Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja menurut Joint Internasional Labour Organization (ILO) dan World Health

Organization (WHO) Committee 1995 adalah penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat

setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua pekerjaan.

Pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan

tenaga kerja terhadap resiko faktor- faktor yang menganggu kesehatan, penempatan, pemeliharan

tenaga kerja di lingkungan sesuai kemampuan fisik atau psikologisnya dan kesimpulannya

adalah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia kepada pekerjaannya

(Adzim,Hebibie Ilma.2015).

International Labour Organization (ILO) menyatakan setiap tahun ada lebih 250 juta

kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat

kerja. Terlebih lagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja sebanyak 80%

dikarenakan kelalaian yang dilakukan oleh pekerja yaitu perilaku tidak aman seperti tidak

memakai alat pelindung diri (APD) standar seperti helm, tali, sabuk pengaman, sepatu dan alat

pelindung lainnya ( ILO. 2018).

Data kecelakaan di negara maju seperti USA sebagaiamana yang dinyatakan Levy et.al.

(2011) bahwa tahun 2008 tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 3,7 juta

tenaga kerja swasta dan 940.000 tenaga kerja pemerintah pusat dan local (state), sedangkan

jumlah tenaga kerja yang meninggal akibat kecelakaan kerjadan penyakit akibat kerja masing-
masing sebanyak 5.214 orang dan 4.900 orang. Demikian pula paper (2012) menyatakan bahwa

USA lebih dari 4,1 juta tenaga kerja yang menderita yang di akibatkan mengalami kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja dan lebih dari 4.5000 orang tenaga kerja meninggal setiap tahun

nya atau lebih dari 12 orang tenaga kerja meninggal setiap hari (Silaban, Gerry, 2015).

Data mengenai kasus kematian yang disebabkan kecelakaan kerja menunjukkan di

Malaysia 8 banding 100.000 pekerja, Thailand 9 banding 100.000 pekerja, di Indonesia 20 orang

meninggal dari 100.000 pekerja dimana angka ini dianggap paling buruk di kawasan ASEAN,

dimana angka ini menduduki urutan pertama disusul Malaysia, Thailand dan Filipina.

Berdasarkan dari data organisasi buruh International Labour Organization (ILO), angka

kecelakaan kerja di Indonesia tertinggi di ASEAN (Pratiwi, Dwi Pratiwi. 2015).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencatat pada tahun 2017 mencapai 123.041

sementara sepanjang 2018 mencapai 173.105 kasus dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja

(JKK) sebesar 1,2 triliun. Setiap tahunnya rata-rata BPJS ketenagakerjaan melayani 130 ribu

kasus ringan sampai kasus-kasus berdampak fatal. Diantaranya semua kasus-kasus ditangani

masih didominasi kasus kecelakaan ringan dilingkungan pekerjaan ( BPJS Ketenagakerjaan.

2019).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada agustus 2018 sebanyak 58,76 persen dari total

angkatan kerja Indonesia adalah tamatan SMP ke bawah. Hal tersebut berdampak pada

kesadaran pentingnya perilaku selamat dalam bekerja oleh karena itu Pemerintah mengajak

seluruh stakeholder ( komunitas) antara lain pengusaha, serikat pekerja, pekerja dan masyarakat

agar meningkatkan pentingnya kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut data hasil laporan terjadi 29 kasus cacat per bulan di karenakan kecelakaan kerja

yang di alami para pekerja di Provinsi DKI Jakarta , dari data tersebut berarti ada kasus cacat
setiap hari. Untuk menekan kasus kecacatan dan meninggal pihak perusahaan menggandeng 57

rumah sakit yang memiliki “trauma center” (TC), 87 klinik atau faskes TC dan 7 pusat

pelatihan. Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan membuat

suatu program yang bertujuan untuk membantu pekerja yang mengalami kecelakaan kerja agar

bisa bekerja lagi dengan kondisi kecacatan Atau keterbatasan fisik yang di derita, program ini

juga membantu para pekerja mendapatkan pendampingan sejak saat pengobatan di rumah sakit

dan mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai fisiknya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor wilayah Sumbagut

pada tahun 2017 mencapai 4.902 kasus kecelakaan kerja di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran pekerja terhadap pemakaian alat pelindung diri

masih rendah, jumlah kasus atau klaim yang mencapai lebih dari 4.000 itu sudah menunjukkan

kecelakaan sumbagut masih cukup tinggi. Adapun klaim terbanyak terjadi di kantor cabang

Medan Belawan senilai 6,39 miliar dengan 1.094 kasus, kantor cabang Tanjung Morawa sebesar

4,49 miliar dengan jumlah kasus sebanyak 1.218 kasus dan kantor cabang Medan Kota sebesar

6,39 miliar dengan jumlah kasus sebanyak 484 kasus. Dengan jumlah kasus yang begitu tinggi

Pemerintah menghimbau pekerja dan pemilik perusahan untuk lebih mengutamakan keselamatan

dan kesehatan kerja (K3).

Ketidakpatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan perilaku tidak aman.

Menurut Geller perubahan perilaku di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal meliputi pendidikan, masa kerja dan pengetahuan. Pendidikan yang di tempuh akan

berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Masa kerja sangat

berkaitan erat dengan pengalaman-pengalamannya dipandang lebih mampu melaksanakan dan

memahami pekerjaannya. Pengetahuan pekerja dapat memberikan landasan yang mendasar


sehingga memerlukan partisipatif secara efektif dalam menentukan sendiri masalah ditempat

kerja. Ketersediaan alat pelindung diri yang diberikan perusahaan dapat menunjang pekerja

dalam bekerja dengan aman dan pengawasan kerja dapat mengarahkan pekerja perilaku aman

(Heryawan, Hari, dkk. 2018).

Alat pelindung diri sangat di perlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja.

Alat pelindung diri seperangkat alat keselamatan yang di gunakan oleh pekerja untuk

melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya

lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. jenis alat pelindung diri yang

disediakan harus memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik yang di

hadapi oleh tenaga tetap, kontrakan maupun subkontraktor sesuai dengan pekerjaan masing-

masing (Winasis, Susilo,dkk. 2016).

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Tranmigrasi Nomor 01/Men/1981 disebutkan

dalam pasal 4 ayat 3 bahwa “Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat

pelindung diri yang di wajibkan pengguna oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya

untuk mencegah penyakit kerja”. Namun kenyataannya alat pelindung diri tidak selalu di

kenakan saat bekerja, di lapangan masih banyak di temukan pekerja yang tidak memakai alat

pelindung diri padahal pihak perusahaan sudah menyediakan (Novianto, Nanang Dwi. 2015).

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja diharapkan dapat meningkat tingkat

kepuasan kerja pekerja, menurut Sutrisno “Kepuasan kerja karyawan merupakan masalah

penting yang di perhatikan dalam hubungannya dengan produktivitas kerja karyawan dan

ketidakpuaasan sering dikaitkan dengan tingkat tuntutan dan keluhan yang tinggi ”. Jaminan

keselamatan dan kesehatan kerja yang di berikan perusahaan diharapkan mampu mendorong

semangat karyawan agar dapat memenuhi target atas pekerjaan yang di berikan oleh perusahaan.
Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dapat meningkatkan kinerjanya

(Fajri,Kahfiardi,dkk.2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hayu Astiningsih pada tahun 2018 di proyek

Bandara Ahmad Yani Semarang pada maret 2018 menunjukkan bahwa masih banyak

pelanggaran dilakukan oleh pekerja yang berkaitan dengan peraturan penggunaan alat pelindung

diri. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan yaitu tidak memakai helm pengaman sebanyak 32

orang, tidak memakai rompi kerja sebanyak 3 orang, tidak memakai kaca mata pelindung ketika

melakukan pengelasan sebanyak 2 orang, tidak memakai body harness ketika bekerja

diketinggian sebanyak 6 orang, menggunakan sandal sebanyak 3 orang, tidak menggunakan

sarung tangan ketika melakukan pengangkatan besi sebanyak 3 orang dan menggunakan celana

pendek sebanyak 2 orang. Pada program keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan oleh

pihak perusahan masih banyak ditemukan pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri

dengan alasan para pekerja tidak nyaman menggunakan alat pelindung diri tersebut saat bekerja

padahal diperusahaan tersebut sudah melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

dengan baik serta alat pelindung diri telah disediakan perusahaan sesuai dengan standar.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 50 pekerja di, PT. Greatech Artanindo

bergerak di bidang pemasangan pipa yaitu pipa PVC dan pipa hydran (pipa besi). Di dalam

proses kerja ada beberapa alat yang digunakan para pekerja, yang pertama para pekerja

menggunakan alat atau mesin yaitu mesin gerinda untuk memotong pipa dan besi, yang kedua

yaitu mesin las untuk menyambung pipa hydran dan menyambung besi dalam pembuatan suppot.

Para pekerja juga bekerja di ketinggian pada saat pemasangan pipa. Dan untuk pemasangan pipa

hydran para pekerja menaikkan pipa tersebut ke atas dengan menggunakan katrol manual dengan

berat pipa 175 kg. Pada saat pemasangan pipa para pekerja juga terkadang memotong pipa yang
posisinya sudah tergantung di atas serta mengelas pipa yang sudah terpasang di atas untuk

menyambungkan antara satu pipa dengan pipa yang lainnya. Dalam proses kerja para pekerja

seharus menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Alat

pelindung diri yang harus digunakan oleh para pekerja adalah helm, safety shoes, masker,

sarung tangan las, apron dan helm las.

Pada proyek pemasangan pipa di apartemen penerapan keselamatan dan kesehatan kerjan

dilaksanakan. 5 (lima) program keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang diterapkan oleh

health safety environment (HSE) di PT.Greatech Artaninndo meliputi safety induction yaitu di

lakukan wawancara kepada pekerja baru, equipment inspection memeriksa setiap peralatan yang

dilakukan oleh pekerja kegiatan ini dilaksanakan pada setiap hari senin, safety talk/breakping

untuk menjelaskan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di lakukan pada setiap hari selasa

dan ju’mat, safety patrol untuk memastikan keselamatan setiap pekerja dan area yang nyaman

dilakukan setiap hari dan yang terakhir dilakukan fogging di lokasi kerja untuk mengantisipasi

penyakit demam berdarah (DBD) di laksanakan pada setiap hari kamis. Dan ada beberapa sanksi

yang dikenakan kepada pekerja yang tidak mengikuti peraturan di PT.Greatech Artaninndo yaitu

sanksi berupa denda dan pekerja tidak diberi izin bekerja jika tidak menggunakan alat pelindung

diri secara lengkap.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada bulan September ditempat penelitian sumber

bahaya dilingkungan kerja tersebut seperti banyak material yang tidak tersusun rapi sewaktu-

waktu dapat menimpa para pekerja , kabel listik yang tidak tersusun rapi apabila kabel listriknya

terkelupas dapat menyebabkan konsleting atau tersetrum arus listrik bisa juga menyebabkan

kematian, pemasangan pipa di ketinggian dan penggunaan mesin gerinda saat memotong

material berupa besi tanpa menggunakan cover. Penyakit akibat kerja (PAK) yang kemungkinan
besar diderita oleh para pekerja di PT. Greatech Artanindo adalah gangguan saluran pernafasan.

Karena di area konstruksi seperti pada pembangunan apartemen terdapat sangat banyak debu,

sedangkan para pekerjanya tidak menggunakan masker. Selain dari debu konstruksi, asap yang

dihasilkan dari proses pengelasan juga sangat berbahaya untuk pernafasan pekerja.

Pada proyek pemasangan pipa apartemen di PT. Greatech Artanindo dapat diambil

kesimpulan bahwa standar operasional prosedur (SOP) kerja serta Progam keselamatan dan

kesehatan kerja yang dimiliki PT. Greatech Artanindo sudah cukup baik. Selain itu alat

pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak PT sudah cukup memadai seperti helm, body

harness, sarung tangan las, helm las/topeng las dan apron. Masih banyak para pekerja yang tidak

menggunakan helm dan masker pada saat bekerja, seperti yang di ketahui pada pemasangan pipa

apartemen tersebut sangat banyak debu yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan para

pekerja dan banyak material yang bisa jatuh mengenai kepala para pekerja. Akan tetapi

kesadaran para pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri untuk keselamatan mereka dalam

bekerja masih sangat kurang, padahal diperusahaan tersebut sudah melaksanakan program

keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik serta alat pelindung diri telah disediakan

perusahaan sesuai dengan standar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Hubungan Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Kepatuhan

Penggunaan Alat Pelindung Diri Kepada Pekerja Pemasangan Pipa Apartemen di PT. Greatech

Artanindo”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan diatas ,maka rumusan

masalah dalam penelitian adalah apakah hubungan penerapan program keselamatan dan
kesehatan kerja dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja pemasangan

pipa apartemen di PT. Greatech Artanindo tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Bagaimana Hubungan Penerapan Program Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja Dengan Kepatuhan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Pemasanganan

Pipa Apartemen Di PT.Greatech Artanindo Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana sikap pekerja terhadap sistem penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja di PT.Greatech Artanindo tahun 2019

2. Untuk mengetahui sejauh mana program keselamatan dan kesehatan kerja

mempengaruhi produktivitas kerja pekerja di PT.Greatech Artanindo tahun 2019

3. Untuk mengetahui adakah hubungan antara sikap pekerja terhadap penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja dengan produktivitas pekerja di PT.Greatech

Artanindo tahun 2019

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil yang di peroleh dari penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan ataupun referensi di perpustakaan Institut Deli Husada Deli tua, dan dapat

digunakan sebagai panduan bagi penelitian selanjutnya untuk mahasiswa Sarjana

Kesehatan Masyarakat Khusus Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

2. Di harapkan bisa digunakan sebagai bahan masukan kepada pihak PT. Greatech

Artanindo masalah penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja

pemasangan pipa apatemen agar program tersebut bisa lebih ditingkatkan.


3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khusus yaitu dapat melihat

langsung kondisi lingkungan kerja yang sebenarnya, dan dapat memecahkan suatu

masalah yang ada terhadap program keselamatan dan kesehatan kerja kepatuhan

pemakaian alat pelindung diri di lingkungan kerja.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin

keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan

kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.

Pekerjaan dikatakan aman jika apapun dilakukan yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko

yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang

bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak

muah capek.

Menurut suma’mur keselamatan dan kesehatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk

menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawanyang bekerja

diperusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan yang

di atur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi

pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja dan daya tingkat kesehatan yang tinggi.

Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan

kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi unsur yang ada dalam kesehatan dan

keselamatan kerja yang terpaku pada faktor fisik, mental, emosional dan psikologi.

Keselamatan kerja adalah sarana utama utuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian

sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang keamanan

tenaga kerja. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang
maupun jasa. Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi keselamatan kerja dalam

melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkat kan produktifitas nasional,

menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja dan sumber produksi

terpelihara secara aman dan efisien.

Program kesehatan kerja merupakan suatu hal penting dan perlu diperhatikan oleh pihak

pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang baik menguntungkan para karyawan

secara material, karena karyawan akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih

menyenangkan sehingga secara keseluruhan karyawan aka mampu bekerja lebih lama. Istilah

keselamatan dan kesehatan kerja mengacu pada kondisi psikologis fisik dan psiokologis pekerja

yang merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh perusahan. Jika suatu perusahaan

melakuakan pengukuran keamanan dan kesehatan yang efektif. Semakin sedikit pegawai

mengalami dampak penyakit jangka pendek atau jangka pendek atau jangka panjang akibat

bekerja diperusahaan tersebut.

Pengertian kesehatan kerja adalah jaminan kesehatan pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan

derajat kesehatan fisik, mental dan sosial setingi-tingginya. Bagi pekerja dan semua jenis

pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi

pekerjaan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang

merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja

yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologinya. Secara ringkas merupakan

penyesuaian pekerja kepada manusia dan setiap manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan

atau jabatannya.
Kesehatan kerja menurut suma’mur didefenisikan sebagai spesialiasasi dalam ilmu

kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya agar masyarakat pekerja memperoleh derajat

kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atapun mental dengan usaha-usaha preventif dan kuratif

terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor

pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum. Hakikat kesehatan kerja

mencakup dua hal, yakni:

Pertama: sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

Kedua : sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepadanya efisiensi dan

produktifitas.

Di tempat kerja kesehatan dan kinerja seorang tenaga kerja dipengaruhi oleh beban kerja,

kapasitas kerja yang bergantung pada pendidikan dan beban tambahan atau lingkungankerja.

Pelayan kesehatan kerja menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi no.

01/MEN/1982 adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk melindungi pekerja dari

kemungkinan mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerja dan lingkungan

kerja serta mengupayakan peningkatan kemampuan fisik pekerja.

Menurut Undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan bab 1 pasal 1, yang

dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkin kan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Indvidu yang sehat

adalah induvidu yang bebas dari penyakit, cedera, serta masalah mental dan emosi yang bisa

mengganggu aktivitas manusia normal pada umumnya.

Sedangkan kesehatan kerja (occupational health) atau sering disebut dengan kesehatan

industri ( industrial hygiene) pada Bab V pasal 23 merupakan upaya kesehatan untuk
mewujudkan produktifitas kerja yang optimal meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan

penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja dan setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan

kesehatan kerja. pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja ditujukan bagi yang akan diperkerjaan

maupun yang telah berstatus tenaga kerja.

Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikan

rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor dilapangan

yang mempengaruhi keselamatan dan kes ehatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan

psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan

kerja. ada beberapa fungsi keselamatan dan kesehatan kerja yaitu:

Fungsi dari keselamatan kerja :

a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap resiko dari bahaya kese hatan di tempat

kerja

b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan perorganisasian dan praktek kerja termasuk

desain tempat kerja

c. Memberikan saran,informasi, pelatihan, edukasi tentang kesehatan dan alat pelindung diri

d. Melaksanakan surveilan terhadap kesehatan kerja

e. Terlibat dalam rehabilitasi

f. Mengelola P3K dan tindakan darurat

Fungsi dari keselamatan kerja yaitu:

a. Antisipasi, identifikasi, evaluasi kondisi, dan praktek berbahaya

b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program


c. Terapkan, dokumentasi,informasi rekan lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan

program pengendalian bahaya

d. Ukur, periksa kembali keefektivitas pengendalian bahaya dan program pengendalian

bahaya

Peran keselamatan dan kesehatan dalam ilmu keselamatan dan kesehatan kerja

berkontribusi dalam upaya perlidungan kesehatan para pekerja dan upaya promosi kesehatan,

pemantauan dan surveilan kesehatan serta upaya peningkatan daya tubuh dan kebugaran pekerja.

Sementara peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau yang mempunyai

potensi resiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan.

2.1.2 Budaya kerja sehat

Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang

menjadi kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan

dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut

dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka

dinamakan budaya kerja.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan

pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga

meningkatkan dan mempertahankan sisi positif, serta berupaya membiasakan (habiatuating

process) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hardari Nawawi dalam bukunya manajemen

sumber daya manusia menjelaskan bahwa budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan

berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini
memang tidak ada sanksi tegas, namun dari perilaku organisasi secara moral telah menyepakati

bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan

pekerjaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

Adapun menurut Triguno dalam bukunya manjemen sumber daya manusia menerangkan

bahwa budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup pasangan hidup

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong , membudaya dalam

kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi

perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dapat yang terwujud sebagai keja atau bekerja.

Sedangkan menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya manajemen sumber daya manusia

menerangkan bahwa budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis

yang terinternalisasi sangat mendalam dan memiliki bersama oleh anggota organisasi.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk

merubah, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah

laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya budaya kerja di

awali tingkatkan kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan

antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang

dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Cakupan makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:

a. Disiplin: perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku

didlam maupun luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan

perundangan-undangan prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berintekrasi dengan mitra,

dan sebagainya.
b. Keterbukaan: kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan

kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan

c. Saling menghargai : perilaku yang menunjuk penghargaan terhadap indivudu, tugas dan

tanggung jawab orang lain sesame mitra kerja

d. Kerjasama : ketersedian untuk memberi dan memberi dan member kontribusi dari dan

atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan

Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumber daya

manusia atau menanamkan nilai-nilai konsisten serta komitmen. Dengan adanya suatu keyakinan

dan berkomitmen kuat berkualitas, sesuai standar atau sesuai ekspetasi pelanggan (organisasi)

efektif atau produktif dan efisien.

Budaya kerja akan kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama

dan nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus

melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Adapun indikator-indikator budaya kerja dapat

dikategorikan yaitu:

1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku beroganisasi

pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau

kewenangan dan tanggung jawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup

lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap yaitu

pendirian ( position), jika sikap bisa merubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan

keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah

laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar maupun kedaaan tidak sadar.
Kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah,

namun diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyaman dalam melaksanakan tugas pekerjaan

pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan merupakan karena peraturan merupakan bentuk

ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai displin dalam mematuhi segala

bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan maupun industri. Sehingga

diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekuensi terhadap

peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan maupun dilembaga pendidikan.

3) Nilai-nilai

Nilai merupakan penghayatan seorang tentang apa yang lebih penting atau kurang penting,

apa yang lebih atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui

media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika

terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja, jadi nilai dan budaya kerja tidak bisa

dipisah dan keduanya harus ada keselarasan dengan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan

keduanya harus ada keselarasan dengan budaya yang searah, keserasian dan keseimbangan.

Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai

agar dapat memberikan evaluasi terhadap terhadap kinerja pegawai agar dapat memberikan

evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara berkuaitas maupun

kuantitas.

Budaya kerja sendiri memiliki tujuan agar produktivitas setiap karyawan menungkatkan

hasil semaksimal mungkin. Budaya kerja menjadi hal yang krusial untuk diterapkan karena
sangat berhubungan dengan efektif tidaknya sebuah sistem. Budaya kerja yang sehat tentu

berimbas makin efektif dan efisiennya sebuah pekerjaan. Diperlukan kesadaran dan partisifasi

aktif dari masing-masing individu agar sistem berjalan denagn sesuai harapan. Manfaat yang

diterapkan dalam budaya kerja antara lain komunikasi jadi efektif, timbul rasa kekeluargaan,

karir lebih cepat berkembang, kemampuan inter dan intra personal meningkat, prodiktivitas

meningkat.

2.1.3 Undang-Undang yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja

A. Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja

Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan

pekerjadalam melaksanakan keselamatan kerja.

B. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Undang-undang ini menyatakan secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksa

kesehatan badan, kondisi mental dan ketempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan

yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para

pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri dengan tepat dan benar serta mematuhi semua

syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992

pasal 23 tentang kesehatan kerja juga menekan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja

dapat bekerja secara sehat tanpa membahaykan diri sendiri dan masyarakat disekelilingnya

hingga di peroleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja.

C) Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keselamatan
dan kesehatan kerja. sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, pemerintah

juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan keputusan Presiden terkait penyelenggaraan

keselamatan dan kesehatan kerja diantara nya:

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 tahun 1979 tentang keselamatan kerja

pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi

2. Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran,

penyimpanan dan penggunaan pestisida

3. Peraturan pemerintah no 13 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatn

dan kesehatan kerja di bidang pertambangan

4. Keputusan Presiden no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan

kerja.

Berdasarkan Undang-undang Jaminan Keselamatan dan Kesehatan kerja (JKK) di peruntuk

kan untuk keseluruh pekerja yang bekerja di segala tempat kerja baik di darat, dilaut , di dalam

tanah, di dalam air maupun udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hokum Republik

Indonesia. Jadi pada dasarnya setiap pekerja di Indonesia berhak atas jaminan keselamatan dan

kesehatan kerja.

Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 keselamatam dan kesehatan kerja, kewajiban dan hak

tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas kesehatan kerja

atau ahli keselamatan kerja

2. Memakai alat-alat pelindung diri yang di wajibkan

3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan
4. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang

diwajibkan

5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan

kerja serta alat-alat perlindungan diri diwajibkan diragukan oleh nya, kecuali dalam hal-

hal khusus di tentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat

dipertanggung jawabkan.

2.1.4 Lingkungan kerja

Lingkungan kerja adalah alat keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,

lingkungan sekitarnya dimana seorang bekerja, metode kerja, serta pengaturan kerjanya baik

perseorangan maupun sebagai kelompok dapat di tarik kesimpulannya bahwa kondisi lingkungan

kerja baik akan menunjang produktivitas karyawan yang pada akhirnya berdampak pada

kenaikan tingkat kinerja karyawan. lingkungan kerja dapat di bagi 2 yaitu lingkungan kerja fisik

dan lingkungan non-fisik. Lingkungan kerja fisik contohnya adalah penerangan , warna dinding,

sirkulasi udara, music, kebersihan dan keamanan. Sdangkan lingkungan non fisik contohnya

adalah struktur tugas, desain pekerjaan, pola kerja sama, pola kepemimpinan, dan budaya

organisasi.

Adanya pembagian mengenai lingkungan kerja tersbut tidak dapt dipisahkan satu sama

lain. Anatara keduanya harus saling seimbang, karena lingkungan kerja fisik maupun non fisik

sama-sama akan mempengaruhi kinerja karyawan. untuk menyeimbangkan keduanya di perlukan

kesadaran pihak manajemen perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan lingkungan kerja

yang kondusif untuk menunjang kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kesuksesan membangun lingkungan kerja yang kondusif jelas membutuhkan waktu,

komitmen, perencanaan dan pelaksanaan yang sangat tepat. Pemilihan sistem yang paling tepat
dan sesuai organisasi juga sangat penting. Sistem yang tepat akan bersifat jangka panjang, tidak

berubah dalam waktu dekat sehingga memjadi pondasi yang kuat bagi organisasi. Jika suatu

sistem yang digunakan berfokus pada jangka panjang melalui system yang selaras, lingkungan

kerja yang berkondusif dapat terwujudkan.

Kondisi lingkungan kerja yang berbeda pada setiap organisasi dapat memberikan tingkat

kepuasan yang beberbeda pula bagi karyawan sehingga prestasi kerja dalam menyelesaikan tugas

yang dibebankan padanya juga berbeda, yang harus diusahakan untuk memperbaiki metode kerja

dalam suatu organisasi atau tempat kerja yang lain adalah menjamin agar para karyawan dapat

bekerkja dan melaksanakan tugasnya dalam keadaan yng memenuhi persyaratan, sehingga

mereka dapat melakukan tugasnya tanpa mengalami hambatan.

Lingkungan kerja akan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja menyelesaiakan tgas

yang di bebankan kepadanya. Lingkungan kerja yang buruk di pandang banyak oleh ahli sebagai

hal yang tidak ekonomis, kaerna merupakan penyebab utama pemborosan eakyu dan hal-hal

lainnya yang berakibat hasil kerja yang di hasilkan karyawan akan menurun. Setiap orang baik

secara individu maupun kelompok memberikan reaksi dengan sensitifitasn atau kepekaan yang

cukup tinggi terhadap iklim psikologis, misalnya cahaya lampu yang kurang terang, kamar yang

pengap, kursi yang kurang enak diduduki, hal ini secara drastic dapat meruntuhkan moral kerja

atau mengurangi efektifitas dan efisiensi kerja para karyawan.

Sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya akan dipengaruhi oleh faktor

lingkungan baik inernal maupun eksternal. Namun dalam kenyataannya sikap dan perilaku

pegawai lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja internal berada disekitar pegawai dalam

menjalankan tugas.
Jenis-jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan non

fisik.

a. Lingkungan kerja fisik

Keadaan berbeentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi

karyawan secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan karyawan adalah pusat

kerja, meja, kursi dan lain sebagainya. Sedang kan lingkungan perantara atau lingkungan umum

dapat juga disebut dengan lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya

temperatur, kelembaban, sirkulasi udara , pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak

sedap, warna dan lain-lain.

b. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan

kerja baik hubungan dengan atasan maupun sesama rekan kerja ataupun hubungan

dengan bawahan.

Lingkungan kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Kondidi fisik dari ligkungan kerja

Kondisi fisik menurut newstrom adalah faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor lainya

yang dapat mempengaruhi perilaku para pekerja seperti kondisi fisik, dimana yang termasuk di

dalam nya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan macam-

macam udara yang bearasal dari zat kimia dan polusi-polusi. Cirri-ciri estesis seperti warna dan

lantai dinding.
2. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja

Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi

perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang

kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja.

2.2 Alat Pelindung Diri

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan keselamatan merupakan upaya terakhir

melindungi diri dalam meminimalkan bahaya. Kewajiban mengunakan alat pelindung diri telah

disepakati pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dengan industri

selaku usaha. Alat pelindung diri standard terdiri dari pelindung diri pernapasan, telinga, mata,

kepala, kepala, kaki, pakaian pelindung dan sabuk pengaman karyawan baik dilaboratorium,

lapangan atau diproses pengolahan.

Alat pelindung diri dalam dunia industri dikenal Personal Protective Equipment (PPE)

adalah peralatan yang digunakan karyawan untuk melindungi diri terhadap potensi bahaya

kecelakaan kerja. Alat pelindung diri merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja

sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di

sekelilingnya. Agar karyawan merasa aman dan terhindar dari kecelakaan kerja karyawan harus

menggunakan alat pelindung diri.

Dasar hukum menyatakan bahwa peralatan pelindung diri adalah undang-undang No.1

tahun 1970 Bab IX pasal 13 tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja yang berbunyi:

“Barang siapa akan memasuki tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan

kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.”


Menurut Ridley (2006), peralatan perlindungan diri yang efektif harus sesuai yaitu:

a. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi

b. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut

c. Cocok bagi orang yang akan menggunakan

d. Tidak menggangu kerja operator yang sedang bertugas

e. Memiliki konstruksi yang sangat kuat

f. Tidak mengganggu peralatan perlindungan diri lain yang sedang dipakai secara bersamaan

g. Tidak meningkatkan resiko terhadap pemakaiannya

Alat perlindungan diri juga harus sesuai seperti :

a. Disediakan secara gratis

b. Diberikan satu per orang setelah dipakai harus dibersihkan

c. Hanya digunakan sesuai peruntukannya

d. Dijaga dalam kondisi baik

e. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan

f. Disimpan di tempat yang sesuai ketika tidak digunakan

Operator-operator yang menggunakan peralatan pelindung harus memperoleh :

a. Informasi tentang bahaya yang dihadapi

b. Intruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu di ambil

c. Pelatihan tentang penggunaan peralatan yang benar

d. Konsultasi dan diizinkan memilih peralatan perlindungan diri yang tergantung pada

kecocokannya

e. Pelatihan cara memelihara dan menyimpan peralatan perlindungan diri dengan rapi

f. Intruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan


2.2.2 Kewajiban Penggunaan Alat Pelindung Diri

1. Kewajiban karyawan menggunakan alat pelindungan diri saat b ekerja

Menurut Husni (2010) agar terhindar dari resiko kecelakaan kerja maka karyawan

diwajibkan menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Selain memiliki hak-hak sebagai

karyawan makanya juga memiliki kewajiban-kewajiban lainnya adalah sebagai berikut:

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas-pengawas dan ahli

keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan.

c. Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku

ditempat atau perusahaan yang bersangkutan.

2. Kewajiban perusahaan menyediakan fasilitas yang memadai


Salah satu cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk memberikan jaminan keselamatan

dalam kerja yaitu perusahaan harus meyediakan fasilitas yang memadai baik mesin, peralatan

maupun alat diri.

Menurut Sedarmayanti (2011) salah satu tindakan pengaman yaitu dengan cara

memberikan fasilitas untuk karyawan untuk bekerja, menyediakan peralatan yang aman

termasuk pakaian atau perlindungan kerja khusus, guna melindungi karyawan pada waktu

melaksanakan pekerjaannya.

Menurut sedarmayanti (2011) perusahaan dapat mencegah kecelakaan dengan membuat

area mesin, area perlatan dan area kerja sehingga karyawan yang kadang melamun atau yang

kemungkinan besar melakukan pekerjaan yang berbahaya tida dapat melukai diri mereka sendiri

dan orang lain. Menyediakan peralatan yang aman dan penjaga mesin , memasang tombol
keadaan darurat , memasang jeruji pengaman, mengosongkan gang, serta memasang ventilasi,

penerangan, pemanas dan pendingin ruangan yang dapat membantu membuat lingkungan kerja

menjadi lebih aman. Beberapa faktor yang mempengaruhi keselamatan telah diindentifikasi,

termasuk ukuran kerja, jenis material yang digunakan kondisi panca indera, jarak antara area

kerja, serta gangguan dari kegaduhan dan arus lalu lintas.

2.2.3 Fungsi dan Jenis Alat Pelindung Diri

A. Alat pelindung kepala

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala

dari benturan, terantuk, kejatuhan, terpukul benda tajam atau keras yang melayang di udara,

terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia dan suhu ekstrim. Jenis-jenis alat

pelindung kepala terdiri dari elm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup

kepala atau pengaman rambut dan lain-lain. Persyaratan umum pemakaian topi umum:

1. Bagian luarnya harus kuat dan tahan terhadap benturan atau tusukan benda-benda

runcing

2. Jarak antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak 4-5 cm

3. Tahan menyerap air

4. Tahan api

Cara pemakaian yang tepatnya adalah sebagai berikut:

1. Tentukan di area mana pada lokasi kerja harus memakai topi pelindung buat

peraturannya dan awasi pemakaiannya. Sediakan topi pengaman bagi pekerja.


2. Pastikan dipakai dengan benar, ada berbagai jenis topi pengaman. Beri kesempatan pada

pekerja untuk memilih jenis yang sesuai dengan dirinya dan pekerjaannya

3. Beberapa jenis topi pelindung mempunyai kelengkapan tambahan, termasuk tambahan

lunak pada bagian dahi. Meskipun jenis ini lebih mahal harganya tetapi ini lebih

nyaman di pakai sehingga membuat pekerja tidak enggan untuk memakainya.

B. Alat pelindung mata dan wajah

Alat pelindung mata dan wajah adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi

mata dan wajah dari paparan baha kimia, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan

dibadan air, percikan benda-benda kecil, uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang

mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukula benda keras dan

tajam. Jenis pelindung mata dan wajah terdiri dari kacamata pengaman (speatacles), kaca mata

(googles), tameng muka (face shield), masker selam, kaca mata pengaman dalam kesatuan (full

face masker) dan kaca mata las (welding glasses).

C. Alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga alat yang berfungsi untuk melindungi untuk melindungi alat

pendenagaran terhadap kebisingan dan tekanan. Jenis alat pelindung telinga terdiri ear plug dan

ear muff.

D. Alat pelindung pernapasan


Alat pelindung pernapasan adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ

pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring cemaran bahan

kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap asap, gas dan

sebagainya. Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri masker, respirator,

katrit, kanister, Re-breather, airline respirator, dan lain-lainnya.

E. Alat pelindung tangan

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung berfungsi untuk melindungi

tangan dan jari-jari tangan pajanan api, suhu panas, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion,

arus listrik, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan atau tergores, terinfeksi virus pathogen

(virus bakteri) dan jasad renik. Jenis pelindung terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari

logam, kulit, kain kanvas, karet, dan sarung tangan yang tahan kimia.

F. Alat pelindung kaki

Alat jenis pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau benturan

dengan benda-benda berat, tertusuk benda, tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas,

terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan tergelincir. Jenis pelindung kaki

berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik,

tempat kerja yang basah atau licin, bahaya binatang, dan lain-lain.

H. Pakaian pelindung

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi dari bahaya temperatur panas atau

dingin yang ekstrim, pajanan dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia dan cairan

logam panas. Jenis pakaian pelindung diri terdiri dari rompi (vest), celemek (apron atau

coveralls), jacket dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
Pemeliharaan alat pelindung diri di sesuaikan dengan standar masing-masing alat

pelindung diri dan sebagian telah diuraiakan pada sub bagian jenis pelindung diri. Secara umum

pemeliharaan alat pelindung diri dapat di lakukan dengan:

2. Menyimpan alat pelindung diri dengan benar

3. Mencuci dengan air sabun, kemudian di bilas dengan air bersih terutama untuk helm,

kacamata, sepatu kerja, pakaian kerja dan sarung tangan

Untuk menjaga daya guna dari alat pelindung diri hendaknya disimpan ditempat khusus

sehingga terbebas dari debu, kotoran, gas beracun, dan gigitan serangga atau binatang . tempat

tersebut hendaknya kering dan mudah dalam pengambilannya. Beberapa kelemahan alat

pelindung diri antara lain:

1. Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai alat pelindung diri yang

kurang tepat, cara pemakaian alat pelindung diri yang salah dan alat pelindung diri yang

tidak memenuhi persyaratan standar

2. Alat pelindung diri yang sangat sensitive terhadap perubahan tertentu

3. Alat pelindung diri mempunyai maa kerja tertentu seperti canister, filter dan penyerap

4. Alat pelindung diri dapat menularkan penyakit bila di pakai secara bergantian

2.3 Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Menurut Icek Ajzen dan Martin Fishbein, kepatuhan didefinisikan sebagai suatu respon

terhadap suatu perintah, anjuran atau ketetapan yang ditunjukan melalui suatu aktifitas konkrit.

Kepatuhan juga merupakan bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan

prosedur yang telah ditetapkan.Kepatuhandapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap
suatu perintah,anjuran, ata ketetapan melalui suatu aktifitas konkrit. Teori ini didasarkan pada

asumsi:

a. bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal

b. manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada

c. bahwa secaraeksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan

mereka

Kepatuhan memakai APD bila memasuki suatu tempat kerja yang berbahaya,bukan hanya

berlaku bagi tenga kerja saja, melainkan juga bagi pimpinan perusahaan, pengawas lapangan,

supervisior, dan bahkan berlaku untuk siapa saja yang memasuki tempat kerja tersebut. Dengan

demikian, pimpinan perusahaan dan supervisior harus memberikan contoh yang baik kepada

pekerja, yaitu merekaharus selalu memakai APD yang diwajibkan bila memasuki tempat kerja

yang dinyatakan berbahaya. Dengan demikian, para pekerja akan merasa bahwa pimpinan

mereka sangat disiplin dan perhatiaan dengan masalah Keselamatan danKesehatan Kerja.

Menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa patuh menghasilkan perubahan tingkah laku

yang sementara, dan individu cenderung kembali berpandangan atauperilaku yang semula jika

pengawasan kelompok mengendur atau jika dia pindahdari kelompoknya. Faktor yang juga

mempengaruhi sikap dari pemakaian Alat Pelindung Diri meliputi:

1. Pendidikan
Menurut Notoatmojo (1981), menyebutkan pendidikan adalah setiap usaha,pengaruh,

perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang menuju kedewasaan.

Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang yang

berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku pekerja.Program pendidikan pekerja dalam bidang kesehatan dan

keselamatan kerja dapatmemberikan landasan yang mendasar sehingga memerlukan partisipasi

secara efektif dalam menemukan sendiri pemecahan masalah di tempat kerja. Pendidikan yang

dimaksud dalam hal ini merupakan pendidikan formal yang diperoleh di

bangku sekolah.

2. Masa kerja

Teori dari Max Weber dalam Nurhayati (1997), yang menyatakan bahwa seseorang individu

akan melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalamannya. Petugas kesehatan yang

berpengalaman akan melakukan tindakan ses uai kebiasaan yang telah diterapkan setiap harinya

berdasarkan dari pengalaman yang didapat selama bekerja. Menurut Anderson (1994) dalam

Arifien (2006), seseorang yang telah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas

danberpengalaman yang lebih banyak yang memegang peranan dalam pembentukan perilaku

petugas.

3. Usia
Menurut Gibson (1987) dalam Hidayat A (2007), faktor usia merupakan variabel individu,

secara prinsip bahwa seseorang bertambah usianya akan bertambah kedewasaanya dan semakin

banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi perilakunya.

4. Jenis Kelamin
Menurut Robin (2003) dalam Hidayat (2007) satu isu yang nampaknya membedakan dalam

hal jenis kelamin, khususnya saat karyawan mempunyai anak-anak usia pra sekolah. Ibu-ibu

yang bekerja berkemungkinan lebih besaruntuk paruh waktu, jadwal kerja yang fleksibel dan

menyelesaikan pekerjaan kantor di rumah agar bisa memenuhi tanggung jawab mereka terhadap
keluarga. Perbedaan jenis kelamin terhadap kedisplinan kerja merupakan hal yang masih

diperdebatkan.

5. Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (1997), pengetahuan merupakan domain yang sangatpenting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek

penelitian atau responden. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan dengan panca inderanya terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

2.4 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk mengatasi ketidak

seimbangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen.

Program ini meliputi administrasi dan manajemen, paniti pelaksanan keselamatan dan kesehatan

kerja (P2K3), kebersihan dan tata ruang, peralatan keselamatan dan kesehatan kerja,

pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran, keadaan darurat, penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja dan sistem evaluasi program.

Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu rencana kerja dan

pelaksanaan prosedur yang memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses

pengendalian resiko dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan tidak

aman, meliputi :
1. Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi berbahaya,

lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan.

2. Membuat prosedur keamanan

3. Menindak lanjuti program kesehatan untuk pembelian dan pemasangan peralatan

baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya

4. Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada

5. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk semua level manajemen.

6. Rapat bulanan keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3)

7. Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang keselamatan dan kesehatan

kerja seperti alat pelindung diri, standar keselamatan yang baru.

8. Pembagian pernyataan kebijakan organisasi.

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program keselamatan dan

kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan. Suatu program keselamatan dan

kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan

potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan finansial, dan lainnya. Program keselamatan

dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak

bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain

Efektifitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat tergantung kepada komitmen dan

keterlibatan semua pekerja. Keterlibatan pekerja akan meningkatkan produktivitas. Beberapa

kegiatan yang harus melibatkan pekerja antara lain :


1. Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan rekomendasi bagi

perbaikan.

2. Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum.

3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.

4. Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.

Unsur-unsur program keselamatan dan kesehatan kerja yang terpenting adalah

pernyataan dan kebijakan perusahaan, organisasi dan personil, menjaga kondisi kerja untuk

memenuhi syarat-syarat keselamatan, membuat laporan dan analisis penyebab kecelakaan dan

menyediakan fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan.

membagi komponen penting dari program keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu :

1. Pemerikasaan Kesehatan Pekerja

a. Pre-placement yaitu pemeriksaan kesehatan atau status kesehatan termasuk penilaian

emosional, untuk memberikan rekomendasi pada manajemen mengenai kemampuan seorang

pekerja untuk dapat melakukan pekerjaannya secara aman tanpa membahayakan keselamatan

dan kesehatan kerja dan orang lainnya. Dalam memberikan rekomendasi tersebut ada beberapa

faktor yang diperhatikan yaitu riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan, penilaian terhadap fisik dan

alat-alat tubuh, apakah tidak akan terpengaruh oleh pekerjaannya, evaluasi dari macam kerja

yang akan diberikan.

b. Pemeriksaan kesehatan berkala yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan pekerja

yang mempunyai efek buruk terhadap kesehatannya.

c. Pemeriksaan kesehatan setelah pekerja menderita sakit atau kecelakaan.


d. Pemerikasaan kesehatan pada waktu pensiun atau berhenti bekerja yang bertujuan untuk

mengetahui apakah ada gangguan kesehatan akibat kerja.

2. Diagnosa dan pengobatan atau kecelakaan akibat kerja, termasuk rehabilitasinya.

3. Pengobatan darurat dan pengobatan atas kecelakaan yang bukan akibat kerja.

4. Pendidikan terhadap pekerja akan potensial occupational/hazard dan tindakan

pencegahan dan pengetahuan akan bahaya terhadap kesehatan.

5. Program penentuan perlunya alat-alat perlindungan diri dan pengadaannya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai