Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Upaya mengurangi HIV (Human Imunodeficiency Virus) / AIDS (Acquired


Imunodeficiency Virus) dan penyakit menular lainnya merupakan salah satu target
MDGs (Millenium Development Goals). Meski telah banyak usaha pencegahan yang
dilakukan untuk mengontrol angka kejadian HIV/AIDS, namun kenyataannya sampai
sekarang penyakit ini masih menyebar dengan pesat di seluruh dunia. Jumlah
penduduk global yang tertular HIV berdasarkan WHO (2006) berjumlah 46,7 jiwa.
Pada tahun 2009, Jumlah orang yang menderita AIDS di seluruh dunia sudah
mencapai 33,3 juta jiwa dengan jumlah kejadian baru sebanyak 2,6 juta jiwa dan
angka kematian 1,8 juta jiwa. AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya
mengingat penyakit ini mempunyai case fatality rate 100% dalam 5 tahun, artinya
dalam 5 tahun setelah didiagnosa AIDS maka penderita akan meninggal.

Di Indonesia, HIV/AIDS juga menjadi masalah dalam bidang kesehatan.


Angka kejadian HIV/AIDS masih meningkat setiap tahun dengan rata-rata
pertambahan sebnayak 40.000-50.000 setiap tahunnya hingga pada tahun 2009 telah
mencapai 310.000 orang. Berdasarkan laporan Depkes hingga September 2009,
jumlah rata-rata kasus AIDS di Indonesia adalah 8,15 per 100.000 penduduk.
Perkembangan epidemik HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia.
Dalam 10 tahun terakhir, proporsi terbesar pada kelompok umur 20-29 tahun
(50,82%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (29,36%).

Rumah sakit merupakan salah satu instansi kesehatan yang berperan dalam
menggulangi HIV/AIDS. Dalam memberikan pelayanan pada penderita HIV/AIDS di
rumah sakit cukup berbeda terhadap pasien pada umumnya. Masalah yang sering
muncul pada pelayanan terhadap penderita HIV/AIDS adalah kerahasiaan dan
kesediaan penderita secara sukarela untuk melakukan tes HIV, sehingga diperlukan
standar pelayanan HIV/AIDS. Berdasarkan surat edaran Menkes No.129 tahun 2013,
tentang pelaksanaan pengendalian HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS),
Puskesmas dan rumah sakit agar memasukan layanan terkait HIV/AIDS sebagai salah
satu layanan pokok bagian dari pelayanan standar rumah sakit.

I.2 Tujuan

I.2.1 Tujuan Umum :

Terselenggaranya pelayanan HIV/AIDS secara terpadu di RS AR-Bunda Prabumulih

I.2.1 Tujuan Khusus :

a. Terselenggaranya pelayanan HIV/AIDS di rawat jalan

b. Terselenggaranya pelayanan HIV/AIDS secara mobile (mobile clinic)


BAB II

PELAYANAN HIV/AIDS DI RS AR BUNDA

II.1 Komponen Pelayanan HIV/AIDS

Untuk melaksanakan pelayanan HIV/AIDS sebagai salah satu pelayanan pokok


di rumah sakit diperlukan beberapa komponen adalah :

a. Tim pelayanan HIV/AIDS


Tim pelayanan HIV/AIDS terdiri dari :
 Penanggung jawab klinik
 Konselor rujukan pasien klinik
 Administrasi untuk entry laporan
 Perawat untuk mendata kunjungan
 Bidan untuk ibu hamil
 Petugas labor
b. Klinik pelayanan HIV/AIDS
Klinik pelayanan HIV/AIDS adalah tempat diselenggarakannya pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan HIV/AIDS melalui
1. VCT (Voluntary Counseling and Testing)
2. PICT (Provider Initiated Testing and counseling)
3. PMTCT (Prevention of Mother to ChildTransmission)
4. ART (Antiretroviral Theraphy)

II.2 Sarana dan Prasarana Klinik VCT

a. Ruang Konseling
Ruang konseling harus nyaman, terjaga rahasia, dan terpisah dari ruang
tunggu dan ruang pengambilan darah.
Denah Ruangan

b. Prasarana
1. Aliran listrik
2. Air
3. Telepon
4. Pembuangan limbah padat dan limbah cair
c. Standar Minimal Peralatan di Ruang Laboratorium
1. Peralatan
Setiap laboratorium harus memiliki peralatan :
 Mikropipet 5 – 50 ul
 Rotator yang dilengkapi dengan waktu dan rpm.
 Sentrifus yang dilengkapi dengan waktu dan rpm.
 Mikroskop binokuler yang memiliki kualitas dan spesifikasi yang sama
dengan
 Olympus CX21.
 Refrigerator penyimpanan reagen yang dilengkapi dengan termometer.
 Lampu spirtus.
 Rak pewarnaan
 Pipet Pasteur
 Korentang
 Labu semprot
 Tabung vacuntainer SST.
 Jarum vacuntainer
 Holder vacuntainer
 Rak tabung
 Sarung tangan
 Wadah limbah biohazard.
 Wadah limbah tahan tusukan (Biohazard sharp bin)
 Kantong plastic hitam
2. Reagen
Setiap laboratorium IMS harus memiliki reagen tersebut dibawah ini :
 KOH 10 %
 NaCl 0.9%
 Metilen Blue
 Spirtus
 Alkohol swab
 Hipoklorit 0.5%
 RPR SIFILIS
 DETERMINE SIFILIS
 SD HIV 1/2 BIOLINE 3.0
 DETERMINE HIV 1/2 O
 TRIDOT HIV atau ONCOPROBE HIV
II.3 Pembiayaan

Tarif pelayanan disesuaikan dengan pola tarif berdasarkan unit cost yang
proporsional dari setiap komponen pelayanan, yaitu :

 Administrasi
 Konseling
 Testing HIV
 Pengobatan

II.4 Izin Pembuatan Pelayanan HIV/AIDS

Izin pembuatan layanan konseling dan testing HIV/AIDS diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota Madya setempat.
BAB III

ALUR PELAYANAN VCT

Alur Pasien Kegiatan Petugas

Ruang pendaftaran Pencatatan identitas, pemberian Petugas administrasi


nomor registrasi

Ruang tunggu Pemberian informasi dan


Perawat/Bidan
edukasi berkelompok

Pemberian konseling pra test


Ruang konsultasi Melengkapi rekam medis
Setuju : melengkapi formulir
Konselor
informed consent
Menolak : membuat jadwal
pertemuan kembali

Pengambilan darah
Laboratorium Tes HIV Petugas Lab

Hasil diserahkan

Ruang tunggu Pemberian informasi dan edukasi


Perawat/bidan
berkelompok

Penyampaian hasil pemeriksaan lab


Pemberian konseling post test
Ruang konsultasi
Pemberian brosur KIE dan kondom
Konselor
Hasil non reaktif perjanjian kunjungan yang
akan datang
Hasil reaktif rujuk
BAB IV

KESELAMATAN PASIEN
BAB V

KESELAMATAN KERJA
BAB VI

PENGENDALIAN MUTU

Standar Pelaksanaan Kendali Mutu Laboratorium pada klinik VCT harus


dilakukan. Ini merupakan komponen utama dari setiap sistem pengendalian. Yang
menyebutkan protokol instruksi secara tertulis, termasuk di dalamnya semua aspek
pelayanan, dan mengurangi kemungkinan proses yang bervariasi. Prosedur kendali
mutu terdiri dari :
a. Prosedur Kendali Mutu secara Internal harus dilaksanakan setiap hari dalam
laboratorium. Contoh Prosedur Kendali Mutu secara Internal meliputi:
Setiap hari pada akhir hari kerja klinik, kendali mutu laboratorium untuk
diagnosis swab langsung dapat meliputi:
1. Pemeriksaan ulang smear servik dengan pengecatan methylene blue untuk
melihat sel darah putih dan gonococcus dibandingkan hasilnya antara
yang didapat di klinik dengan hasil yang didapat dari teknisi lain.
2. Slide dengan pengecatan gram dari smear vagina untuk mendiagnosis
bacterial vaginosis (BV) dengan kriteria Nugent hasilnya dibandingkan
dengan hasil yang didapat di klinik dengan metode cepat untuk BV
(seperti ’clue cell’, (+) whiff tes dan pH > 4,5).
3. Mikroskop harus dibersihkan dan diservice setiap enam bulan.
4. Reagen untuk pemeriksaan mikroskop dan semua tes laboratorium harus
disimpan dengan tepat dan tidak melampui tanggal kadaluarsanya.
b. Pengkajian Kendali Mutu secara Eksternal ditujukan untuk membandingkan
hasil tes laboratorium sederhana yang dapat berupa:
1. Pemeriksaan smear kembali oleh teknisi yang berbeda
2. Testing dari beberapa sampel specimen dengan Gen-Probe

Anda mungkin juga menyukai