Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak

diusahakan oleh masyarakat Indonesia, oleh karena itu tanaman jagung termasuk

tanaman pangan kedua setelah padi. Jagung mempunyai daya adaptasi yang

tinggi, sehingga penyebaran lebih luas di seluruh dunia (Suryatna Effendi, 1985).

Peningkatan produksi dan produktivitas dipengaruhi oleh faktor iklim, kesuburan

tanah, penggunaan benih unggul, tingkat serangan hama dan penyakit,

penggunaan pupuk dan penggunaan pestisida. Sedangkan dari segi ekonomi

dipengaruhi oleh sarana produksi pertanian, keterampilan dan pengalaman

berusahatani petani (Andjani dkk., 2010). Kandungan giji jagung dapat di lihat

pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan Gizi Jagung Per 100 gram.


No Kandungan Nutrisi Jumlah Kandungan Gizi
1 Energi (cal) 129
2 Protein (g) 4,1
3 Lemak (g) 1,3
4 Karbohidrat (g) 30,3
5 Kalsium (mg) 5,0
6 Fosfor (mg) 180,0
7 Besi (mg) 1,1
8 Vitamin A (Sl) 117,0
9 Vitamin B (mg) 0,18
10 Vitamin C (mg) 9,0
11 Air (g) 63,5
Sumber: Tim Kesehatan Organisasi Asgar 2014

Di beberapa daerah di Indonesia, jagung sebagai bahan makanan pokok

sehari-hari dan kebutuhan tersebut dari tahun ke tahun meningkat. Berdasarkan

data BPS pada tahun 2009-2013, rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia

1
2

sekitar 3,9 juta ha/tahun dan terus menurun dengan laju penurunan 1,82%

pertahun. Luas areal pertanaman jagung menduduki urutan ke-2 setelah padi

sawah. Jika dibandingkan dengan komoditas padi, luas pertanaman jagung hanya

sebesar 30% (Zubachtirodin dkk,2007).

Produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2009-2013 masih sangat

rendah, dengan rata-rata 4,8 t/ha, namun cenderung meningkat dengan laju 3,36%

pertahun. Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan

teknologi produksi jagung belum optimal. Pada tahun 1990-2006, rata-rata laju

pertumbuhan produksi jagung di Indonesia 4,17%. Menurut Balai Penelitian

Tanaman Serealia (2014), volume impor jagung tahun 2011 hingga 2013 terus

meningkat, bahkan pada tahun 2012-2013 peningkatan impor mencapai 72,3%

besarnya impor komoditas jagung ini mengindikasikan bahwa produksi jagung di

Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan konsumen.

Jagung dapat digunakan untuk makanan ternak, dan juga dapat dipakai

sebagai bahan dasar industri, serta dapat juga dipakai sebagai sayuran, misalnya

jagung semi. Jagung semi merupakan salah satu sayuran yang telah dikenal oleh

masyarakat Indonesia dalam berbagai masakan sehari-hari. Dahulu jagung semi

hanya merupakan hasil sampingan dari tanaman jagung, sehingga jagung semi

jarang dijumpai di pasaran.

Jagung semi merupakan tongkol muda yang belum sempurna

pertumbuhannya, namun telah memiliki kandungan gizi yang tinggi. Karena

sebagai calon buah jagung, jagung semi telah mengandung hampir zat-zat yang

terdapat pada jagung. Permintaan konsumen terhadap jagung semi terus

meningkat seiring dengan meningkatnya pendirian pasar-pasar swalayan yang


3

senantiasa membutuhkan jagung semi dalam jumlah yang relatif banyak.

Kebutuhan pasaran ekspor Indonesia mulai memberikan perhatian pada jagung

semi sebagai salah satu komoditi agroindustri yang mempunyai masa depan yang

cerah untuk dikembangkan.

Menurut Yodpetch dan Bautista (1983), karakteristik varietas jagung yang

dapat digunakan untuk memproduksi jagung semi diantaranya yaitu umur panen

pendek, hasil panen tinggi, jumlah tongkol tiap tanaman banyak dan tongkol

berkualitas baik dalam hal rasa, ukuran, dan warnanya.Peluang pasar ini belum

sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani, karena ada berbagai kendala antara lain

keterbatasan bahan baku yang memenuhi standar mutu. Teknik budidaya yang

tepat merupakan salah satu faktor utama menentukan kualitas dan kuantitas

produksi tanaman.

Untuk mendapatkan pertumbuhan jagung semi yang baik diperlukan benih

yang baik dari varietas unggul, sedangkan teknik budidaya yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung semi antara lain dengan

melalui pupuk yang berimbang. Pemupukan berimbang sangat penting, karena

tanaman harus mendapatkan unsur hara yang cukup, selain air dan cahaya

matahari selama masa pertumbuhannya.

Jarak tanam merupakan salahsatu faktor yang dapat mempengaruhi

hasiltanaman. Peningkatan hasil jagung dapatdiupayakan melalui pengaturan

kerapatan tanam hinggamencapai populasi optimal. Menurut Warjito, A’i Rubiati

dan Zainal Abidin (1988) pengaturan kerapatan tanaman bertujuan untuk

meminimalkan kompetisi antar populasi agar kanopi danakar tanaman dapat

memanfaatkan lingkungan secaraoptimal. Jumlah tanaman yang berlebihan


4

akanmenurunkan hasil karena terjadi kompetisi terhadapunsur hara, air, radiasi

matahari, dan ruang tumbuh sehingga akan mengurangi jumlah biji pertanaman.

Penambahan kepadatan tanaman per satuan luas dapat mengakibatkan

perubahan sifat morfologi dan fisiologi tanaman jagung semi, antara lain

penundaan keluarnya bunga jantan (silking delay) dan meningkatkan jumlah

tongkol tidak berbiji (Sudjana dkk,1998). Besarnya jumlah tongkol tidak berbiji

berkolerasi positif dengan naiknya tingkat kepadatan populasi tanaman.

Sebaliknya, jika jarak tanam agak renggang dapat memperbaiki pertumbuhan

individu tanaman, tetapi memberikan peluang berkembangnya gulma.Tanaman

jagung semi yang disertai pertumbuhan gulma akan berdampak negatif karena

terjadi kompetisi dalampemanfaatan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh.

Namun, jarak tanam yang terlalu lebar selain mengurangi jumlah populasi

tanaman juga menyebabkan berkurangnya pemanfaatan cahaya matahari, dan

unsur hara oleh tanaman, karena sebagian cahaya akan jatuh ke permukaan tanah

dan unsur hara akan hilang karena penguapan dan pencucian. Oleh karena itu,

diperlukan strategi pengelolaan lahan, antara lain denganmenciptakan kondisi

lingkungan tumbuh yang sesuai untuk mencapai hasil maksimal.

Pemupukan sangat menentukan dalam meningkatkan produktivitas

tanaman. Petani sayuran dalam teknik pemupukan saat ini seringkali melebihi

dosis anjuran. Hal ini dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat merusak sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah (Wahyunindyawati dkk, 2012). Untuk

menanggulangi hal tersebut, diperlukan suatu sistem pemupukan yang ramah

terhadap lingkungan dan aman bagi tanaman. Pupuk organik dapat menjadi salah

satu alternatif yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut karena


5

fungsinya yang dapat memberikan tambahan bahan organik, memperbaiki sifat

fisik tanah, serta mengembalikan unsur hara yang terangkut oleh hasil panen.

Penggunaan pupuk organik diharapkan dapat memperbaiki kesuburan

tanah sekaligus menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman

jagung semi. Pupuk organik cair adalah salah satu jenis pupuk yang dapat

digunakan untuk meningkatkan produktivitas jagung semi. Hal ini didukung

karena pupuk organik cair mengandung unsur hara makro dan mikro yang cukup

tinggi sebagai hasil senyawa organik bahan alami yang mengandung sel-sel hidup

aktif dan aman terhadap lingkungan serta pemakai. Bentuk pupuk organik cair

yang berupa urine sapi dapat mempermudah dalam pengaplikasian, sangat

menguntungkan petani, karena dari segi biaya murah dan dapat diberikan melalui

akar dan daun (Naswir, 2003). Dalam pengaplikasiannya, selain diberikan melalui

tanah yang kemudian diserap oleh akar tanaman, pupuk organik cair juga dapat

diaplikasikan melalui daun tanaman jagung semi guna mendukung penyerapan

unsur hara secara optimal. Hal ini diharapkan dapat memberikan pertumbuhan,

hasil, dan mutu tanaman jagung semi yang lebih baik.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Apakahterdapat pengaruh interaksi antara dosispupuk organik cair dan jarak

tanam terhadap pertumbuhan dan hasil jagung semi(Zea mays L.) Varietas

Bonanza?
6

2. Pada dosispupuk organik cair dan jarak tanam berapa yang terbaik

pengaruhnya terhadap pertumbuhan hasil tanaman jagung semi(Zea mays L.)

Varietas Bonanza?

3. Apakah terdapat korelasi yang nyata antara komponen pertumbuhan dan hasil

jagung semi (Zea mays L.) Varietas Bonanza?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh interaksi dosispupuk organik cair dan jarak

tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung semi (Zea mays L.)

Varietas Bonanza.

2. Untuk mengetahui dosispupuk organik cair dan jarak tanam berapa yang

dapat memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung semi (Zea mays L.) Varietas Bonanza.

3. Untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara komponen pertumbuhan

dan hasil jagung semi (Zea mays L.) Varietas Bonanza.

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat ilmu pengetahuan,

wawasan dan informasi khususnya bagi penulis, petanidan masyarakat pada

umumnya tentang pemanfaatan urine sapi dan jarak tanam terhadap pertumbuhan

dan peningkatan hasil tanaman jagung semi (Zea mays L.,) Varietas Bonanza.

1.4 Kerangka Pemikiran

Jagung semi (baby corn) adalah tongkol jagung yang dipetik ketika masih

sangat muda dan sebelum biji terbentuk. Salah satu kendala dalam produksi

jagung semi di Indonesia adalah belum tersedianya varietas unggul yang

dirancang secara khusus sebagai jagung semi. Varietas jagung yang umum dipakai
7

petani untuk menghasilkan jagung semi adalah varietas yang dirancang untuk

menghasilkan biji. Menurut Yodpetch dan Bautista (1983) karakteristik varietas

jagung yang dapat digunakan untuk memproduksi jagung semi diantaranya yaitu

umur panen pendek, hasil panen tinggi, jumlah tongkol tiap tanaman banyak

(prolifik), dan tongkol berkualitas baik dalam hal rasa, ukuran, dan warnanya.

Pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun

digunakan sesering mungkin. Selain itu pupuk ini juga memiliki bahan pengikat

sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung

digunakan oleh tanaman. Pupuk organik cair merupakan salah satu pupuk organik

yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung semi.

Pupuk organik cair ini berasal dari proses dekomposisi bahan organik limbah

ternak dan unggas, limbah tanaman, limbah alam, beberapa jenis tanaman tertentu

dan zat-zat alami lainnya. Pupuk ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk

mengatasi kekurangan atau kesulitanmendapatkan pupuk kandang. Secara garis

besar pupuk ini mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pupuk organik,

memberikan unsur-unsur hara (terutama mikro) yang diperlukan oleh tanaman

(Syafruddin, dkk. 2012).

Urine sapi yang sering diabaikan dibuang begitu saja bahkan selama ini

dianggapsebagai kotoran ternyata bisa dimanfaatkansebagai pupuk organik cair

apabila diolah,karena mengandung unsur hara yang dibutuhkanoleh tanaman

diantaranya Nitrogen 1%, Phospor0,5%, Kalium 1,5%, Carbon 1,1 %, Air 92%,

danfitohormon Auksin yaitu zat perangsang tumbuhyang bisa digunakan sebagai

zat pengaturtumbuh. Setelah pupuk cair urine melalui proses fermentasi unsur-

unsurhara tersebut meningkat. Nitrogen menjadi2,7%, Phospor menjadi 2,4%,


8

Kalium menjadi3,8% dan karbon menjadi 3,8%. Warna yangsemula kuning

berubah menjadi kehitam-hitaman dan bau yang semula menyengat jauh

berkurang.Penelitian yang telah dilakukan terhadap urine sapi, bahwa urine sapi

mengatur zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh

diantaranya adalah IAA.

Kandungan zat pengatur tumbuh (auxin, giberelin, dan sitokinin) akan

mempercepat perkecambahan biji, pertumbuhan akar, perbanyakan umbi, fase

vegetatif/pertumbuhan tanaman serta memperbanyak dan mengurangi kerontokan

bunga dan buah. Aroma khas pupuk organik cair akan mengurangi serangan

hama. Pupuk ini akan memacu perbanyakan pembentukan senyawa polyfenol

untuk meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Jika

serangan hama penyakit melebihi ambang batas pestisida tetap digunakan secara

bijaksana, pupuk organik cair hanya mengurangi serangan hama penyakit, bukan

untuk menghilangkan sama sekali (Rahmanuddin, 2013).

Hasil penelitian I Nyoman Adijaya Putu Sugiarta (2013), menunjukkan

bahwa pemberian urine sapi 300 ml/tanaman, 375 ml/tanaman dan 450

ml/tanaman, perlakuan terbaik yaitu pada dosis 375 ml/tanamandilihat dari tinggi

tanaman (82,80 cm), jumlah daun (9 helai), diameter batang (15,3 cm), jumlah

tongkol per tanaman ( 10 tongkol), diameter tongkol (2,3 cm), panjang tongkol

(8,51 cm), bobot per tanaman per petak ( 133,6 gram).Interaksi antara urine sapi

dan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,

jumlah polong per tanaman dan berat biji kering per tanaman mencapai 26

g/tanaman (1,5 ton/ha).Hasil penelitian Nurcholis Alfarisi dan Toyo Manurung

(2015) menunjukkan bahwa, pemberian pupuk urin sapi pada pertumbuhan dan
9

hasil tanaman jagung memberikan pengaruh nyata dapat dilihat dari tinggi

tanaman (144,83 cm), jumlah daun (15,01 helai) dan berat basah buah (163,53 g)

pada konsentrasi 75 cc/l air.

Pengaturan populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam pada suatu

tanaman akan mempengaruhi efisiensi tanaman dalam memanfaatkan sinar

matahari dan persaingan tanaman dalam pemanfaatan hara dan air yang pada

akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan

pengaturan jarak tanam yang baik, maka pemanfaatan ruang yang ada bagi

pertumbuhan tanaman dan kapasitas penyangga terhadap peristiwa yang

merugikan dapat diefesienkan (Anonimous dkk, 2007).

Pengaturan jarak tanam yang sesuai akan menciptakan kondisi faktor

lingkungan yang dibutuhkan tanaman tersedia secara merata bagi setiap tanaman

dan mengoptimalkan penggunaan faktor lingkungan yang tersedia. Selain itu jarak

tanam yang diatur sedemikian rupa dapat menghasilkan produk yang optimal

(Jumin, 2005) dan menekan intensitas serangan penyakit pada tanaman dan tidak

menguntungkan bagi perkembangan patogen (Cahyono, 2002). Menurut Warisno

(2002), penggunaan jarak tanam jagung hibrida sebaiknya 50 cm x 20 cm dan 50

cm x 40 cm dengan dua benih perlubang. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman

jagung yaitu 50 cm x 60 cm. Sedangkan menurut Suprapto (1998), penggunaan

jarak tanam yang baik pada tanaman jagung 50 cm x 40 cm dan 50 cm x 80 cm

dengan satu tanaman.


10

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut :

1. Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara dosispupuk organik caik dan

perlakuan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil jagung semi(Zea

mays L.)Varietas Bonanza.

2. Padadosispupuk organik cair 375 ml pertanaman dan jarak tanam 50 cm x

40 cm memberikan pertumbuhan dan hasil jagung semi (Zea mays

L.)Varietas Bonanza yang terbaik.

3. Terdapat korelasi yang nyata antara komponen pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung semi (Zea mays L.)Varietas Bonanza.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya

diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap

pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m

meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah

cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang

membantu menyangga tegaknya tanaman. Jagung mempunyai akar serabut

dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau

penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio.

Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan

akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula

berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian akar adventif berkembang

11
12

dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku,

semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut

akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar

adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri

atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga

adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan

tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan

mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air.

Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada

varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan

pemupukan (Nuning Argo Subekti dkk, 2012).

Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,

namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak

tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas

terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh

namun tidak banyak mengandung lignin (Nuning Argo Subekti, dkk. 2012).

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk

silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat

tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi

tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu

kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).

Teknik produksi dan pengembangan lingkaran konsentris dengan kepadatan

bundles yang tinggi, dan lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan

bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler


13

yang tinggi dibawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah. Genotipe

jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan

sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles

vaskuler.

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, merupakan

bangun pita (ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer),

Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu

tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata

pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap

stomata dikelilingi sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting

dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Nuning Argo

Subekti, dkk. 2012).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)

dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas

bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh

sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak

tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning

dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari

buku, di antara batang dan pelepah daun (Nuning Argo Subekti, dkk. 2012).

Jagung disebut juga tanaman berumah satu karena bunga jantan dann

betinanya terdapat dalam satu tanaman (Vasal, 2004). Jagung merupakan tanaman

yang menyerbuk silang secara alami. Persilanagan dalam bertujuan untuk

mendapatkan galur-galur yang terbaik, sedangkan persilangan antara dua galur

bertujuan untuk menggabungkan sifat-sifat baik dari keduanya, persilangan ini


14

sering dilakukan dalam penciptaan varietas unggul jagung baik itu hibrida atau

varietas bersari bebas (Maintang, 2003). Salah satu faktor untuk memenuhi

permintaan jagung yang semakin meningkat ialah dengan cara meningkatkan

produksi jagung dengan teknologi detasseling dan peangkasan tanaman jantan.

Perlakuan detasseling diakukan karena penyerbukan pada jagung terjadi bila

serbuk sari dari bunga jantan menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari

persarian tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang

berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Sehingga mengoptimalkan penyerapan

unsur hara untuk pada pembentukan tongkol jagung menjadi bunga betina.

Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang

dan menjadi bunga jantan (Paliwal 2000).

Bunga jantan terletak dipucuk yang ditandai dengan adanya rambut atau

tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan akan mengeluarkan stil dan

stigma. Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena struktur bunganya

tidak mempunyai petal dan sepal dimana organ bunga jantan (staminate) dan

organ bunga betina (pestilate) tidak terdapat dalam satu bunga disebut berumah

satu.

Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada

umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif

meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Tanaman jagung siap panen dengan

varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut

sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan

2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (Nuning Argo Subekti, dkk. 2012).
15

2.2 Syarat Tumbuh

Tanah merupakan media tanam tanaman jagung. Akar tanaman berpegang

kuat pada tanah serta mendapatkan air dan unsur hara dari tanah. Perubahan tubuh

tanaman secara kimia, fisik dan biologi akan berpengaruh fungsi dan kekuatan

akar dalam menopang pertumbuhan serta produktivitas tanaman. Pemberian

pupuk, akan memberikan dan menambah kesuburan tanah sehingga pertumbuhan

dan produktivitas tanaman jagung dapat di penenuhi dengan seimbang (Purwono,

2005).

Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang

gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-

7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah

dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras

dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara

50-600 m dpl.

Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah

dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Jenis tanah

yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol, dan Grumosol. Tanah

bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik

untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada tanah

yang subur, gembur dan kaya humus. Pada tanah berpasir, tanaman jagung manis

hibrida bisa tumbuh dengan baik dengan syarat kandungan unsur hara tersedia dan

mencukupi. Pada tanah berat atau sangat berat, misalnya tanah Grumosol, jagung

manis hibrida masih dapat tumbuh dengan baik dengan syarat tata air (drainase)

dan tata udara (aerasi) diperhatikan. Adapun tanah yang paling baik untuk
16

ditanami jagung manis hibrida adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir

atau lempung.

Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah

beriklim sedang hingga beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di

daerah yang terletak antara 500LU – 400LS. Pada lahan yang tidak beririgasi,

pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan

selama masa pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan

sinar matahari yang penting dalam masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki

tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27ºC-32ºC (Widyanti, dkk

2002). Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase

pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam

awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,

tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil

biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 23º C - 30º C.

Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500

mm pertahun. Curah hujan kurang atau lebih dari angka yang di atas akan

menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan

setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih sedikit pada pertumbuhan

vegetatif dibanding dengan pertumbuhan generatif. Setelah tongkol mulai kuning,

air tidak diperlukan lagi. Idealnya tanaman jagung semi membutuhkan curah

hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata.


17

2.3 Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair ini dibuat dengan cara yang sederhana, yaitu

menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan, seperti limbah peternakan,

limbah pertanian, dan beberapa bahan organik lain yang dibutuhkan.

1. Pupuk Organik Cair Berbahan Dasar Limbah Peternakan

Beberapa bahan yang berasal dari limbah peternakan dapat dimanfaatkan

menjadi pupuk organik cair, seperti urin sapi, kotoran ternak, susu basi, dan

limbah peternakan lainnya. Urin sapi merupakan suatu bahan organik yang

mengikat zat pembangun berupa unsur fosfor secara baik. Pupuk ini dapat

diaplikasikan melalui akar tanaman dengan cara menyiramkannya ke media

tanam. Selain itu, pupuk ini juga dapat diaplikasikan melalui daun dengan cara

menyemprotkannya ke permukaan daun.

Aplikasi pupuk organik cair dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain:

aplikasi melalui akar tanaman dan aplikasi melalui daun tanaman.

2. Aplikasi Melalui Akar Tanaman

Cara ini biasanya dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk secara

langsung ke media tanam, seperti tanah. Taufika (2011) menyatakan bahwa

tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan

jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk organik cair yang diberikan pada tanah

karena bentuknya yang cair. Pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih

merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat. Hal ini

disebabkan pupuk organik cair 100 % larut.


18

3. Aplikasi Melalui Daun Tanaman

Aplikasi pupuk melalui daun tanaman ini biasa dikenal dengan nama foliar

application. Pupuk disemprotkan pada permukaan daun. Hal ini dilakukan sebagai

cara untuk melengkapi pemberian pupuk melalui tanah untuk meminimalisir

gejala kekahatan yang mungkin muncul, terutama hara mikro dan hara yang

immobil dalam tubuh tanaman. Hara masuk ke dalam tubuh tanaman melalui

mulut stomata secara difusi atau osmosis. Pupuk disemprotkan langsung kepada

daun dengan alat penyemprot biasa (hand sprayer). Aplikasi pupuk ini

disesuaikan juga dengan dosis atau takaran dan waktu aplikasi yang dianjurkan

agar pertumbuhan dan hasil tanaman dapat optimal.

Kelebihan Pupuk Organik Cair Dibandingkan Pupuk Lainnya :

a. Pupuk organik cair memiliki jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium,

dan air yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pupuk organik padat

yang berbahan dasar kotoran sapi padat.

b. Bentuk pupuk organik cair yang berupa cairan mempermudah tanaman

dalam menyerap unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya.

c. Pupuk organik cair mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat

digunakan sebagai pengatur tumbuh tanaman (Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian, 2012).

d. Pada pupuk organik cair yang berbahan dasar urin hewan ternak, aroma atau

bau yang dihasilkan sangat khas sehingga dapat mencegah datangnya

berbagai hama tanaman.

e. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk organik cair ini memiliki

sifat yang aman bagi kesehatan dan ramah terhadap lingkungan.


19

Kendala Penggunaan Pupuk Organik Cair

Berikut ini adalah kendala-kendala yang sering dihadapi dalam

penggunaan pupuk organik cair :

a. Respon yang ditunjukkan oleh penggunaan pupuk organik cair terhadap

produksi tanaman tidak secepat seperti menggunakan pupuk anorganik

(kimia buatan).

b. Membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengaplikasikan pupuk pada

masing-masing tanaman.

c. Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama karena aplikasi pupuk

diharapkan merata untuk masing-masing tanaman, khususnya yang

diaplikasikan melalui daun.

d. Tidak semua pupuk organik cair memiliki komposisi kandungan unsur hara

secara jelas sehingga pemberian dosis pupuk terhadap tanaman sulit untuk

ditentukan.

Upaya Mengatasi Kendala pada Penggunaan Pupuk Organik Cair

a. Diperlukan peran nyata dari pemerintah dalam menggiatkan program

pertanian organik sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap pertanian

berkelanjutan sehingga para petani mengetahui peran dan manfaat pupuk

organik cair bagi tanaman dan lingkungan.

b. Untuk menghindari kekhawatiran para petani akan lambatnya respon dari

penggunaan pupuk organik cair terhadap produktivitas tanamannya

dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik, maka penggunaan

pupuk organik cair masih perlu diikuti dengan penggunaan pupuk anorganik

dengan jumlah yang terbatas. Hal ini berkaitan juga dengan pentingnya
20

pengetahuan tentang pupuk berimbang sehingga antara waktu, tenaga, dan

jumlah pupuk yang digunakan menjadi lebih efektif dan efisien, serta

bersifat lebih aman dan ramah terhadap lingkungan.

2.4 Jarak Tanam

Jarak tanam jagung selama ini sudah ditentukan oleh produsen benih

jagung hibrida maupun non hibrida, sehingga untuk meningkatkan produksi masih

sangat sulit, ditambah faktor kebiasaan petani menanam jagung tidak dengan pola

intensif, mereka masih mengharapkan hujan sebagai sumber air masih tradisional

sehingga produktivitasnya masih rendah, jarak tanam yang lebih rapat sehingga

populasi tanaman jagung bisa lebih banyak dalam 1 hektar penanaman, jarak

tanam biasa adalah 70cm x 40 cm dengan 2 biji perlubang tanam, menjadi 35.000

pohon x 2 biji = 70.000 pohon, itu kalau semua tumbuh, biasa yang tumbuh 80%

sehingga populasinya menjadi 56.000 pohon per hektar, dalam proses

pertumbuhan banyak pohon yang terkena hama, kekurangan air, dan banyak

factor lain, kita anggap saja hilang lagi 20%, maka sisa tanaman yang produktif

menjadi 44.800 pohon, bila yang di tanam benih menghasilkan 2 tongkol jagung,

maka dapat dihasilkan 89.600 tongkol itupun biasanya hanya 60% yang

bertongkol 2 ( biasa petani menanam benih 1 tongkol ) anggaplah 89.600 tongkol

dengan berat pertongkol pipilan jagung 80 gr maka hasil yang di dapatkan petani

adalah 7.168 kg / hektar, nah itu kalau mulus, biasanya petani mendapatkan hasil

panen di bawah itu, sehingga sebagai seorang innovator saya tergerak untuk

membuat inovasi jarak tanam rapat.


III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan akan dilaksanakan di Desa Cipondok, Kecamatan Cibingbin,

Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Lokasi percobaan merupakan lahan

sawah dengan ketinggian 1.500 mdpl, jenis tanah Latosol, tekstur lempung, pH

tanah 5,59. Berdasarkan curah hujan selama 5 tahun curah hujan rata-rata di

daerah tersebut 3.108,8 mm/tahun dan termasuk ke dalam tipe curah hujan A

(Bulan Basah).

3.2 Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang digunakan untuk percobaan ini yaitu urine sapi, benih jagung

varietas bonanza, pupuk NPK sebagai pupuk dasar, EM4. Alat-alat yang

digunakan antara lain alat pengolahan tanah, tugal, handsprayer, ajir, timbangan,

meteran, jangka sorong, papan nama untuk tiap perlakuan, ember, alat tulis dan

tali rafia.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen (percobaan

lapangan) dengan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial. Faktor yang

diuji terdiri dari faktor dosispupuk organik cair (P) dan faktor jarak tanam (J).

Faktordosispupuk organik cair (P) terdiri dari empat taraf sebagai berikut:

P1 = 300 ml/tanaman

P2 = 375 ml/tanaman

P3 = 450 ml/tanaman

22
23

Faktor jarak tanam (J) terdiri dari tiga taraf sebagai berikut:

J1 = Jarak tanam 50 cm x 30 cm

J2 = Jarak tanam 50 cm x 40 cm

J3 = Jarak tanam 50 cm x 50 cm

Berdasarkan taraf faktor diatas, maka diperoleh kombinasi perlakuan

sebanyak 12 perlakuan. Dari 12 perlakuan masing-masing diulang sebanyak tiga

kali, sehingga diperoleh seluruhnya 36 satuan percobaan. Denah tataletak

percobaan tercantum pada Lampiran 4.

3.4 Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan percobaan meliputi pengolahan tanah, penanaman,

pemeliharaan (pemupukan, penyulaman, penjarangan tanaman, penyiangan,

pengendalian OPT), menyiraman, detasseling dan panen.

1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dua kali, langkah pertama dilakukan 7 hari

sebelum penanaman dengan cara pembersihan gulma yang dapat mengganggu

penyerapan unsur-unsur hara tanah sehingga tidak terjadi persaingan, selanjutnya

dilakukan pencangkulan dan membuat petakan ukuran 3 m x 1,2 m. Langkah

kedua melakukan penggemburan dengan cara dicangkul, pengolahan tanah

dilakukan 2 hari sebelum penanaman, melakukan penggemburan ulang bersamaan

sebelum penanaman benih jagung.

2. Penanaman

Benih ditanam sebanyak 1 biji per lubang tanam, dengan jarak tanam

sesuai dengan perlakuan. Lubang tanam dibuat dengan cara di tugal sampai

kedalam 5 cm. Banyaknya tanaman tiap petak pada perlakuan jarak tanam 50 x 30
24

adalah 20 tanaman, pada jarak tanam 50 x 40 adalah 15 tanaman dan pada jarak

tanam 50 x 50 adalah 10 tanaman.

3. Aplikasi Urin Sapi

Pengaplikasian urin sapi diberikan empat kali yaitu pada umur 4, 8, 12 dan

16HST diaplikasikan pada pagi hari mulai pukul 07.00 sampai dengan pukul

10.00 pagi dengan konsentrasinya disesuaikan dengan perlakuan.

4. Pemeliharaan

Tindakan pemeliharaan yang dilakukan antara lain yaitu pemupukan,

penyulaman, penjarangan, penyiangan, dan pembumbunan.

Penyulaman dapat dilakukan dengan penyulaman bibit sekitar dilakukan

tanaman berumur 21 HST. Cara penyulaman yaitu dengan menanam kembali

tanaman jagung semi yang tidak tumbuh atau yang sudah mati.Penjarangan

tanaman dilakukan untuk mensortir tanaman jagung yang tumbuh tidak baik

dengan cara mencabut dilakukan pada umur 21 HST setelah tanam. Penyiangan

yaitu kegiatan membuang gulma/pengganggu yang ikut tumbuh bersama tanaman

jagung. Penyiangan dilakukan 2-3 kali dalam seminggu yaitu penyiangan pertama

dilakukan pada tanaman jagung semi yang berumur 7 HST. Pembumbunan

dilakukan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan

akar sepenuhnya tertutup di dalam tanah. Cara pembumbunan yaitu tanah bagian

atas akar dikumpulkan dari sebelah kanan dan kiri tanaman bisa dengan

menggunakan tangan langsung dan dengan menggunakan cangkul. Pembumbunan

dilakukan 7 HST, selanjutnya dilakukan selang 1 minggu. Pengendalian OPT

dilakukan agar tanaman jagung tidak mengalami gangguan yang akhirnya akan
25

mengganggu hasil produktivitas. Pengendalian dilakukan dengan cara mekanisme,

cara biologis dan kimiawi.

Penyiraman dilakukan pada tanaman jarak 1 m diatas tanaman, waktu

penyiraman setelah masa tanam jagung selesai diberikan setiap hari satu kali.

Dilakukan setiap hari waktu pagi hari dan sore hari jika turun hujan tidak perlu

melakukan penyiraman.

Pembuangan bunga jantan (detasseling) yang dilakukan setelah bunga

jantan keluar, tetapi belum sempat mekar (sekitar 35 HST setelah tanam). Caranya

adalah batang digoyang perlahan-lahan agar pelepah daun agak melebar.

Selanjutnya tangkai bunga jantan dicabut dengan tangan.

5. Pemanenan

Waktu panen jagung semi ketika berumur 54 hari atau dilakukan dua hari

setelah rambut tongkol keluar (silking) pada pagi atau sore hari. Setelah tongkol

keluar, harus dilakukan pengontrolan agar panen tidak terlambat. Sebab

keterlambatan sehari saja bisa mengurangi kualitas baby corn. Hal ini disebabkan

semakin hari tongkol akan semakin mengeras dan membesar sehingga tidak

memenuhi mutu yang disukai konsumen. Sebaliknya panen tongkol yang lebih

awal akan diperoleh baby corn yang masih terlalu lunak. selain itu cara panen

dengan memutar tongkol jagung untuk memisahkan buah jagung dari tangkainya.

Panen dilakuakan setiap 3 hari sekali sebanyak 3 kali panen pada seluruh petak

percobaan.
26

3.5 Pengamatan

Pengamatan terdiri dari dua macam pengamatan, yaitu pengamatan

penunjang dan pengamatan utama. Pengamatan penunjang adalah pengamatan

yang datanya tidak dilakukan uji statistik sedangkan pengamatan utama

memerlukan uji statistik.

1. Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang analisis tanah sebelum percobaan, meliputi analisis

curah hujan selama percobaan, serangan hama dan penyakit, gulma, daya tumbuh,

keadaan tanaman tersebut secara umum dan umur panen.

2. Pengamatan Utama

Datanya diuji secara statistik, meliputi variabel-variabel berikut:

a. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan rata-rata tinggi enamtanaman contoh tiap petak

percobaan, yang diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.

Pengamatan dilakukan pada umur 21, 28dan 35 HST.

b. Jumlah Daun

Merupakan rata-rata jumlah daun dari enamtanaman contoh tiap petak

percobaan. Pengamatan dilakukan pada umur 21, 28 dan 35 HST.

c. Diameter Batang

Merupakan rata-rata diameter batang dari enam tanaman contoh tiap petak

percobaan. Pengukuran dilakukan 10cm dari permukaan tanah dengan

menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan pada umur 21, 28 dan 35

HST.
27

d. Jumlah Tongkol per Tanaman dan per Petak

Jumlah tongkol pertanaman dan per petakmerupakan rata-rata jumlah

tongkol pertanaman dari delapan tanaman contoh tiap perak percobaan. Jumlah

tongkol per petak adalah merupakan rata-rata tongkol per petak dari 3x panen.

e. Diameter Tongkol Tanpa Kelobot

Merupakan rata-rata diameter tongkol dari delapan tanaman contoh tiap

petak percobaan. Diameter tongkol diukur dari bagian tengah tongkol tanpa

kelobot dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan setelah

pemanenan.

f. Panjang Tongkol

Merupakan rata-rata panjang tongkol tanpa berkelobot dari delapan tanaman

contoh tiap percobaan. Pengamatan dilakukan setelah pemanenan.

g. Bobot Tongkol per Tanaman dan per Petak

Bobot tongkol pertanaman per petak merupakan rata-rata bobot tongkol

tanpa kelobot pertanaman dari delapan tanaman contoh tiap perak percobaan.

Bobot tongkol per petak adalah merupakan rata-rata tongkol tanpa kelobot per

petak dari 3x panen.

3.6 Analisis Data Hasil Percobaan

1. Analisis Keragaman

Data hasil percobaan pada pengamatan utama diolah menggunakan uji

statistik dengan model linier, analisis ragam dan analisis lanjut yang dikemukakan

oleh Adji Sastrosupadi (2000) sebagai berikut :


28

Yijk = µ +Ri +Pj+ Jk + (PJ)jk+ Ɛijk

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan ke-j

µ = Nilai rata-rata umum

Ri = Pengaruh ulangan ke-i

Pj = pengaruh perlakuan pupuk organik cair

Jk = Pengaruh jarak tanam urinsapike-j

(PJ)jk = Pengaruh interaksi antara faktor perlakuanpupukorganic cair ke-j dan

faktor perlakuanjarak tanam sapi ke-k.

Ɛijk = Pengaruh galat percobaan

Berdasarkan model linier di atas, dapat disusun daftar sidik ragam sebagai

berikut:

Tabel 2. Daftar Sidik Ragam


Sumber Keragaman DB JK KT F hitung F 5%
Ulangan (r) 2 ƩYijk.. 2/t-Y.. 2/rt JK (r)/DB(r) KT(r)/KT(G) 4,543
Perlakuan (t) 11 ƩYijk.. 2/r-Y.. 2/rt JK (r)/DB(t) KT(t)/KT(G) 2,403
- Pupuk Organik (P) 3 ƩYijk.. 2/rU-Y.. 2/rt JK(P)/DB(P) KT(P)/KT(G) 3,287
- Jarak tanam (J) 2 ƩYijk.. 2/rO-Y.. 2/rt JK(J)/DB(J) KT(J)/KT(G) 3,287
- Interaksi (PJ) 6 JK(t)-JK(O)-JK(U) JK(PJ)/DB(PJ) KT(PJ)/KT(G) 2,588
Galat (G) 22 JK(T)-JK(r)-JK(t) JK(G)/DB(G)
Total (T) 35 ƩYijk..2-Y..2/rt
Sumber : Adji Sastrosupadi (2000)

Keterangan :

Yi : Total kelompok ulangan ke-j

Yj : Total perlakuan ke-i

Y... : Total umum

Yij : Angka pengamatan perlakuan ke-j dalam kelompok ke-i


29

Uji pengujianperbedaanantara perlakuan menggunakan uji F,

sedangkanuntukmengujiperbedaannilai rata-rata perlakuandigunakanuji jarak

berganda Duncan padataraf 5%.Adapun rumusnya dalam Adji Sastrosupadi

(2000) sebagai berikut :

LSR (α;dbG) = SSR (α;dbG;p) . Sx

Untuk mencari nilai Sx dihitung dengan cara sebagai berikut :

a. Jika terjadi interaksi :

KT Galat
Sx =√ r

b. Jika tidak terjadi interaksi :

i. Untuk pengaruh perlakuanpupukorganik cair (P)

KTGalat
Sx =√
rxJ

ii. Untuk pengaruh perlakuan jarak tanam (J)

KTGalat
Sx =√
rxP

Keterangan :
LSR = Least Significant Ranges
SSR = Studentized Signifikan Ranges
Sx = Standar galat rata-rata
α = Taraf nyata
p = Jarak
dbG = Derajat Bebas Galat
B = Banyaknyaperlakuan pupuk organik
U = Banyaknyaperlakuan fermentasi Urin Sapi
r = Banyaknya ulangan
KTG = Kuadrat tengah galat
30

2. Analisis Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Hasil

Analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dan hasil tanaman jagung

semi, yaitu :

1. Tinggi tanaman dengan bobot tongkol tanpa kelobot per petak.

2. Jumlah daun dengan bobottongkol tanpa kelobotper petak.

3. Diameter batang dengan bobot tongkol tanpa kelobotper petak.

Untuk mengetahui korelasi antara perlakuan dengan komponen

pertumbuhan dan hasil jagung semi, korelasi yang digunakan yaitu dengan

koefisien korelasi Product Moment yang dikemukakan oleh Wijaya (2000)

sebagai berikut:

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)( ∑ 𝑌)
𝑅=
√[𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ]

H0 : r = 0
Hi : r ≠ 0

Selanjutnya untuk menguji keberartian koefisien korelasi dilakukan uji t

dengan rumus sebagai berikut:

√𝑛 − 2
𝑡=𝑟
√1 − 𝑟 2

Kaidah pengujian : terima H0 : Jika : - tα/2(n-2)<t<tα/2(n-2)


31

Tabel 3. Kategori Koefisien Korelasi (r)


Nilai Koefisien Korelasi Kategori Koefisien Korelasi
|0| Tidak Berkorelasi
|<0,20| Korelasi Sangat Rendah
|0,21 - 0,40| Korelasi Rendah
|0,41 - 0,70| Korelasi Sedang
|0,71 - 0,90| Korelasi Tinggi
|>0,90| Korelasi Sangat Tinggi
Sumber: Wijaya (2000)

Keterangan: Batas nilai positif atau negatif (+ atau -) mempunyai kategori yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwirman dan Sugiyanta. 2007. Study Potensi Hasil Beberapa Jagung Hibrida
untuk Menghasilkan Jagung Semi (Baby Corn). Abstrak Penelitian.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Adji Sastrosupadi. 2000. Rancangan Percobaan. Praktis Bidang pertanian. Edisi


Revisi. Kanisius. Yogyakarta.

Andjani, T. K., Djoko Koestiono dan Iman Yushendra. 2010. Analisis Pendapatan
Dan Penyerapan Penyerapan Tenaga Keluarga Petani. AGRISE 10 (1) : 65
- 73.

Anonimous. 2007. Laporan Sensus Pertanian Nasional. Badan Pusat


StatistikPusat. Jakarta.

Anonimous. 2009. BudidayaTanamanPangan. Baby Corn. Posting Agrobisnis


Indonesia. 15 Sepetember 2009.

Cahyono. 2002. Fisiologi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. Grafindo


Persada. Jakarta.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2014. Data Statistik Volume Impor Beberapa
Komoditas Tanaman Pangan, 2011-2013. Pusat Data dan Informasi
Pertanian. DepartemenPertanian.
Dalamhttp://aplikasi.deptan.go.id/eksim2012-2013/impor Komoditi.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair.

I Nyoman Adijaya dan Putu Sugiarta. 2013. Pengaruh Pemberian Urine Sapi.
Terhadap Prtumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L). Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Univrsitas Andalas Padang.

Jumin. 2005. Jarak Tanam Meningkatkan Produksi Jagung. Penerbit kanisius.


Yogyakarta. 10-15.

Mainting, dan M. Nurdin. 2013. Pengaruh waktu Penyerbukan Terhadap


keberhasilan Pembuahan Jagung Pada Populasi Satp-2 (S2)C6. Jurnal
Agribisnis Kepulauan. 2. Hlm. 94-108

Naswir. 2003.Pemanpaatan Urin Sapi Yang di Fermentasikan Sebagai Nutrisi


Tanaman, http:/wwwtumontou.net/702/07134/2 0htm4.(20Juli2006).

Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti.2012. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung, Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros.

32
33

Nurcholis Alfarisi dan Toyo Manurung. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Urin
Sapi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays
saccharata) dengan Penggunaan EM-4. Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3.
Fakultas MIPA. UNIMED.

Paliwal. 2000. Teknik Budidaya dan Pengolahan Persiapan Lahan. Kanisius.


Yogyakarta.
Purwono. 2005. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahmanuddin, A. 2013. Pupuk Organik Cair (POC) NASA. Skripsi. Fakultas


Ilmu-Ilmu Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. [31 Juli
2013]

Schmidt, FH. And J. H. A. Ferguson 1951. Rain Fall Types Based On Wet an Dry
Period Rations for Indonesia With Western New Guinea. Djawatan
Meteorologi dan Geofisik. Varhandelingen No. 42, Jakarta.

Sudjana, A.A., Rifin, dan R. Setiyono. 1998. Tanggapan beberapa varietas jagung
terhadap naiknya tingkat kepadatan tanaman . Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 6:97-100

Suryatna Effendi. 1985. Budidaya Jagung. Agung Ilmu. Bandung.

Syafruddin, Nurhayati, dan Wati, R. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung Manis. Skripsi. Tidak di
Publikasikan. Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo.
Gorontalo 9 Januari 2014.

Taufika, R. 2011. Pengujian Beberapa Dosis Pupuk Organik Cair terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Wortel (Daucus carota L.). Jurnal
Tanaman Hortikultura.

Vasal. S.K 2004. High quality protein corn. In: A. R Halleuer (Ed). Specialty
corn. CRC Press Inc. USA

Wahyunindyawati, F. Kasijadi, dan Abu. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk


Organik “Biogreen Granul” terhadap Pertumbuhan. Journal Basic Science
And Technology 1 : 21-25.

Warjito, A’i Rubiati dan Zainal Abidin 1988. Pengaruh Jarak Tanam dan
Pemetikan Tongkol Utama Terhadap Hasil jagung Semi. Hasil Penelitian
Tanaman Pangan. Balai Penelitian anaman Pangan. Bogor.

Widyanti, Yustina E, dan Adisarwanto T. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di


Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wijaya. 2000. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon.

Yodpetch, C. and O. K. Bautista. 1983. Young Cob Corn: Suitable Varieties,


Nutritive Value and Optimum Stage of Maturity. Phil Agr. p: 232 – 244.
34

Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi
Pengembangan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros.
Departemen Pertanian.
35

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung SemiVarietas Bonanza

Asal : East West Seed Thailand


Silsilah : G-126 (F) x G-133 (M)
Golongan varietas : Hibrida silang tunggal
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 220-250 cm
Kekuatan akar pada tanaman dewasa : Kuat
Ketahanan terhadap kerebahan : Tahan
Bentuk penampang batang : Bulat
Diameter batang : 2,0-3,0 cm
Warna batang : Hijau
Ruas pembuahan :5-6 ruas
Bentuk daun : Panjang agak tegak
Ukuran daun : Panjang 85,0-95,0 cm, lebar 8,5 10,0cm
Tepi daun : Rata
Bentuk ujung daun : Lancip
Permukaan daun : Berbulu
Bentuk malai (tassel) : Tegak bersusun
Warna malai (anther) : Putih bening
Warna rambut : Hijau muda
Umur mulai keluar bunga betina : 55-60 hari setelah tanam
Umur panen : 82-84 hari setelah tanam
Bentuk tongkol : silindris
Ukuran tongkol : Panjang 20,0-22,0 cm, diameter 5,3-5,5 cm
Berat per tongkol dengan kelobot : 467-495gram
Berat per tongkol tanpa kelobot : 300-325gram
Jumlah tongkol per tanaman : 1-2 tongkol
Tinggi tongkol dari permukaan tanah : 80-115 cm
Warna kelobot : Hijau
Baris biji : Rapat
Warna biji : Kuning
Tekstur biji : Halus
36

Kadar Gula : Manis


Jumlah baris biji : 13-150brix
Berat 1000 biji : 175-200gram
Daya simpan dengan tongkol pada
suhu kamar (siang 29-310C, malam
25-270 C) : 3-4 hari setelah panen
Hasil tongkol dengan kelobot : 33,0-34,5 ton/ha
Jumlah populasi per hektar : 53.000 tanaman (2 benih per lubang)
Kebutuhan benih perhektar : 9,4-10,6gram
Keterangan : Tumbuh dengan baik 900-1200 mdpl
37

Lampiran 2. Data Curah Hujan Tahun 2012 – 2016

Curah Hujan (mm) Tahun Rata-


Jumlah
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016 rata

Januari 695 196 360 625 247 2132 426,4

Februari 471 216 565 600 543 2395 479

Maret 530 453 676 560 406 2625 525

April 297 348 351 380 267 1643 328,6

Mei 180 166 189 107 229 871 174,2

Juni 67 4 96 21 71 259 51,8

Juli 21 0 91 89 122 323 64,6

Agustus 87 53 138 113 66 457 91,4

September 9 35 161 198 30 433 86,6

Oktober 204 158 213 239 318 1132 226,4

Novemer 365 272 273 256 357 1523 304,6

Desember 496 472 223 97 463 1751 350,2

Jumlah 3422 2373 3336 3285 3119

BB 8 8 10 9 9 44 8,8

BL 2 0 2 2 2 8 1,6

BK 2 4 0 1 1 8 1,6
Sumber: UPTD Dinas Pertanian kec. Cibingbin kab. Kuningan

Keterangan:
Bulan Basah (BB) : Bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm
Bulan Lembab (BL) : Bulan yang curah hujannya antara 60-100 mm
Bulan Kering (BK) : Bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm
38

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan curah hujan selama

5 tahun terakhir, maka tipe curah hujan di PSDA Kabupaten Kuningan ini dapat

dihitung sebagai berikut:

Jumlah rata − rata bulan kering


Q= x 100%
Jumlah rata − rata bulan basah
1,6
= 𝑥 100%
8,8
= 0,19 𝑥 100%
= 19%
Berdasarkan nilai Q Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Laode

Sabarudin (2002), menentukan curah hujan sebagai berikut:

Tipe Curah Hujan Nilai Q (%) Kriteria


A 0,0 % ≤ Q < 14,3 % Sangat basah
B 14,3% ≤ Q < 33,3 % Basah
C 33,3% ≤ Q < 60,3 % Agak basah
D 60,3% ≤ Q < 100,0 % Sedang
E 100,0% ≤ Q < 167,0 % Agak kering
F 167,0 % ≤ Q <300,0 % Kering
G 300,0% ≤ Q <700,0 % Sangat Kering
H 700,0 % ≥ Q Ekstrim kering

Jadi, tipe curah hujan di daerah penelitian termasuk dalam tipe curah hujan basah

(B).
39

Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Percobaan


No HST Uraian Kegiatan

1 -7 Pengolahan tanah I dan pembuatan petak

2 -2 Pengolahan tanah II dan pemberian pupuk NPK sebagai pupuk dasar

3 0 Penanaman jagung semi, pemupukan I dan pengairan

Penjarangan, penyiangan, pembumbunan dan pengamatan ke I (Tinggi


5 7
tanaman, Jumlah daun dan Diameter batang) dan pemberian pupuk II

9 14 Penjarangan, penyiangan, pembumbunan

10 21 Penyiangan dan pengamatan ke I (Tinggi tanaman dan Jumlah daun)

11 28 Pengamatan ke II (Jumlah daun)

12 35 Detasseling dan pengamatan III (Tinggi tanaman dan Diameter batang)

14 54 Pemanenan I

15 57 Pemanenan II

16 60 Pemanenan III
40

Lampiran 4. Denah Tata Letak Percobaan

P₁J₁ P₂J₂ P₃J₂ U


1

P₃J₃ P₁J₃ P₂J₁ Ulangan I

P₂J₃ P₁J₂ P₃J₁

P₃J₂ P₂J₂ P₂J₁

P₁J₃ P₃J₃ P₁J₂ Ulangan II

P₃J₁ P₂J₃ P₁J₁

P₁J₁ P₂J₂ P₂J₁

P₃J₁ P₂J₃ P₁J₂ Ulangan III

P₁J₃ P₃J₃ P₃J₂

Keterangan :
 Ukuran petak : 3 m x 1,2 m
 Jarak antar petak : 30 cm
 Jarak antar ulangan : 60 cm

Anda mungkin juga menyukai