Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Indikator kesehatan
suatu bangsa salah satunya masih dilihat dari tinggi atau rendahnya angka kematian bayi.
Target MDG’s (Millenium Development Goals) sampai dengan tahun 2015 adalah
mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu
sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup (Maryunani, 2008).
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat
kesehatan anak, karena nilai kesehatan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan
tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status
gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial anak,
dan pendidikan ibu. Salah satu penyakit tersering yang di derita oleh anak adalah
penyakit kejang demam (Hidayat, 2008).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam
sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada
anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak
didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial
(Abdoerrachman, 2007).
UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) telah
memainkan peranan yang besar dalam memperingatkan dunia mengenai beban yang
sangat berat akibat penyakit dan kematian yang dialami oleh anak-anak di dunia.
Bagaimanapun, dalam beberapa dekade penanganan masalah ini diperkirakan bahwa di
seluruh dunia 12 juta anak mati setiap tahunnya akibat penyakit atau malnutrisi dan
paling sering gejala awalnya demam (Anderson, 2007).
Kejang pada anak terutama pada balita sering kali tidak dimengerti oleh para orang
tua. Akibatnya, orang tua kerap menjadi panik dan berpotensi melakukan langkah yang
justru salah dan membahayakan untuk lebih memahami kejang pada anak, kita harus
lebih mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi penyebabnya. Otak manusia terdiri
atas jutaan sel saraf, dimana sel-sel tersebut berkomunikasi satu sama lain melalui
hantaran arus listrik. Ketika terdapat kejadian abnormal berupa pelepasan muatan listrik
yang berlebihan diotak maka terjadilah kejang (Afida 2012).
1
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama,
tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu setiap serangan kejang
harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama
dan berulang. Sebab keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala
sisa pada anak, bahkan bisa menyebabkan kematian. (Fida & Maya, 2012).
WHO memperkirakan terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan
lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1
bulan - 13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77%
(WHO, 2013 dalam Untari 2015).
Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari jumlah
penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia angka
kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian
kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010). Selain itu di Kuwait
dari 400 anak berusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang
demam sekitar 77% (WHO, 2013).
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan–5 tahun. Kejadian kejang
demam di amerika serikat, amerika selatan, dan eropa barat diperkirakan 2-4%. Dalam
25 tahun terakhir terjadinya kejang demam lebih sering terjadi pada saat anak berusia ± 2
tahun (17-23 bulan) (Kadafi,2013).
Di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang
berusia 6 bulan–5 pada tahun 2012-2013. Di provinsi Jawa Tengah mencapai 2-3% dari
anak yang berusia 6 bulan–5 tahun pada tahun 2012-2013 (Depkes Jateng,2013).
Berdasarkan data dari RSI Ibnusina Pekanbaru di Ruang Ar Rahmah data kejadian
KDS pada bulan Juni 2019 sebanyak 6 orang anak, pada bulan Juli 2019 sebanyak 3
orang anak, dan pada bulan Agustus 2019 sebanyak 5 orang anak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi Kejang Demam Sederhana ?
1.2.2 Apa saja klasifikasi Kejang Demam ?
1.2.3 Apa saja etiologi Kejang Demam Sederhana ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis Kejang Demam Sederhana ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Kejang Demam Sederhana ?
1.2.6 Bagaimana pathway / woc Kejang Demam Sederhana ?
1.2.7 Apa saja komplikasi Kejang Demam Sederhana ?
2
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang Kejang Demam Sederhana ?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan Kejang Demam Sederhana ?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Kejang Demam Sederhana ?

1.3 Tujuan Penilitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Kejang Demam Sederhana

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi Kejang Demam Sederhana
2. Mengetahui klasifikasi Kejang Demam
3. Mengetahui etiologi Kejang Demam Sederhana
4. Mengetahui manifestasi klinis Kejang Demam Sederhana
5. Mengetahui patofisiologi Kejang Demam Sederhana
6. Mengetahui pathway / woc Kejang Demam Sederhana
7. Mengetahui komplikasi Kejang Demam Sederhana
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang Kejang Demam Sederhana
9. Mengetahui penatalaksanaan Kejang Demam Sederhana
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Kejang Demam Sederhana

3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron sistem syaraf pusat (Sylvia A, Price,
2006).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC rektal atau lebih 37,8oC aksila
(Consensus Development Panel).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Soetomenggolo, 1999).
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan gejala demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak (Seki, 1999).
Kejang demam adalah kasus kejang yang sering terjadi pada anak-anak. Biasanya
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Bila terjadi pada usia kurang dari 6 bulan
harus dipikirkan penyebab lain seperti infeksi susunan saraf pusat, maupun epilepsi yang
terjadi bersama demam (Pusponegoro, 2006).
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari
15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam (Christoper, 1998).

2.2 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam sederhana adalah kejang general yang berlangsung singkat (kurang dari
15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik) serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam dan hanya terjadi satu kali dalam periode 24 jam dari demam pada anak
yang secara neorologis normal. Kejang demam sederhana merupakan 80% yang sering
terjadi di masyarakat dan sebagian besar berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat
berhenti sendiri. pada kejang demam sederhana umumnya terdiri dari tonik umum dan
tanpa adanya komponen fokus dan juga tidak dapat merusak otak anak, tidak
menyebabkan gangguan perkembangan, bukan merupakan faktor terjadinya epilepsi
dan kejang demam kompleks umumnya memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan
rawat inap 24 jam.
4
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam kompleks memiliki ciri berlangsung selama lebih dari 15 menit, kejang
fokal atau parsial dan disebut juga kejang umum didahului kejang parsial dan berulang
atau lebih dari satu kali dalam waktu 24 jam.

2.3 Etiologi
Menurut Randle-Short (1994) kejang demam dapat disebabkan oleh:
1. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media,
gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam berdarah, dan
lain-lain.
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
4. Perubahan cairan dan elektrolit.

Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:


1. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan
secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
2. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi
3. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

2.4 Manifestasi klinis


Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada
penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa
detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat
kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).

5
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita
jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara
lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja ).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah
suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

2.5 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan
elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim
NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik.

6
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi,
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan
oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun
limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi
otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai
pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator
kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron . Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari
luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase
depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.

7
2.6 Pathway / Woc

8
2.7 Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada
epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

2.8 Pemeriksan penunjang


Menurut Mansjoer (2000), beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Darah
a. Glukosa darah : hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)
b. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak
dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

9
3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan
neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT-scan atau MRI
direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.

2.9 Penatalaksanaan
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan
yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan
panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB,
diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis ratarata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh
melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang
15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang
sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial juga
pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu
perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat
yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas
10
yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian
antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan untuk
mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain
dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi
tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital
dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan
suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka pemeriksaan
seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan
kejang demam.

2.10Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas : Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus otot/kekuatan otot, gerakan
involunter.
b. Sirkulasi : Peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernapasan.
c. Integritas ego : Sterssor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan atau
penanganan, peka rangsangan.
d. Eliminasi : Inkontinensia episodik, peningkatan kandung kemih dan tonus spinkter.
e. Makanan/cairan : Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak/gigi
f. Neurosensori : Aktivitas kejang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi cerebral.
g. Riwayat jatuh/trauma.
11
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b.d proses penyakit
b. Resiko cidera b.d ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum), kejang
c. Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran

3. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Hipertermi b.d ●Thermoregulation Fever treatment
proses penyakit Kriteria hasil: 1. Monitor suhu sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam 2. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal 3. Monitor penurunan tingkat
2. Nadi dan RR dalam kesadaran
rentang normal 4. Monitor intake dan output
3. Tidak ada perubahan 5. Berikan anti piretik
warna kulit dan tidak 6. Berikan pengobatan untuk
ada pusing mengatasi penyebab demam
7. Kolaborasi pemberian cairan
intravena
8. Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
9. Tingkatkan sirkulasi udara
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Monitor TD, nadi dan RR
3. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
4. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
5. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

12
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
4. Monitor sianosis perifer
5. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Resiko cidera b.d • Risk control Environment Management
ketidakefektifan Kriteria hasil: (manajemen lingkungan)
orientasi 1. Klien terbebas dari 1. Sediakan lingkungan yang nyaman
(kesadaran cidera untuk pasien
umum), kejang 2. Menggunakan 2. Identifikasi kebutuhan aman pasien
fasilitas kesehatan 3. Menghindari lingkungan yang
yang ada berbahaya
3. Mampu mengenali 4. Memasang side rail tempat tidur
perubahan status 5. Menyediakan tempat tidur yang
kesehatan nyaman dan bersih
6. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
7. Membatasi pengunjung
8. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
9. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
10. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit
3. Resiko aspirasi • Respiratory status : Aspiration Precaution
b.d penurunan ventilation 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek
tingkat kesadaran • Aspiration control batuk dan kemampuan menelan
• Swallowing status 2. Monitor status paru pelihara jalan
Kriteria Hasil: nafas

13
1. Klien dapat bernafas 3. Haluskan obat sebelum pemberian
dengan mudah, tidak 4. Posisi tegak 90º atau sejauh
irama, frekuensi mungkin
pernafasan normal 5. Potong makanan menjadi
2. Pasien mampu potongan-potongan kecil
menelan, mengunyah 6. Hindari cairan atau menggunakan
tanpa terjadi aspirasi zat pengental
3. Jalan nafas paten, 7. Penawaran makanan atau cairan
mudah bernafas, yang dapat dibentuk menjadi bolus
tidak merasa tercekik sebelum menelan
dan tidak ada suara 8. Istirahat atau menghancurkan pil
nafas abnormal sebelum pemberian

14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
1. Identitas Anak
Nama : An. A
Tempat/tanggal lahir (usia) : Medan, 3 Juni 2018 / 1 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Tanggal masuk RS : Sabtu, 9 November 2019
Tanggal pengkajian : Senin, 11 November 2019
Diagnosa medis : KDS
2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. A Nama Ibu : Ny. L
Umur : 34 tahun Umur : 32 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku bangsa : Batak Suku bangsa : Batak
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT
Alamat : Cengkeh, Gang Sepakat, Duri Alamat: Cengkeh, Gang Sepakat, Duri

A. Riwayat kesehatan saat ini


1. Keluhan saat ini : orang tua pasien mengatakan anaknya masih demam, kejang tidak ada,
BAB 6x/hari dengan konsistensi cair dan berbusa. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan
TD:-, N : 101 x/menit, S : 38,5ºc, RR : 24 x/menit.
2. Alasan masuk RS : pasien rujukan dari RS Permata Hati dengan keluhan demam ± 1
hari, kejang 1 kali, muntah 3x, mencret tidak ada, batuk dan pilek kadang-kadang, pasien
juga memiliki riwayat kejang demam 1 kali sebelumnya. Hasil pemeriksaan TTV
didapatkan, TD : -, N : 102x/menit, S : 39,6ºc, RR : 26x/menit.
B. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Riwayat kelahiran (anak usia < 5 tahun)
a. Prenatal :
Usia kehamilan ibu

15
GPAH : G0, P3, A1, H2
Masalah selama kehamilan : tidak ada
Pemeriksaan kehamilan : teratur
b. Natal :
1. Jenis persalinan : caesar
2. Komplikasi persalinan : perdarahan
c. Post natal :
Kondisi bayi saat lahir : normal
2. Riwayat penyakit
a. Penyakit yang pernah dialami : Kejang demam, usia 9 bulan
b. Riwayat kecelakaan : tidak ada
c. Riwayat operasi : tidak ada
d. Riwayat hospitalisasi : iya, usia 9 bulan
3. Riwayat imunisasi : lengkap (BCG, DPT, Hepatitis B, Polio, Campak)
4. Riwayat alergi : tidak ada
5. Riwayat kesehatan keluarga : keluarga psasien mengatakan tidak pernah mengalami
kejadian yang dialami pasien dan tidak ada riwayat penyakit menular
6. Genogram

Tn. A Ny. L

An. A An. A

Ket :
: Laki – laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

16
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis (CM)
3. Tanda-tanda vital
TD : -
Nadi : 101 x/menit
S : 38,5ºc
RR : 24 x/menit
4. Pemeriksaan status gizi
BB : 10 kg
TB : 80 cm
Lingkar dada : 52 cm
Lingkar perut : 48 cm
Lingkar kepala : 40 cm
Lingkar lengan atas :16 cm
Status gizi : normal
5. Kepala
Warna rambut : hitam
Tekstur rambut : halus
Benjolan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Kebersihan : bersih
6. Bentuk wajah : simetris
7. Mata
Palpebra : tidak
Konjungtiva : tidak anemis
Pupil : isokor
Posisi mata : simetris
8. Hidung
Bentuk hidung : normal
Kondisi hidung : bersih
Polip : tidak ada
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Sputum : tidak ada
17
9. Telinga
Posisi : simetris
Lubang telinga : bersih
Benjolan/ lesi : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
10. Mulut
Mukosa bibir : kering
Bibir : normal
Mulut berbau : tidak
Kondisi gigi : bersih
Gusi : normal
Kondisi lidah : bersih
11. Leher dan tenggorokan
Nyeri tekan : tidak ada
Benjolan : tidak ada
Kelenjar thyroid : normal
Kaku kuduk : tidak ada
12. Thorax dan pernafasan
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, irama pernafasan regular, retraksi dada ada, pola
nafas normal
b. Palpasi : vokal premitus sama antara kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : suara nafas vesikuler
13. Jantung
a. Inpeksi : ics tidak tampak
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembesara jantung
c. auskultasi : bunyi jantung normal
14. Abdomen
a. Inspeksi : simetris, tidak ada asites dan tidak ada distensi abdomen
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba massa
c. Perkusi : tympani
d. Auskultasi : terdengar bising usus 35 x/menit
15. Genitalia dan anus
Vagina / penis : normal
18
Kepatenan anus : patent
Defekasi : anus, frekuensi 6x/hari, konsistensi cair dan berbusa
Urin : spontan, frekuensi 4x/hari, tidak terpasang kateter
16. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Kekuatan otot kanan/kiri : 4 (dapat bergerak dan dan melawan hambatan yang
ringan)
Tonus otot kanan/kiri : 4 (dapat bergerak dan dan melawan hambatan yang ringan)
b. Ekstremitas bawah
Kekuatan otot kanan/kiri : 4 (dapat bergerak dan dan melawan hambatan yang
ringan)
Tonus otot kanan/kiri : 4 (dapat bergerak dan dan melawan hambatan yang ringan)
17. Integumentum
Warna kulit : normal
Luka : tidak ada
18. Sirkulasi
Perubahan warna kulit : normal
CRT : < 3 detik
Akral : hangat
19. Status neurologis
GCS : 15, E : 4, M : 6, V : 5
D. Data psikologis
1. Status psikologis : tenang
2. Status psikososial : hubungan dengan keluarga baik
E. Riwayat tumbuh kembang
Tumbuh gigi : usia 11 bulan
Duduk : usia 8 bulan
Merangkak : usia 4 bulan
Berjalan : usia 9 bulan

19
F. Tes diagnostik
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12.0 g/dl P : 14-18 ; W : 12-15
Leukosit 12.010 /uL 4.000 – 11.000
Trombosit 205.000 /uL 150.000 – 450.000

G. Terapi saat ini


Hari pertama: terpasang inf RL 30 tpm
Hari ketiga : terpasang inf kaEn 3B 40 cc/jam
Pct oral 4x5 ml
Orezinc 1x5cc
Inj ceftriaxone 2x500 mg
Pct inf 500 mg
Stesolid 10 mg

Analisa Data
No. Data penunjang Masalah keperawatan Etiologi
1. DS : Hipertermia Infeksi ekstrakranial
- Orang tua pasien mengatakan ↓
anaknya demam Aktivitas otot ↑
- Orang tua pasien mengatakan ↓
demam naik turun Metabolisme ↑
DO : ↓
- Ku lemah Suhu tubuh makin ↑
- Pasien tampak gelisah
- Badan teraba panas
- S : 38,5º
2. DS : Diare Faktor infeksi,
- Orang tua pasien mengatakan malabsobrsi,
anaknya mencret makanan
- Orang tua pasien mengatakan ↓
mencret 6x/hari Makanan yang tidak

20
DO : dapat diserap
- Ku lemah ↓
- BAB 6x/hari Tekanan osmotik
- Konsistensi cair dan berbusa rongga usus ↑
- Peristaltik usus : 35 x/menit ↓
Air dan elektrolit
dalam usus ↑

Merangsang usus
untuk mengeluarkan
3. DS : Resiko cidera Suhu tubuh ↑
- Orang tua pasien mengatakan ↓
anaknya tidak kejang Gangguan
- Orang tua pasien mengatakan keseimbangan
anaknya memiliki riwayat membran sel neuron
kejang ↓
DO : Difusi Na dan Ca
- Keadaan umum lemah berlebih
- Kejang (-) ↓
- S : 38.5º Depolarisasi
membran dan lepas
muatan listrik
berlebih

Kejang

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme tubuh
2. Diare b.d inflamasi gastrointestinal
3. Resiko cidera b.d ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum), kejang

21
3.3 Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan Fever treatment
proses penyakit tindakan keperawatan 1. Monitor suhu sesering mungkin
selama 2 x 24 jam, suhu 2. Monitor warna dan suhu kulit
tubuh pasien normal 3. Monitor penurunan tingkat
dengan kriteria hasil : kesadaran
1. Suhu tubuh dalam 4. Berikan anti piretik
rentang normal 5. Berikan pengobatan untuk
2. Nadi dan RR dalam mengatasi penyebab demam
rentang normal 6. Kolaborasi pemberian cairan
3. Tidak ada perubahan intravena
warna kulit dan tidak 7. Kompres pasien pada lipat paha
ada pusing dan aksila
8. Tingkatkan sirkulasi udara
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
4. Monitor sianosis perifer
5. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Diare b.d Setelah dilakukan Manajemen Diare
inflamasi tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat diare
gastrointestinal selama 2 x 24 jam, diare 2. Ajari pasien cara penggunaan obat
teratasi dengan kriteria anti diare secara tepat
hasil : 3. Instruksikan pasien atau keluarga
1. BAB 1-2 kali sehari untuk mencatat warna, volume,
dengan konsistensi frekuenso dan konsistensi tinja
padat, warna kuning, 4. Evaluasi kandungan nutrisi dari
berbau khas dan tidak makanan yang sudah dikonsumsi

22
berbusa sebelumnya
2. Bising usus normal 5. Berikan makanan dari porsi kecil
3. Tidak ada tanda – tanda dan lebih sering serta tingkatkan
dehidrasi porsi secara bertahap
4. Keseimbangan intake 6. Identifikasi faktor yang bisa
dan output menyebabkan diare
5. Kulit membran mukosa 7. Anjurkan pasien untuk
baik menghindari makanan yang
6. Tidak terjadi nyeri dan mengandung laktosa
kram pada perut 8. Instruksikan pasien atau keluarga
untuk memberi tahu petugas setiap
mengalami episode diare
3. Resiko cidera b.d Setelah dilakukan Environment Management
ketidakefektifan tindakan keperawatan (manajemen lingkungan)
orientasi selama 2 x 24 jam, 1. Sediakan lingkungan yang nyaman
(kesadaran cedera tidak terjadi untuk pasien
umum), kejang dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan aman pasien
1. Klien terbebas dari 3. Menghindari lingkungan yang
cidera berbahaya
2. Klien / keluarga 4. Memasang side rail tempat tidur
mampu menjelaskan 5. Menyediakan tempat tidur yang
cara / metode untuk nyaman dan bersih
mencegah injury / 6. Menganjurkan keluarga untuk
cidera menemani pasien
3. Menggunakan fasilitas 7. Membatasi pengunjung
kesehatan yang ada 8. Mengontrol lingkungan dari
4. Mampu mengenali kebisingan
perubahan status 9. Memindahkan barang-barang yang
kesehatan dapat membahayakan
10. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit

23
3.4 Catatan perkembangan pasien terintegrasi
No. Hari/tanggal Diagnosa Jam Implementasi Jam Evaluasi
keperawatan
1. Senin, 11 Hipertermia 09.00 1. Mengobservasi 13.20 S : orang tua
November b.d Wib keadaan umum wib pasien
2019 peningkatan pasien mengatakan
metabolisme 08.45 2. Memonitor suhu anaknya masih
tubuh wib demam
09.30 3. Memonitor warna O : ku lemah,
wib kulit dan suhu pasien masih
09.45 4. Pemberian terapi demam, akral
wib cairan iv, pct inf hangat,
500 mg TD :-, N : 100
10.05 5. Mendorong x/menit, S :
wib konsumsi cairan 38ºc, RR : 22
10.15 6. Mengajarkan cara x/menit
wib yang benar kepada A : Masalah
pasien untuk Hipertermi
melakukan belum teratasi
kompres air hangat P : intervensi
pada lipatan – dilanjutkan
lipatan tubuh An. sesuai RTK
A Monitor suhu
11.00 7. Mengontrol infus /6 jam, dorong
wib dan keadaan umum konsumsi
pasien cairan, kompres
11.30 8. Pantau TTV pasien air hangat pada
wib lipatan tubuh
13.00 9. Menganjurkan An.A
wib pasien untuk
beristirahat

24
2. Senin, 11 Diare b.d 09.05 1. Mengkaji keluhan 13.25 S : orang tua
November inflamasi wib pasien Wib pasien
2019 gastrointestin 09.20 2. Mengkaji riwayat mengatakan
al wib diare diare sudah
09.35 3. Menjelaskan faktor berkurang,
wib yang bisa makan dan
menyebabkan diare minum mau
10.10 4. Mengevaluasi O : BAB 3x
wib kandungan nutrisi sehari dengan
yang menyebabkan konsistensi
diare cair, terpasang
11.05 5. Menganjurkan inf kaEn 3B 40
wib pasien untuk cc/jam, TD :-,
menghindari N : 100
makan – makanan x/menit, S :
yang mengandung 38ºc, RR : 22
laktosa x/menit
11.15 6. Mengganti cairan A : masalah
wib inf RL dengan diare belum
kaEn 3B 40cc/jam teratasi
11.30 7. Pantau TTV pasien P : intervensi
wib dilanjutkan
sesuai RTK
Pantau BAB
pasien /8jam,
pantau infus
pasien
3. Senin, 11 Resiko cidera 09.10 1. Mengkaji riwayat 13.30 S : orang tua
November b.d wib kejang Wib pasien
2019 ketidakefektif 09.25 2. Menyingkirkan mengatakan
an orientasi wib bahan – bahan anaknya tidak
(kesadaran berbahaya dari kejang
umum), lingkungan pasien O : kejang (-),

25
kejang 09.40 3. Mengatur tempat terpasang bed
wib tidur pada posisi pagar dan
yang rendah terpasang fall
10.00 4. Mengkaji tentang risk, TD :-, N :
wib resiko jatuh 100 x/menit, S :
bersama keluarga 38ºc, RR : 22
11.10 5. Memasang bed x/menit
wib pagar dan kunci A : masalah
tempat tidur pasien resiko cidera
11.20 6. Memasang fall tidak terjadi
wib risk P : intervensi
11.30 7. Pantau TTV dilanjutkan
wib pasien sesuai RTK
12.40 8. Mengidentifikasi Monitor adanya
wib perilaku dan faktor kejang
yang berulang
mempengaruhi
resiko jatuh
12.45 9. Menempatkan bel
wib di dekat pasien

26
No. Hari/tanggal Diagnosa Jam Implementasi Jam Evaluasi
keperawatan
1. Selasa, 12 Hipertermia 09.00 1. Mengobservasi 13.20 S : orang tua
November b.d Wib keadaan umum wib pasien
2019 peningkatan pasien mengatakan
metabolisme 08.45 2. Memonitor suhu demam masih
tubuh wib naik turun
09.30 3. Memonitor warna O : ku sedang ,
wib kulit dan suhu akral hangat,
09.45 4. Pemberian terapi mukosa bibir
wib cairan iv, pct inf lembab
500 mg TD :-, N : 101
10.05 5. Mendorong x/menit, S :
wib konsumsi cairan 37ºc, RR : 22
10.15 6. Mengajarkan cara x/menit
wib yang benar A : Masalah
kepada pasien Hipertermi
untuk melakukan teratasi
kompres air P : Monitor
hangat pada suhu /6 jam,
lipatan – lipatan discharge
tubuh An. A planning
11.00 7. Mengontrol infus
wib dan keadaan
umum pasien
11.25 8. Memonitor
wib asupan dan
haluaran
11.30 9. Pantau TTV
wib pasien
13.00 10. Menganjurkan
wib pasien untuk
beristirahat

27
2. Selasa, 12 Diare b.d 09.05 1. Mengkaji keluhan 13.25 S : orang tua
November inflamasi wib pasien Wib pasien
2019 gastrointestin 09.20 2. Mengkaji riwayat mengatakan
al wib diare sudah tidak
09.35 3. Menjelaskan faktor diare lagi
wib yang bisa O : BAB 1x
menyebabkan diare sehari dengan
10.10 4. Mengevaluasi konsistensi
wib kandungan nutrisi padat, warna
yang menyebabkan kuning, bising
diare usus : 18
11.05 5. Menganjurkan x/menit, , TD :-
wib pasien untuk , N : 101
menghindari makan x/menit, S :
– makanan yang 37ºc, RR : 22
mengandung x/menit
laktosa A : masalah
11.15 6. Mengintruksikan diare teratasi
wib pasien / keluarga P : Pantau BAB
untuk memberi pasien /8jam,
tahu petugas setiap pantau infus
mengalami episode pasien,
diare discharge
11.30 7. Pantau TTV pasien planning
wib
3. Selasa, 12 Resiko cidera 09.10 1. Mengkaji riwayat 13.30 S : orang tua
November b.d wib kejang Wib pasien
2019 ketidakefektif 09.25 2. Menyingkirkan mengatakan
November an orientasi wib bahan – bahan anaknya tidak
2019 (kesadaran berbahaya dari kejang
umum), lingkungan pasien O : kejang (-),
kejang 09.40 3. Mengatur tempat terpasang bed
wib tidur pada posisi pagar dan

28
yang rendah terpasang fall
10.00 4. Mengkaji tentang risk, TD :-, N :
wib resiko jatuh 101 x/menit, S :
bersama keluarga 37ºc, RR : 22
11.10 5. Memasang bed x/menit
wib pagar dan kunci A : masalah
tempat tidur pasien resiko cidera
11.20 6. Memasang fall risk tidak terjadi
wib P : Monitor
11.30 7. Pantau TTV pasien adanya kejang
wib berulang,
12.40 8. Mengidentifikasi discharge
wib perilaku dan faktor planning
yang
mempengaruhi
resiko jatuh
12.45 9. Menempatkan bel
wib di dekat pasien

29
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan akibat
kenaikan suhu dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang
yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.
Data yang didapatkan dari pengkajian berupa orang tua pasien mengatakan
anaknya masih demam, kejang tidak ada, BAB 6x/hari dengan konsistensi cair dan
berbusa. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD:-, N : 101 x/menit, S : 38,5ºc, RR : 24
x/menit.
Diagnosa keperawatan yang muncul : Hipertermia b.d peningkatan metabolisme
tubuh, diare b.d inflamasi gastrointestinal, resiko cidera b.d ketidakefektifan orientasi
(kesadaran umum), kejang.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah mengkaji riwayat kesehatan
pasien, mengontrol infus dan keadaan umum pasien, mengukur TTV pasien, momotivasi
pasien untuk banyak minum, memberi motivasi dan pendidikan tentang kesehatan, dll.

4.2 Saran
1. Bagi perawat
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen demam pada
anak untuk mencegah kejang demam.
2. Bagi orang tua
Anjurkan orang tua untuk melakukan manajemen anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman. 2007, Ilmu Kesehatan Anak 3. Infomedika Jakarta : Jakarta.


Afida, 2012. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak Di
Puskesmas Timur 2012. Jakarta : FKIK UIN Syarif Hidayatulah
Anderson, Elisabeth T. 2007, Buku ajar keperawatan komunitas : teori dan Praktek. EGC :
Jakarta.
Consensus Development Panel. Febrile seizures: longterm management of children with
fever-associated seizures. Pediatr rev l98l;2:209-12.
Fida, Maya, (2012). Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: D.Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008, Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Medika : Jakarta.
Maryunani, A. Nurhayati. 2008, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal. Trans Info Media : Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed.6, volume 1&2, EGC, Jakarta.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensuspenanganan kejang demam. UKK
Neurologi PP IDAI ; 2006 : 1-10.
Seki T, Hara M. Clinical aspects of febrile convulsions. Asian Med J 1993;36:533-43.
Soetomenggolo TS. Kejang demam. In: SoetomenggoloTS, Ismael S, eds. Bukuajar
neurologi anak. Jakarta: IDAI ; 1999 ; 244-52.
WHO, 2013 dalam Untari 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Kejang
Demam dengan Frekuensi Kejang Anak Toddler Di Rawat Inap Puskesmas Gatak
Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai