Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KENDALI MUTU LABORATORIUM KESEHATAN

IMPLEMENTASI 5Q FRAMEWORK PADA IDENTIFIKASI


BAKTERI DI LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI KLINIK

Oleh:
I WAYAN BAGUS ADIGUNAWAN
P27834118077

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA
2018
IMPLEMENTASI 5Q FRAMEWORK PADA IDENTIFIKASI BAKTERI DI
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK

A. Pendahuluan
Laboratorium mikrobologi klinik merupakan bagian dari sarana kesehatan
yang digunakanuntuk menunjang upaya peningkatan kesehatan yang melaksanakan
suatu pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit,
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Pemeriksaan mikrobiologi klinik
merupakan salah satu sarana diagnostik yang penting untuk menunjang suatu
diagnosa. Salah satu pemeriksaan dalam mikrobiologi klinik yaitu identifikasi bakteri
dari berbagai jenis sampel klinis.
Proses identifikasi bakteri terdiri dari beberapa rangkaian pemeriksaan yang
berkaitan antara satu dengan yang lain seperti kultur, pewarnaan, dan uji sensitivitas.
Identifikasi bakteri ini berperan penting untuk mengetahui jenis bakteri penyebab
infeksi dan menentukan tatalaksana berupa terapi antibiotik terhadap pasien yang
menderita infeksi. Agar diperoleh pengobatan yang tepat terhadap pasien maka
diperlukan hasil identifikasi yang adekuat dan valid.
Hal tersebut dapat tercapai apabila bila pemeriksaan dilakukan dengan baik
dan benar. Apabila salah satu tatacara tidak memenuhi syarat, maka hasil
pemeriksaan yang diperoleh tidak akan sesuai dengan keadaan klinis maupun rencana
pengelolaan pengobatan. Salah satu cara agar untuk memperoleh kualitas
pemeriksaan yang tepat adalah dengan melakukan pemantapan mutu internal maupun
external, terutama untuk laboratorium sebaiknya dilakukan cara internal, agar
mempunyai nilai kepercayaan.
Pemantapan mutu ialah suatu upaya untuk mengukuhkan hasil
mengindentifikasi, memantau, menilai dan memperbaiki praktek yang terkait dengan
pemeriksaan. Pemantapan mutu di bidang mikrobiologi berbeda jika dibandingkan
dengan pemeriksaan pemantapan mutu kimia atau hematologi. Sebab bahan
pembanding/pemantauan (kontrol) yang digunakan antara lain mikroorganisme yang
hidup dan memerlukan penanganan khusus. Pengontrol bakteri alami tidak dapat
dibandingkan nilainya dengan bakteri lainnya, namun dapat digunakan untuk menguji
ketepatan hasil identifikasi suatu alat dan kualitas reagen pemeriksaan.
Di dalam pemantapan mutu laboratorium, untuk menjamin ketelitian dan
ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium diperlukan kegiatan pencegahan dan
meminimalkan kesalahan-kesalahan mulai dari tahap pra analitik, analitik, dan pasca
analitik. Meningkatkan kualitas laboratorium untuk tercapainya mutu pelayanan
laboratorium yang baik diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu. Mutu
pelayanan laboratorium kesehatan haruslah baik dan bermutu agar dapat memberikan
hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat, teliti, benar, dapat dipercaya dan
memuaskan pengguna jasa.
Salah satu pendekatan yang digunakan adalah Total Quality management
dengan strategi 5 Q framework yang terdiri dari Quality Laboratory Processes,
Quality Control, Quality Assesment, Quality Improvement, Quality Planning. Strategi
5Q framework dapat membantu mengetahui kesalahan yang terjadi pada proses pra
analitik, analitik dan pasca analitik. Selain itu, strategi 5Q Framework juga
membantu menemukan Problem solving dari suatu masalah yang terjadi. Berikut
akan dibahas salah satu kasus atau masalah yang terjadi di laboratorium mikrobiologi
klinik dan penyelesainnya.
B. Permasalahan
Standar Operasional Prosedur Laboratorium Mikrobiologi Klinik yang
dilakukan di RSUD Tabanan, Bali dalam melakukan identifikasi bakteri dari suatu
sampel klinis yaitu dengan melakukan proses kultur pada media selectif diferential
Mac Conkey Agar dan Blood Agar untuk mengetahui jenis bakteri yang dominan
berisiko atau yang telah menyebabkan infeksi. Proses awal inokulasi sampel klinis
pada media pertumbuhan juga dilengkapi dengan pengecatan gram awal yang
bertujuan memberikan informasi tentang jenis mikroorganisme pada sample untuk
menegakkan diagnosis secara presumtif, yang nantinya akan dikonfirmasi oleh hasil
identifikasi pada alat.
Alat identifikasi bakteri yang digunakan di laboratorium ini adalah jenis vitex.
Untuk tahap identifikasi, hasil kultur 24 jam dibuat dalam suspensi bakteri 0,5 Mc
Farlland. Dalam prosedur pemeriksaan tersebut, sering ditemukan permasalahan
berupa hasil unidentification yaitu kondisi dimana pada alat vitex tidak mampu
mengidentifikasi bakteri pada suspensi 0,5 Mc Farlland dan tidak sesuainya antara
hasil pewarnaan gram dengan hasil identifikasi yang diperoleh pada alat identifikasi
otomatis vitex. Salah satu contohnya adalah pada pewarnaan gram ditemukan hasil
pembacaan bakteri batang gram negatif, sedangkan hasil identifikasi didapatkan hasil
Bacillus sp.
Permasalahan ini memerlukan suatu upaya pengendalian agar tidak
berkelanjutan terhadap sampel-sampel klinis lainnya karena apabila ditemukan hasil
unidentification, alat tidak dapat melakukan uji sensitivitas karena jenis bakteri tidak
diketahui sehingga memperlambat proses pengobatan terhadap pasien.
C. Analisa Permasalahan
Dalam proses tatalaksana terhadap suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
hasil identfikasi bakteri sangat menentukkan keakuratan pemberian terapi antibiotik
sesuai dengan bakteri penyebab infeksi, sehingga dalam menanggulangi
permasalahan tersebut perlu dilakukan pengendalian melalui proses implementasi 5Q
framework yang meliputi Quality Laboratory Processes (QLP), Quality Control
(QC), Quality Assesment (QA), Quality Improvement (QI), dan Quality Planning
(QP,) sehingga dapat diperoleh hasil identifikasi yang adekuat. Permasalahan dapat
dianalisis melalui 3 tahap utama dalam standar operasional prosedur pemeriksaan
yaitu tahap pra analitik, analitik, dan post analitik. Berikut merupakan analisa dari
kesalahan yang mungkin terjadi pada tahap-tahap tersebut.
1. Tahap pra analitik
a. Penulisan kode sampel pada objek glass dalam proses pembuatan preparat
Proses ini berlaku untuk kasus discrepancy hasil pewarnaan gram dengan
identifikasi. Pengendalian dilakukan terhadap kemungkinan tertukarnya sampel
dengan kode yang ditulis pada preparat pewarnaan gram. Pada proses pra analitik
sampel yang masuk ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan dikerjakan
bersamaan dengan sampel lain yaitu dimulai dari kultur pada dua media Mac Conkey
Agar dan Blood Agar, kemudian dari sampel yang sama dibuat preparat gram pada
objek glass untuk pemeriksaan gram awal. Pada proses ini dikerjakan oleh lebih dari
satu orang laboran pada sebuah biosafety cabinet sehingga kemungkinan terjadi
tertukarnya sampel pemeriksaan berupa berbedanya sampel yang dibuat sediaan gram
dengan sampel yang dikultur. Hal ini diduga menyebabkan biasnya hasil pewarnaan
gram dengan hasil identifikasi sehingga perlu dilakukan proses pencegahan.
b. Waktu pengambilan dan penanganan sampel
Proses ini berlaku untuk pengendalian masalah hasil unidentification yang
ditemukan pada proses identifikasi. Waktu pengambilan sampel dan penanganan
sampel perlu diperhatikan karena untuk memperoleh hasil kultur dan identifikasi
yang representative diperlukan penanganan yang baik untuk menghindari adanya
kontaminasi dari organisme diluar sampel.
c. Cat tidak dihomogenkan sebelum dilakukan pengecatan gram
Dalam suatu pemeriksaan suatu reagent perlu dihomogenkan sebelum
digunakan untuk melakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk melarutkan zat-zat
atau komponen dari cat warna yang mengendap. Ison (2002) juga melaporkan pada
jurnalnya mengenai Validation of a simplifield grading of Gram Stained, bahwa
bahan pada cat apabila didiamkan akan menimbulkan presipitat yang perlu
dihomogenkan kembali sebelum digunakan. Pemakaian cat yang tidak dihomogenkan
terlebih dahulu dapat menyebabkan tidak maksimalnya proses pewarnaan sediaan
bakteri pada objek glass yang juga berpotensi menimbulkan hasil yang tidak sesuai.
2. Tahap analitik
a. Pengamatan terhadap hasil kultur untuk memastikan tidak adanya kontaminasi
Proses pengerjaan kultur bakteri yang steril perlu dipastikan dengan
melakukan pengamatan pada hasil kultur, karena hasil identifikasi sangat ditentukan
oleh kualitas kultur bakteri sehingga diperoleh hasil identifikasi jenis bakteri
penyebab infeksi yang adekuat. Adanya kontaminasi dapat menganggu proses
identifikasi alat, karena alat tidak dapat mengidentifikasi apabila suspensi yang dibuat
dari koloni tidak homogen dan menyebabkan hasil tidak dapat dikeluarkan.
b. Pemilihan koloni yang tidak homogen untuk diidentifikasi
Suatu alat identifikasi hanya dapat mengeluarkan hasil identifikasi yang
adekuat apabila suspensi bakteri yang diperiksa homogen dan dipilih dari koloni
tunggal yang biasanya diambil dari kuadran ke 4 pada proses kultur. Namun sering
ditemukan kendala jumlah koloni tunggal dari hasil kultur tidak cukup untuk
mencapai konsentrasi 0,5 Mc Farlland, hal inilah yang kemungkinan menyebabkan
laboran mengambil koloni dari kuadran lain sehingga tidak homogen yang
menyebabkan hasil pemeriksaan unidentification.
c. Pembuataan sediaan pewarnaan gram dari koloni yang berbeda
Perbedaan koloni antara pemeriksaan gram awal dengan yang diperiksa pada
alat juga dapat menyebabkan hasil yang berbeda antara hasil pembacaan gram dengan
hasil identifikasi pada alat. Perbedaan koloni ini dapat disebabkan oleh sampel yang
tertukar. Selain itu, ukuran dan ketebalan sediaan juga perlu diperhatikan dalam
proses pembuatan sediaan untuk memperoleh hasil pengecatan yang optimal.
d. Waktu inkubasi pengecatan yang tidak tepat dari masing-masing cat
Cat pada pewarnaan gram memiliki waktu standar inkubasi yang berbeda-
beda pada tahap pengecatannya. Waktu inkubasi yang tidak tepat menyebabkan
penyerapan dan pewarnaan yang tidak sempurna pada preparat. Hal ini dapat
menganggu proses pembacaan dan interpretasi hasil, sehingga perlu dilakukan
pengendalian.
3. Tahap pasca analitik
a. Interpretasi hasil pemeriksaan
Interpretasi hasil pemeriksaan dalam permasalahan ini berlaku hanya untuk
pewarnaan gram karena hasil identifikasi dikeluarkan oleh alat. Dalam
menginterpretasikan hasil pewarnaan diperlukan seorang analis yang kompeten untuk
membedakan bakteri gram positif dan negative berdasarkan hasil pengamatan
dibawah mikroskop untuk memperoleh hasil yang tepat. Interpretasi yang baik sangat
ditentukan oleh kualitas preparat dan kualitas hasil pewarnaan sehingga setiap
tahapnya sangat berkatian untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang valid.
D. Strategi 5Q Framework
Berdasarkan hasil analisa kesalahan yang mungkin terjadi, dilakukan upaya
untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang bermutu menggunakan strategi 5Q
Framework.
1. Siklus 1
a. Quality Laboratory Process
Pada QLP dilakukan pengkajian terhadap seluruh prosedur kerja yang
dilakukan pada pemeriksaan sampel mulai dari tahap pra-analitik, analitik, dan pasca-
analitik.
(1) Pra Analitik
a) Tidak sesuainya kode sampel dengan kode pada objek glass.
b) Waktu pengambilan sampel dan penanganan sampel.
c) Cat tidak dihomogenkan sebelum dilakukan pengecatan
d) Kontaminasi pada media pertumbuhan
(2) Analitik
a) Pengamatan terhadap hasil kultur untuk memastikan tidak adanya kontaminasi
b) Pemilihan koloni yang tidak homogen untuk diidentifikasi
c) Pembuataan sediaan pewarnaan gram dari koloni yang berbeda
d) Tidak tepat lamanya waktu inkubasi pengecatan dari masing-masing cat
(3) Post Analitik
a) Interpretasi hasil pemeriksaan
b. Quality Control
Pada Quality Control hal yang dilakukan adalah mengawasi, mendeteksi dan
mengoreksi suatu permasalahan secara sistematis dan periodik terhadap alat, metode,
dan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan. Quality control pada siklus 1
dilakukan pada pra analitik:
(1) Pra analitik
a) Pengawasan terhadap ketepatan kode sampel dengan kode preparat dan
penanganan sampel.
Pengerjaan dari kultur dan pewarnaan gram perlu diterapkan bahwa 1
spesimen ditangani oleh satu orang laboran yang bertanggung jawab untuk
menghindari tertukarnya spesimen.
b) Uji kualitas spesimen.
Spesimen yang diperiksa harus dapat dipastikan tidak mengalami kontaminasi
selama proses penanganan agar hasil kultur bakteri menjadi representatif dengan
keadaan sebenarnya sehingga perlu diperhatikan wadah steril yang digunakan saat
transport spesimen ke laboratorium.
c) Uji kualitas cat dengan melakukan pengecatan terhadap isolat bakteri standar
ATCC (American Type Culture Collection) dan homogenisasi cat setiap akan
digunakan.
Uji kualitas cat diperlukan untuk mengetahui kondisi cat pada saat digunakan
untuk melakukan pemeriksaan. Menurut Ezzelle et al. (2013) dalam Journal of
pharmaceutical and biomedical analysis mengenai Guidelines on Good Clinical
Laboratory Practice dan artikel dari Global Laboratory Informatic Medical and
Scientific mengenai Determination of the validity of expiration of reagents after
opening hard, tanggal expired yang tertera pada kemasan merupakan tanggal tidak
layaknya suatu reagen untuk digunakan dalam pemeriksaan pada kondisi masih
tersegel dan tertutup rapat, sedangkan apabila sudah dibuka, waktu expired reagen
dapat lebih cepat karena mengalami oksidasi sehingga perlu dilakukan uji kualitas
reagent menggunakan isolat bakteri standar.
Menurut insert kit mengenai Gram stain control, isolat standar yang dapat
digunakan untuk menguji kualitas cat gram adalah bakteri coccus berwarna ungu
bergerombol seperti buah anggur (Staphylococcus aureus) sebagai perwakilan dari
bakteri gram positif, dan bakteri batang berwarna merah (Eschericia coli) perwakilan
dari bakteri gram negative. Cat masih berfungsi dengan baik apabila dapat mewarnai
bakteri isolat standar Staphylococcus aureus menjadi warna biru dan warna merah
pada bakteri Eschericia coli.
Untuk menjaga kualitas cat gram juga diperlukan management terhadap
penyimpanan cat tersebut yaitu dengan menerapkan sistem First In First Out yaitu
dalam penyimpanan, stok yang pertama masuk ke tempat penyimpanan digunakan
lebih awal dan First Expired First Out yaitu stok reagen yang memiliki tanggal
kedaluwarsa lebih dekat digunakan lebih lebih awal begitu juga sebaliknya. Selain
itu, sebelum digunakan untuk pengecatan cat harus dihomogenkan terlebih dahulu
agar komponen cat yang mengendap akibat didiamkan dapat terlarut kembali. Ison
(2002) dalam jurnalnya mengenai Validation of a simplifield grading of Gram
Stained menyatakan bahwa bahan pada cat apabila ddiamkan akan menimbulkan
presipitat yang perlu dihomogenkan kembali sebelum digunakan.
d) Uji kualitas media pertumbuhan bakteri
Proses ini ditujukan untuk permasalahan unidentification pada proses
identifikasi menggunakan alat vitex Kualitas media pertumbuhan juga berperan
penting dalam menentukan hasil kultur. Media pertumbuhan yang tidak steril dapat
menimbulkan terjadinya kontaminasi sehingga hasil kultur yang diperoleh tidak
representative. Untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari media pertumbuhan
dapat dilakukan pengendalian mutu dengan menguji kualitas media.
Media pertumbuhan bakteri yang dibuat dengan kondisi steril diuji
kualitasnya dengan menginkubasi pada inkubator dengan suhu 37 oC. Apabila setelah
inkubasi ditemukan koloni jamur ataupun bakteri media tidak dapat digunakan.
Media yang akan digunakan untuk kultur bakteri dapat disimpan pada suhu
refrigerator ataupun suhu ruang, namun pada suhu refrigerator adanya kontaminasi
tidak dapat diamati secara langsung karena mikroorganisme pada suhu tersebut
bersifat dorman dan diperlukan suhu optimum untuk dapat tumbuh.
e) Uji ketepatan hasil identifikasi alat dengan mengujikan isolat standar ATCC
(American Type Culture Collection).
Untuk mengetahui ketepatan hasil identifikasi alat juga dapat dilakukan
pengujian secara berkala menggunakan isolate standar ATCC. Isolate standar yang
dapat digunakan Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, sebagai perwakilan dari
bakteri gram positif dan gram negative. Ketepatan hasil uji identifikasi juga dapat
dinilai dari presentase konsistensi hasil identifikasi yaitu Consistent apabila isolate
dapat diidentifikasi dengan sempurna dan Inconsistent apabila isolate dapat
diidentikasi tetapi tidak sepenuhnya memiliki tingkat kepercayaan seperti hasil
identifikasi Consistent.
c. Quality Assesment
Pada Quality Assesment dilakukan uji banding terhadap lab rujukan untuk
melihat hasil dengan menggunakan sampel yang sama.
(1) Laboratorium X
a) Unidentification pada alat identifikasi vitex, sedangkan bakteri Streptococcus
gram positif pada pembacaan hasil pewarnaan gram.
b) Ditemukan bakteri basil gram negatif pada pembacaan hasil pengecatan gram
dan hasil identifikasi Bacillus sp.
(2) Laboratorium Rujukan
a) Ditemukan bakteri Streptococcus gram positif pada pembacaan hasil
pewarnaan gram dan Streptococcus sp. pada hasil identifikasi
b) Ditemukan bakteri basil gram positif pada pembacaan hasil pengecatan gram
dan hasil identifikasi Bacillus sp.
Kesimpulan: ditemukan hasil yang berbeda dari proses identifikasi dari 2
laboratorium menggunakan sampel yang sama.
d. Quality Improvement
Pada Quality Improvement dilakukan bentuk pemecahan masalah untuk
mengidentifikasi akar masalah.
(1) Ketepatan kode sampel dengan kode preparat. Hal ini bertujuan untuk menghidari
tertukarnya sampel.
(2) Waktu pengambilan spesimen dengan waktu pemeriksaan.
(3) Transport spesimen
(4) Kualitas cat pewarnaan.
(5) Kualitas media
(6) Ketepatan hasil identifikasi alat
e. Quality Planning
Pada Quality Planning dilakukan perencenaan mengenai standarisasi
pemecahan masalah, penetapan ukuran untuk menilai kinerja suatu laboratorium serta
mendokumentasikan langkah-langkah pemecahan masalah untuk memperoleh hasil
yang valid. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional Prosedur, yang
meliputi:
(1) Pengerjaan antara identifikasi dan pembuatan sediaan pewarnaan gram dilakukan
berurutan oleh satu orang laboran (satu laboran satu sampel) untuk menghindari
kesalahan dalam menulis kode sampel.
(2) Dilakukan pencatatan waktu pengambilan spesimen pada form pemeriksaan.
(3) Transport spesimen dilakukan dengan wadah steril agar terhindar dari
kontaminasi.
(4) Dilakukan pengawasan setiap cat digunakan seperti homogenitas, ada tidaknya
endapan atau gumpalan yang dapat menganggu hasil.
(5) Cat atau reagensia boleh dibuang atau tidak dipakai apabila tanggal kadaluarsanya
telah dilampaui atau apabila sudah ada perubahan warna, kekeruhan, dan ada
endapan.
(6) Menerapkan sistem First In First Out dan First Expired First Out pada reagen
(7) Menghomogenkan cat sebelum digunakan untuk memaksimalkan proses
pengecatan.
(8) Pengawasan dapat pula dilakukan setiap 1 minggu, 1 bulan, atau setiap cat yang
baru dibuka, tergantung dari sifat cat seperti terpengaruh udara, cahaya dan
sebagainya pada waktu penyimpanan.
(9) Melakukan pengecatan berkala terhadap isolat standar ATCC sebagai kontrol
positif untuk mengetahui kualitas cat.
(10) Melakukan identifikasi menggunakan isolat standar ATCC secara berkala
pada alat vitex sebagai kontrol positif.
e) Kesimpulan Siklus 1
Setelah dilakukan perbaikan pada tahap pra analitik dari proses identifikasi
bakteri, masih ditemukan hasil yaitu:
a) Unidentification pada alat identifikasi vitex, sedangkan bakteri Streptococcus
gram positif pada pembacaan hasil pewarnaan gram.
b) Ditemukan bakteri basil gram negatif pada pembacaan hasil pengecatan gram dan
hasil identifikasi Bacillus sp.
Karena masih ditemukan permasalahan yang sama setelah dilakukan
perbaikan pada proses pra analitik maka diduga permasalahan disebabkan oleh tahap
analitik, sehingga dilanjutkan ke siklus 2.
2. Siklus 2
Setelah permasalahan pemeriksaan tahap pra analitik diperbaiki, masih
ditemukan hasil unidentification dan discrepancy antara pewarnaan gram dengan
hasil identifikasi pada alat vitex, sehingga pada siklus kedua dilakukan pengendalian
pada tahap analitik yaitu sebagai berikut.
a. Quality Control (QC)
Pada Quality Control hal yang dilakukan adalah mengawasi, mendeteksi dan
mengoreksi suatu permasalahan secara sistematis dan periodik terhadap alat, metode,
dan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan. Quality control pada siklus 2
dilakukan pada tahap analitik.
(1). Uji ketepatan pemilihan koloni untuk diidentifikasi
Proses ini ditujukan untuk permasalahan unidentification pada proses
identifikasi menggunakan alat vitex. Alat tidak dapat mengeluarkan hasil atau tidak
berhasil mengidentifikasi jenis bakteri, apabila suspensi bakteri 0,5 Mc Farlland yang
dibuat tidak homogen. Secara teori, untuk proses identifiksi bakteri dan uji
sensitivitas, digunakan koloni tunggal dari kuadran keempat. Hal ini dapat
dikendalikan dengan memberikan pelatihan kepada laboran agar diperoleh tenaga
laboratorium yang kompeten.
(2). Pengamatan terhadap hasil kultur
Hasil inkubasi kultur bakteri harus representative dengan keadaan sebenarnya
untuk menghindari hasil yang bias dan tatalaksana yang tidak tepat. Kontaminasi
pada hasil kultur juga dapat menimbulkan kontaminasi pada proses identifikasi
sehingga alat tidak mampu mengidentifikasi jenis bakteri. Berdasarkan hal tersebut
perlu dilakukan proses pengamatan terhadap hasil kultur bakteri dan mencegah
adanya kontaminasi saat proses kultur. Kontaminasi saat proses inokulasi kuman
dapat dicegah dengan melakukannya di biosafety cabinet yang sebelumnya telah
disinari dengan sinar Ultraviolet yang dapat membunuh mikroorganisme kontaminan.
(3). Ketebalan sediaan
Ketebalan sediaan sangat mempengaruhi kualitas hasil pengecatan gram,
karena apabila sediaan terlalu tebal ataupun terlalu tipis menyebabkan hasil
pewarnaan tidak sempurna. Ketebalan hapusan pada pewarnaan gram mempengaruhi
afinitas dinding sel bakteri dengan cat warna sehingga diperlukan suatu ketebalan
standar untuk ketebalan sediaan pewarnaan gram.
(4). Uji ketepatan waktu inkubasi dari setiap cat yang digunakan.
Cat pada pewarnaan gram memiliki waktu standar inkubasi yang berbeda-
beda pada tahap pengecatannya. Kesalahan biasanya terdapat pada ”overstaining”
dan ”overdecolozing”, yaitu terlalu lama memberikan zat-zat warna atau pancucian
dengan alkohol. Akibatnya Gram-positif dapat menjadi Gram negatif. Waktu inkubasi
yang tidak tepat menyebabkan penyerapan dan pewarnaan yang tidak sempurna pada
preparat. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi hasil.
Seperti diketahui, pewarnaan gram menggunakan 4 jenis cat dengan waktu
inkubasi yang berbeda dan telah ditentukan standarisasi waktunya. Seperti
standarisasi yang ditentukan oleh Public Health England mengenai Staining
procedures UK Standards for Microbiology Investigations, cat gram 1 Crystal violet
memiliki waktu inkubasi 90 detik, Lugol iodine dengan waktu inkubasi 1 menit, 95-
100% ethanol 10 detik, dan safranin 1 menit. Untuk memperoleh hasil pegecatan
yang maksimal perlu dilakukan pengawasan terhadap ketepatan waktu inkubasi cat.
b. Quality Assesment (QA)
Pada Quality Assesment dilakukan uji banding terhadap lab rujukan untuk
melihat hasil dengan menggunakan sampel yang sama.
(1) Laboratorium X
a) Unidentification pada alat identifikasi vitex, sedangkan bakteri Streptococcus
gram positif pada pembacaan hasil pewarnaan gram.
b) Ditemukan bakteri basil gram negatif pada pembacaan hasil pengecatan gram
dan hasil identifikasi Bacillus sp.
(2) Laboratorium Rujukan
a) Ditemukan bakteri Streptococcus gram positif pada pembacaan hasil
pewarnaan gram dan Streptococcus sp. pada hasil identifikasi
b) Ditemukan bakteri basil gram positif pada pembacaan hasil pengecatan gram
dan hasil identifikasi Bacillus sp.
Kesimpulan: ditemukan hasil yang berbeda dari proses identifikasi dari 2
laboratorium menggunakan sampel yang sama.
c) Quality Improvement (QI)
Pada Quality Improvement dilakukan bentuk pemecahan masalah untuk
mengidentifikasi akar masalah.
(1) Pelatihan terhadap tenaga analis kesehatan mengenai tahapan identifikasi.
(2) Ketebalan dan kerataan sediaan
(3) Kualitas hasil kultur
(4) Waktu inkubasi cat.
d) Quality Planning (QP)
Pada Quality Planning dilakukan perencenaan mengenai standarisasi
pemecahan masalah, penetapan ukuran untuk menilai kinerja suatu laboratorium serta
mendokumentasikan langkah-langkah pemecahan masalah dan untuk
diimpementasikan pada QLP. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart
Operasional Prosedur, yang meliputi:
(1) Melakukan pengawasan pada waktu inkubasi sesuai dengan waktu standar yang
telah ditentukan untuk setiap jenis cat agar cat warna diserap secara sempurna.
(2) Pengamatan terhadap hasil kultur bakteri untuk menghindari adanya kontaminasi
(3) Memberikan pelatihan terhadap tenaga analis kesehatan yang akan bertugas di
laboratorium mikrobiologi mengenai proses identifikasi bakteri dan pembuatan
sediaan yang baik.
e) Kesimpulan Siklus 2
Setelah dilakukan perbaikan pada tahap analitik dari proses identifikasi
bakteri, hasil Unidentification pada alat identifikasi vitex sudah tidak ditemukan,
sedangkan masih ditemukan discrepancy antara pewarnaan gram dengan hasil
identifikasi pada alat vitex. Karena masih terdapat permasalahan discrepancy pada
pewarnaan gram setelah dilakukan perbaikan pada proses analitik maka diduga
permasalahan disebabkan oleh tahap pasca analitik yaitu pada interpretasi hasil
pengamatan, sehingga dilanjutkan ke siklus 3.
3. Siklus 3
Setelah permasalahan pemeriksaan tahap analitik diperbaiki, masih ditemukan
discrepancy antara pewarnaan gram dengan hasil identifikasi pada alat vitex, sehingga
pada siklus ketiga dilakukan pengendalian pada tahap pasca analitik yaitu sebagai
berikut.
a. Quality Control (QC)
Proses Quality Control dilakukan pengamatan pada tahap pasca analitik
adalah sebagai berikut.
(1) Pengontrolan terhadap ketepatan interpretasi hasil.
Interpretasi pada pewarnaan gram sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi
dari analis yang melakukan pemeriksaan karena pada masalah ini discrepancy terjadi
pada bakteri batang gram positif dan batang gram negative yaitu ditemukan bakteri
basil gram negatif pada pembacaan hasil pengecatan gram dan hasil identifikasi
Bacillus sp. yang merupakan gram positif pada alat vitex. Karena pada tahap analitik
waktu inkubasi telah dikendalikan dan kualitas cat dikendalikan pada tahap
praanalitik, maka kemungkinan kesalahan terjadi pada interpretasi hasil. Untuk
mengendalikan hal tersebut maka perlu dilakukan pelatihan terhadap tenaga analis
yang akan bekerja di laboratorium mikrobiologi klinik.
(2) Interpretasi hasil pemeriksaan dengan validator berlapis.
Agar hasil yang dikeluarkan sesuai dengan apa yang diamati, maka untuk
menginterpretasikan hasil pengamatan dapat digunakan validator berlapis, validator
berlapis yang dimaksud dalam hal ini adalah, apabila ditemukan sebuah pengamatan
yang meragukan, maka dapat diterapkan 1 buah pengamatan diinterpretasikan oleh 2
orang laboran untuk mendapatkan suatu jawaban yang kompeten.
b. Quality Assesment (QA)
Proses Quality Assesment pada tahap pos analitik adalah sebagai berikut.
(1) Laboratorium X
a) Ditemukan bakteri Streptococcus gram positif pada pewarnaan gram dan
Streptococcus sp. pada hasil identifikasi
b) Ditemukan bakteri basil gram negatif pada pengecatan gram dan hasil
identifikasi Bacillus sp.
(2) Laboratorium Rujukan
a) Ditemukan bakteri Streptococcus gram positif pada pewarnaan gram dan
Streptococcus sp. pada hasil identifikasi
b) Ditemukan bakteri basil gram positif pada pengecatan gram dan hasil
identifikasi Bacillus sp.
Kesimpulan: ditemukan hasil yang sama pada proses identifikasi menggunakan
alat identifikasi otomatis, sedangkan masih ditemukan hasil yang berbeda pada
pewarnaan gram.
c. Quality Improvement (QI)
Proses Quality Improvement (QI), diidentifikasi permasalahan pada tahap
pasca analitik adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan interpretasi hasil laboran.
2) Interpretasi hasil pemeriksaan gram.
d. Quality Planning (QP)
Pada Quality Planning dilakukan perencenaan mengenai standarisasi
pemecahan masalah, penetapan ukuran untuk menilai kinerja suatu laboratorium serta
mendokumentasikan langkah-langkah pemecahan masalah dan untuk
diimpementasikan pada QLP. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart
Operasional Prosedur, yang meliputi:
1) Menguji kemampuan calon tenaga medis saat melakukan rekruitmen dengan
memilih pegawai yang berkompeten, handal dan profesional
2) Tenaga medis (Ahli Technology Laboratorium Medis) wajib mengikuti
pelatihan atau workshop secara berkala mengenai identifikasi bakteri di
laboratorium mikrobiologi klinik
e. Kesimpulan Siklus 3
Setelah dilakukan perbaikan pada tahap pasca analitik dari proses identifikasi
bakteri, hasil unidentification pada alat identifikasi vitex dan discrepancy antara
pewarnaan gram dengan hasil identifikasi pada alat vitex sudah tidak ditemukan,.

E. Kesimpulan
1. Dalam rangka meningkatkan kinerja suatu laboratorium agar dapat memberikan
pelayanan dan kepuasan terhadap para pengguna laboratorium perlu dilakukan
upaya pengendalian mutu suatu laboratorium sehingga diharapkan dengan adanya
kegiatan tersebut dapat meminimalisir dan mencegah kesalahan yang terjadi baik
pada tahap pra analitik, analitik maupun pasca analitik.
2. Strategi 5Q framework dapat secara efektif digunakan untuk menganalisis
permasalahan yang ditemukan di laboratorium, karena dengan strategi 5Q
framework bisa dilakukan suatu analisis dan evaluasi kesalahan yang terjadi
untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA

Clinical and Laboratory Standards Institute. 2004. Aplication of quality management


system model of laboratory service. 3rd edition. Pennsylvania: Clinical and
Laboratory Standard Institute.

Ezzelle, J., R. Rodriguez-Chavez, M. P. Souza. 2013. Guidelines on Good Clinical


Laboratory Practice. Journal of pharmaceutical and biomedical analysi. doi:
10.1155/2017/9024246.

Ison. 2002. Validation of a simplifield grading of Gram Stained. 5(1), pp. 42–48. doi:
2302-3589.

National Committee for Quality Assurance. 2014. Measuring quality: improving


health. Washington, D.C.: National Committee for Quality Assurance.

Umania, Tri, 2014. Quality Control Of Microbiology Laboratory. Microbiology


Departement, Faculty of Medicine. 4(8):276-284

Prihatini. 2006. Pengendalian Mutu Bidang Mikrobiologi Klinik. Indonesian Journal


of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol. 12, No. 2, Mar 2006: 92-
98

Public Health England. 2015. UK Standards for Microbiology Investigations.Staining


Procedures. Issues no: 2.1

Remel. 2015. Insert Kit QC Slide Gram Stain Control. Available:


https://www.thermofisher.com/order/catalog/product/R40140

Siregar, Maria Tuntun dkk. 2018. Bahan Ajar Teknik Laboratorium Medik (TLM)
Kendali Mutu. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.

LiMS Forum. 2012. Global Laboratory Informatic Medical and Scientific.


Determination of the validity of expiration of reagents after opening hard.

Scherz, V., C. Durusell, G. Greub. 2017. Internal quality assurance in diagnostic


microbiology: A simple approach for insightful data. Available:
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0187263

WHO. 2015. Laboratory Quality Standards and their Implementation. Available at:
apps.who.int/iris/bitstream/1/97892414748_eng.pdf

Anda mungkin juga menyukai