Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Pendahuluan
Menurut undang- udang kesehatan jiwa Nomor 18 Tahun 2014 Bab 1 pasal 1 ayat 1
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampiannya sendiri, dapat
mengatasi tekenan, bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
kelompoknya (Rahman, 2017). Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan
jiwa adalah seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya
secara normal. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan
dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat
gangguan jiwa (WHO, 2015).
Menurut WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 45,7 juta terkena dimensia. Jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia sampai saat ini mencapai 236 juta orang, dengan kategori gangguan
jiwa ringan 6% dari jumlah populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3%
diantaranya menderita pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk usia 15-24 tahun mengalami
gangguan jiwa.
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,2002).Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikansesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dariluar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuluseksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

BAB III
Pembahasan

A. Analisa Kasus

Pengkajian dilakukan pada tanggal 24 September 2019 pukul 09.00 WIB di


ruang Srikandi RSJD Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah pada klien Tn.N
berusia 29 tahun, jenis kelamin laki — laki beragama islam, pendidikan terakhir
klien SMP, Suku Jawa dan beralamat di Demak Jawa Tengah. Klien dibawa ke rumah
sakit oleh orangtua nya. Alasan masuk klien dibawa ke rumah sakit adalah Klien sering
berperilaku aneh,dan sering berbicara sendiri,terlihat bingung,dan susah tidur dan jika
keinginan klien tidak dituruti klien akan marah. Klien belum pernah dirawat di rumah
sakit jiwa. Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga klien. Klien merupakan
anak keempat dari 6 bersaudara. Pendidikan terakhir klien hanya sampai sekolah
menengah atas. Klien juga sering menyendiri dan berbicara sendiri.
Pemeriksaan fisik didapatka hasil tekanan darah 110/80mmHg, heart rate 82x/menit, respiratory
rate 20x/kali, berat badan 50 kg dan tingkat badan 157 cm. Pasien tidak mampu berbicara
terlebih dahulu,sulit menceritakan tentang kesehatan klien dirumah hingga alasan klien dibawa
ke rumah sakit oleh adiknya.

Akibat dari klien dengan halusinasi dapat menimbulkan resiko mencederai diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan (Keliat,B.A, 2006). Menurut Townsend,M.C suatu keadaan dimana
seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahagiakan secara fisik,maupun diri
sendiri atau orang lain serta lingkungan.

Seseorang yang berisiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain biasanya
menunjukkan perilaku mengungkapkan bahwa mendengar atau melihat objek yang
mengancam,mengungkapkan perasaan khawatir,takut dan cemas.

B. Analisa intervensi
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi melibatkan
pasien, keluarga dan tim kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan secara optimal. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, penulis melakukan
tindakan secara mandiri, tindakan kolaborasi dengan dokter dan tim lainnya. Penatalaksanaan
Halusinasi dapat dilakukan dengan kombinasi dari Strategi Pelaksanaan (SP) yang berguna untuk
pelaksanaan intervensi keperawatan jiwa yang digunakan sebagai acuan saat berinteraksi atau
komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa.

Pada klien dengan halusinasi terdapat SP 1 hingga SP 4 klien dan SP 1 hingga SP 3


keluarga. Dalam hal ini keluarga sangat dilibatkan untuk dapat mengetahui bagaimana
pengelolaan klien saat dirumah dan meminimalisir kekambuhan. Selain itu dapat berkolaborasi
dengan tim medis untuk membantu peningkatan prognosis klien.

Anda mungkin juga menyukai