Anda di halaman 1dari 4

Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular

 Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap
bakteri ekstraselular.
 Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau
kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent.
 Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin
(Ig)M spesifik yang kuat.
 Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme
perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin.
 Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang
berhubungan dengan molekul MHC kelas II.
 Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi,
aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag.
 Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen
permukaan bakteri
1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat
reseptor Fc_ padamonosit, makrofag dan neutrofil.
2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan
terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin
tersebut.
3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC
serta pelepasan mediator inflamasi akut.

Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

 Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh


cell mediated immunity (CMI).
 Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya
untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin
yang diproduksi oleh sel T terutama interferon (IFN ).
 Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi
sitokin terutama IFN .
 Sitokin INF ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang
terinfeksi untuk membunuh bakteri.
 Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen
yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag
yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme
untuk mencegah penyebarannya.

RESPON IMUN TERHADAP HIPERSENSITIVITAS (ALERGI)


 Didalam tubuh, sel limfosit membentuk suatu antibodi yang mampu mengikat antigen
seperti kuman dan sebagainya.

 Jika tubuh dalam keadaan normal, maka antigen tersebut tidak akan menyebabkan sakit
karena limfosit memproduksi antibody yang dapat melindungi tubuh.

 Secara normal, antibodi akan menghasilkan immunoglobulin. Salah satu jenisnya adalah
IgE yang berfungsi untuk merespon alergi tipe cepat (anafilaksis).

 Pada seseorang yang menderita alergi, kadar IgE tinggi yang spesifik terhadap zat-zat
tertentu yang menimbulkan reaksi alergi (zat alergen). Misalnya debu,susu, ikan laut dan
lain – lain.

 Dalam jaringan tubuh,IgE yang bereaksi pada alergen – alergen diatas menempel pada sel
mast ( sel yang berperan pada reaksi alergi dan peradangan).

 Awal kontak dengan zat alergen mulai timbul perlawanan dari tubuh yang mempunyai
bakat atopik yaitu terbentuknya antibodi atau immunoglobulin yang spesifik Bila IgE
berkontak lagi dengan zat alergen, maka mast ini akan mengalami degarnulasi (pecah)
dan mengeluarkan zat serperti histamin,kitin dan bradikinin yang terkandung dalam
granulanya berperan pada reaksi alergi. Zat – zat tersebut yang menimbulkan gejala alergi
seperti gatal – gatal, diare, sakit kepala, asma.

 Jika alergen tidak dihindari maka kadar IgE yang spesifik terhadap alergen itu akan
semakin meningkat. Oleh karena itu pencegahan alergi dan penangannanya dengan cara
menjauhi alergen atau penyebab alergen agar tidak menjadi kronis

Salah satu perubahan besar yang terjadi seiring


pertambahan usia adalah proses thymic involution 3.
Thymus yang terletak di atas jantung di belakang tulang
dada adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T
sangat penting sebagai limfosit untuk membunuh
bakteri dan membantu tipe sel lain dalam sistem imun.
Seiring perjalanan usia, maka banyak sel T atau
limfosit T kehilangan fungsi dan kemampuannya
melawan penyakit.

Aging mempengaruhi fungsi sel T dengan


berbagai cara. Beberapa sel T ditemukan dalam
thymus dan sirkulasi darah yang disebut dengan
sel T memori dan sel T naive. Pada
kelompok usila, hampir tidak ada sel T naive sejak
menurunnya produksi sel T oleh kelenjar timus
secara cepat sesuai usia. Akibatnya cadangan sel T
naive menipis dan sistem imun tidak dapat
berespons secepat respons kelompok usia muda.
Jumlah sel B, sel T helper (CD4+) juga berubah
pada orang tua.

Selain terjadi perubahan jumlah sel T, pada


kelompok usila juga mengalami perubahan
permukaan sel T.

Sel T yang berusia tua


tidak menunjukkan antigen CD28, suatu molekul
penting bagi transduksi signal dan aktivasi sel T.
Tanpa CD28, sel T tidak berespons terhadapnya
masuknya patogen asing.

Pada tubuh kelompok


elderly juga terdapat kandungan antigen CD69
yang lebih rendah. Sel T dapat menginduksi
antigen CD69 setelah berikatan dengan reseptor
sel T. Bila ikatan signal-antigen tidak dipindahkan
ke bagian dalam sel T, maka antigen CD69 akan
hilang di permukaan sel dan terjadi penurunan
transduksi signal.

Perubahan utama pada fungsi imun orang tua


adalah perubahan respons proliferatif limfosit
seperti berkurangnya Interleukin-2 (IL-2) yang
tercermin dari rusaknya proses signal pada orang
tua, minimnya kadar Ca dalam tubuh, dan
perubahan membran limfosit sehingga
mempengaruhi fungsi imun.

Penurunan fungsi sel T pada orang tua juga


mempengaruhi fungsi sel B karena sel T dan sel B
bekerjasama untuk mengatur produksi antibodi. Sel T
menginduksi sel B untuk hipermutasi gen-gen
immunoglobulin, menghasilkan perbedaan antibodi
untuk mengenali jenis-jenis antigen. Pada orang tua
terdapat jenis antibodi yang lebih sedikit dibandingkan
pada orang muda, rendahnya respons IgM terhadap
infeksi, dan menurunnya kecepatan pematangan sel B.
Semua itu berkontribusi terhadap penurunan jumlah
antibodi yang diproudksi untuk melawan infeksi.

Pada orang tua, perasaan depresi dan marah dapat


melemahkan sistem imun. Mereka rentan terhadap
stress dan depresi. Studi lain yang dilakukan terhadap
kesehatan lansia dengan stress menunjukkan level IL-6
atau interleukin-6 (suatu protein dalam kelompok
cytokine) meningkat 4 kali lipat lebih cepat sehingga
mereka rentan terhadap penyakit jantung, arthritis, dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Gizi Matra
    Gizi Matra
    Dokumen1 halaman
    Gizi Matra
    Lucy Dwi Mawarni
    Belum ada peringkat
  • KLIPING
    KLIPING
    Dokumen11 halaman
    KLIPING
    Lucy Dwi Mawarni
    100% (1)
  • Menu Modifikasi
    Menu Modifikasi
    Dokumen4 halaman
    Menu Modifikasi
    Lucy Dwi Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Faktor Risiko
    Faktor Risiko
    Dokumen4 halaman
    Faktor Risiko
    Lucy Dwi Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Tabel
    Tabel
    Dokumen1 halaman
    Tabel
    Lucy Dwi Mawarni
    Belum ada peringkat
  • KLUNGU Kel 6
    KLUNGU Kel 6
    Dokumen16 halaman
    KLUNGU Kel 6
    Lucy Dwi Mawarni
    Belum ada peringkat