Anda di halaman 1dari 28

KEBIDANAN KOMUNITAS l

SISTEM RUJUKAN

Nama: any Azizah nusirwan (18211970)


Sistem Rujukan

A. Pengertian rujukan

Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk
menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat
yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan
ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes
RI, 2006)

Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 Tahun 1972 sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelipahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan
secara vertikal, dala arti unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti antar unit-ubit yang setingkat kemampuannya.
Dapat dikatakan bahwa sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab seacara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah
kesehatan masayarakat, baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan
secara rasional.

B. Jenis Rujukan

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan eksternal
a. rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya
dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk
b. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik
horizontal (dari puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah)
2. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan medik dan rujukan kesehatan
a. Rujukan medik
· konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
· Pengiriman bahan (spesimen) pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap
· mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan suatu pelayanan
pengobatan setempat.
b. Rujukan kesehatan
Adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masayarakat yang bersifat preventif dan promotif.
Tujuan sistem rujukan upaya kesehatan
1) Umum
Dihasilakannya upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
2) Khusus
Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan
berdaya guna
C. PONED

Puskesmas non PONED atau bisa juga disebut puskesmas jejaring PONED memberikan pelayanan sesuai
kewenangannya dan harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan sebelum melakukan
rujukan ke Puskesmas PONED atau RS PONEK. Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung dan dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai tingkat kewenangan dan
kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan memberikan
pelayanan PONEK langsung terhadap ibu hamil/ibu bersalin/ibu nifas/BBL baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, Bides/BPS, Puskesmas, dan Puskesmas PONED.

a. Pengembangan Manual Rujukan KIA

Sistem rujukan yang dibangun harus dilengkapi dengan manual supaya bisa dilaksanakan dengan lebih tertata dan
jelas. Manual rujukan sebaiknya disusun dan dikembangkan oleh kelompok kerja (Pokja)/tim rujukan di sebuah
kabupaten/kota. Tujuan manual adalah untuk menjalankan sistem rujukan pelayanan ibu dan bayi dikaitkan dengan
sumber pembiayaannya. Manual rujukan tersusun dari kejadian yang dapat dialami oleh ibu dan bayi dalam proses
kehamilan dan persalinan, dan bagaimana proses tersebut dapat didanai. Sumber dana untuk mendukung pelayanan
teknis.

rujukan dapat berasal dari pemerintah pusat (APBN), pemerintah provinsi (APBN Provinsi) dan pemerintah kabupaten/
kota (APBD kab/kota), dana perusahaan dalam bentuk corporate social responsibility (CSR), dana masyarakat mandiri,
dan berbagai sumber dana lainnya.

Pokja/tim rujukan di kabupaten/kota komposisinya adalah: Ketua (kepala dinas kesehatan); Wakil Ketua (direktur
RSUD); Penanggung Jawab Prosedur Klinik (dokter obsgyn dan dokter anak RSUD); dan Anggota yang dapat terdiri
dari perwakilan kepala puskesmas; perwakilan dokter puskesmas; perwakilan bidan RS; perwakilan BPS/Bides;
perwakilan perawat; dokter-dokter perwakilan RS Swasta, POGI, IDAI, IBI, PPNI, dll .

Komposisi anggota pokja menunjukkan bahwa penanggung-jawab sistem rujukan secara keseluruhan adalah kepala
dinas kesehatan. Akan tetapi penanggung jawab proses pelayanan klinik dan mutunya adalah para dokter spesialis.

4. Institusi pelayanan kesehatan ibu dan anak

Kesehatan ibu dan anak merupakan indikator penting dalam mengukur derajat kesehatan suatu negara
dimana status kesehatan ibu dan anak dapat dilihat dari angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB). Angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup dalam
waktu 10 tahun terakhir turun menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007), namun hasil SDKI
2012 meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.(Kemenkes RI, 2014). Jumlah Angka Kematian
Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan
dan kelahiran anak. Pada tahun 2013 lebih dari 289.000 perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan
dan persalinan (WHO, 2014).Faktor-faktor yang menyebabkan Kematian Ibu di Indonesia yaitu kelompok
kehamilan beresiko.Kelompok kehamilan resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007 sekitar 34%. Kategori
dengan resiko tinggi tunggal mencapai sekitar 22,4% dengan rincian umur ibu 34 tahun sebesar 3,8% jarak
kelahiran 3orang) sebesar 9,4%.(Kemenkes RI, 2014). Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan dan
balita pada masa neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Menurut hasil Riskesdas 1 2 menunjukkan
bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Komplikasi yang menjadi penyebab
kematian terbanyak asfiksia bayi berat lahir rendah dan infeksi.Upaya menekan angka kematian ibu (AKI)
dengan pendekatan safe motherhood, dengan menganggap bahwa setiap kehamilan mengandung resiko,
walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan dalam keadaan baik.Salah satu program
utama yang dianjurkan untuk mengatasi masalah kematian ibu menempatkan bidan di tingkat desa secara
besar-besaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke
masyarakat.Kementrian kesehatan memperkuat strategi intervensi making pregnancy safer.Pada tahun 2012
pemerintah meluncurkan programExpanding Maternal and Neonatal(EMAS) dalammenurunkan angka
kematian ibu danneonates sebesar 25% (Kemenkes RI, 2013). Capaian kunjungan ibu hamil K1 dan K4
Kabupaten Ponorogo sampai dengan November 2016 adalah K1 10.751 dan K4 9.674. AKI dan AKB
Kabupaten Ponorogo secara berturut-turut tahun 2014,2015, dan 2016, AKI pada tahun 2014 : 127,5/100.000
KH , 2015 : 91/100.00 KH, dan 2016 : 119/100.000 sedangkan AKB pada tahun 2014 : 13,6/1000 KH , 2015
: 14,6/1000 KH , dan 2016 : 17,1/1000 KH (Dinkes Ponorogo, 2016).Capaian kunjungan ibu hamil K1 dan
K4 BPM Masfufah Menang Jambon Ponorogo sampai dengan Desember 2016 adalah K1 47 dan K4 44. AKI
dan AKB pada tahun 2016 tidak ada.Ibu bersalin sebanyak 52,yang tidak melakukan K1 sebanyak 15% dan
yang dirujuk karena ada penyulit sebanyak 21%, CPD 3 5,7%, Bekas SC 5,7%, Post date 3,8%, dan PEB
5,7%, Ibu bersalin yang mempunyai penyulit melakukan K4. Pelayanan Ante Natal Care adalah pelayanan
yang sekurang-kurangnya empat kali selama masa kehamilan yang meliputi K1 dan K4.Pelayanan Intra
Natal Care pelayanan yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan 58 langkah Asuhan
persalinan normal untuk menurunkan proporsi pendarahan dan infeksi(Kemenkes RI, 2014).Pelayanan
kesehatan Ibu Nifas sesuai standar untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal 3 kali dengan ketentuan waktu
(1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 Jam sampai dengan 6 hari setelah persalinan (2) Kunjungan nifas
kedua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan 8-14 hari (3) Kunjungan nifaske tiga dalam waktu 6 minggu
setelah persalinan 36-42 hari(Karwati,2011).Pelayanan KB adalah upaya mengatur kelahiran anak jarak dan
usia ideal melahirkan dan mengatur kehamilan melalui promosi kesehatan,perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas(Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan
uraian tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin,
nifas, neontus, dan KB yang dilaksanakan secara continuity of care dengan menggunakan pendekatan
manajemen kebidanan. Asuhan ini, diharapkan supaya seluruh 4 proses yang dialami ibu mulai dari hamil
sampai dengan pemilihan metode KB dapat berlangsung secara fisiologis tanpa ada komplikasi.

5. institusi pelayanan kesehatan ibu dan anak

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek
non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang
dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi (telepon
genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan pemantauan dan informasi KB. Dalam
pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah
keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.

Tujuan
1.Tujuan Umum

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui
peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian
target Pembangunan Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2010, serta meningkatnya derajat kesehatan
anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas
manusia seutuhnya.

2. Tujuan Khusus

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri
dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan
keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
2. .Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam
lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah TK.
3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifasdan
ibu menyusui.
4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi
dan anak balita.
5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk
mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu
dalam keluarganya.

Sejarah Perkembangan
Perkembangan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kehidupan bangsa.
Setelah indonesia merdeka, pelayanan kesehatan masyarakat ( public health services ) dikembangkan sejalan
dengan tanggung jawab pemerintah “melindungi” masyarakat Indonesia dari gangguan kesehatan. Kesehatan
adalah hak asasi manusia yang juga tercantum dalam UUD 1945. Pemerintah mengembangkan infrastruktur
di berbagai wilayah tanah air untuk melaksanakan kewajiban melindungi masyarakat dari gangguan
kesehatan. Program kesehatan yang dikembangkan adalah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat (public
health essential) terutama oleh penduduk miskin. Beberapa catatan penting dibawah ini, baik sebelu maupun
sesudah indonesia merdeka dapat dijadikan tonggak sejarah perkembangan program kesehatan masyarakat
Indonesia.
Tahun 1924 : Pengembangan program pendidikan kesehatan masyarakat mulai dirintis
untuk peningkatan sanitasi lingkungan di wilayah Pedesaan.

Tahun 1952 : Pemgembangan balai kesehatan ibu dan anak ( KIA ) mulai dirintis dengan
didirikannya Direktorat KIA di lingkungan kementrian kesehatan RI.

1956 : Proyek UKS mulai diperkenalkan diwilayah Jakarta.

Tahun 1959 : Program pemberantasan penyakit Malaria dimulai dengan bantuan WHO.

Tahun 1960 : UU pokok kesehatan dirumuskan.

Tahun 1969-1971 : Rencana pembangunan lima tahunan (repelita) Indonesia mulai

dibahas, Departemen Kesehatan menata kembali strategi pembangunan kesehatan jangka panjang melalui:

1. RAKERNAS I dilangsungkan untuk merumuskan rencana pembanguna kesehatan jangka panjang


sebagai awal repelita I.

2. Konsep Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ) mulai diperkenalkan.

3. Perkembangan pembangunan puskesmas sudah dirintis dalam bentuk proyek rintisan dibeberapa
wilayah Indonesia. Pemerintah membangun Puskesmas dengan berbagai pertimbangan strategis
antara lain :

4. Untuk mencegah kecenderungan dokter-dokter bekerja di daerah perkotaan, sedangkan masyarakat


Indonesia sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan.

5. Untuk memeratakan pelayanan kesehatan dengan mendekatkan sarana pelayanan kesehatan kepada
kelompok-kelompok penduduk yang membutuhkannya di pedesaan. Sampai akhir tahun 60-an,
sebagian besar pelayanan kesehatan dilakukan melalui rumah sakit yang lebih banyak berlokasi di
daerah perkotaan dan bersifat konsumtif sehingga menyulitkan masyarakat, terutama yang tinggal di
desa untuk menjangkaunya. Program pencegahan dapat lebih dikembangkan melalui program
Puskesmas.

6. Untuk lebih menekan biaya pelayanan kesehatan. Biaya pelayanan di RS dan dokter praktik swasta
yang lebih banyak bersifat kuratif ( pengobatan ) jauh lebih mahal dibandingkan dengan program
pencegahan. Pada dekade 60-an, transportasi belum menjangkau wilayah pedesaan yang terpencil di
Indonesia.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi semua orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), umur
harapan hidup dan angka kematian balita (Depkes Rl, 1991). OIeh karena itu, persalinan ibu hams
mendapatkan fasilitas dan partisifasi seperti tenaga profesional, pelayanan kesehatan, partisipasi masyarakat
setempat dan lainnya.

Kematian ibu atau kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi
yang sangat penting. Tingginya angka kematian maternal mempunyai dampak yang besar terhadap keluarga
dan masyarakat (L. Ratna Budiarso et al, 1996). Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang
sama dan keluarganya bercerai berai (L. Ratna Budiarso et al, 1990). Oleh karena itu angka kematian
maternal dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, khususnya indikator
kesehatan ibu.
Angka kematian maternal di Indonesia dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT tahun 2001, 90 %
penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi pendarahan dimasa
kehamilan dan persalinan.(Resty K. 2000)
Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara maju, maka angka kematian
ibu/maternal di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali AKI negara ASEAN dan lebih dari 50 kali AKI negara maju
(Anonimus, 1996/1997).

Pola penyakit penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh trias
klasik, yaitu perdarahan (46,7 %), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%). Kasus perdarahan yang paling banyak
adalah perdarahan postpartum akibat uri tunggal, sedangkan infeksi umunya merupakan komplikasi akibat
ketuban pecah dini, robekan jalan lahir, persalinan macet serta perdarahan (Sarimawar Djaja et al, 1997).
Faktor yang turut melatar belakangi kematian maternal adalah usia ibu pada waktu hamil tcrlalu muda ( <>
35 tahun), jumlah anak terlalu banyak (> 4 orang) dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun (Depkes RI,
1994).

Apa saja cara perawatan bayi di dalam kandungan yang bisa anda terapkan

Pemeriksaan kandungan secara rutin

Selalu rajin dalam mengontrol perkembangan bayi dengan memeriksakan kandungan pada dokter
kepercayaan Anda secara berkala. Semakin besar kandungan Anda maka semakin sering pula harus
melakukan pemeriksaan kandungan. Saat kandungan memasuki trimester pertama dan kedua mungkin Anda
cukup melakukan pemeriksaan sebulan sekali. Tapi setelah memasuki usia trimester ketiga, maka harus
sering melakukan pemeriksaan, bisa dua minggu sekali sampai seminggu sekali setelah mendekati masa
persalinan.

Menghindari aktivitas fisik secara berlebihan


Selama mengandung ibu hamil tetap bisa menjalankan segala aktivitasnya yang terbilang ringan dan
aman. Bila Anda seorang wanita karier maka tetap bisa menjalankan tugas pekerjaan Anda, tapi agak
dikurangi intensitasnya. Apalagi bila usia kandungan sudah mendekati masa persalinan. Jangan lupa untuk
melakukan istirahat dengan cukup, agar tubuh ibu hamil tidak terlalu kelelahan.

Selalu konsumsi makanan kaya gizi dan nutrisi

Ibu hamil harus senantiasa mendapatkan asupan makanan yang sehat dan bergizi. Asupan makanan ini
justru haru lebih banyak, karena nutrisi yang didapatkan dari makanan akan dibagikan juga kepada janin di
dalam kandungannya. Jangan sekali-kali mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya
yang bisa saja meracuni buah hati Anda. Jauhkan diri dari kebiasaan merokok, termasuk menghindari
lingkungan yang penuh dengan asap rokok. Karena perokok pasif akan menghirup racun yang lebih
berbahaya. Racun yang terdapat di asap rokok akan masuk ke dalam tubuh ibu hamil dan mengkontaminasi
janin di dalam kandungan.

Kebutuhan cairan tubuh juga harus terpenuhi, oleh karenanya sedikitnya dalam sehari ibu hamil
mengkonsumsi air putih minimal 8 gelas atau 2 liter dalam sehari. Bila ibu hamil menderita dehidrasi maka
sangat berbahaya bagi kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Jika ibu hamil merasa lemas
karena kekurangan darah bisa mengonsumsi suplemen penambah darah. Vitamin asam folat juga bisa
dikonsumsi ibu hamil agar janin bisa berkembang lebih sehat.Supaya masa kehamilan Anda bisa terpantau
dengan baik, maka Anda tidak perlu ragu untuk selalu berkonsultasi dengan dokter kandungan. Tujuannya
untuk memastikan kesehatan Anda tidak terganggu, termasuk tumbuh kembang buah hati Anda. Dengan
begitu Anda bisa menghadapi masa persalinan dengan lebih siap

6.Program pembangunan kesehatan ibu dan anak

Program Kesehatan Ibu dan Anak Program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan
salah satu program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh) indikator kinerja, antara lain
(Depkes RI, 2008c) :
1. Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%;

2. Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani dengan target 80%;


3. Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan dengan target 90%;
4. Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90%
5. Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan target 80%;
6. Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%;

7. Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) dengan target 100%;

8. Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%;


9. Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan pada
keluarga miskin dengan target 100%;
10. Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target 100%

Strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian ibu
dan anak adalah Making Pregnancy Safer/MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman) yang
terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci yaitu (Depkes RI, 2001):
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan
dan penanganan komplikasi keguguran Tujuan MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat)
strategi utama yaitu :
1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang

berdasarkan bukti-bukti.
2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra
lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta
meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin
perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan


kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Ada beberapa program/kegiatan di Dinas Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
ibu dan anak antara lain:
1. Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat,
yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian.
Pelatihan tata laksana gizi buruk meliputi penjaringan balita Kurang Energi Protein (KEP) bertujuan
untuk melihat status gizinya. Setelah itu dilanjutkan dengan penanganan balita KEP meliputi
program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita sehingga
meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik, pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin
berat kondisinya (Depkes RI, 2006). Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi dan bidan desa
2. Monitoring dan Evaluasi Kinerja Petugas Program Gizi Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi
puskesmas. Kegiatan ini dapat mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di
puskesmas sehingga didapatkan informasi secara sistematis dan kontiniu sehingga dapat dilakukan
tindakan koreksi dan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja petugas.

3. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) APN merupakan kegiatan yang diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bidan dalam menangani persalinan normal, BBLR dan
asfiksia.

Kualifikasi Pasca Pelatihan APN


Kualifikasi pasca pelatihan APN merupakan kegiatan lanjutan pelatihan APN. Sasaran kegiatan kualifikasi
pasca APN yaitu bidan yang sudah melakukan APN.
5. Pelatihan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) SDDTKB merupakan
tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan
termasuk tindak lanjut terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan
balita, kemudian penemuan dini serta intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang
sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Pelatihan SDIDTKB dengan sasaran bidan desa, diharapkan
meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang
balita.
6. Pelacakan Kasus Gizi Buruk Pelacakan kasus gizi buruk merupakan kegiatan dengan sasaran balita.
Kegiatan ini bertujuan agar terlacaknya bailta gizi buruk sehingga segera dapat dilakukan upaya
penanggulangannya.
7. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Balita Gizi Kurang Balita merupakan kelompok entan
terhadap gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan balita gizi kurang dan gizi buruk. Salah satu upaya
penanggulangan balita gizi kurang adalah PMT (Kemenkes RI, 2011c).

7. program pembangunan kesehatan ibu dan anak

Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan dasar yang ada di
puskesemas, Tujuan umum program KIA ini adalah meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak
serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk itu diperlukan pengelolaan program kesehatan
ibu dan anak yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak setinggi-tingginya (peraturan
presiden RI, 2012). Hal ini sejalan dengan millennium Development Goals (MDGs).

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar pelayanan minimal
(SPM)Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota menyatakan: Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan
adalah tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah kabupaten/kota. SPM kesehatan
berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayana beserta indikator kinerja
dan target tahun 2010-2015. Pada pelayanan kesehatan dasar, beberapa indikator kerja yang berkaitan
dengan KIA antara lain : cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015 ; cakupan
komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun 2015; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015 serta cakupan pelayanan nifas
90% pada tahun 2015.
Penyebab utama kematian ibu menurut SDKI (2012), dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung biasanya erat dengan kondisi kesehatan ibu sejak proses kehamilan,
proses persalinan, dan pasca persalinan seperti perdarahan (28 %), infeksi (11 %), komplikasi
peurperium (8 %), partus macet/lama (5 %), abortus (5 %), trauma obstetri (5%), emboli obstetri (5%), dan
lain-lain (11 %). Sedangkan penyebab tidak langsung lebih terkait dengan kondisi sosal ekonomi,
geografis serta perilaku budaya masyarakat yang terangkum dalam 4 T “terlalu” (terlalu tua, terlalu muda,
terlalu banyak, terlalu sering) dan 3 Terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
membawa, dan terlambat mendapatkan pelayanan); seperti anemia (51%), terlalu muda<20 tahun
(10,3%), terlalu tua >35 tahun (11%), terlalu dekat jaraknya <24 bulan (15 %) dan <36 bulan (6 %)
(Depkes, 2008).
Salah satu pemecahan masalah penurunan AKI dan AKB dilakukan melalui intervensi yang terbukti
efektif di Srilangka yaitu semua persalinan harus di fasilitas kesehatan (Kementrian Kesehatan RI,
2010).Persalinan di fasilitas kesehatan harus didukung oleh tenaga kesehatan yang kompeten,
fasilitas
kesehatan yang memenuhi standart operasional, manajemen program yang efektif dan dukungan penuh
dari semua pengampu (Stakeholder) terkait (Permenkes No71 Tahun 2013).Permasalahan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan permasalahan yang disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor tersebut adalah keterlambatan dan sistem rujukan yang belum paripurna.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan.
Menurut ketentuan umum sistem rujukan berjenjang oleh BPJS Kesehatan salah satunya adalah dalam
menjalankan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem dengan
mengacu pada perundangan- undangan yang berlaku seperti terbatasnya jenis dan jumlah obat yang
sesuai dengan standar dalam Formulasi Nasional ( Fornas), standar alat kesehatan yang tercantum
dalam JKN dan peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak
dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan (Kemenkes RI, 2013).
Puskesmas sebagai unit pelayanan teknis sudah merupakan kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia bahwa puskesmas sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, sub sistem dari kesehatan.
masyarakat diwilayah kerjanya( Permenkes, 2014)
Dalam pelayanannya puskesmas memiliki beberapa asas yakni yang salah satunya adalah menjalankan
asas rujukan. Artinya, jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus merujuknya ke
sarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran jalur rujukannnya adalah rumah
sakit.Rujukan kesehatan adalah berkaitan dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit
sedangkan Rujukan medik adalah rujukan pelayanan kesehatan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan dan pemulihan.Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014.
Jaminan Kesehatan pada BAB IV pelayanan kesehatan yaitu setiap peserta memiliki hak mendapatkan
pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-
sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer
tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut
ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya (Permenkes No 001 Tahun 2012).
Puskesmas Perumnas merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam era BPJS terkait Jaminan Kesehatan
Nasional( Permenkes No 75/2014) puskesmas memiliki kewenangan melakukan pelayanan kesehatan
primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit yang sudah di susun oleh organisasi profesi terkait.

Sedangkan untuk pelayanan KIA sendiri memiliki standar pelayanan yang tidak boleh dirujuk dan
harus dapat dilayani oleh puskesmas yang termasuk didalam 155 penyakit tersebut.antara lain
abortus spontan komplit, abortus mengancam/insipiens, abortus spontan inkomplit, anemia defisiensi
besi pada kehamilan, ketuban pecah dini, perdarahan postpartum, persalinan lama, pre-eklampsia,
eklampsia, dan kehamilan normal. Bidan koordinator berwewenang untuk melaksanakan pemantauan
dan evaluasi kinerja bidan terhadap pelayanan klinis profesi, manajemen program KIA dan atau
membina hubungan kerjasama bidan dalam tatanan organisasi puskesmas maupun organisasi lainnya
(Permenkes No 1464 Tahun2010).Dari survey awal yang peneliti lakukan, berdasarkan data tahun 2013
jumlah rujukan KIA ada sebanyak 15 orang, sementara tahun 2014 yaitu semenjak diberlakukannya JKN
jumlah rujukan sebanyak 94 orang dimana 3 orang dirujuk pada saat inpartu atau masa persalinan akibat
indikasi tertentu dan 91 orang pada saat kehamilan atau ANC. Pada tahun 2015 periode januari hingga
juni jumlah rujukan meningkat menjadi sebanyak 61 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari data
rujukan, ditemukan bahwa masih ada rujukan yang dilakukan masih dalam ruang lingkup penyakit
yang masih dapat ditangani oleh puskesmas, antara lain kasus pre- eklampsia dan ketuban pecah dini.
Ini disebabkan karena kurangnya kuantitas dan kualitas SDM tenaga kesehatan seperti bidan terlatih dan
dokter spesialis. Terutama pada kasus ibu dengan kehamilan pertama (primigravida) dan masyarakat
ekonomi menengah permintaan rujukan dari dokter spesialis dominan lebih banyak. Data yang diperoleh
oleh peneliti juga menunjukkan bahwa alur rujukan KIA di puskesmas Perumnas Bt. VI berdasarkan
proses rujukannya banyak yang langsung membawa surat rujukan melalui dokter di luar puskesmas
khususnya dokter spesialis, sehingga puskesmas atau bidang KIA tidak lagi melakukan pemeriksaan
ANC terlebih dahulu. Hal ini tidak sesuai dengan alur rujukan KIA yang seharusnya yaitu pasien
diterima dan diperiksa di KIA dan selanjutnya diberikan keputusan terhadap status pasien dirujuk
atau tidak. Selain itu bidan desa yang harusnya berperan dalam merujuk pasien ke puskesmas justru
tidak pernah merujuk pasien ke puskesmas, melainkan langsung ke rumah sakit yang memang mudah
dijangkau.Ini menyebabkan kurang optimalnya program kerja bidang KIA. Berdasarkan hal tersebut
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Sistem Rujukan KIA di
Puskesmas Perumnas Bt. VI Pematang Siantar Tahun 2015.

8. Program pembangunan kesehatan ibu dan anak

1. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


✓Pengertian Program KIAU upaya Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi. dan anak balita
serta anak prasekolah.
✓ Tujuan Program KIA
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat
peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses
tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia
seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah:
i. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan
diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan
kesehatan keluarga ,paguyuban10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
ii. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam
lingkungan keluarga, paguyuban10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman
Kanak-Kanak atau TK.
iii. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.
iv. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin,
nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.
v. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

Prinsip Pengelolaan Program KIA Prinsip pengelolaan Program KIIA adalah


memantapkan dan peningkatan jangkauan serta mutu pelayanan KIA
secara. efektif dan efisien. Pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok :
i. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan
mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
ii. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga professional secara berangsur.
iii. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan
maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan
dan pengamatannya secara terus menerus.
iv. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan)
dengan mutu yang baik dan jangkauan yang setinggi tingginya. Pelayanan dan
jenis Indikator KIA
a. Pelayanan antenatal.
Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Standar minimal untuk
pelayanan antenatal terdiri dari :
i. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
ii. Ukur Tekanan darah

iii. Pemberian Imunisasi TT lengkap


iv. Ukur Tinggi fundus uteri
v. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. Frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan
dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama,
minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan minimal 2
kali pada triwulan ketiga.
b. Pertolongan Persalinan
Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat :

i. Tenaga profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,


pembantu bidan dan perawat.

. Dukun bayi
Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan
yang dinyatakan lulus.
Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan
atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
c. Deteksi dini ibu hamil berisiko.
Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah :
i. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun .

ii. Anak lebih dari 4


iii. Jarakpersalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau
lebih dari 10 tahun
iv. Tinggi badan kurang dari 145 cm
v. Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
vi. Riwayat keluarga mendeita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kengenital.
vii. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.

d. Pelayanan Neonatal

Risiko tinggi pada neonatal meliputi :


1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram

2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir

5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram


7) Bayi preterm dan post term
8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan.

2. Kewenangan BIDAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
i. Kewenangan normal:
Pelayanan kesehatan ibu dan Pelayanan kesehatan anak Pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
ii. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
iii. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus
bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan
untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu
dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan

5. Pemantauan tumbuhkembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak
sekolah

6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas


7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan
penyakit lainnya
8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

3. PERBEDAAN SEX DAN GENDER


Masalah kesehatan hampir selalu terkait dengan hal-hal yang menyangkut seks
dan gender. Seks (jenis kelamin) berhubungan dengan perbedaan biologis
antara perempuan dan laki-laki. Karena seks, maka seseorang disebut sebagai
perempuan atau laki-laki. Secara biologis, setiap orang telah
memilikinya sejak lahir, dan hal tersebut tidak berubah. Contoh: hanya
perempuan yang bisa hamil dan melahirkan, dan hanya laki-laki yang
memproduksi sperma.

Sedangkan pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab


antara perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial
budaya yang berkembang. Laki-laki dan perempuan di semua lapisan
masyarakat memainkan peran yang berbeda, mempunyai kebutuhan yang
berbeda, dan menghadapi masalah yang berbeda. Hal tersebut
menciptakan nilai dan aturan di masyarakat tentang bagaimana laki-laki
dan perempuan harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa, dst. Istilah gender
berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, peran
gender dibangun dari proses sosial dan merupakan perilaku yang dipelajari
dan ditanamkan, sehingga peran gender dapat diubah. Contoh: aturan
masyarakat bahwa perempuan hanya tinggal di rumah dan mengurus anak,
sopir adalah pekerjaan bagi laki-laki, pendidikan tinggi hanya layak untuk
laki-laki, dsb. Cara yang dapat dilakukanuntuk mengetahui apakah sesuatu itu
disebabkan oleh seks (jenis kelamin) atau gender adalah dengan bertanya:
apakah ada alasan secara biologis? Jika sesuatu itu tidak ada alasana
biologis, maka pastilah itu karena alasan gender. Misalnya: apakah ada
alasan biologis bahwa hanya laki-laki yang dapat memperoleh pendidikan
tinggi? Jawabannya adalah tidak. Maka hal tersebut pasti dikarenakan alasan gender.
Untuk memahami lebih jauh perbedaan Seks dan Gender, cobalah cermati
pernyataan-pernyataan berikut ini, dan bedakan mana pernyataan yang
berhubungan dengan perbedaan Seks (S) atau perbedaan Gender (G).
1. Perempuan melahirkan bayi, laki-laki tidak. (S / G)

2. Anak perempuan lembut, sedangkan anak laki-laki kasar. (S / G)


3. Hanya laki-laki yang bis terserang kanker prostat. (S / G)

4. Ada di satu daerah dimana kaum laki-laki hanya tinggal di rumah dan
menenun, sedangkan kaum perempuan bertanggung jawab terhadap semua
urusan rumah tangga dan hanya kaum perempuan yang memperoleh warisan. (S
/ G)
5. Perempuan mempunyai rasa cinta dan kepedulian yang dalam. (S / G)
6. Tugas perempuan yang paling utama adalah mengurus anak-anak. (S /
G)
7. Hanya laki-laki yang memproduksi sperma. (S / G)
8. Kepemimpinan laki-laki lebih baik daripada perempuan. (S / G)

9. Perempuan adalah manajer yang kurang baik. (S / G)


10. Laki-laki selalu mengemudi lebih baik. (S / G)

10. Konsep dan prinsip promosi kesehatan


KONSEP DAN PRINSIP PROMOSI KESEHATAN A.

Pengertian Promosi Kesehatan

Menurut WHO, Promosi kesehatan adalah proses atau upayapemberdayaan masyarakat untuk dapat
memelihara dan meningkatkankesehatannya.Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau
kelompok harus mampumengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhandan
merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986).

KONSEP DAN PRINSIP PROMOSI KESEHATAN

A. PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN

1. WHO (1984) merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan istilah promosi kesehatan, kalau
pendidikan kesehatan diartikan sebagai upaya perubahan perilaku maka promosi kesehatan tidak
hanya untuk perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan
perilaku tersebut. Disamping itu promosi kesehatan lebih menekankan kepada peningkatan
kemampuan hidup sehat, bukan sekedar berperilaku sehat.

2. Lawrence Green (1984), merumuskan definisi sebagai berikut : Promosi kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan
organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan.

3. Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa, Canada menyatakan bahwa “Health Promotion is the process of enabling
people to control over and improve their health”. To reach a state of complete physical, mental and
social well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspiration, to satisfy
needs, and to cange or cope with the environment. Hal tersebut jelas dinyatakan bahwa promosi
kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Dengan kata lain promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan
terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan
kemampuan.

4. Yayasan Kesehatan Victoria (Victorian Health Fundation – Australia 1997), sebagai berikut
Health Promotion is a program are design to bring about ‘change’ within people, organization,
communities and their environment. Batasan ini menekankan bahwa promosi kesehatan adalah suatu
program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh, dalam konteks masyarakatnya. Bukan
hanya perubahan perilaku (within people), tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku
tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.
Contoh orang indonesia yang pernah tinggal diluar negeri. Sewaktu dinegara itu ia telah berperilaku
teratur, mengikuti budaya antri dalam memperoleh pelayanan apa saja, seperti naik kereta, bus dll.
Tetapi setelah kembali ke indonesia, dimana budaya antri belum ada, maka ia akan ikut berebut naik
kereta dan bus. Oleh karena itu promosi kesehatan bukan hanya sekedar merubah perilaku tetapi
juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan sebagainya.

Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses
pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

B. SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan sama halnya dengan Pendidikan Kesehatan lain yang memiliki perjalanan panjang
sehinga dapat muncul sebagai salah satu bentuk intervensi yang berperan dalam peningkatan derajat
kesehatan. Berikut merupakan sejarah singkat dari promosi kesehatan.

1. Era propaganda dan Pendidikan Kesehatan Rakyat (masa kemerdekaan sampai 1960an)

Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan pertamanya berupa
pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk
membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing
tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Propaganda ini
kemudian meluas pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di
sekolah-sekolah dan pengobatan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk
mendirikan “brigade sekolah” dimana-mana.

Perintisan Pendidikan Kesehatan Rakyat oleh Dr. R. Mohtar

a. Era Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan (1960-1980)

1) Munculnya istilah Pendidikan Kesehatan dan diterbitkannya UU Kesehatan 1960


2) Ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional (12 November 1964)

b. Era PKMD, Posyandu dan Penyuluhan Kesehatan melalui Media Elektronik (1975-1995)

1) Peran serta dan pemberdayaan masyarakat (Deklarasi Alma Ata, 1978)

2) Munculnya PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa)

3) Munculnya Posyandu

4) Penyuluhan kesehatan melalui media elektronik (dialog interaktif, sinetron dll

Era Promosi dan Paradigma Kesehatan (1995-2005)

a. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan I di Ottawa, Kanada, munculnya istilah promosi


kesehatan (Ottawa Charter, 1986) memuat 5 strategi pokok Promosi Kesehatan, yaitu :

1) Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy);

2) Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment);

3) Memperkuat gerakan masyarakat (community action); (4) Mengembangkan kemampuan


perorangan (personnal skills) ; dan

4) Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services).

b. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan II di Adelaide, Australia (1988)

1) Konferensi ini menekankan 4 bidang prioritas, yaitu:

2) Mendukung kesehatan wanita;

3) Makanan dan gizi;

4) Rokok dan alkohol; dan

5) Menciptakan lingkungan sehat.

c. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan III di Sundval, Swedia (1991). Konferensi ini
mengemukakan 4 strategi kunci, yakni:

1) Memperkuat advokasi diseluruh lapisan masyarakat;

2) Memberdayakan masyarakat dan individu agar mampu menjaga kesehatan dan lingkungannya
melalui pendidikan dan pemberdayaan;

3) Membangun aliansi; dan


4) Menjadi penengah diantara berbagai konflik kepentingan di tengah masyarakat.

d. Promosi Kesehatan abad 21 adalah : Meningkatkan tanggungjawab sosial dalam kesehatan,


Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan, Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan,
Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat, Mengembangkan infra
struktur promosi kesehatan.

C. TUJUAN PROMOSI KESEHATAN

1) Memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

2) Menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

Green,1991 dalam Maulana,2009,tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan yaitu:

a. Tujuan Program

Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam
periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan program ini juga disebut tujuan
jangka panjang, contohnya mortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50 % setelah
promosi kesehatan berjalan lima tahun.

b. Tujuan Pendidikan

Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan ini merupakan
tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka kunjungan ke klinik perusahaan meningkat
75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.

c. Tujuan Perilaku

Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini bersifat
jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan, contohnya: pengetahuan pekerja
tentang tanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelah promosi kesehatan berjalan 6
bulan

3) SASARAN PROMOSI KESEHATAN


Promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat , maka sasaran langsung
promosi kesehatan adalah masyarakat. Namun demikian , dikarenakan keterbatasan sumber daya
yang ada , akan tidak efektif apabila upaya promosi kesehatan langsung ditujukan ke masyarakat .
Oleh sebab itu , perlu dilakukan penahapan sasaran promosi kesehatan . sasaran promosi kesehatan
dibagi dalam tiga kelompok sasaran yaitu sebagai berikut :

a. Sasaran Primer (Primary Target)

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi
kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi,
kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA
(kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi
yang dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat .

b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk selanjutnya
kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitamya. Di samping
itu dengan perilaku sehat para tokoh masyarakat sebagai hasil pendidikan kesehatan yang diterima,
maka para tokoh masyarakat ini akan memberikan contoh atau acuan perilaku sehat bagi
masyarakat sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran sekunder ini adalah
sejaian dengan strategi dukungan sosial (social support).

c. Sasaran Tersier (Tertiary Target)

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah adalah
sasaran tertier pendidikan kesehatan Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan
oleh kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap perilaku para tokoh masyarakat (sasaran
sekunder), dan juga kepada masyarakat umum (sasaran primer). Upaya promosi kesehatan yang
ditujukan kepada sasaran tersier ini sejalan dengan strategi advokasi (advocacy) kesehatan, maka
sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu
hamil dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk kesehatan
remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan
strategi pemberdayaan masyarakat.

Ada sasaran promosi kesehatan secara spesifik yaitu:


1. Perorangan/ Keluarga

a) Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung maupun melalui media
massa).

b) Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memlihara, meningkatkan dan melindungi


kesehatannya.

c) Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat.

d) Berperan serta dalam kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan Lembaga Swadaya
Masyarakatnya(LSM) kesehatan.

2. Masyarakat/ Lsm

a) Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan /upaya kesehatan.

b) Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat.

3. Lembaga Pemerintah/ Lintas Sektor/ Politisi/ Swasta

a) Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan perilaku dan
lingkungan sehat.

b) Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak di bidang kesehatan.

4. Petugas Program/ Institusi

a) Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program

b) Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak di bidang kesehatan.

4) PRINSIP-PRINSIP PROMOSI KESEHATAN

Dalam strategi global promosi kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,1984) dirumuskan
bahwa promosi kesehatan sekurang-kurangnya mengandung prinsip , yaitu sebagai berikut :
1. Empowerment ( pemberdayaan) yaitu cara kerja untuk memungkinkan seseorang untuk
mendapatkan kontrol lebih besar atas keputusan dan tindakkan yang mempengaruhi kesehatan
mereka.

2. Partisipative ( partisipasi) yaitu dimana seseorang mengambil bagian aktif dalam pengambilan
keputusan.

3. Holistic ( menyeluruh ) yaitu memperhitungkan hal-hal yang mempengaruhi kesehatan dan


interaksi dari dimensi-dimensi tersebut.

4. Equitable ( kesetaraan) yaitu memastikan kesamaan atau kesetaraan hasil yang di dapat oleh
klien.

5. Intersectoral ( antar sektor ) yaitu bekerja dalam kemitraan dengan instasi terkait lainnya atau
organisasi.

6. Sustainable ( berkelanjutan) yaitu memastikan bahwa hasil dari kegiatan promosi kesehatan
yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

7. Multi Strategy yaitu bekerja pada sejumlah strategi daerah seperti program kebijakkan.

Sedangkan menurut Michael,dkk,2009 Prinsip-prinsip promosi kesehatan antara lain sebagai


berikut:

1. Manajemen puncak harus mendukung secara nyata serta antusias program intervensi dan turut
terlibat dalam program tersebut.

2. Pihak pekerja pada semua tingkat ini pengorganisasian harus terlibat dalam perencanaan dan
implementasi intervensi.

3. Fokus intervensi harus berdasarkan pada factor risiko yang dapat didefinisikan serta
dimodifikasi dan merupakan prioritas bagi pekerja.

4. Intervensi harus disusun sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pekerja.

5. Sumber daya setempat harus dimanfaatkan dalam mengorganisasikan dan


mengimplementasikan intervensi.

6. Evaluasi harus dilakukan juga.

7. Organisasi harus menggunakan inisiatif kebijakan berbasis populasi maupun intervensi promosi
kesehatan yang intensif dengan berorientasi pada perorangan dan kelompok.
8. Intervensi harus bersifat kontinue serta didasarkan pada prinsip-prinsippemberdayaan dan atau
model yang berorientasi pada masyarakat dengan menggunakan lebih dari satu metode.

5) RUANG LINGKUP PROMOSI KESEHATAN

Secara sederhana ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya sebagai berikut :

1. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.

2. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.

3. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.

4. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

5. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk
mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan
kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana dan lain-lain di
berbagai bidang /sektor, sesuai keadaan).

6. Promosi kesehatan adalah juga pengorganisasian masyarakat (community organization),


pengembangan masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social mobilization),
pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.

· Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Prof.Dr. Soekidjo Notoadmodjo, ruang lingkup
promosi kesehatan dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu:

a. dimensi aspek pelayanan kesehatan, dan

b. dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan.

· Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan.

Secara umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup 4 aspek pokok, yakni:

a. promotif,
b. preventif,

c. kuratif, dan

d. rehabilitatif.

· Sedangkan ahli lainnya membagi menjadi dua aspek, yakni :

a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat, dan

b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran kelompok orang yang
memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan kelompok yang sakit.

Dengan demikian maka ruang lingkup promosi kesehatan dikelompok menjadi dua yaitu:

a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.

b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.

· Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan.

Ruang lingkup promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi :

a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga).

b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah.

c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.

d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum.

e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

· Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan.

Pada ruang lingkup tingkat pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan
lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark.

a. Promosi Kesehatan.

b. Perlindungan khusus (specific protection).

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).
d. Pembatasan cacat (disability limitation)

e. Rehabilitasi (rehabilitation).

6) STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Strategi promosi kesehatan berdasarkan (Piagam Ottawa 1986) ialah sebagai berikut :

1. Kebijakan berwawasan kebijakan

Strategi promosi kesehatan yang mana ditujukan kepada para penentu kebijakan agar mengeluarkan
kebijakan dan ketentuan yang menguntungkan bahkan dapat merugikan kesehatan, sehingga dalam
menentukan keputusan diperhatikan dampaknya bagi kesehatan masyarakat.

2. Lingkungan yang mendukung

Srategi ini dikelola oleh para pengelola tempat umum, termasuk pemerintah kota. Dimana mereka
dapat menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat dalam meningkatkan kesehatnnya,
sehingga nantinya akan tercipta lingkungan yang sehat untuk mendukung prilaku sehat masyarakat

3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan

Realisasi dari reorintasi pelayanan kesehatan ini adalah para penyelenggara kesehatan baik
pemerintah maupun swasta harus dilibatkan dalam memberdayakan masyarakat agar dapat
berperan bukan hanya sebagai penerima pelayan kesehatan namun dapat menjadi menjadi
penyelenggara pelayanan kesehatan.

4. Keterampilan Individu

Strategi ini mewujudkan adanya keterampilan individu-individu dalam meningkatkan dan


memelihara kesehatanya. Langkah awal untuk strategi ini adalah pemberian pemahaman tentang
penyakit dalam bentuk metode atau teknik kepada individual bukan dalam bentuk massa

5. Gerakan Masyarakat
Adanya gerakan dari masyarakat itu sendiri dalam meningkatkan dan memelihara kesehatannya. Hal
ini akan tampak dari prilaku masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya tanpa
harus ada kegiatan namun akan tampak dari prilaku menuju sehat.

Berdasarkan rumusan yang dibuat oleh WHO (1994), strategi promosi kesehatan secara global dibagi
menjadi tiga yang akan dibentuk dalam intervensi, yaitu :

a) Advokasi (Advocacy)

Advokasi adalah kegiatan dimana untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu
atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Pendekatan advokasi ialah sasaran kepada para
pembuat keputusan atau penentu keputusan sesuai sektornya. Intinya adalah strategi advokasi
kesehatan merupakan pendekatam yang dilakukan dengan pimpinan atau pejabat dengan tujuan
mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan Kegiatan advokasi ini ada dalam
bentuk formal dan informal. Advokasi dalam bentuk formal misalnya : penyajian presentasi,
seminar, atau suatu usulan yang dilakukan oleh para pejabat terkait. Advokasi informal misalnya :
Suatu kegiatan untuk meminta dana, atau dukungan dalam bentuk kebijakan kepada para pejabat
yang relevan dengan kebijakan yang diusulkan. Intervensi yang dapat dilakukan secara perseorangan
kepada pejabat ialah dengan : lobi, dialog, negosiasi dan debat. Sehingga diharapkan mendapatkan
hasil adanya tindakan yang nyata, kepedulian, serta pemahaman atau kesadaran dari pejabat
sehingga terjadi kelanjutan kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai