapat digunakan berbagai
macam metode dan media seperti : diskusi, demonstrasi,
leaflet, video dan lain-lain. Selama diskusi perawat
diharapkan menyampaikan reward / pujian kepada klien
saat menjawab pertanyaan atau tanggapan tentang bahan
diskusi terutama konsep laktasi dan jangan pernah
menyalahkan klien bila ada kesalahan atau jawaban yang
tidak tepat
Perawat :Dari penjelasan saya tadi tentang konsep laktasi
pada ibu dengan HIV , ada yang kurang jelas ?
Pasien : sudah jelas suster.
Perawat memberi Memastikan apakah klien mengerti dengan materi yang
kesempatan kepada disampaikan. Feedback dilakukan dengan mengajukan
klien untuk pertanyaan terbuka pada klien :
menyampaikan Perawat : Apa yang harus dilakukan Ibu sekarang terhadap
feedback bayi Ibu ?
Pasien : (menjelaskan dengan baik.)
Memastikan bahwa materi yang disampaikan sesuai
dengan kebutuhan klien
Perawat : Dari apa yang saya jelaskan tadi apakah Ibu sudah
mengerti atau memahami tentang konsep laktasi
pada ibu dengan HIV?
Pasien : sudah ...suster
Step 5: Perawat Perawat mengevaluasi implementasi materi edukasi oleh
Evaluation- mengevaluasi klien
Re implementasi materi Perawat: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami saat
Evaluation- edukasi oleh klien implementasi sesuai dengan konsep laktasi pada
Follow Up ibu dengan HIV yang sudah saya jelaskan tadi ?
Strategies Pasien : tidak ada suster, saya sudah memahami apa yang
sudah dijelaskan tadi.
Perawat melakukan Perawat bisa memberikan leaflet atau brosur tentang
rencana tindak lanjut konsep laktasi pada ibu dengan HIV dan kriteria AFASS
atau modifikasi supaya bisa dibaca dan dipelajari sendiri oleh klien di
pembelajaran rumah selain materi yang sudah dijelaskan
Perawat :penjelasan saya tadi ada di dalam lefleat ini, bisa
Ibu bawa pulang nantinya dan di baca di rumah.
Untuk informasi yang lain terkait kegiatan laktasi
dan AFASS, mungkin bisa kita jadwalkan ulang
untuk pertemuan selanjutnya, agar Ibu dapat
semakin termotivasi untuk tetap menjalani
pengobatannya dengan rutin dan selain itu juga
tetap dapat memberikan nutrisi yang terbaik untuk
bayinya.
Pasien : ya suster.
Terminasi sesi Perawat menjelaskan kesimpulan tentang konsep laktasi,
edukasi AFASS dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Perawat :Dari diskusi tadi saya akan menyimpulkan tentang
konsep laktasi, AFASS dan pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak.
Ada tiga faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke
anak: factor ibu, factor bayi dan anak serta factor tindakan obstetrik .
1. Faktor ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke anak
adalah kadar HIV (viral load) dalam darah ibu pada saat menjelang ataupun saat persalinan
dan kadar HIV dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua
minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang. Risiko penularan saat persalinan sebesar 10-20%, risiko penularan HIV pada
masa menyusui sebesar 10-15%, sedangkan pada saat kehamilan, risiko penularan HIV dari
ibu ke bayinya lebih rendah, yaitu sebesar 5%-10%.
Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar,
3
terlebih jika jumlah sel CD4 < 350 sel/mm . Semakin rendah jumlah sel CD4, pada
umumnya risiko penularan HIV akan semakin besar. Sebuah studi menunjukkan bahwa ibu
3
dengan CD4 < 350 sel/mm memiliki risiko untuk menularkan HIV ke anaknya jauh lebih
besar. Sebagian besar masalah payudara dapat dicegah dengan teknik menyusui yang baik.
Konseling manajemen laktasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko penularan HIV.
a. Bayi yang baru lahir premature dan memiliki berta badan lahir rendah
b. Pemberian ASI dalam periode yang lama
c. Pemberian makanan campuran (mixed feeding)
d. Bayi/anak memiliki luka di mulut
Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan
dan proses persalinan, tetapi masih dimungkinkan akan terinfeksi HIV melalui
pemberian ASI.
Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada saat persalinan, karena
saat persalinan tekanan pada plasenta meningkat yang bisa menyebabkan terjadinya
koneksi antara darah ibu dan darah bayi. Selain itu, saat persalinan bayi terpapar darah
dan lendir ibu di jalan lahir. Kulit bayi yang baru lahir masih sangat lemah dan lebih mudah
terinfeksi jika kontak dengan HIV. Bayi mungkin juga terinfeksi karena menelan darah
ataupun lendir ibu.
B. Manajemen Laktasi
a. Sebagai makanan terbaik yang mudah dicerna dan sesuai dengan pencernaan bayi
b. Memberikan kekebalan tubuh alami bagi bayi dan mencegah infeksi
c. Mencegah terjadinya alergi pada bayi
d. Menunjang perkembangan rahang, gigi dan gusi bayi dikemudian hari
e. Pertumbuhan dan perkembangan lebih optimal dan mencerdaskan otak bayi
a. Memperkuat ikatan batin dan kasih sayang antara ibu dan bayi
b. Mempercepat berhentinya pendarahan setelah melahirkan
c. Mempercepat pengembalian bentuk dan ukuran rahim
d. Menjarangkan kehamilan atau sebagai alat KB alami
e. Mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara
f. Menghemat pengeluaran uang karena ASI GRATIS
Manajemen laktasi yang baik adalah sejak awal kelahiran, bayi hanya diberikan ASI
dan selanjutnya disusui sesering mungkin tanpa dibatasi. Bayi dapat mengukur sendiri
kemampuan dan kebutuhan cairan yang diperlukan. Kita hanya perlu meluangkan waktu
dan memberi kesempatan padanya untuk mendapat yang terbaik yang ia butuhkan.
C. Pemberian Makanan Terbaik bagi Bayi dan Anak pada Ibu dengan HIV
Anjuran utama bagi ibu HIV positif adalah untuk tidak menyusui bayinya dan
menggantikannya dengan susu formula. Namun, di banyak negara berkembang hal
tersebut ternyata sulit dijalankan karena keterbatasan dana untuk membeli susu formula,
sulit untuk mendapatkan air bersih dan botol susu yang bersih dan adanya norma-norma
sosial di masyarakat tertentu yang mengharuskan ibu menyusui bayinya. Menyikapi kondisi
tersebut, panduan WHO menyebutkan bahwa bayi dari ibu HIV positif boleh diberikan
ASI secara eksklusif selama 6 bulan. Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh
dicampur dengan apapun, termasuk air putih kecuali untuk pemberian obat. Bila ibu tidak
dapat melanjutkan pemberian ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan
dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding.
Dengan pemberian susu formula, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat
dihindarkan, namun pemberian susu formula hasus memenuhi syarat AFASS (Acceptable,
Feasible, Affordable,Sustainable and Safe). Bayi yang diberikan ASI eksklusif kemungkinan
memiliki risiko terinfeksi HIV lebih rendah dibandingkan bayi yang mengkonsumsi makanan
campuran (mixed feeding), yaitu dengan mengkombinasi pemberian ASI dengan susu
formula atau makanan padat lainnya.
1. Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk
memberikan susu formula untuk bayi;
2. Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan, dan
keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada
bayi;
3. Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan susu formula;
4. Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari sampai 6
bulan dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan distribusi susu formula
tersebut dijamin keberadaannya;
5. Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan, disiapkan
dandiberikan secara benar dan higienis
Bila AFASS bisa dipenuhi maka makanan terbaik untuk bayi dari ibu HIV positif adalah
pemberian susu formula. Bila AFASS tidak bisa dipenuhi maka ASI boleh diberikan dengan
ketentuan: ASI Eksklusif selama 6 bulan, sudah mendapatkan konseling management
laktasi, ibu sudah minum ARV minimal 4 atau 6 minggu
Daftar Pustaka
Sri Ratna, Umi, Peranan Laboratorium Dalam PMTCT, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmeda, Bagian Patologi Klinik FK UGM/RSUP. Dr. Sardjito Yogayakarta