Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH MANAJEMENT PASIENT SAFETY

MANAJEMENT PASIENT SAFETY

DOSEN PENGAMPU : Nurhayati,S.ST.,M.Pd

Disusun Oleh :

MIFTAHURRAHMAH

NOER JANNAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR

PRODI D III KEPERAWATAN BALIKPAPAN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita.

Balikpapan, 30 Agustus 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

C. Tujuan .......................................................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5

A. Pengertian perawatan (Maintenance) ........................................................... 5

B. Tujuan Perawatan ......................................................................................... 6

C. Factor yang mendukung kegiatan perawatan ............................................... 6

D. Perawatan Darurat (Emergency Maintenance) ............................................ 6

E. Palliative Care .............................................................................................. 9

F. Care dan Hospital Safety............................................................................ 23

BAB III ................................................................................................................. 25

PENUTUP ............................................................................................................. 25

A. Kesimpulan ................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maintenance (merawat, menjaga, memelihara) adalah kombinasi
dari manajemen, keuangan, perekayasaan dan kegiatan lain yang
diterapkan bagi asset fisik untuk mndapatkan biaya siklus hidup ekonomis;
hal yang berhubungan dengan spesifikasi dan rancangan untuk keandalan
serta mampu-peliharaan pabrik, mesin-mesin, peralatan, bangunan,
struktur, dengan instalasinya, pengetesan, pemeliharaan, modifikasi dan
penggantian dan dengan umpan balik untuk rancangan, untuk kerja dan
biaya.
Permasalahan perawatan umumnya didekati dengan model
matematis yang merepresentasikan permasalahan tersebut. Dengan
pendekatan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam permasalahan
perawatan akan dapat mengurangi proporsi pertimbangn yang subyektif.

Kegiatan perawatan dapat dilakukan dengan efektif, jika factor-


faktor yang mendukungnya terpenuhi, yaitu,Adanya ketersediaan
komponen pengganti (spare part) pada saat yang dibutuhkan. Persediaan
komponen diperlukan baik untuk perawatan, pencegahan, ataupun
perawatan perbaikan,Adanya pedjadwalan untuk aktifitas
perawatan,Tesedianya biaya perawatan yang sesuai dengan kondisi yang
ada,Adanya tenaga pelaksana perbaikan yang mempunyai ketrampilan
yang memenuhi syarat,Tersedia prasarana fasilitas perawatan yang
memadai.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu perawatan?
2. Apa faktor yang mempengaruhi perawatan?
3. Apa yang di maksud dengan emergency dan palliative?

3
4. Apa yang di maksud dengan care dan hospital care?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu perawatan
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perawatan
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan emergency dan palliative
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan care dan hospital care

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian perawatan (Maintenance)
Maintenance (merawat, menjaga, memelihara) adalah kombinasi
dari manajemen, keuangan, perekayasaan dan kegiatan lain yang
diterapkan bagi asset fisik untuk mndapatkan biaya siklus hidup ekonomis;
hal yang berhubungan dengan spesifikasi dan rancangan untuk keandalan
serta mampu-peliharaan pabrik, mesin-mesin, peralatan, bangunan,
struktur, dengan instalasinya, pengetesan, pemeliharaan, modifikasi dan
penggantian dan dengan umpan balik untuk rancangan, untuk kerja dan
biaya.
Masalah perawatan mempunyai kaitan erat dengan tindakan
pencegahan dan perbaikan. Tindakan tersebut dapat berupa:
 Pemeriksaan (Inspection), yaitu tindakan yang ditunjukkan untuk
sistem atau mesin untuk mengetahui apakah sistem berada pada
kondisi yang diinginkan.
 Service, yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga suatu sistem
atau mesin uang biasanya telah diatur dalam buku petunjuk
pemakain mesin.
 Penggantian komponen, yaitu tindakan penggantian komponen-
komponen yang rusak atau tidak memenuhi kondisi yang
diinginkan. Kondisi ini mungkin dilakukan secara mendadak atau
dengan perencanaan pencegahan terlebih dahulu.
 Overhaul, yaitu tindakan besar-besaran yang biasanya dilakukan
pada periode tertentu.

Permasalahan perawatan umumnya didekati dengan model


matematis yang merepresentasikan permasalahan tersebut. Dengan
pendekatan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam

5
permasalahan perawatan akan dapat mengurangi proporsi pertimbangn
yang subyektif.

B. Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan atau maintenance yang utama adalah sebagai berikut:
 Untuk memperpanjang usia kegunaan asset yaitu setiap bagian
dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya
 Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang
untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return
on investment) semaksimum mungkin
 Untuk menjamin ketersediaan operasional dari seluruh peralatan
yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya
unit cadangan, unit pemadaman, kebakaran dan penyelamatan,
dan lain-lain.
 Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana
tersebut
 Untuk menjamin kontinuitas dari kualitas.

C. Faktor yang mendukung kegiatan perawatan

Kegiatan perawatan dapat dilakukan dengan efektif, jika factor-


faktor yang mendukungnya terpenuhi, yaitu:

 Adanya ketersediaan komponen pengganti (spare part) pada saat


yang dibutuhkan. Persediaan komponen diperlukan baik untuk
perawatan, pencegahan, ataupun perawatan perbaikan.
 Adanya pedjadwalan untuk aktifitas perawatan.
 Tesedianya biaya perawatan yang sesuai dengan kondisi yang ada.
 Adanya tenaga pelaksana perbaikan yang mempunyai ketrampilan
yang memenuhi syarat
 Tersedia prasarana fasilitas perawatan yang memadai.
D. Perawatan Darurat (Emergency Maintenance)

6
Adalah pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena
terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga. Istilah-istilah yang
umum dalam perawatan:

Disamping jenis-jenis perawatan yang telah disebutkan diatas, terdapat


juga beberapa jenis pekerjaan lain yang bisa dianggap merupakan jenis
pekerjaan perawatan seperti:

1. Perawatan dengan cara penggantian (Replacement instead


of maintenance)
Perawatan dilakukan dengan cara mengganti peralatan tanpa dilakukan
perawatan, karena harga peralatan pengganti lebih murah bila
dibandingkan dengan biaya perawatannya. Atau alasan lainnya adalah
apabila perkembangan teknologi sangat cepat, peralatan tidak
dirancang untuk waktu yang lama, atau banyak komponen rusak tidak
memungkinkan lagi diperbaiki.
2. Penggantian yang direncanakan (Planned Replacement)
Dengan telah ditentukan waktu mengganti peralatan dengan peralatan
yang baru, berarti industri tidak memerlukan waktu lama untuk
melakukan perawatan, kecuali untuk melakukan perawatan dasar yang
ringan seperti pelumasan dan penyetelan. Ketika peralatan telah
menurun kondisinya langsung diganti dengan yang baru. Cara
penggantian ini mempunyai keuntungan antara lain, pabrik selalu
memiliki peralatan yang baru dan siap pakai.
Istilah-istilah yang umum dalam perawatan:
a. Availability:
Perioda waktu dimana fasilitas/peralatan dalam keadaan siap untuk
dipakai/dioperasikan.
b. Downtime:
Perioda waktu dimana fasilitas/peralatan dalam keadaan tidak
dipakai/dioperasikan.
c. Check:

7
Menguji dan membandingkan terhadap standar yang ditunjuk.
d. Facility Register
Alat pencatat data fasilitas/peralatan, istilah lain bisa juga disebut
inventarisasi peralatan/fasilitas.
e. Maintenance management:
Organisasi perawatan dalam suatu kebijakan yang sudah disetujui
bersama.
f. Maintenance Schedule:
Suatu daftar menyeluruh yang berisi kegiatan perawatan dan
kejadian-kejadian yang menyertainya.
g. Maintenance planning:
Suatu perencanaan yang menetapkan suatu pekerjaan serta metoda,
peralatan, sumber daya manusia dan waktu yang diperlukan untuk
dilakukan dimasa yang akan datang.
h. Overhaul:
Pemeriksaan dan perbaikan secara menyeluruh terhadap suatu
fasilitas atau bagian dari fasilitas sehingga mencapai standar yang
dapat diterima.
i. Test:
Membandingkan keadaan suatu alat/fasilitas terhadap standar yang
dapat diterima.
j. User:
Pemakai peralatan/fasilitas.
k. Owner:
Pemilik peralatan/fasilitas.
l. Vendor:
Seseorang atau perusahaan yang menjual peralatan/perlengkapan,
pabrik-pabrik dan bangunan-bangunan.
m. Efisiensi:
Running Hours /Running Hours + Down Time
n. Trip:

8
Mati sendiri secara otomatis (istilah dalam listrik).
o. Shut-in:
Sengaja dimatikan secara manual (istilah dalam pengeboran
minyak).
p. Shut-down:
Mendadak mati sendiri / sengaja dimatikan.

E. Palliative Care
1. Definisi

Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah


setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada
pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu
sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.

Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi.


Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif
dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap
pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative Care
hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif
terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan
dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Palliative Care menurut
WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda. Definisi Palliative Care
yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif
adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.

9
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan
sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak
memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan
atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu.
Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang
berduka. Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu
yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan
spiritual.

Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia


seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui
pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait.
Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,
hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan


lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :

a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai


proses yang normal.
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.

10
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative
Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

2. Tujuan Palliative Care


Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak
nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin
sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan
membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.
Palliative care tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda
kematian.

3. Sejarah Perkembangan Palliative Care


Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan
rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan
hospice yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di
London dan Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan
paliatif telah menjadi suatu pergerakan yang besar, yang
mempengaruhi banyak penduduk. Pergerakan ini dimulai sebagai
sebuah gerakan yang dipimpin relawan di Negara-negara Amerika dan
telah berkembang menjadi bagian penting dari system perawatan di
kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun
1960-an. Cicely Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini
dimana sangat memiliki peran penting dalam menarik perhatian pasien
pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium lanjut.

11
Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun
1970 dan dating untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial,
psikologis, dan spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi
hidup, disampaikan oleh tim multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di
Jepang. Pendidikan palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-
sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh
layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh negeri.
Tiga belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan
palliative care. Modul palliative care ditambahkan ke kurikulum
sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di setiap kabupaten
dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan suatu palliative care
pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam
rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk
dalam kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program
pendidikan palliative care telah diterapkan untuk asisten keperawatan
di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah
tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun 2005 palliative care diakui
sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula
dari adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk
membahas system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989.
Penanggulangan penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara
paripurna dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari
pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan paliatif.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat


Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007
pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang
kebijakan palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan tersebut
diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative

12
care di seluruh Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan
palliative care secara kualitas maupun kuantitas.

4. Karakteristik Palliative Care


Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner
yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga
ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan,
dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh
hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat
rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan
dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat
pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau
dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan
keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping
atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day
care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang
bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater,
bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik,
dan lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
a. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
b. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai
proses yang normal.
c. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
d. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam
perawatan pasien.
e. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
f. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa
sakit dan setelah kematian.

13
g. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita,
jika diindikasikan.
h. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara
positif memengaruhi perjalanan penyakit.
i. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk
memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi,
dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih
memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.

5. Klasifikasi Palliative Care


Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi
beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan.
Terapi religious sangat penting dalam memberikan palliative care.
Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama, menimbulkan
masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing
agama sangat membantu dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan
terapi paliatif religious. Palliative care spiritual bisa ditujukan
kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya Tuhan tanpa
mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius
dimana selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah
dalam suatu agama.Dalam agama islam perawatan paliatif yang
bisa diterapkan adalah :
1.) Doa dan dzikir
2.) Optimisme
3.) Sedekah
4.) Shalat Tahajud
5.) Puasa

14
b. Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode
pengobatan dengan menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan
sel kanker yang akan membantu pencegahan terhadap terjadinya
kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui dua cara.
Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua
dengan brakiterapi.
Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana
sumber radiasi berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini
menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang
ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik
radiasi dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien
dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi pada palliative
care terutama adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang
disebabkan oleh infiltrasi tumor local.

c. Terapi Paliatif Kemoterapi


Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk
memperkecil masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri,
terutama pada tumor yang kemosensitif. Beberapa jenis kanker
yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan
nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker
tentis.Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif harus benar-
benar dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji efek positif
yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.

d. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat
untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi

15
organ tubuh akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada
umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi /
bedah untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh
tindakan pembedahan pada stadium paliatif adalah fiksasi interna
pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang panjang.

e. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita
stroke, demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita
stroke yang rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil
riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya
dan memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak
menikmati musik. Musik memang telah lama digunakan sebagai
salah satu terapi kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat
dalam Jurnal Brain itu adalah riset pertama yang membuktikan
efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama bahwa
mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat
meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya
perasaan negative.

f. Psikoterapi

Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan


citra fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan
sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan penanganan
antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.

g. Hipnoterapi

16
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi
yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah
pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam
menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria,
stress, fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan
tertentu), gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan
lain-lain.

h. Tim Interdisipliner Palliative Care


Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja
yang terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu
kedokteran pada zaman sekarang ini telah berkembang menjadi
adanya interaksi dari fisik, fungsional, emosional, psikologis,
sosial, dan aspek spiritual yang akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter,
psikiater, petugas sosial medis, rohaniawan, terapis, dan anggota
lain sesuai kebutuhan. Setiap anggota tim sebaiknya memahami
dan menguasai prinsip-prinsip dan praktek palliative care. Tim
harus berani menjamin bahwa pasien akan mendapat pelayanan
seutuhnya, baik fisik maupun mental, sosial, serta spiritual dengan
cara yang benar dan dalam porsi yang seimbang.

Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang


memiliki pengalaman yang luas tentang menangani penyakit
tingkat lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter dapat memberikan
konsultasi untuk membantu dokter lain. Perawat yang diberi
pelatihan khusus dalam merawat pasien dengan penyakit stadium
lanjut dan terminal akan merawat pasien di dalam pallitaitive care.
Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih saying dan
pendidikan kepada pasien dan keluarganya.

17
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim
interdisiplin. Konseling spiritual dapat diberikan kepada penderita
yang tidak memiliki agama sekalipun. Konseling spiritual dapat
membantu meningkatakan iman yan berfungsi sebagai mekanisme
koping bahkan terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta,
ustadz, atau pemuka agama lainnya dapat membantu membentuk
ikatan di dalam tim palliative care.

Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota


tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional
ini bergabung dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka
menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan melalui beberapa
langkah tujuan jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari
semua kegiatan pasien. Proses interaksi komunikasi merupakan
kunci keberhasilan pengobatan palliative care.

6. Kebijakan Palliative Care di Indonesia


Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
a. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan
1.) Tujuan kebijakan
Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di
Indonesia.
Tujuan khusus:
a.) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai
standar yang berlaku di seluruh Indonesia
b.) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak
perawatan paliatif.
c.) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
d.) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

18
b. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
1.) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga,
lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun
pasien berada di seluruh Indonesia.
2.) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga
kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya.
3.) Institusi-institusi terkait, misalnya:
a.) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota
b.) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
c.) Puskesmas
d.) Rumah perawatan/hospis
e.) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

7. Lingkup Kegiatan Palliative Care


a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
1.) Penatalaksanaan nyeri.
2.) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3.) Asuhan keperawatan
4.) Dukungan psikologis
5.) Dukungan social
6.) Dukungan kultural dan spiritual
7.) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan


kunjungan/rawat rumah.

19
8. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
a. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
1.) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan
berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien
dan keluarganya.
2.) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
3.) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis)
yang membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan
paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan
informed consent.
4.) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan
diutamakan pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan
saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar
diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga
terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka
keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5.) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk
memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia sedang
kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh
dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian
menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara
eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,
atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak
kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan
dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif. 6) Pada
keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim
perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang

20
diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan
pertama.

b. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif


1.) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan
resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh
Tim Perawatan paliatif
2.) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada
saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.
3.) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki
resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya
untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan
tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced
directive) atau dalam informed consent menjelang ia
kehilangan kompetensinya.
4.) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat
keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan
tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut,
permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat
dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5.) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak
melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang
ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan
indakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau
memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada
saat tersebut.

21
c. Perawatan pasien paliatif di ICU
1.) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagaimana
diuraikan di atas.
2.) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif
harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan
penghentian peralatan life-supporting.

d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif


1.) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat
melakukan perawatan di rumah pasien.
2.) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus
dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang
memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat
kebijakan harus dipelihara.

9. Sumber Daya Manusia


a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja
sosial, rohaniawan, keluarga, relawan.
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat
sertifikat.
c. Pelatihan

22
F. Care dan Hospital Safety
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
(2010), berdasarkan kondisi geografis, geologis, hidrologis dan
demografis, Indonesia memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap
terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-
alam maupun faktor manusia.
Dampak utama bencana seringkali menimbulkan korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
kerusakan non-materi maupun psikologis.Kerusakan yang diakibatkan
bencana merupakan pemicu tidak berfungsinya layanan kesehatan
(Functional Collapse) dan fasilitasnya (Structural Collapse). Maka, rumah
sakit yang dibangun tanpa mempertimbangkan risiko bencana dan
mengabaikan aspek pemeliharaan dapat memperburuk layanan kesehatan
dan fasilitasnya seiring waktu.
Tingkat kerentanan fasilitas kesehatan dapat dikurangi dengan cara
peningkatan kapasitasnya yang salah satunya adalah konsep safe
hospital. Safe hospital adalah fasilitas kesehatan yang dapat tetap ter-akses
dan berfungsi pada kapasitas maksimum, dan dalam infrastruktur yang
sama, selama dan segera setelah terkena hazard. Safe hospital bertujuan
untuk melindungi hidup pasien, pengunjung dan staf, melindungi
inventarisasi berupa perlengkapan dan alat kesehatan dan melindungi
performa fasilitas kesehatan. Maksud strategi rumah sakit yang selamat
dari bencana ini adalah untuk memastikan bahwa rumah sakit tidak hanya
akan tetap berdiri bila ada bencana, tapi juga akan berfungsi secara efektif
tanpa gangguan apapun.
Rumah Sakit memiliki peranan kunci dalam menanggulangi
kegawatdaruratan dan bencana. Selama keadaan darurat atau bencana,
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus tetap selamat, dapat
diakses dan berfungsi pada kapasitas maksimum untuk membantu
menyelamatkan nyawa. Mereka harus terus memberikan layanan penting
seperti medis dan perawatan, laboratorium serta pelayanan kesehatan

23
lainnya. Sebuah rumah sakit yang selamat harus tetap terorganisasi
dengan disaster plan dan tenaga kesehatan terlatih guna menjaga jaringan
operasional.
Di dalam proses disaster management yang direpresentasikan
sebagai model siklus, peningkatan kesiapsiagaan merupakan bagian dari
proses pengelolaan risiko bencana. Dalam peningkatan kesiapsiagaan,
proses mitigasi masuk dalam proses tersebut. Mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Mitigasi bertujuan untuk meminimalkan efek bencana. Tindakan-
tindakan yang dilakukan dalam mitigasi ini antara lain pembuatan zona
rawan bencana, manajemen penggunaan lahan, analisis kerentanan dan
edukasi masyarakat.
Dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan rumah sakit menghadapi
bencana/ hazard terdapat sebuah assessment yang dapat digunakan
yaitu Hospital Safety Index. Hospital Safety Index yang dibuat oleh Pan
American Health Organization tahun 2008 ini digunakan untuk mengukur
tingkat keselamatan rumah sakit dalam menghadapi bencana. Formulir ini
berfungsi untuk menilai kemungkinan suatu rumah sakit atau fasilitas
kesehatan tetap beroperasi dalam situasi darurat. Indeks ini dikembangkan
melalui proses dialog para ahli di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia,
pengujian dan revisi selama 2 tahun oleh Pan American Health
Organization’s Disaster Mitigation Advisory Group (DIMAG).
Hospital Safety Index terdiri dari empat bagian yaitu tentang lokasi
geografis fasilitas kesehatan, tentang elemen-elemen keamanan struktur
bangunan, tentang elemen-elemen keamanan non-struktural dan tentang
kapasitas fungsional rumah sakit.

24
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Maintenance (merawat, menjaga, memelihara) adalah kombinasi
dari manajemen, keuangan, perekayasaan dan kegiatan lain yang
diterapkan bagi asset fisik untuk mndapatkan biaya siklus hidup
ekonomis; hal yang berhubungan dengan spesifikasi dan rancangan
untuk keandalan serta mampu-peliharaan pabrik, mesin-mesin,
peralatan, bangunan, struktur, dengan instalasinya, pengetesan,
pemeliharaan, modifikasi dan penggantian dan dengan umpan balik
untuk rancangan, untuk kerja dan biaya.
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah
setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi
pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit
itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas
hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Safe hospital adalah fasilitas kesehatan yang dapat tetap ter-akses
dan berfungsi pada kapasitas maksimum, dan dalam infrastruktur yang
sama, selama dan segera setelah terkena hazard.Safe hospital bertujuan
untuk melindungi hidup pasien, pengunjung dan staf, melindungi
inventarisasi berupa perlengkapan dan alat kesehatan dan melindungi
performa fasilitas kesehatan. Maksud strategi rumah sakit yang selamat
dari bencana ini adalah untuk memastikan bahwa rumah sakit tidak
hanya akan tetap berdiri bila ada bencana, tapi juga akan berfungsi
secara efektif tanpa gangguan apapun.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://srisulistyo-11100110.blogspot.com/2014/06/makala.html?m=1

http://mmr.umy.ac.id/hospital-safety-index-part-1-pentingnya-hospital-safety-
index-dalam-membentuk-safe-hospital-di-negeri-rawan-bencana/

26

Anda mungkin juga menyukai