3
ISSN: 2087-2879
POLA SEBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE PASCATSUNAMI DI
WILAYAH KOTA BANDA ACEH
ABSTRAK
Pascatsunami telah terjadi peningkatan jumlah kasus penderita dan kematian akibat Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kota Banda Aceh dibanding sebelum tsunami. Studi spasial epidemiologi ini bertujuan
untuk memahami pola sebaran kasus DBD menurut wilayah tsunami berat, tsunami ringan dan tidak tsunami
dengan menggunakan Analisis Tetangga Terdekat. Pola sebaran kasus DBD di wilayah tsunami berat
berbentuk mengelompok (Rn=0.379) dengan rata-rata jarak antar titik kasus terdekat adalah 118.1 meter
dan dalam radius ≤100 meter terdapat 57.1% titik kasus yang tersebar pada 5 klaster, sedangkan di wilayah
tsunami ringan berbentuk menyebar (Rn=0.500) dengan rata-rata jarak antar titik kasus terdekat adalah
74.4 meter dan dalam radius ≤100 meter terdapat 79.6% titik kasus yang tersebar pada 8 klaster, dan di
wilayah tidak tsunami berbentuk menyebar (Rn=0.580) dengan rata-rata jarak antar titik kasus terdekat
adalah 104.5 meter dan dalam radius ≤100 meter terdapat 77.5% titik kasus yang tersebar pada 6 klaster.
Pola sebaran DBD ternyata berbeda antar wilayah sehingga modifikasi lingkungan dan intervensi
perubahan perilaku harus dilakukan berdasarkan manajemen demam berdarah dengue berbasis wilayah.
Kata kunci: Pola sebaran, demam berdarah dengue, pascatsunami, spasial- epidemiologi
ABSTRACT
Post-tsunami has been increase number of cases of patients and deaths from Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) in Banda Aceh Municipality than before the tsunami. The spatial-epidemiology study design aimed to
understanding the distribution pattern of DHF cases according to the severe tsunami, the light tsunami, and
the no tsunami region by using Nearest Neighbour Analysis. The distribution pattern form of DHF cases in
the severe tsunami was tend to cluster (Rn=0.379) with the average distance between the point nearest the
case was 118.1 meters and in the radius ≤100 meters was found 57.1% of case spot which scattered in 5
clusters, meanwhile in the light tsunami was tend to random (Rn=0.500) with the average distance between
the point nearest the case was 74.4 meters and in the radius ≤100 meters was found 79.6% of case spot
which scattered in 8 clusters, and in the no tsunami region was tend to random (Rn=0.580) with the average
distance between the point nearest the case was 104.5 meters and in the radius ≤100 meters was found
77.5% of case spot which scattered in 6 clusters. The distribution pattern of DHF was different among
regions, resulting in environmental modification and behavior changes intervention should be done by using
the management of dengue hemorrhagic fever disease based on the region.
Key words: Distribution pattern, dengue hemorrhagic fever, post-tsunami, spatial- epidemiology.
105
Idea Nursing Journal Hermansyah
lingkungan yang ditularkan oleh nyamuk Ae. 2006 s.d 2008, status kerawanan DBD
aegypti selaku vektor infektif yang menjadi 54 desa endemis, 26 desa sporadis
menggigit penderita yang memiliki virus dan 10 desa yang potensial (Dinkes Kota
dengue dalam tubuhnya (Focks & Barrera, Banda Aceh, 2009).
2007). Nyamuk vektor tersebut memerlukan Berbagai faktor yang menyebabkan
suatu kondisi lingkungan spesifik sebagai kejadian DBD sering terabaikan dan tidak
habitat untuk perkembangbiakannya dilaksanakan secara komprehensif oleh
(Gibbons & Vaughn, 2002). pihak instansi terkait sehingga berdampak
Sampai dengan saat ini Kota Banda terhadap tidak efektifnya sistem pengamatan
Aceh yang memiliki luas wilayah sebesar nyamuk (surveillance). Pemanfaatan data
61,359 km2 dengan penduduk 212.241 jiwa keruangan dan waktu yang didukung dengan
(BPS Kota Banda Aceh, 2010) masih terus aplikasi sistem informasi geografis yang
dihantui dengan maraknya kasus DBD dan dikaitkan kejadian DBD, terutamanya yang
menjadikan Kota Banda Aceh sebagai dikaitkan dengan kewilayahan pascatsunami
daerah endemis DBD dengan jumlah masih sangat terbatas.
kesakitan dan kematian tertinggi di Provinsi Perlu dikembangkan suatu penelitian
Aceh dari tahun ke tahun dibandingkan 22 yang lebih menitikberatkan pada pola
kabupaten/kota lainnya (Dinkes Aceh, sebaran DBD karena hingga kini belum ada
2012). suatu penelitian yang mengaitkan perubahan
Peningkatan jumlah kasus DBD di kondisi spesifik lingkungan akibat bencana
Kota Banda Aceh tergolong amat cepat bila tsunami dengan intensitas tinggi rendahnya
dibandingkan antara sebelum dan setelah kejadian DBD berupa perubahan pola
tsunami. Trend kasus DBD pascatsunami penularan kasus, perubahan jumlah kasus
diketahui dari tahun 2005 s.d 2007 terhadap penduduk, lokasi kasus, dan
mengalami peningkatan dengan jumlah perubahan pola sebaran persatuan waktu dan
tertingi 851 pada tahun 2007, dan terus berdasarkan wilayah tsunami berat, tsunami
menurun pada tahun 2008 (593 kasus) dan ringan dan tidak tsunami di Kota Banda
tahun 2009 (313 kasus). Namun trend Aceh.
jumlah kasus kematian DBD justeru terus
mengalami peningkatan sejak tahun 2007 s/d METODE PENELITIAN
2009 (Dinkes Kota Banda Aceh, 2009a). Studi ekologi mixed design digunakan
Sedangkan di tahun 2011, jumlah kasus untuk memahami pola sebaran kasus DBD
sebesar 382 orang (IR=170 per 100.000) dan pascatsunami berdasarkan satuan wilayah
yang meninggal sebanyak 3 orang melalui pendekatan spasial-epidemiologi.
(CFR=1,3%) (Dinkes Kota Banda Aceh, Secara spasial yaitu berkenaan dengan ruang
2012). atau tempat (Eryando & Lasut, 2006) yaitu
Demikian pula halnya dengan peta menitikberatkan pengamatannya pada
endemisitas DBD yang juga mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada
peningkatan. Pada tahun 2005 s.d 2007, kondisi spesifik lingkungan pascatsunami
pihak Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh berdasarkan analisa spasial melalui sistem
(2008) dari total 90 desa yang ada telah informasi geografis. Secara epidemiologi,
menetapkan sebanyak 38 desa endemis yaitu memahami hubungan paparan faktor
DBD, 38 desa dinyatakan sporadis, dan 14 risiko lingkungan dan kependudukan dengan
desa yang potensial terjadinya DBD yang kasus kejadian DBD berdasarkan variabel
tersebar di 9 kecamatan. Namun berdasarkan orang, tempat dan waktu.
hasil rekapitulasi data endemisitas tahun
106
Idea Nursing Journal Vol IV No. 3
107
Idea Nursing Journal Hermansyah
Gambar 2. Peta Sebaran Kasus DBD di Gambar 3.Peta Sebaran Kasus DBD
Wilayah Tsunami Ringan di Wilayah Tidak Tsunami
108
Idea Nursing Journal Vol IV No. 3
Tabel 1.
Hasil Perhitungan Analisis Tetangga Terdekat Kejadian DBD menurut
Status Wilayah Tsunami
Parameter Analisis Status Wilayah
Tetangga Terdekat Tsunami Berat Tsunami Ringan Tidak Tsunami
Rata-rata jarak antar titik
118,13 74,36 104,48
kasus terdekat (D(obs))
Luas medan/m2 (a) 8.166.835 4.769.026 5.196.575
Jumlah titik kasus (n) 21 54 40
Indeks tetangga terdekat (Rn) 0,379 0,500 0,580
cenderung
cenderung cenderung Random
Pola sebaran
Clustered Random
Gambar pola
sebaran
Paparan dari hasil perhitungan wilayah tsunami berat diduga oleh karena
parameter analisis tetangga terdekat pada adanya pembangunan permukiman baru
Tabel 1. menggambarkan bahwa pola pascatsunami yang dilakukan secara secara
sebaran kasus DBD pada wilayah tsunami bertahap sejak tahun 2005 sampai dengan
berat berbentuk mengelompok atau tahun 2009 (PP.30/2005). Proses
clustered (Rn=0,379) dengan rata-rata jarak pembangunan permukiman baru di wilayah
antar titik kasus terdekat adalah 118,1 meter tsunami berat ini dimulai pada satu lokasi
dan dalam radius ≤100 meter terdapat 57,1% tertentu hingga selesai dan dilanjutkan ke
titik kasus yang tersebar pada 5 klaster. Di lokasi lainnya secara bertahap, sehingga dari
wilayah tsunami ringan berbentuk menyebar hasil pencitraan satelit dan analisis spasial
atau random (Rn=0,500) dengan rata-rata diperoleh gambar mengelompok yang terus
jarak antar titik kasus terdekat adalah 74,4 bertambah setiap tahunnya.
meter dan dalam radius ≤100 meter terdapat Pola sebaran kasus DBD yang
79,6% titik kasus yang tersebar pada 8 terbentuk berhubungan erat dengan jarak
klaster. Di wilayah tidak tsunami berbentuk antar titik kasus terdekat. Artinya semakin
menyebar atau random (Rn=0,580) dengan dekat jarak antar titik kasus maka akan
rata-rata jarak antar titik kasus terdekat cenderung berpola menyebar, namun jika
adalah 104,5 meter dan dalam radius ≤100 jarak tersebut semakin jauh maka akan
meter terdapat 77,5% titik kasus yang cenderung mengelompok. Simpulannya
tersebar pada 6 klaster. kejadian DBD tidak berkaitan dengan
karakteristik status wilayah yang
PEMBAHASAN ditimbulkan pascatsunami, namun ada
Terbentuknya pola sebaran kasus keeratan antara pola sebaran kejadian
DBD yang mengelompok (clustered) di
109
Idea Nursing Journal Hermansyah
penyakit DBD pascatsunami dengan luas luas wilayah paling kecil, memiliki jumlah
wilayah dan faktor risiko kependudukan. kasus DBD yang paling banyak.
Menurut Cameron et.al (2012) Dampak yang ditimbulkan bencana
kejadian DBD erat kaitannya dengan sumber tsunami yang telah memberikan tekanan
penularan berupa tempat perindukan lingkungan baik pada daerah yang terkena
nyamuk penular dan status DBD itu sendiri berat, ringan, maupun yang tidak terkena
yang merupakan penyakit menular yang tsunami (KLH, 2005; Anonim, 2005)
disebabkan oleh gigitan vektor nyamuk sehingga akan berdampak terhadap
Aedes aegypti yang didalam tubuhnya telah masyarakat dan perubahan lingkungan itu
mengandung virus dengue (viremia). sendiri (Langan, 2005; Diposaptono, 2005).
Menurut Suhendro, dkk (2006) peningkatan Hal tersebut selaras dengan teori
penularan virus dengue disebabkan oleh simpul kejadian penyakit atau paradigma
interaksi atau hubungan timbal balik tiga kesehatan lingkungan (Achmadi, 2005) yang
faktor, yaitu: pejamu-vektor-lingkungan. memaparkan bahwa suatu penyakit akan
Artinya, bila salah satu faktor tersebut tidak terjadi karena adanya interaksi antara faktor
dijumpai maka tidak akan terjadi kependudukan dan faktor lingkungan yang
peningkatan transmisi virus dengue. perlu dikelola dalam suatu manajemen
Selain itu, wilayah tsunami berat penyakit. Faktor lingkungan (simpul 5)
memiliki jumlah kasus DBD yang paling adalah variabel lain berupa lingkungan
sedikit dan memiliki luas area yang paling makro (klimatologi) yang berpengaruh
luas, serta pola sebaran kasus DBD yang terhadap wahana dan media transmisi yang
cenderung mengelompok pada permukiman merupakan bagian dari media transmisi
tertentu. Sedangkan di wilayah tsunami (simpul 2), sedangkan agent (pada simpul 1)
ringan yang memiliki luas wilayah yang sebagai sumber penyakit berupa virus
paling kecil namun memiliki jumlah kasus dengue yang disebabkan oleh vektor
DBD yang paling tinggi, dan jumlah nyamuk Aedes aegypti betina, dan manusia
penduduk yang padat dengan distribusi adalah faktor kependudukan (simpul 3).
penduduknya lebih merata tersebar diseluruh Apabila keseluruhan komponen tersebut
wilayahnya. Bappeda Kota Banda Aceh saling berinteraksi maka akan dapat
(2010) mengkategorikannya sebagai wilayah menimbulkan demam berdarah dengue
yang memiliki jumlah penduduk dengan berupa subklinis, sakit dan klinis (simpul 4).
tingkat kepadatan tertinggi. Semakin tinggi Selama ini surveilans lebih berfokus
kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat pada penemuan kasus baru dan belum
menyebabkan kurangnya keseimbangan memanfaatkan kondisi lingkungan secara
antara penduduk dan lingkungan sehingga maksimal. Cara pendekatan seperti ini sulit
dapat menyebabkan sanitasi lingkungan untuk dilaksanakan di beberapa daerah di
yang kurang baik dan penularan penyakit Indonesia, karena terbatasnya jumlah
bertambah cepat. petugas kesehatan di lapangan dan luasnya
Terdapat relevansi antara jumlah wilayah endemis penyakit yang perlu
kejadian DBD dengan luas wilayah. Luas dipantau, serta keterbatasan pemahaman
wilayah tsunami berat diketahui memiliki terhadap dinamika transmisi suatu penyakit
luas yang paling besar bila dibanding dua (Achmad, 2003).
wilayah lainnya, namun memiliki jumlah Problematika ini dapat dieliminir
kasus DBD yang paling sedikit, sedangkan dengan mencoba menerapkan suatu metode
di wilayah tsunami ringan yang memiliki yang relatif baru dalam bidang kesehatan
masyarakat, yaitu manajemen penyakit
110
Idea Nursing Journal Vol IV No. 3
111
Idea Nursing Journal Hermansyah
Dinkes Kota Banda Aceh. (2008). Laporan Lameshow, S., Hosmer, Jr., & Klar, J.
kasus dan kematian demam berdarah (1997). Besar sampel dalam
dengue Kota Banda Aceh. Banda penelitian kesehatan. Edisi Bahasa
Aceh: Subdin P2PL Dinas Kesehatan Indonesia. Cetakan Pertama.
Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
__________. (2009). Laporan kasus dan Langan, J.C., and James, D.C. (2005).
kematian demam berdarah dengue Preparing nurses for disaster
Kota Banda Aceh. Banda Aceh: management. New Jersey, USA:
Subdin P2PL Dinas Kesehatan Kota. Pearson Prentice Hall.
__________. (2012). Laporan kasus dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
kematian demam berdarah dengue Nomor 30 Tahun 2005 tentang
Kota Banda Aceh Tahun 2011. Banda Rencana induk rehabilitasi dan
Aceh: Subdin P2PL Dinas Kesehatan rekonstruksi wilayah kehidupan
Kota. masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh
Diposaptono, S. (2005). Bencana alam Darussalam dan Kepulauan Nias
(penekanan pada bencana air). Provinsi Sumatera Utara. Jakarta:
Disampaikan sebagai bahan Buku Utama Rencana Rehabilitasi
penyusunan RUU Penanganan dan Rekonstruksi.
Bencana. Jakarta: Direktorat Jenderal Suhendro, dkk. (2006). Demam berdarah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengue. dalam Sudoyo A.W., dkk
Departemen Kelautan dan Perikanan. (editor): Buku ajar ilmu penyakit
Eryando, T dan Lasut, D. (2006). Modul dalam. Jilid Ketiga. Edisi Keempat.
pelatihan GIS. Depok: Departemen Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Biostatistik dan Kependudukan, Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 1731-
Fakultas Kesehatan Mayarakat, 1735.
Universitas Indonesia. Sumaatmadja, N. (1981). Studi geografi;
Focks, D.A. and Barrera, R. (2007). Dengue Suatu pendekatan dan analisa
transmission dynamics; Assessment keruangan. Bandung: Penerbit
and implications for control. Geneva: Alumni.
World Health Organization on behalf WHO. (2005). WHO warns of increased risk
of the Special Programme for of vector-borne diseases in tsunami-
Research and Training in Tropical affected area, 27 January 2005, Banda
Diseases. Aceh, Delhi, Geneva. Access at
Gibbons, R.V., and Vaughn, D.V. (2002). http://www.who.int, 2/21/2008, 7:10
Dengue; An escalating problem. PM on 18 Februari 2008.
British Medical Journal; Jun 29, 2002; Widyastuti, E., Silean, G., Priscesca, A.,
324, 7353; Academic Research Handoko, A. (2006). Assesment of
Library, pp. 1563. health-related needs after tsunami
Kementerian Lingkungan Hidup. (2005). and earthquake in three districts,
Rencana kegiatan pengelolaan Aceh Province Indonesia, July-August
lingkungan pasca bencana gempa dan 2005. Morbidity and Mortality
tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Weekly Report, February 3, 55, 4, pp
Darussalam (NAD) dan Sumatera 93-97.
Utara. Jakarta: 18 Januari 2005, pp 1-
13.
112