Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA EDUKASI

(SAE)

Mata Ajaran : Keperawatan HIV


Pokok Bahasan : Konsep Pemberian Laktasi pada Ibu dengan HIV
Sub Pokok Bahasan : 1. Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak
2. Pentingnya laktasi dini bagi bayi baru lahir
3. Kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
Hari / Tanggal : Selasa, 1 Oktober 2019
Waktu : 09.00 WIB

A. Latar Belakang
Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018
sebanyak 301.959 jiwa dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 th dan 20-24 th.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui berbagai cara. Sebanyak 54,8%
penularan HIV terjadi melalui hubungan seks tidak aman dan 36,2% melalui penggunaan Napza
suntik. HIV juga dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya. Istilah lain yang sering
digunakan adalah “Mother to Child HIV Transmission (MTCT)”. Angka kasus penularan HIV dari ibu
ke anak di Indonesia sudah mencapai 2,8% dari seluruh kasus HIV-AIDS yang dilaporkan.
Berdasarkan laporan SIHA Depkes Februari 2018, penderita HIV kelompok umur < 4 th:901
penderita (1,8 %) untuk kasus AIDS dikelompokkan menjadi 2, kelompok umur < 1 th:602 penderita
(0,6 %) dan kelompok umur < 1-4 th : 1.890 penderita (1,8 %). Pencegahan penularan infeksi HIV
dari ibu ke anak dapat dilakukan melalui kegiatan 4 Prong PMTCT. Dengan menawarkan tes HIV
pada semua ibu hamil, akan banyak kasus HIV yang ditemukan sehingga pencegahan penularan HIV
dari Ibu ke Anak dapat berjalan optimal.
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat
menyusui. Risiko penularan HIV dari ibu ke anak berkisar antara 20%–45% dapat ditekan menjadi
hanya sekitar 2%–5% dengan progam intervensi PPIA. Di negara maju, risiko penularan HIV dari ibu
ke anak < 2% dengan program intervensi PPIA, antara lain : layanan konseling dan tes HIV,
pemberian obat antiretroviral, persalinan SC dan pemberian susu formula dengan memenuhi
kriteria AFASS. Di banyak negara berkembang, dimana intervensi PPIA umumnya belum berjalan
dengan baik, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi masih belum dapat ditekan, yaitu masih berkisar
20%–45%.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan konseling kesehatan di harapkan klien dan keluarga klien dapat
memahami tentang pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak, pentingnya laktasi dini
bagi bayi baru lahir dan kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan klien dan keluarga klien mampu :
a. Menyebutkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
b. Memahami dan mengerti pentingnya laktasi dini pada bayi baru lahir
c. Memahami dan mengerti kriteria AFASS sebagai pengganti ASI

C. Manfaat
1. Bagi klien dan keluarga klien, sebagai masukan dan tambahan ilmu pengetahuan
tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pentingnya laktasi pada bayi baru
lahir dan kriteria AFASS.
2. Bagi mahasiswa, sebagai bahan penambah wawasan dan untuk diaplikasikan.
KONSEP PEMBERIAN LAKTASI PADA IBU DENGAN HIV

A. Satuan Acara Edukasi


1. Pengantar
Materi : Pemberian Laktasi Pada Ibu dengan HIV
Pokok Bahasan : a. Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak
b. Pentingnya laktasi dini bagi bayi baru lahir
c. Kriteria AFASS sebagai pengganti ASI

Hari/tanggal : Selasa, 1 Oktober 2019


Waktu pertemuan : 30 menit
Tempat : Ruang Anggrek RS.UB
Sasaran : Pasien dan Keluarga pasien

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti konseling kesehatan, klien dan keluarga klien dapat memahami dan
mengerti konsep laktasi pada ibu dengan HIV.
b. Tujuan Khusus
Klien dan keluarga klien mampu memahami dan mengerti tentang :
1) Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak
2) Pentingnya laktasi dini bagi bayi baru lahir
3) Kriteria AFASS sebagai pengganti ASI
Klien mampu menerapkan konsep laktasi yang aman pada bayi baru lahir.

3. Materi ( terlampir )
4. Media
a. Materi SAE
b. Leaflet
5. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi

B. Plan of Action (POA)


Suatu pagi di Kamar 210 Ruang Anggrek RS.UB, seorang perawat menghampiri Ny. R yang
terdiagnosa HIV dan baru saja melahirkan anak pertama. Ny. R tampak berdiam diri sambil
memandang buah hatinya. Di ruang tersebut selain Ny. R juga ada suami dan ibu mertua yang
menemani.
Tindakan Aktivitas Implementasi

Step 1: Perawat Perawat menyebutkan nama dan profil dirinya


Establishing memperkenalkan diri Perawat :(Selamat pagi/siang.. )
Trust Pasien : selamat pagi suster
Perawat : Perkenalkan nama saya ...
- Disini saya sebagai salah satu perawat di RS.UB yang bekerja
di ruang Anggrek,apakah benar ini dengan Ny. R , TTL : 12
Desember 1996, RM 0000000
Perawat menjelaskan Menjelaskan pada klien bahwa disini perawat siap
perannya membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
oleh klien atau menjelaskan apa saja yang belum dipahami
tentang laktasi.
Perawat : bagaimana kabarnya Ibu , hari ini?
Pasien : saya kurang sehat suster, seperti agak meriang,
apakah ini yang disebut “ngrangkaki” ? Dari sejak
baby saya diantar ke sini belum saya sentuh, saya
nggak berani.
Perawat: sejak kapan ibu merasakan keluhan ini ? mohon
maaf, sambil saya periksa payudaranya ya, supaya
tahu apakah ibu benar ngrangkaki atau tidak.
Pasien: baik suster, silahkan. Saya merasa kurang sehat sejak
tadi malam beberapa saat setelah saya melahirkan.
- Perawat: Baiklah disini saya akan membantu untuk
mengatasi masalah atau kesulitan terkait laktasi,
kita akan berdiskusi bersama, Ibu bisa
mengungkapkan segala hal-hal yang berkaitan
dengan laktasi dan keluhannya
Pasien : ya suster.
Informed consent dan Melakukan kesepakatan atau kontrak waktu dengan klien
kontrak dalam edukasi tentang konsep laktasi (± 30 menit)
Perawat : Sebelum berdiskusi sebaiknya kita menyepakati
waktunya dulu, apakah Ibu bersedia meluangkan
waktu ± 30 menit
Pasien : ya suster.
Menciptakan Mengajak klien menyampaikan segala permasalahan
interaksi yang mengenai laktasi/menyusui secara jujur dan terbuka
“ trust-honest ” selama edukasi
Perawat : Dalam diskusi ini saya sangat mengharapkan Ibu
terbuka atau jujur terkait kegiatan
laktasi/menyusui
Pasien : baiklah.
Step 2: Menyusun list Menanyakan segala kesulitan yang dihadapi oleh klien
Assess masalah yang akan tentang kegiatan laktasi/menyusui.
Patiens dijadikan topik Mengidentifikasi masalah yang muncul.
Needs edukasi Perawat : Ibu mempunyai kesulitan apa terkait kegiatan
laktasi/menyusui?
Pasien : saya ragu-ragu mau memberikan ASI saya
Perawat : mengapa Ibu ragu-ragu ?
Pasien : takut nanti baby saya tertular penyakit saya
Perawat : bukankah Ibu telah mengkonsumsi ARV selama ini
dengan tertib ?
Pasien :Iya, tapi saya tetap ragu-ragu. Saya ingin
memberikan susu formula tetapi saya kasihan nanti
baby saya tidak mendapat ASI sama sekali

Membuat list masalah untuk mempermudah


Perawat : baiklah, berarti permasalahan yang dihadapi
adalah kurangnya informasi tentang konsep laktasi pada ibu
yang mengidap HIV, alternative pemberian nutrisi selain ASI
serta mungkin sedikit mengulang tentang pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak.

Perawat membuat pertanyaan terbuka tentang


pemahaman konsep laktasi pada penderita HIV.
Perawat : apakah Ibu mengetahui pencegahan penularan
HIV pada anak ?
Pasien : sudah pernah mendapatkan informasi itu, tetapi
mungkin suster bisa memberikan lagi supaya saya
ingat kembali
Perawat : Baik ibu, untuk hal lain, apa yang Ibu ketahui
tentang pemberian ASI pada bayi baru lahir ?
pernah mendengar istilah AFASS ?
Pasien : yang saya ketahui ASI dapat menularkan penyakit
saya ke bayi, saya belum pernah mendengar istilah
tersebut suster

Perawat boleh mengusulkan beberapa materi tentang


konsep laktasi pada ibu dengan HIV.
Hal ini dimaksudkan untuk membantu klien mengidentifikasi
masalah yang mungkin terlewatkan oleh klien. Materi yang
wajib dikuasai oleh klien adalah tentang konsep laktasi pada
ibu yang mengidap HIV, alternative pemberian nutrisi selain
ASI dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Perawat : jadi kesimpulan masalah yang Ibu hadapi adalah


kurangnya informasi tentang konsep laktasi pada
ibu yang mengidap HIV, alternative pemberian
nutrisi selain ASI serta mungkin sedikit mengulang
tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak.
Pasien : ya suster
Step 3: Mengarahkan klien Perawat membantu klien mengidentifikasi masalah yang
Setting untuk menentukan dinilai paling berat/sulit berhubungan dengan laktasi
Priorities topik yang dinilai Perawat dapat membantu klien melakukan pembobotan
And Time perlu untuk segera masalah sesuai dengan masalah tersebut
Frame diatasi Perawat : dari permasalah di atas yang menjadi prioritas
masalahnya adalah kurangnya informasi tentang
konsep laktasi pada ibu yang mengidap HIV serta
alternative pemberian nutrisi selain ASI
Pasien : ya suster.
Menyusun deadline Perawat membantu klien untuk menentukan waktu yang
pencapaian dibutuhkan untuk mengatasi masalah sesuai topik yang
disepakati
Perawat : baiklah, dalam waktu 20 menit ke depan kita akan
berdiskusi tentang hal tersebut
Pasien : ya suster.

Step 4: Memberikan edukasi Perawat menjelaskan tentang : penularan HIV dari ibu ke
Delivering kepada klien anak dari berbagai factor, baik dari factor ibu, bayi dan
The mengenai topik yang anak serta tindakan obstetrik. Selain itu perawat juga
Education telah disepakati menjelaskan konsep laktasi pada ibu dengan HIV beserta
Contents pemberian nutrisi alternative lain berdasarkan kriteria
AFASS. Dalam menjelaskan dapat digunakan berbagai
macam metode dan media seperti : diskusi, demonstrasi,
leaflet, video dan lain-lain. Selama diskusi perawat
diharapkan menyampaikan reward / pujian kepada klien
saat menjawab pertanyaan atau tanggapan tentang bahan
diskusi terutama konsep laktasi dan jangan pernah
menyalahkan klien bila ada kesalahan atau jawaban yang
tidak tepat
Perawat :Dari penjelasan saya tadi tentang konsep laktasi
pada ibu dengan HIV , ada yang kurang jelas ?
Pasien : sudah jelas suster.
Perawat memberi Memastikan apakah klien mengerti dengan materi yang
kesempatan kepada disampaikan. Feedback dilakukan dengan mengajukan
klien untuk pertanyaan terbuka pada klien :
menyampaikan Perawat : Apa yang harus dilakukan Ibu sekarang terhadap
feedback bayi Ibu ?
Pasien : (menjelaskan dengan baik.)
Memastikan bahwa materi yang disampaikan sesuai
dengan kebutuhan klien
Perawat : Dari apa yang saya jelaskan tadi apakah Ibu sudah
mengerti atau memahami tentang konsep laktasi
pada ibu dengan HIV?
Pasien : sudah ...suster
Step 5: Perawat Perawat mengevaluasi implementasi materi edukasi oleh
Evaluation- mengevaluasi klien
Re implementasi materi Perawat: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami saat
Evaluation- edukasi oleh klien implementasi sesuai dengan konsep laktasi pada
Follow Up ibu dengan HIV yang sudah saya jelaskan tadi ?
Strategies Pasien : tidak ada suster, saya sudah memahami apa yang
sudah dijelaskan tadi.
Perawat melakukan Perawat bisa memberikan leaflet atau brosur tentang
rencana tindak lanjut konsep laktasi pada ibu dengan HIV dan kriteria AFASS
atau modifikasi supaya bisa dibaca dan dipelajari sendiri oleh klien di
pembelajaran rumah selain materi yang sudah dijelaskan
Perawat :penjelasan saya tadi ada di dalam lefleat ini, bisa
Ibu bawa pulang nantinya dan di baca di rumah.
Untuk informasi yang lain terkait kegiatan laktasi
dan AFASS, mungkin bisa kita jadwalkan ulang
untuk pertemuan selanjutnya, agar Ibu dapat
semakin termotivasi untuk tetap menjalani
pengobatannya dengan rutin dan selain itu juga
tetap dapat memberikan nutrisi yang terbaik untuk
bayinya.
Pasien : ya suster.
Terminasi sesi Perawat menjelaskan kesimpulan tentang konsep laktasi,
edukasi AFASS dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Perawat :Dari diskusi tadi saya akan menyimpulkan tentang
konsep laktasi, AFASS dan pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak.

Mengucapkan salam dan terima kasih kepada klien


Perawat : Terima kasih Ibu atas waktunya dan kami tetap
siap untuk melayani bila Ibu membutuhkan bantuan atau
informasi terkait kegiatan laktasi ini. Saya kira cukup sekian,
semoga bermanfaat, ibu dan bayi selalu sehat.
Pasien : terimakasih suster.
Perawat dan pasien berjabat tangan.
MATERI PENYULUHAN
KONSEP LAKTASI PADA IBU DENGAN HIV

A. Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Ada tiga faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke
anak: factor ibu, factor bayi dan anak serta factor tindakan obstetrik .

1. Faktor ibu

a. Ibu baru terinfeksi HIV


b. Ibu menderita infeksi virus, bakteri, parasite (malaria)
c. Ibu menderita infeksi menular seksual (IMS) terutama sifilis
d. Ibu menderita kekurangan gizi (akibat tak langsung)
e. Ibu memiliki masalah pada payudara seperti mastitis, abses, luka di putting
payudara.

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke anak
adalah kadar HIV (viral load) dalam darah ibu pada saat menjelang ataupun saat persalinan
dan kadar HIV dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua
minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang. Risiko penularan saat persalinan sebesar 10-20%, risiko penularan HIV pada
masa menyusui sebesar 10-15%, sedangkan pada saat kehamilan, risiko penularan HIV dari
ibu ke bayinya lebih rendah, yaitu sebesar 5%-10%.

Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar,
3
terlebih jika jumlah sel CD4 < 350 sel/mm . Semakin rendah jumlah sel CD4, pada
umumnya risiko penularan HIV akan semakin besar. Sebuah studi menunjukkan bahwa ibu
3
dengan CD4 < 350 sel/mm memiliki risiko untuk menularkan HIV ke anaknya jauh lebih
besar. Sebagian besar masalah payudara dapat dicegah dengan teknik menyusui yang baik.
Konseling manajemen laktasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko penularan HIV.

2. Faktor Bayi dan Anak

a. Bayi yang baru lahir premature dan memiliki berta badan lahir rendah
b. Pemberian ASI dalam periode yang lama
c. Pemberian makanan campuran (mixed feeding)
d. Bayi/anak memiliki luka di mulut

Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan
dan proses persalinan, tetapi masih dimungkinkan akan terinfeksi HIV melalui
pemberian ASI.

3. Faktor Tindakan Obstetrik

a. Jenis persalinan pervaginam


b. Ibu mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam sebelum persalinan
c. Terdapat tindakan medis yang dapat meningkatkan kontak antara darah ibu atau
cairan tubuh ibu dengan bayi seperti penggunaan vacuum atau forceps dan
epistotomi

Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada saat persalinan, karena
saat persalinan tekanan pada plasenta meningkat yang bisa menyebabkan terjadinya
koneksi antara darah ibu dan darah bayi. Selain itu, saat persalinan bayi terpapar darah
dan lendir ibu di jalan lahir. Kulit bayi yang baru lahir masih sangat lemah dan lebih mudah
terinfeksi jika kontak dengan HIV. Bayi mungkin juga terinfeksi karena menelan darah
ataupun lendir ibu.

B. Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi merupakan suatu proses yang cukup komplek. Dengan


mengetahui anatomi payudara dan bagaimana payudara menghasilkan ASI akan sangat
membantu para ibu mengerti proses kerja menyusui yang pada akhirnya dapat menyusui
secara eksklusif. ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu / pada bayi hingga usia 6
bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, air teh, air putih, air jeruk,
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit dan bubur nasi.

1. Manfaat ASI bagi Bayi

a. Sebagai makanan terbaik yang mudah dicerna dan sesuai dengan pencernaan bayi
b. Memberikan kekebalan tubuh alami bagi bayi dan mencegah infeksi
c. Mencegah terjadinya alergi pada bayi
d. Menunjang perkembangan rahang, gigi dan gusi bayi dikemudian hari
e. Pertumbuhan dan perkembangan lebih optimal dan mencerdaskan otak bayi

2. Manfaat ASI bagi Ibu

a. Memperkuat ikatan batin dan kasih sayang antara ibu dan bayi
b. Mempercepat berhentinya pendarahan setelah melahirkan
c. Mempercepat pengembalian bentuk dan ukuran rahim
d. Menjarangkan kehamilan atau sebagai alat KB alami
e. Mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara
f. Menghemat pengeluaran uang karena ASI GRATIS

Manajemen laktasi yang baik adalah sejak awal kelahiran, bayi hanya diberikan ASI
dan selanjutnya disusui sesering mungkin tanpa dibatasi. Bayi dapat mengukur sendiri
kemampuan dan kebutuhan cairan yang diperlukan. Kita hanya perlu meluangkan waktu
dan memberi kesempatan padanya untuk mendapat yang terbaik yang ia butuhkan.

C. Pemberian Makanan Terbaik bagi Bayi dan Anak pada Ibu dengan HIV

Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko


penularan melalui makanan bayi. Konseling ini harus diberikan sebelum persalinan. Pilihan
apapun yang diambil oleh seorang ibu harus kita dukung. Pengambilan keputusan dapat
dilakukan oleh ibu setelah mendapat informasi dan konseling secara lengkap.

Anjuran utama bagi ibu HIV positif adalah untuk tidak menyusui bayinya dan
menggantikannya dengan susu formula. Namun, di banyak negara berkembang hal
tersebut ternyata sulit dijalankan karena keterbatasan dana untuk membeli susu formula,
sulit untuk mendapatkan air bersih dan botol susu yang bersih dan adanya norma-norma
sosial di masyarakat tertentu yang mengharuskan ibu menyusui bayinya. Menyikapi kondisi
tersebut, panduan WHO menyebutkan bahwa bayi dari ibu HIV positif boleh diberikan
ASI secara eksklusif selama 6 bulan. Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh
dicampur dengan apapun, termasuk air putih kecuali untuk pemberian obat. Bila ibu tidak
dapat melanjutkan pemberian ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan
dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding.

Dengan pemberian susu formula, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat
dihindarkan, namun pemberian susu formula hasus memenuhi syarat AFASS (Acceptable,
Feasible, Affordable,Sustainable and Safe). Bayi yang diberikan ASI eksklusif kemungkinan
memiliki risiko terinfeksi HIV lebih rendah dibandingkan bayi yang mengkonsumsi makanan
campuran (mixed feeding), yaitu dengan mengkombinasi pemberian ASI dengan susu
formula atau makanan padat lainnya.

Dalam pemberian informasi dan edukasi, tenaga kesehatan harus menyampaikan


adanya risiko penularan HIV melalui pemberian ASI dibandingkan dengan susu formula.
Namun juga tidak boleh lupa menerangkan persayaratan untuk dapat diberikan susu
formula. Susu formula dapat diberikan hanya bila memenuhi persyaratan AFASS, yaitu
Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe.

1. Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk
memberikan susu formula untuk bayi;
2. Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan, dan
keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada
bayi;
3. Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan susu formula;
4. Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari sampai 6
bulan dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan distribusi susu formula
tersebut dijamin keberadaannya;
5. Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan, disiapkan
dandiberikan secara benar dan higienis
Bila AFASS bisa dipenuhi maka makanan terbaik untuk bayi dari ibu HIV positif adalah
pemberian susu formula. Bila AFASS tidak bisa dipenuhi maka ASI boleh diberikan dengan
ketentuan: ASI Eksklusif selama 6 bulan, sudah mendapatkan konseling management
laktasi, ibu sudah minum ARV minimal 4 atau 6 minggu

Daftar Pustaka

ASI eksklusif, gizi.fk.ub.ac.id diunduh pada tgl. 27 September 2019

Manajemen laktasi, http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/manajemen-laktasi diunduh pada


tgl.26 September 2019

Menyusui pada ibu dengan HIV, http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-pada-ibu-hiv


diunduh pada tgl.26 September 2019

Sri Ratna, Umi, Peranan Laboratorium Dalam PMTCT, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmeda, Bagian Patologi Klinik FK UGM/RSUP. Dr. Sardjito Yogayakarta

Pedoman PMTCT, Buku Ajar Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai