Anda di halaman 1dari 29

A.

Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap

daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerinthan

daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota mengatur dan mngurus sendiri urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan (perwiranto:2011,11).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah pasal 1, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-

luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Harris dalam

Nurcholis (2007) menjelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah pemerintahan

yang diselenggarakan oleh badan-badan daearah yang dipilih secara bebas dengan

tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional.

Hoessein dalam Indardi (2008:15) mengungkapkan bahwa pemerintahan

daerah atau local government dapat mengandung 3 makna yaitu:

- Pertama, local government dalam pengertian pemerintah lokal yang


dipertukarkan dengan local authority yang mengacu pada organ atau
struktur, yakni council atau DPRD dan mayor atau kepala daerah
(bupati/walikota).
- Kedua, local government dalam pengertian lokal yang dilakukan
pemerintah lokal sesuai kewenangan yang diberikan oleh pemerintah
pusat.
- Ketiga, local government dalam pengertian sebagai daerah otonom,
yaitu sebagai kesatuan masyarakat hokum yang berada pada batas-
batas wilayah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.

De Guzman dan Taples dalam Nurcholis (2007), menyebutkan unsur-unsur

pemerintahan daerah yaitu :

a. Pemerintahan daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa


dan Negara;
b. Pemerintahan daerah diatur oleh hokum;
c. Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih
oleh penduduk setempat;
d. Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan
peraturan perundangan;
e. Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah
jurisdksinya.

2. Peran Pemerintahan Daerah

Dijelaskan bahwa lahirnya pemerintah pada awalnya adalah

untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam masyarakat, sehingga

masyarakat tersebut bisa menjalankan kehidupan secara wajar (Rasyid, 2002:

13). Seiring dengan perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan

meningkatnya kebutuhan, maka peran pemerintah berubah menjadi melayani.

Dengan kata lain, hakekat dari pemerintah modern adalah pelayanan kepada

masyarakat.

Berdasarkan pandangannya tersebut maka, Rasyid (2002: 14-17)

memetakan dan menyebutkan secara umum tugas-tugas pokok pemerintahan

mencakup:

a. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari


luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang
dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara
kekerasan.
b. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-
gontokan diantara warga masyarakat, menjamin agar perubahan
apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara
damai.
c. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga
masyarakat tanpa membedakan status apapun yang
melatarbelakangi keadaan mereka.
d. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam
bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh pemerintah atau
yang akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah.
e. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial:
membantu orang miskin dan memelihara orang cacat, jompo
dan anak terlantar; menampung seta menyalurkan para gelandangan
ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya.
f. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan
masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong
penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik
dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung
menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara masyarakat.
g. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan
lingkungan hidup, seperti tanah air, tanah dan hutan.

Lebih lanjut Rasyid, meyatakan bahwa tugas-tugas pokok tersebut dapat

diringkas menjadi 3 (tiga) fungsi hakiki yaitu: pelayanan (service),

pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Pelayanan

akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong

kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran

dalam masyarakat.

B. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Guna memahami mengenai kebijakan publik dapat dilihat dari pengertian

kebijakan publik. Pengertian kebijakan publik dapat dilihat berasarkan beberapa

pendapat tokoh kebijakan. Menurut Laswell dan Kaplan dalam Nugroho

(2011:93) menyatakan bahwa kebijakan sebagai suatu program yang

diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-


praktik tertentu (a projected program of goals, values, and practices).

Selanjutnya, Frederich seperti dikutip oleh Abdul Wahab (2008: 3)

mendefinsikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu sehubungan dengan adanya hambatan- hambatan tertentu seraya mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan.

William N. Dunn yang dikutip Pasolong (2008: 39) mengatakan bahwa

kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan

yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang

menyangkut tugas pemerintah, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,

pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain

Di sisi lain, Anderson dalam Islamy (2007: 19) mendefinisikan kebijakan

publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

pejabat-pejabat pemerintah. Sebagai implikasi turunan yang timbul dari

pengertian kebijakan oleh Anderson tersebut diantaranya:

a. Bahwa kebijakan public itu selalumempunyai tujuan tertenti atau


merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.
b. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola
tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
c. Bahwa kebijkan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan
oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah
bermakasud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan
melalukakan sesuatu.
d. Bahwa kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan
beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
e. Bahwa kebijakan publik, setidak-tidaknya dalam arti
positif, didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan
perundang- undangan dan bersifat memaksa (otoritatif).

Adanya kebijakan publik adalah sebagai alternatif pilihan yang dilakukan

oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah publik serta harus

berorientasi pada kepentingan masyarakat. Berdasarkan beberapa uraian tersebut

dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah baik dalam bentuk program atau

keputusan lainnya guna tercapainya tujuan dalam kepentingan masyarakat luas.

2. Ciri-Ciri Kebijakan Publik

David Easton yang dikutip oleh Abdul Wahab (2008: 5-6) menyatakan

bahwa ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada

kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki

wewenang dalam sistem poltik, yaitu para tetua adat, para ketua suku, para

eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para monarki dan lain

sebagainya. Hal ini dapat dilihat bahwa kebijakan publik dibentuk oleh mereka

yang berada dalam sistem politik. Mereka bertanggungjawab mengambil

tindakan atau keputusan sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi ciri-ciri kebijakan

publik diantaranya:

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah


pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba
acak dan kebetulan. Kebijakan publik dalam sistem politik modern
pada umumnya bukanlah merupakan tindakan yang serba
kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan.
b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling terkait dan berpola yang mengarah pada tujuan
tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerntah dan bukan
merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya,
kebijakan tidak hanya menckup keputusan untuk membuat Undang-
Undang dalam bidang tertentu, melainkan pula diikuti dengan
keputusan-keputusan yang bersangkut paut dengan implementasi
dan pemaksaan pemberlakuannya.
c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya
dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, misalnya
dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau
menggalakkan program perumahan rakyat bagi golongan
masyarakat berpenghasilan rendah dan bukan hanya sekedar apa
yang ingin dilakukan oleh pemerintah- pemerintah dalam bidang-
bidang tersebut.
d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula
negatif.
e. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik mungkin akan
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara dalam bentuknya
yang negatif, ia kemunginan akan meliputi keputusan-keputusan
pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak
melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah dimana
campur tangan pemerintah justru diperlukan (Abdul Wahab, 2008 :
6-7).

Berdasarkan cici-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan public

merupakan tindakan yang secara terencana dilakukan oleh pemerintah yang

saling berkaitan atau berpola guna tercapainya tujuan. Tindakan yang dilakukan

pemerintah tersebut dapat berupa tindakan yang berpengaruh pada masalah

ataupun tindakan untuk tidak bertindak atau tidak melakukan apapun.

3. Proses Kebijakan Publik

Kebijakan publik dipahami sebagai sebuah proses untuk mencapai tujuan.

Secara umum proses yang dipahami dalam kebijakan publik adalah

formulasi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Menurut

Thomas R. Dye proses kebijakan publik dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Gambar 1. Tahapan dalam Proses Kebijakan
Sumber: Nugroho (2011: 495)

Keterangan :

Thomas R. Dye seperti yang dikutip oleh Widodo (2009:16-17)

menjelaskan proses kebijakan public sebagai berikut :

a. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)


Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi
apa yang menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.
b. Penyusunan Agenda (agenda setting)
Penyusunan Agenda (agenda setting) merupakan aktivitas
memfokuskan perhatian pada pejabat public dan media masa atas
keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah public
tertentu.
c. Perumusan Kebijakan (Policy Formulation)
Perumusan Kebijakan (Policy Formulation) merupakan tahapan
pengusulan rumusan kebijakan melalui organisasi perencanaan
kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden,
dan lembaga legislative.
d. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)
Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies) melalui tindakan
politik oleh partai politik, kelompok penekan, presiden,d an
kongres.
e. Implementasi kebijakan (implementing of policies)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran
public, dan aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.
f. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)
Evaluasi Kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri,
konsultan diluar pemerintah, pers, dan masyarakat (publik).
Pada proses kebijakan Thomas R. Dye menggambarkan secara linear

tahap-tahap kebijakan. Namun dari kegiatan pokok kebijakan publik, Nugroho

menggambarkan proses yang tidak sederhana dengan bentuk seperti ini:


Gambar 2. Proses Kebijakan secara Umum
Sumber : Nugroho (2011:159)

Lebih rinci Nugroho (2011: 157-159) menjelaskan proses kebijakan

sebagai berikut:

a. Isu kebijakan. Disebut isu apabila bersifat strategis, yakni bersifat


mendasar, yang menyangkut banyak orang atau bahkan
keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bisa
diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan.
Sebuah isu, baik berupa maslah bersama maupun tujuan bersama,
ditetapkan sebagai isu kebijakan.
b. Isu kebijakan ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk
merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi
seluruh negara dan warganya-temasuk pimpinan negara.
c. Setelah dirumusakan, kebijakan publik ini kemudian dilaksanakan
baik oleh pemerintah atau masyarakat maupun pemerintah bersama-
sama masyarakat. hal ini disebut implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa
kebijakan itu sendiri ataupun manfaat
d. Pada sat implementasi, dilakukan pemantauan atau monitoring
untuk memastikan implementasi kebijakan konsisten dengan
rumusan kebijakan. Hasil implementasi kebijakan adalah kinerja
kebijakan. Pada saat inilah diperlukan evaluasi kebijakan.
e. Evaluasi yang pertama berkenaan dengan kinerja kebijakan, yaitu
berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan mencapai hasil yang
diharapkan. Selanjutnya dilakukan evaluasi secara pararel pada
implementasi kebijakan, rumusan kebijakan, dan lingkungan tempat
kebijakan dirumusakan, diimplementasikan, dan kinerja. Hasil
evaluasi menentukan apakah kebijakan dilanjutkan ataukah
membawa isu kebijakan yang baru, yang mengarah pada dua
pilihan diperbaiki atau revisi kebijakan, ataukah dihentikan,
penghentian kebijakan.

Melihat proses yang dipaparkan, kebijakan publik merupakan hal yang

kompleks dengan melalui rangkaian yang tidak sederhana. Namun dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa proses kebijakan publik adalah

isu kebijakan, rumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi

kebijakan terhadap kinerja dan keseluruhan lingkungan kebijakan. Pada

penelitian ini, peneliti akan mengkaji pada tahapan evaluasi pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah.

C. Evaluasi Kebijakan Publik

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik

Jika dilihat dari siklus atau proses kebijakan, evaluasi kebijakan

dapat dipahami sebagai suatu tahapan proses pada saat implementasi kebijakan

sedang berlangsung ataupun sudah dilaksanakan. Evaluasi kebijakan dilakukan

untuk menilai seberapa jauh kebijakan mencapai hasil yang diharapkan. Tidak
hanya itu evaluasi kebijakan dilakukan untuk melihat apakah kebijakan

sudah dilakasanakan dengan baik dan benar.

Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli guna

memahami mengenai evaluasi kebijakan. Menurut Dye dalam Parson (2006:

547), evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang obyektif, sistematis, dan

empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya

dari segi tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya Dunn (2000: 608)

mengungkapkan istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan, masing-masing

menuju pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program.

Definisi yang diungkapkan oleh Dunn senada dengan Suchman, dimana evaluasi

adalah proses meletakan suatu nilai pada beberapa tujuan tertentu yang dapat

ditentukan derajat keberhasilannya dalam mencapai nilai-nilai yang telah

ditentukan sebelumnya (Abdul Wahab, 2001: 23).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa evaluasi kebijakan merupakan proses yang dilakukan untuk melihat dan

memberikan nilai terhadap efektivitas kebijakan dari segi tujuan yang

ingin dicapai.

2. Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik

Dalam setiap kebijakan diperlukan proses evaluasi untuk melihat sejauh

mana pelaksanaan kebijakan tersebut berlangsung. Kemudian evaluasi dipandang

dapat mendukung keberlanjutan kebijakan menjadi lebih baik. Evaluasi memiliki

beberapa fungsi dalam kebijakam.

Menurut Dunn (2000: 609), evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama,


yaitu:

a. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya


Evaluasi tersebut mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa
jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dicapai melalui
tindakan publik.
b. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarfikasi dan
kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan
target Nilai-nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan
menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target
dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam
alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan dan
kelompok-kelompok klien) maupun landasan mereka dalam
berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial,
substantif).
c. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode
analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan
rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja
kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang
masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada
definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan
dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang
diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang
lain.

Mengutip dari pendapat Guba dan Lincoln dalam Abdul wahab (2001:8)

terdapat lima fungsi penting dari evaluasi kebijakan, yaitu :

a. Evaluasi mengemban fungsi pembelajaran, artinya dengan


mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang berhasil dan kegiatan-
kegiatan yang tidak berhasil dalam mengantarkan pada hasil yang
diharapkan, serta dengan menemukan apa yang menyebabkan
keberhasilan dan kegagalan itu maka akan dimungkinkan
penyempurnaan kinerja proyek atau program dimasa yang akan
datang dan dengan demikian menghindari kesalahan yang telah
dibuat di masa lalu.
b. Evaluasi sebagai kemudi dan manajemen. Hasil-hasil yang
diperoleh dari evaluasi akan memberikan umpan balik dan
memungkinkan pihak manajemen mengendalikan proyek tetap pada
arahnya sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
c. Evaluasi sebagai fungsi kontrol dan inspeksi, dalam artian bahwa
dapat digunakan untuk menginformasikan kepada pimpinan puncak
atau negara donor apakah kegiatan-kegiatan ditunjukkan dalam
dokumen proyek telah dilaksanakan dengan semestinya dan
menunjukkan hasil-hasil sebagai yang diharapkan.
d. Evaluasi sebagai fungsi akuntabilitas karena memberikan
informasi dan atas dasar informasi itu pihak Dewan Perwakilan
Rakyat dan pembayar pajak dapat menilai apakah dana yang telah
mereka sediakan telah digunakan dengan benar dan demi tujuan
yang diharapkan.
e. Evaluasi sebagai fungsi kepenasehatan, dalam artian bahwa hasil-
hasil evaluasi akan dapat digunakan untuk mendapatkan dana yang
lebih banyak guna mendanai suatu proyek atau proyek-proyek
sejenis di masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Putra (2003: 95), terdapat tiga fungsi pokok dalam

kebijakan publik yaitu :

a. Memberi informasi yang valid tentang kinerja kebijakan


Pada fungsi ini, evaluasi kebijakan publik akan lebih banyak
meneliti pada aspek instrumental dari kebijakan publik yang ada. Ia
akan melakukan evaluasi atas penampilan atau kinerja dari proses
berjalannya organ kebijakan publik yang dievaluasi. Sampai sejauh
mana organ kebijakan publik itu mampu mengatasi persoalan yang
dihadapi dan sampai sejauh mana pula organ kebijakan publik
tersebut efektif sebagai instrumen pemberi solusi sebagaimana
raison d’etre kebijakan publik sendiri.
b. Menilai keppantasan tujuan atau target dengan masalah yang
dihadapi
Pada fungsi ini, evaluasi kebijakan publik lebih memfokuskan diri
pada substansi dari kebijakan publik yang ada. Dimana seperti telah
disadari bahwa sebuah kebijakan publik pada dasarnya adalah
dibuat untuk menyelesaikan masalah publik tertentu, maka pada
fungsi evaluasi kebijakan akan menilai apakah tujuan yang telah
ditetapkan kebijakan publik tersebut benar-benar mampu
menyelasaikan masalah yang ada. Karena sebuah kebijakan publik
itu pada dasarnya ditetapkan berikut dengan tujuannya dan
umumnya implementing agents bekerja untuk mencapai tujuan
kebijakan yang telah ditetapkan itu.
c. Memberi sumbangan pada kebijkan lain terutama dari segi
metodologinya.
Pada fungsi ini, evaluasi kebijakan publik akan lebih diupayakan
untuk mengahasilkan rekomendasi dari penilaian yang
dilakukannya atas kebijakan yang dievaluasi. Fungsi evaluasi
kebijakan publik, dalam posisi ini akan lebih bersifat produktif,
karena ia tidak lagi bertitik berat pada kritik terhadap kelemahan-
kelemahan yang ada, namun pada bagaimana kemudian dapat
belajar dan bagaimana caranya agar kelemahan-kelemahan
dalam kebijakan itu tidak terulang lagi pada waktu dan tempat
yang berbeda nantinya.

Berbagai uraian sebelumnya menggambarkan bahwa suatu kegiatan

evaluasi pada dasarnya memberikan informasi mengenai kinerja kebijakan serta

membandingkan hasil kinerja kebijakan dengan tujuan atau target yang ingin

dicapai. Pada penilitian evaluasi kebijakan city branding ini, peniliti ingin

mengoptimalkan kebijakan tersebut dengan berdasar sudut pandang

pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat.

3. Penilitian Evaluasi Kebijakan Publik

Mayer dan Greenwood dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia dengan judul Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, seperti yang

dikutip oleh Nugroho (2011: 191) menyatakan bahwa penelitian kebijakan

adalah penelitian empirik yang dilakukan untuk memverifikasikan proposisi-

proposisi mengenai beberapa aspek hubungan antara alat-tujuan dalam

pembuatan kebijakan. Dalam bukunya Mayer dan Greenwood menjelaskan

bahwa penelitian kebijakan memiliki fokus utama yang sama dengan penelitian

sosial terapan, yaitu pemecahan masalah praktis.

Berbeda dengan Hill dalam Nugroho (2011: 192) mengemukakan bahwa

ada dua analisis kebijakan, yaitu analisis tentang suatu (atau beberapa)

kebijakan (studies of policies), dan analisis untuk (merumuskan suatu atau

beberapa) kebijakan (studies for policies). Nugroho menjelaskan bahwa

pemahaman tentang analisis kebijakan tidak serta-merta berkenaan dengan

analisis untuk merumuskan kebijakan, namun bisa juga analisis tentang kebijkan.
Dimana analisis tentang kebijakan dapat berupa penelitian isi kebijakan

yang berbentuk analisis dalam kerangka hukum dan kelembagaan suatu

kebijakan, penelitian tentang output kebijakan yang dilakukan dalam bentuk

kajian dari hasil suatu kebijakan, serta penelitian tentang proses kebijakan yang

berkenaan dengan bagaimana kebijakan dibentuk dan dilaksanakan (Nugroho,

2011: 193).

Tujuan penelitian evaluasi menurut Abdul_Wahab (2001: 10-11) adalah

untuk menaksir secara kritis dan kemudian menetapkan apakah program

atau proyek pembangunan tertentu telah mencapai tujuan atau hasil akhir yang

diharapkan atau tidak. Penelitian evaluasi biasanya diarahkan untuk

menjawab dua pertanyaan kunci berikut ini:

a. Perubahan-perubahan apakah yang terjadi sebagai akibat intervensi


dan sejauh manakah perubahan-peubahan tadi sejalan dengan
tujuan program atau proyek?
b. Bagaimanakah pencapaian hasil akhir (out come) proyek itu secara
meyakinkan terkait langsung dengan berbagai sumber yang telah
dicurahkan pada proyek tersebut?

Edward A. Suchman yang dikutip oleh Winarno (2012: 233-234)

mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :

a. Mengidentifiksasi tujuan program yang akan dievaluasi.


Analisis terhadap masalah.
b. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.
c. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
d. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.
e. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Menurut Alkin dalam Abdul Wahab (2001: 12) unsur-unsur utama yang

harus ada dalam penilitian evaluasi adalah :


a. Penghimpun informasi secara sistematik bagi kebutuhan
sekelompok orang yang berkepentingan (stakeholder).
b. Untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai proses-proses
perubahan yang ditimbulkan oleh suatu proyek atau program.
c. Pengambilan keputusan mengenai efektivitas program atau upaya-
upaya tertentu untuk penyempurnaannya di masa datang.

Sesuai dengan konsep penilitian kebijakan, penilitian ini adalah penilitian

evaluasi mengenai suatu kebijakan. Penilitian evaluasi kebijakan city branding

bertujuan untuk mengoptimalkan kecamatan bangil kabupaten pasuruan sebagai

sentra kerajinan bordir dengan menghimpun informasi dari semua pemangku

kepentingan yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

4. Tipe Evaluasi Kebijakan

Menurut Anderson dalam Winarno (2012: 230-232) membagi evaluasi

kebijkan dalam tiga tipe yaitu :

a. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila


evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan fungsional, maka
evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama
pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.
b. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau
program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari
pertanyaan-pertanyan dasar. Dengan menggunakan pertanyaan
dasar dalam melakukan evaluasi dengan tipe seperti ini akan lebih
membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam
melaksanakan program.
c. Tipe evaluasi kebijakan ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan
sistematis. Tipe ini secara komparatif masih dianggap baru, tetapi
akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang meningkat dari para
peminat kebijakan publik. Evaluasi sistematis melihat secara
obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk
mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana
tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. Evaluasi ini
akan memberi suatu pemikiran tentang dampak dari kebijakan
dengan merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan
dengan mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para
pembentuk kebijakan dan masyarakat umum.

Dalam suatu penelitian evaluasi, menurut Abdul Wahab (2001: 29)


pada dasarnya akan dibedakan lagi berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu:

a. Siapa yang melaksanakan studi evaluasi itu ?

b. Pada tahapan perencanaan pembangunan manakah evaluasi tersebut

dilaksanakan ?

Berdasarkan kriteria yang pertama, dapat dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu

evaluasi eksternal dan evaluasi internal. Studi evaluasi yang dilaksanakan oleh

orang-orang yang terlibat langsung dalam persiapan atau implementasi proyek

disebut evaluasi internal. Sedangkan evaluasi eksternal terjadi apabila evaluasi

dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam persiapan

desain proyek ataupun implementasinya. Berdasarkan kriteria yang kedua dapat

dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Evaluasi ex ante, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebelum kegiatan

tertentu dilaksanakan.

b. Evaluasi ex post, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sesudah kegiatan

tertentu dilaksanakan.

Menurut Abdul Wahab (2001: 34) pada jenis evaluasi ex post ini kemungkinan

masih dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam evaluasi interim yang biasanya

dilakukan ketika proyek masih berlangsung dan evaluasi akhir yang

dilakukan pada saat proyek dinyatakan selesai.

Lengbein dalam Widodo (2009: 116-118) membedakan tipe riset evaluasi

(type of evaluastion research) menjadi dua macam tipe, yaitu riset process

dan riset outcomes. Metode riset evaluasi juga dibedakan menjadi dua macam

yaitu metode deskriptif dan kausal. Metode deskriptif lebih mengarah pada tipe
penelitian evaluasi proses (process of public policy implementation), sementara

metode kausal lebih mengarah pada penelitian evaluasi dampak (outcomes

of public policy implementation), sementara metode kausal sulit untuk

menemukan atau membuat hubungan sebab akibat. Metode deskriptif berusaha

menemukan apakah semua program utama telah tercapai dengan baik atau

sebaliknya. Metode deksriptif ini juga mengevaluasi tingkat atau derajat

manfaat/keuntungan yang telah ditetapkan dalam suatu program atau

menentukan apakah manfaat nyata yang dari suatu program dinikmati oleh

mereka yang menjadi kelompok sasaran (target group) yang paling banyak atau

paling sedikit. Sementara riset evaluasi yang menggunakan metode kausal

berorientasi pada access issues tentang sebab dan akibat (cause and effects).

Riset kausal ini berusaha mencari/melihat apakah outcomes utama yang terjadi

disebabkan oleh program utama atau dengan kata lain program utama menjadi

penyebab dari dampak (effects) utama.

D. City branding (Pencitraan Kota)

1. Pengertian Brand

Menurut Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek pasal 1 ayat 1,

merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memeiliki daya

pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Menurut ensiklopedi Wikipedia, sebuah brand adalah perwujudan simbolis

atas semua informasi yang terkait dengan perusahaan, produk atau jasa
(http://en.wikipedia.org). sebuah brand secara tipikal terdiri dari nama, logo dan

elemen visual lain seperti gambar, font, warna dan simbol yang memuat

sekumpulan nilai yang diharpkan dapat diasosiasikan dengan perusahaan itu

ketika orang-orang elihat logo tersebut.

Menurut Mathieson brand memiliki pengertian : “…brand, it can run the

gamut from the communication of a mixture of attribute, to a logo or symbol, to a

“promise” or emotional compact between a consumer and a company that

“creates influence or value for stakeholders” to all of the above and

more”(Mathieson, 2005). (Brand dapat menjalankan keseluruhan dari proses

komunikasi campuran atribut, untuk sebuah logo atau simbol, untuk sebuah

“janji” atau proses emosional antara konsumen dan perusahaan yang menciptakan

pengaruh atau “bernilai untuk stakeholder” untuk semua konsumen).

“A brand is the translation of business strategy into a consumer


experience that brings about specific consumer behavior. It means that
proper understanding of into business strategy is imperative to any
brand development work. Whatever the situation, it is still imperative
that the business strategy and brand strategy are aligned in order to
create value for the organization’s stakeholder, and specifically its
customer” (Gelder, 2003). (Brand adalah terjemehan dari strategi bisnis
untuk menjadikan pengalaman konsumen yang membawa perilaku
konsumen secara spesifik. Hal ini berkaitan dengan pemahaman yang
tepat dalam strategi bisnis yang sangat penting untuk pekerjaan
pengembangan merek. Apapun situasinya, menjadi hal yang penting
bahwa strategi bisnis dan strategi merek sejalan dalam rangka
menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan, dan organisasi, dan
khususnya pelanggan).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa brand meupakan perluasan dari

strategi bisnis yang secara spesifik menggambarkan bagaimana perilaku

konsumen yang didasari dari pengalaman konsumen menggunakan brand

tersebut. Pemahaman terhadap strategi menjadi hal yang sangat penting dalam
membentuk brand itu sendiri. Untuk dapat membentuk nilai dengan situasi

apapun perlu menjaga stabilitas antara strategi bisnis dan strategi brand agar tetap

berjalan.

Membentuk brand berarti membentuk sebuah komunikasi dengan cara

memberikan informasi, membujuk secara persuasi dan juda mengingatkan embali

mengenai produk maupun brand sehingga kemudian brand itu sendiri yang akan

menjadi identitas dan membangun hubungan antara produk (brand) dengan

pelanggannya.

“brand building tools are the means of marketing communication by


witch companies aim to inform, persuade, and remind customers-
directly or inderictly- about its product and brands. In a way, they act
as the “voice” of the brand and create a platform to establish a dialog
and build relationship with customers” (Kotler and Pfoertsch, 2006).
(alat membangun brand berartu sebuah komunikasi marketing dengan
perusahaan baik untuk menginformasikan, persuasi dan meningkatkan
kembali secara langsung atau tidak langsung mengenai produk dan
brand. Selanjutnya berlaku sebagai “suara” dari brand dan membuat
panggung untuk mengadakan dialog dan membangun hubungan
dengan pembeli).

Dalam praktiknya terdapat 4 strategi untuk menarik investasi ke suatu

daerah yang salah satunya dengan image marketing (Kuncoro, 2004). Untuk dapat

menarik investor ke suatu kota dapar menggunakan strategi differentiation melalui

brand yang memberikan sebuah pemaparan baru mengenai identitas atau image,

serta menjadikannya sebuah pembeda yang unik dengan pesaing lain.

Terdapat 4 elemen dari sebuah brand secara visual dan fisik yang

menampilakn identitas dan membedakannya dengan pesaing lainnya (Kotler dan

Pfoertsch, 2006), yaitu :

- Nama
- Logo
- Tagline (slogan)
- Brand story

Elemen formal seperti nama, logo dan slogan serangkai bersama sebagai

identitas visual yang merefleksikan brand essense, brand personality serta culture

dari perusahaan atau kota dalam berbisnis. Logo, slogan dan tagline secara visual

diciptakan oleh iklan produk serta promosi untuk menarik minat dari konsumen

yang sekedar ingin tahu dan memutuskan untuk menggunakannya atau melakukan

pembelian.

Elemen atau identitas dari brand merupakan ekspresi kasat mata dari

sebuah brand, termasuk nama dan tampilan visual. Merupakan makna

fundamental bagi pengenalan dan pengukuan konsumen akan suatu brand yang

menyimbolkan diferensiasi sebuah brand dari kompetitornya.

2. Brand Positioning
Brand positioning memiliki arti sempit berupa penempatan sebuah brand.

“Positioning brands is about finding the right spot in customer’s minds in orderto

create the desired associations. It is therefore absolutely crucial to know who

your customers are and where to find them” (Kotler and Pfoertsch, 2006).

(positioning brand adalah tentang menemukan tempat yang tepat dibenak

konsumen dalam rangka untuk menciptakan asosiasi yang diinginkan. Oleh

karena itu penting sekali untuk mengetahui siapa pelanggan anda dan dimana

untuk menemukan mereka).


Selain itu brand positioning diartikan sebagai “the distinctive position that

a brand adopts in its competitive environment to ensure thath individualis in its

target market can tell the brand apart from other”(interbrand Group. Interbrand

glossary) (yakni suatu posisi tersendiri ang digunakan sebuah brand pada
lingkungan kompetitifnya untuk memastikan bahwa individu dalam target

pasarnya dapat memisahkan brand tersebut dari brand lain).


Dalam melakukan positioning, harus diawali dengan segmentasi yang jelas

dan targeting yang dinamis. Tujuan utama positioning adalah untuk

memberitahukan kepada audience bahwa sebuah brand berbeda dan lebih baik

daripada pesaingnya. Kemudian berusaha memperoleh posisi dalam benak

konsumen. “a brand can only have one true positioning. An effectively positioned

brand communicates its core values to all stakeholders, internally an

externally”( Kotler and Pfoertsch, 2006) (brand hanya dapat memiliki satu posisi

yang benar. Brand diposisikan secara efektif untuk mengkomunikasikan nilai-nilai

inti kepada semua stakeholder, baik secara internal maupun eksternal).


Sebuah brand dalam pikiran konsumen ditentukan oleh bagaimana

menentukan target yang dtuju, hal tersebut bertujuan agar memberikan nilai ata

makna yang berbeda dari pesaing lainnya. Apabila sebuah brand telah diposisikan

dengan benar maka pengkomunikasian pun dapat berjalan dengan efektif pada

selurh stakeholder.
3. Brand Image
Brand image diciptakan melalui kesan-kesan yang telah terintegrasi oleh

konsumen terhadap sebuah brand. Kesan baik dan buruk yang ditangkap oleh

konsumen tentunya akan sangat mempengaruhi nilai dari sebuah brand tersebut.

Hal ini sesuai dengan yang didefinisikan oleh Thompson dalam Brand

Management Modul yaitu “the total impression created in the customer’s mind by

a brand all its association, functional and non-functional”. (kesan keseluruhan

yang dibuat dalam bentuk konsumen terhadap brand dan semua itu diasosiasikan,

difungsikan dan dinon-fungsikan).


Terbentuknya brand image didasari pada pengalaman praktis terhadap

suatu produk atau jasa yang bersangkutan dan bagaimana brand dapat memenuhi

harapan konsumen. Brand strategi harus diatur secara tepat sehingga mampu

memberikan dan mengendalikan image yang muncul dalam benak calon

konsumen sehingga tidak terjadi perbedaan antara image yang dibentuk dengan

image yang muncul dibenak konsumen. Salah satu contohnya adalah pada produk

shampoo lifebuoy yang memiliki image sebagai shampoo keluarga, yang memiliki

kelebihan bisa dipakai seluruh anggota keluarga, serta kesan yang lebih ekonois

dibandingkan shampoo yang lain, sehingga dapat dikatakan cukup populaer dan

telah lama dikenal semua keluarga di Indonesia.


4. Brand Strategy
Strategi yang tepat sangat dibutuhkan dalam membentuk sebuah brand

agar dapat mencapai sasaran dan tujuannya. Diperlukan suatu rencana atau

strategi yang sistematis agar sebuah brand mencapai sasara-sasaran yang telah

disetujui. Strategi yang digunakan harus bermula dari visi dan misi yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan suatu bisnis untuk memastikan konsistensi suatu

brand tersebut.
“The branding strategy for a company can be described the disposition of

the number and nature of common and distinctive brand element that company

applies thought out its organization”(Kotler and Pfoertsch, 2006). (strategi

branding untuk sebuah perusahann dapat dideskripsikan sebagai pengaturan

jumlah sifat umum dari elemen sebuah brand yang diaplikasikan sebuah

perusahaan untuk memecahkan persoalan dalam organisasinya).


5. Pengertian City branding
Pencitraan kota termasuk dalam konsep yang lebih dikenal sebagai “City

branding”. City branding merupakan salah satu strategi suatu wilayah seperti
Negara, provinsi, kabupaten, atau kota untuk memiliki kedudukan atau tempat

(positioning) yang kuat dan dapat dikenal secara luas. Secara sederhana, City

brand dapat didefinisikan sebagai identitas, simbol, logo atau merek yang melekat

pada suatu daerah (skripsi orang).


Dalam dunia bisnis, brand atau merek sanat menentukan keberhasilan

suatu perusahaan. Makanya banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang

sangat besar untuk dapat mempromosikan merek atau brand-nya ke masyarakat

luas. Dengan kata lain agar brand-nya dapat menjadi Brand Equity.
Di sector public, dengan penerapam otonomi daerah, daerah pun harus

saling berebut satu sama lain dalam berbagai hal seperti pendapat Widodo (2007),

yaitu :
- Perhatian (attention)
- Pengaruh (influence)
- Pasar (market)
- Tujuan Bisnis dan Investasi (business & investment destination)
- Turis (tourist)
- Tampat tinggal penduduk (residents)
- Orang-orang berbakat (talents), dan
- Pelaksanaan kegiatan (events)

Oleh karena itu sebuah daerah atau kota sangat membutuhkan brand atau

pencitraan yang kuat. Sebuah pemerintah daerah harus membangun City branding

untuk kotanya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang

menjadi target kota tersebut.


City branding berarti merancang suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan

target market (Keller, 2003). Apalagi apabila kota tersebut sudah memilih untuk

menjadi tujuan wisata. Tujuan dari “menjual kota” tidak hanya sekedar untuk

membangun daerah untuk warganya saja, namun juga bagaimana dalam strategi

city marketing kota tersbut mampu menarik wisatawan (target market) untuk
datang ke kotanya berulang-ulang dan menghabiskan uangnya di kota tersebut

serta menjadi teringat akan kota tersebut dengan ciri khasnya.


Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari City branding, antara lain :
a. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi

yang baik.
b. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purpose).
c. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat

tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events).


d. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang

tinggi.
Identitas suatu kota dapat mencitrakan ciri-ciri dari masyarakat di kota

tersebut. Kegiatan City branding sebenarnya tidak hanya sebatas membentuk

slogan atau logo dari suatu kota, tetapi membentuk susuatu yang merupakan ciri

dari segala aktivitas kota tersbut. Menurut Noe’man (2008), ketika Branding

dikaitkan dengan suato kota, maka harus bisa mengkomunikasikan dengan jelas

seperti apa kota tersebut, apa yang dimilikinya, dan mengapa kota tersbut patut

mendapat perhatian. Sehingga dapat dikatakan apabila orang lain atau penduduk

kota lain maupun penduduk kota itu sendiri dapat menjelaskan mengenai citra

kota tersebut dengan baik.


Langkah-langkah utama dalam membangun City branding yang kuat

(widodo, 2007), yaitu :


a. Mapping Survey : kegiatan ini meliputi survey persepsi dan
ekspektasi tentang suatu daerah dari masyarakat atau pihak-pihak
luar yang terkait.
b. Competitive Analysis : yaitu melakukan analisis daya saing pada
level makro maupun mikro daerah itu sendiri.
c. Blue Print : merupakan penyusunan cetak biru daerah yang
diinginkan, baik logo, semboyan, nama panggilan, tag line, berserta
strategi branding dan strategi komunikasinya.
d. Implementation : yaitu pelaksanaa grand design tersebut dalam
berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan
events, iklan, dan lain sebagainya.
Pencitraan suatu kota sangat tergantung pada sikap dan perilaku penduduk

kota terhadap pembangunan atau perubahan yang ada pada kota tersebut.

Pencitraan kotatidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap. Terbentuknya

pencitraan kota yang sering dengan pembangunan tentunya menuntut waktu yang

panjang.
Konsep City branding atau pencitraan kota menjasi sangat penting karena

nantinya akan diimplementasikan di beberoa aspek yang berpengaruh, seperti ikon

kota, souvenir, merchandise dan strret furniture yang nantinya bisa mewakili

bahkan mempertegas image kota.


Dengan ditetapkannya otonomi daerah, menuntut kreativitas dalam upaya

memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan salah satu upaya dalam

memasarkan daerah adalah melalui kegiatn City branding. Kegiatan City

branding menuntut setiap daerah berlomba menciptakan citra tertentu dibenak

masyarakat luas dalam merepresentasikan karakter kota. Dalam tujuan

mempresentasikan kota atau daerah di Indonesia selama ini secara disadari

maupun tidak selalu terhubung dengan kegiatan industri kecil local daerah

tersebut. Sebab hal-hal yang bersifat local terebutlah yang selama ini mampu

membedakan kota atau daerah satu dengan yang lain.


Berikut adalah beberapa contoh kota di dunia serta di Indonesia yang telah

memiliki City branding yang dikenal secara luas.


Tabel 1. pembanding City branding lainnya

No Kota Brand Makna


1. Roma City of Seven Hills Roma dikelilingi oleh 7 bukit yaitu :

Aventine Hill, Caelian Hill, Capitoline

Hill, Esquiline Hill, Palatine Hill,

Quirial Hill dan Viminal Hill.


2. Paris City of Romance Kota Paris dengan pemandangan dan

bangunan yang ada memberikan

inspirasi cerita. Setiap sudut kota

menawarkan suasana yang romantic,

salah satunya dapat terlihat dari

menara Eiffel
3 New York The City That Never Kehidupan di New York berjalan

Sleep selama 24 jam non-stop. Kota ini

merupakan kota terpadat di AS bahkan

di dunia. Dilengkapi dengan

Broadway, Lower Manhattan yang

terkenal dalam dunia entertainment.


4. Bogor The Rainy City Keunikan iklim yang memiliki curah

hujan lokal ini dimanfaatkan oleh para

perencana kolonial Belanda dengan

menjadikan Bogor sebagai pusat

penilitian botani dan pertanian yang

diteruskan hingga sekarang.


5. Bali The Island of Agama hindu menjadi mayoritas di

Paradise wilayah Bali. Kota ini juga memiliki

berbagai adat, kesenia serta budaya

yang mampu dijual sebagai sebuah

pariwisata. Memiliki ribuan Pura

sebagai tempat sembahyangan umat

Hindu yang tersebar di selruh Bali


sehingga dalam setiap elemen

kehidupan agama bisa menjadi

keunikan tersendiri.
6. Solo The Spirit of Java Disebut sebagai pusat kebudayaan

Jawa karena membawahi Kerasidenan

Surakarta atau Keraton yang masih

memiliki budaya kerajaan yang sangat

kental. Secara mistis diapit oleh

Gunung Merapi (salah satu gunung

paling aktif di dunia) yang dianngap

sebagai pusat dari pulau Jawa.


7. Surabaya Sparkling Surabaya Surabaya dikenal karena gemerlap,

terang, nyaman dan tidak pernah tidur

kotanya yang menuju kota

metropolitan, selain itu kota ini

dipertimbangkan menjadi kota pusat

perhiasan.
Sumber : (skripsi orang)
6. Teknik Branding
Branding sebuah kota atau tempat bukanlah sebuah fenomena baru, setiap

lokasi selalu menciptakan simbol untuk diidentitikkan dengan keberadaan mereka.

Simbol tersebut diwujudkan melalui bendera, panji, lambanf-lambang atau atribut

lain. Destination Branding berarti merancang suatu tempat untuk memenuhi

kebutuhan target market.


Branding is the process of creating a slogan from a message and then

designing a symbol or logo that together with the slogan will communicate to
potensial visitors the image of the city along with the futures, benefits, and values

is has to offer (Kolb, 2006).(Branding merupakan proses menciptakan sebuah

slogan dari sebuah pesan dan kemudian merancang simbol dan logo yang

bersama-sama dengan slogan akan menyampaikan kepada calon pengunjung kota

bersama dengan fitur, manfaat, dan nilai-nilai yang ditawarkan).


Terdapat beberapa langkah teknis dalam melakukan branding kota, yaitu :
a. Differantation : membedakan branding sebuah kota dan
menonjolkan keunggulan kota. Branding dan keunggulan kota itu
harus berbeda dengan branding yang sudah ada dan juga
menunjukkan perbedaan kualitas kota tersebut dibandingkan kota
lainnya.
b. Relevance : Kota sebagai sebuah produk yang harus memiliki
branding sesuai dengan kualitasnya. Maksudnya seperti, jika sebuah
kota tidak memiliki kualitas teknologi yang memadai, maka
sebaiknya jangan melakukan branding kota itu sebagai kota
teknologi.
c. Esteem : dihargai oleh target pasar karena memiliki konsistensi
antara branding dengan kenyataan kualitas kota yang sebenarnya.
d. Awareness : memunculkan kesadaran target pasar akan sebuah kota.
Langkah ini penting. Jika branding tidak memunculkan kesadaran
dalam diri calon investor atau wisatawan, maka branding ini dapat
dikatakan gagal.
e. Mind : branding memiliki kemampuan masik ke dalam alam pikiran
dan kesasdaran target pasar, sehingga sebuah kota selalu diingat,
dibayangkan dan dirindukan (Kolb, 2006).

7. Konsep City Marketing


Dalam membentuk suatu pencitraan kota atau city branding diperlukan

pemahaman mengenai keunggulan kompetitif dan strategi yang berbeda di setiap

kota. Seperti yang disampaikan Kotler dalam Kavaratzis (2006) bahwa :

“although adoption the marketing mix as suggested by general marketing,

distinguish between four distinct strategies for place improvement that are the

foundation building a competitive advantage”. (meskipun menerapkan bauran

pemasaran seperti yang disarankan oleh pemasaran umum, bedakan antara empat
strategi yang berbeda untuk perbaikan tempat (kota) yang merupakan dasar untuk

membangun keunggulan kompetitif) strategi tersebut adalah :


a. Karakter tempat atau wilayah : suatu tempat atau wilayah
memerlukan rencana, rancangan dan upaya pengembangan yang
baik yang dapat meningkatkan daya tarik dan kualitas serta nilai
estetika yang tinggi.
b. Lingkungan fisik atau infrastruktur : suatu tempat atau wilayah perlu
mengembangkan dan memelihara prasarana dasar yang cocok
dengan lingkungan alamnya.
c. Ketersediaan layanan dasar : suatu tempat atau wilayah harus
menyediakan layanan dasar dengan kualitas yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan bisnis dan public.
d. Aspek rekreasi dan hiburan : suatu tempat atau wilayah memerlukan
sekumpulan atraksi atau daya tarik untuk warganya dan untuk
pengunjung atau turis. (kavaratzis, 2006)

Terdapat empat strategi umum dalam memasarkan atau mendorong agar

suatu kota dapat menjadi lebih menarik baik bagi pendatang, pengusaha maupun

investor ke kota atau wilayah tertentu, yaitu dengan :


a. Pemasaran citra (image marketing): keunikan dan kebaikan citra dan
sering kali didukung dengan slogan, contohna “solo, the spirit of
java”.
b. Pemasaran atraksi/ daya tarik (attraction marketing): atraksi atau
keindahan alam, bangunan dan tempat bersejarah, taman dan
landscape, pusat konvensi dan pameran serta mall dan pedestrian.
c. Pemasaran prasaran (infrastructure marketing): prasarana sebagai
pendukung daya tarik lingkungan kehidupan dan lingkungan bisnis,
antara lain meliputi jalan raya, kereta api, bandara, serta jaringan
telekomunikasi dan teknologi informasi.
d. Pemasaran penduduk (people marketing): antara lain mencakup
keramahan, pahlawan atau orang terkenal, tenaga kompeten,
kemampuan berwirausaha dan komentar atau tanggpan positif
penduduk yang lebih dulu pindah ke tempat yang dipasarkan
tersebut. (Anholt, 2007)

Dalam memasarkan suatu kota dengan membangun city branding,

layaknya membuat marketing plan suatu produk. Kota haurs memetakan

perubahan yang terjadi pada lingkungan, target pasar, pesaing daerah dan

perubahan yang terjadi di dalam daerah itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai