DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING KLINIK
dr. Hj. SENIWATI ISMAIL, Sp.KK, FINSDV
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
1
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien : Ny. N
2. Umur : 41 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : BTN PALUPI PERMAI
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Tanggal pemeriksaan : Kamis, 14 Februari 2019
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Gatal pada kedua telapak tangan.
2
3. Riwayat penyakit terdahulu:
- Riwayat Alergi (+)
3
Ekstremitas bawah : Tidak ada ujud kelainan kulit
Kel. limfa : Tidak ada pembesaran
IV. GAMBAR
4
V. RESUME
Ny. N, berumur 41 tahun datang ke poliklinik kesehatan kulit dan kelamin
memeriksakan pruritus pada regio plantar dextra et sinistra. Keluhan muncul
sejak pasien mmelahirkan, akhir-akhir ini muncul kembali apabila pasien
mencuci pakaian dengan tangan menggunakan sabun detergen bubuk. Pasien
juga sering menggunakan balsem dan minyak kayu putih yang dihirup
aromanya melalui hidung, saat melakukan hal tersebut pasien merasakan gatal
pada hidung, dan hidung menjadi kemerahan.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien adalah 130/80
mmHg, Nadi 80x/menit, Pernafasan 20 kali/menit. Pada Pemeriksaan
efloresensi kulit ditemukan lesi eritematous dengan tampakan vesikel eksudasi
yang sebagian telah pecah dan menimbulkan erosi. Sebagian lesi telah
mengalami skuama.
IX. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Menjaga higienitas kulit.
- Menghindari gesekan pada area lesi.
- Hindari untuk menggaruk
5
b. Medikamentosa:
- Desoximethason Cream 0.25% 5gr 2x1 (pagi dan malam)
- Fusicom Cream 2% 5 gr 2x1 (pagi dan malam)
- Vaseline Album 2x1 (pagi dan malam)
- Ceterizine Tab. 10 mg 1x1
- Metilprednisolon 2 x 1
X. PROGNOSIS
1. Qua ed vitam : ad bonam
2. Qua ed funsionam : ad bonam
3. Qua ed cosmetican : ad bonam
4. Qua ed sanationam : dubia ad bonam
6
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien adalah 130/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, Pernafasan 20 kali/menit. Pada Pemeriksaan efloresensi kulit
ditemukan lesi eritematous dengan tampakan vesikel eksudasi yang sebagian telah
pecah dan menimbulkan erosi. Sebagian lesi telah mengalami skuama.
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang dengan keadaan kulit yang sangat peka (hipersensitif).
Dahulu perkirakan bahwa kejadian DKA sebanyak 20% dan DKI sebanyak 80%,
tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitits
kontak alergi akibat kerja ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60%.1
7
Penyebab dari dermatitis kontak alergi ini berasal dari bahan kimia sederhana
dengan berat molekul rendah (<1000 dalton), disebut juga sebagai hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai
sel epidermis bagian dalam yang hidup. Berbagai faktor berpengaruh terhadap
kejadian dermatitits kontak alergi, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per
unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan kelembaban
lingkungan. Juga faktor individu misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum), status imun (misalnya sedang mengalami sakit atau
terpajan sinar matahari).[1]
Fase sensitisasi
Hepten yang masuk ke dalam epidermis melawati stratum korneum akan di
tangkap olej sel langerhans dengan cara pinositosis, dan di proses secara kimiawi
oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR untuk
menjadi antigen lengkap. Sel langerhans awalnya hanya beristirahat dan menjadi
makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Setelah keratinosit
terpajan oleh hepten yang memiliki sifat iritan, keratinosit melepaskan sitokin (IL-
1) yang akan mengaktivasi sel langerhans dan menstimulasi sel-T. Aktivasi tersebut
menstimulasi untuk meningkatkan sekresi sitokin tertentu (IL-1) serta ekspresi
molekul permukaan sel termasuk MCH kelas I, dan II, ICAM-1, LFA-3, dan B7.
8
Sitokin proinflamasi yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF-ɑ yang dapat
mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit , menginduksi perubahan molekul
adhesi sel dan pelepasan sitokin serta juga meningkatkan MHC kelas I dan II. [2]
Fase Elisitasi
Fase kedua (Elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat yang terjadi pada paparan
ulang alergen (hepten) yang sama atau serupa (pada reaki silang) seperti pada fasse
sensitisasi, hepten akan ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secra kimiawi
menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel.
Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada Sel-T yang
telah tersensitisasi (Sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktivasi yang mengeluarkan IFN-y yang akan mengaktifkan
keratonosit dan mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR. ICAM-1 memungkinkan
keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang mengaktivasi LFA-1,
sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit berinteraksi langsung dengan sel-
T CD4+. Serentetan proses-proses tersebut akan menimbulkan respon klinik DKA.
9
Fase ini umumnya berlangsung selama 24-48 Jam. DKA akut ditempat tertentu,
misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada
vesikel.1 Pada stadium sub akut tampak eritema dan edema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta. Sedangkan stadium yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, hiperpigmentasi, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya
tidak jelas, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. [2]
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat
disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian. [3]
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kaca
mata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka,
ketopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau
sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
10
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut,
maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata. [3]
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut, hearing-aids, gagang telepon. [3]
5. Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara, zat warna pakaian. [3]
6. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat wama,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. [4]
7. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanitia, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.Bila
mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid. [4]
11
pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan
sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid. [4]
Penatalaksanaan
a. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa (Medikamentosa):
1. Topikal (2x sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid
Desonid krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0.025%).
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim
0.1% atau mometason furoat krim 0.1%).
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topikal. [6]
12
2. Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin (2 x 1 tablet) selama maksimal 2 minggu,
atau
• Loratadine 1x10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu. [6]
b. Non Medikamentosa:
1. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang
bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai
sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta memakai
alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja. [6]
2. Konseling dan Edukasi
• Konseling untuk menghindari bahan alergendi rumah saat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga.
• Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan
sepatu boot.
• Memodifikasi lingkungan tempat bekerja. [6]
Kriteria rujukan
a. Apabila dibutuhkan melakukan patch test.
b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan
sudah menghindari kontak. [6]
Dermatitis akut atau basah harus diobati secara basah (kompres luka). Bila
subakut diberikan losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentun (pasta
pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedangkan pasta pada
daerah yang tidak berambut. Bila kronik diberikan salep. [5]
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S.A., Soebaryo, R.W. Dermatitis Kontak: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Ed 7th. Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2015
2. Tersinanda, T.Y, Rusiyati L.M.M. Dermatitis Kontak Alergi. Hal.1-13;
2012
3. Marwali, H. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta; 2008
4. Dewato, HR. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. : histamin dan antianalgetik.
Jakarta; 2010
5. Sulistyaningrum, S.K., dkk. Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik pada
geriatri. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas
Indonesia. Vol. 8. No. 1; 29-40; 2014.
6. Djuanda, A., Hamzah, M., dan Aisah, S. 2013, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Keenam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
14