Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Sejarah Singkat Pertamina RU- IV Cilacap

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal akan keanekaragaman sumber


daya alamnya. Oleh karena memiliki banyak pulau itulah, sumber daya alam di dalamnya pun
sangat melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya alam
yang penting bagi Indonesia adalah minyak dan gas bumi yang mana peranannya yang
dominan dalam menunjang pembangunan di tanah air. Walaupun sempat dieksploitasi selama
hampir 2 abad, saat zaman penjajahan terdahulu, ternyata masih banyak yang belum
diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30 cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya
berada di wilayah barat Indonesia. Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur
yang masih menunggu sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan.

Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi
kehidupaan manusia karena dapat menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun
untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam
yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri,
juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan
perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia yang kian lama kian maju dan
berkembang, kebutuhan energi sudah dipastikan akan meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan Negara dan UU
No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk
perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN PERTAMINA (Perusahaan
Pertambangan Minyak) dan PN PERMINA (Perusahaan Minyak Nasional) yang bergerak
dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1968
kedua perusahaan tersebut
digabung menjadi PN PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Milik Nasional). Demi
kelanjutan dan perkembangannya, pada tanggal 15 September 1971, Pemerintah
mengeluarkan UU No.8/1971 tentang PN PERTAMINA sebagai pengelola tunggal dalam
pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 1972,
PN PERTAMINA diubah namanya menjadi PERTAMINA.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 31 th.2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no.
22 th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (persero) PERTAMINA
yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta
pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi
guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun
1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah
dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk
mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.

Sejalan dengan pembangunan yang pesat, maka kebutuhan minyak bumi juga akan
semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna memenuhi
kebutuhan tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut maka pada tahun 1974 dibangun
kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur
Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan
bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang minyak Cilacap juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
pengadaan serta penyaluran BBM untuk pulau Jawa yang merupakan daerah yang
mengkonsumsi BBM terbanyak di Indonesia. Hingga saat ini, Pertamina memiliki unit-
Refinery Unit yang tersebar di seluruh Indonesia di mana RU IV Cilacap merupakan Refinery
Unit terbesar ditinjau dari kapasitas produksinya. Perbandingan kapasitas produksi RU IV
dengan RU lainnya dapat dilihat padaTabel I.1.
Tabel I.1. Refinery Unit PERTAMINA dan kapasitasnya
Kapasitas
Refinery Unit ( RU )
(barrel/hari)
RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara) Tidak beroperasi
RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau) 170.000
RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan) 135.000
RU IV Cilacap (Jawa Tengah) 348.000
RU V Balikpapan (Kalimantan Timur) 270.000
RU VI Balongan (Jawa Barat) 125.000
RU VII Kasim (Papua Barat) 10.000
* RU I Pangkalan Brandan sejak tahun 2006 sudah tidak lagi beroperasi
Kapasitas Refinery Unit Pertamina
10,000
(barrel/hari)
RU I Pangkalan Brandan
0 (Sumatra Utara)
RU II Dumai dan Sungai
125,000 170,000 Pakning (Riau)
135,000 RU III Plaju dan Sungai
270,000 Gerong (Sumatra Selatan)
RU IV Cilacap (Jawa Tengah)

348,000 RU V Balikpapan
(Kalimantan Timur)
RU VI Balongan (Jawa Barat)

RU VII Kasim (Papua Barat)

Gambar I.1. Kapasitas Refinery Unit Pertamina

Gambar I.2. Lokasi Refinery Unit Pertamina Seluruh Indonesia

Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-
unit yang ada di Indonesia. Pembangunan kilang minyak di Cilacap juga diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM bagi pulau Jawa sebagai daerah
pengkonsumsi BBM terbesar di Indonesia. Pertamina RU-IV Cilacap berada di bawah
tanggung jawab Direktorat Hilir Bidang Pengolahan Pertamina. Pertamina Refinery Unit IV
Cilacap ini merupakan Refinery Unit terbesar dan terlengkap produksinya yang mana
pembangunan kilang minyaknya dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I,
Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.
Pada FOC I, Minyak Timur Tengah diolah dalam beberapa unit seperti CDU (Crude
Distilling Unit), NHT I (Naphtha Hydro Treater I), Kero Merox dan HDS menjadi LPG,
Premium, Naphtha, Kerosin, Avtur, Solar (ADO/IDO), LSWR, minyak bakar (IFO). Long
Residue yang merupakan produk bawah CDU I menjadi umpan untuk LOC I/II/III. Long
Residue ini diolah melalui serangkaian unit di LOC I/II/III sehingga akhirnya menghasilkan
VGO (Vacuum Gas Oil), DAO, Lube Base Oil HVI-60, HVI-95, HVI-160s, dan HVI-650,
serta Slack Wax, Minarex, dan Asphalt Blending.
Di FOC II, campuran minyak domestik dan import, pertama diolah di CDU II
kemudian difraksionasi menjadi light naphtha dan heavy naphta, kero, LDO (Light Diesel
Oil), HDO (Heavy Diesel Oil), dan Reduce Crude. Produk-produk CDU II ini diolah lebih
lanjut sehingga akhirnya akan menghasilkan Fuel Gas, LPG, Gasoline/Premium, Kerosene,
ADO/IDO, IFO (Industrial Fuel Oil), dan LSWR (Low Sulfur Waxy Residue).
Heavy naphtha yang dihasilkan CDU II menjadi umpan untuk Kilang Paraxylene
Complex (KPC). Setelah melewati beberapa unit di kilang Paraxylene terbentuk produk
berRUa LPG, Raffinate, Paraxylene, Benzene, Toluene, dan Heavy Aromate.

LPG
Mixed Crude Gasoline
(domestic& FOC II Kerosene
import) Avtur
230 MBSD ADO/IDO
IFO
Naphta LSWR
LPG
Paraxylene
Middle East Benzene
Crude FOC I Paraxylene Raffinate
118 MBSD Heavy-
Aromate
Toluene
Base Oil
Long residue Parafinic
LOC Minarex
Aspal
I/II/III
Slack Wax
IFO

Gambar I.3. Diagram Blok Proses Pertamina RU- IV


I.2. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap

Pembangunan kilang minyak di RU-IV Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu
Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang
SRU.

I.2.1. Kilang Minyak I


Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24
Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Shell
International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern
Inc yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing.
Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.
Kilang Minyak I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan
dengan peningkatan kebutuhan konsumen, maka ditingkatkan
kapasitasnya melalui Debottlenecking Project Cilacap pada tahun 1998/1999 sehingga
kapasitasnya menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk mengolah crude oil dari
Timur Tengah yaitu Arabian Light Crude (ALC). Selain menghasilkan BBM, kilang ini juga
merupakan satu-satunya kilang pelumas (lube base oil) dan aspal. Dalam perkembangan
selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian
Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC). Kilang Minyak I Pertamina Refinery Unit
IV Cilacap meliputi :
a. Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
b. Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak pelumas (lube
base oil) dan aspal.
c. Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilities dari unit-unit
proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
d. Offsite Facilities yaitu sebagai fasilitas penunjangyang terdiri dari tangki-tangki
storage, flare sistem, utilitas dan environment system.

Tabel I.2. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC I dan LOC I

FOC I LOC I
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU I 13.650 High Vacuum Unit I 3.184
NHT I 2.275 Propane Deasphalting Unit I 784
Gas Oil HDS 2.300 Furfural Extraction Unit I 991-1.580
Platformer I 1.650 MEK Dewaxing Unit I 226-337
Propane Manufacturing 43.5
Merox Treater 1.940

FUEL GAS

PMF LPG
STAB/
NHT
SPLIT PLATFORM GASOLINE/
PREMIUM
KERO MEROX
AVTUR
KEROSENE

MIDDL LGO
E
CD HDS
EAST ADO / IDO
CRUD U HGO
E

to LOC

Gambar I.4. Diagram Blok FOC I

SPO Dis
SPO Raf HVI-60, Par-60
F M
H IDIS
E D
Long Residu V LMO Dis HVI-95, Par-95
LMO U U
U
MMO Dis Solvex I I
I
Slack Wax
Short Residu LMO
PDU-I Dis Minarex-A , B
P. Asph
Asphalt 60/70, 80/100
DAO
H
V M
U LMO Dis F LMO Raf H LMO HDR D HVI-95
MMO Dis E MMO Raf T MMO HDR U HVI-160
II U
DAO Raf U DAO HDR II HVI-650
II
DAO
PDU-II Slack
Wax
Minarex Hybrid
PDU-III
P Asph
P. Asph MDU- HVI-650

III
Slack
Wax

Gambar I.5. Konfigurasi LOC


I.2.2. Kilang Minyak II
Pembangunan kilang minyak II dimulai tahun 1981 dan mulai beroperasi setelah
diresmikan pada 4 Agustus 1983 dan merupakan perluasan dari kilang minyak I. Kilang
minyak ini dirancang untuk mengolah minyak mentah domestik dengan kapasitas awal
200.000 barrel/hari. Sejalan dengan dilaksanakannya Debottlenecking Project Cilacap pada
tahun 1998/1999, maka kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari.
Minyak mentah dalam negeri yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari pada
Arabian Light Crude (ALC) Minyak mentah ini merupakan campuran dengan komposisi 80%
Arjuna Crude dan 20% Attaka Crude yang pada perkembangan selanjutnya menggunakan
crude oil lain dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal.
Perluasan kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Fuel Oil Complex,

Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube Oil Complex dan Fluor
Eastern Inc untuk offsite facilities. Sedangkan kontraktor utamanya adalah Fluor Eastern Inc.
dengan sub kontraktor diutamakan perusahaan nasional Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphta dan sarana pendukung seperti
tangki, dermaga dan utilities maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Cilacap
(KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di
Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kapasitas
desain tiap unit pada FOC II dan LOC II/III dapat dilihat pada Tabel I.3. di bawah ini.

Tabel I.3. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC II dan LOC II/III
FOC II LOC II
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU II 26.680 High Vacuum Unit II 2.238
NHT II 2.500 Propane Deasphalting Unit II 583
AH Unibon 2.680 Furfural Extraction Unit II 478-573
FOC II LOC II
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
Platformer II 2.440 MEK Dewaxing Unit II 226-377
LPG Recovery 730
Naphtha Merox 1.620
THDT 1.800
Visbreaker 8.387
Gambar 1.6. Diagram Blok FOC II

I.2.3. Kilang Paraxylene


Kilang Paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktor pelaksanaannya
adalah Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi, setelah diresmikan
oleh Presiden RI pada 20 Desember 1990. pembangunan kilang ini didasarkan pada
pertimbangan adanya bahan baku Naphtha dan sarana pendukung yang tersedia, seperti
tangki, dermaga, dan utilities. Pertamina RU IV semakin penting dengan adanya kilang
Paraxylene, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama
paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU IV menjadi satu-satunya
Refinery Unit minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri Petrokimia. Jenis
produk kilang Paraxylene yaitu : paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate, dan fuel
gas/excess. Paraxylene yang dihasilkan menjadi bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid
(PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha
penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM.
Seluruh produk benzene diekspor, sedangkan produk-produk lainnya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan kilang sendiri.
Kilang Paraxylene meliputi beberapa unit dengan kapasitas masing-masing unitnya
dapat dilihat pada Tabel I.4. di bawah ini.
Tabel I.4. Kapasitas Desain Tiap Unit di Kilang Paraxylene
Unit Kapasitas (ton/hari)
NHT 1.791
CCR / Platformer 1.791
Sulfolane 1.100
Tatoray 1.730
Xylene Fractionator 4.985
Parex 4.440
Isomar 3.590

BLOK DIAGRAM KILANG PARAXYLENE RU IV


Benzene to Day Tank
Gas to
Fuel gas
KPC Gas to
Toluen to Mogas Fuel gas
Ligh. PL. KPC
Formate
Sulfolane Raffinate to Mogas
Unit 85
OVH.
Isomar Deheptan 89
NHT Bott.
Heavy Unit 82 Unit 89
Toluen.
Naphtha Col 85 UOP I-9
Gas to Fuel gas H2 Bott.
H2 KPC make Deheptan 89
make OVH Bz. up
N
T

h
d

p
e
a

a
r

up Col 86
H2 to LOC III
Tatoray
LPG Unit 86
TA-5
ol

H2 to Fuel
C

gas KPC
tr
S

H2 Raffinate
Bott. Bz. make
H.
O
V

H2 Recycle Col 86 up
Plat Paraxylene
Former Parex
Unit 84 Unit 88
R-134 OVH HA.
Col 87
O,M,P
Heavy PL. Xylene Xylene
Formate Fraction
Unit 87
Heavy
OVH Aromate to
Finishing ADO/RFO
Col. 88

Gambar 1.7. Blok Diagram Kilang Paraxylene RU IV

I.2.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit


Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SO2 pada buangan. Untuk
mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU IV membangun
kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang.
Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang
dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari
berbagai unit di RU-IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery
Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating
Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream gas ini hanya dikirim
ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG
Recovery pada kilang SRU
ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total sebesar
600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metric ton/hari, produk
LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric
ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari
Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel sistem.
Unit-unit di Kilang SRU adalah sebagai berikut:
1. Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas
buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG recovery
unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine
disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar.
2. LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit
untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG
Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Refrigeration
proses digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan).
3. Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine
regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas
menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4. Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit
(SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU
absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur
yang terdiri dari SO2 kemudian dibuang ke atmosfer.
5. Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery
Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas Unit untuk
memaksimalkan pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua
tahap Loop Propane Refrigeration.
Tabel 1.5. Komposisi Design Refrigeration
Komponen Mol, %
Ethane 2,07
Propane 94,54
i-butane 3,79
Total 100

HP HP HIDROGEN
HDS GAS Amine TO PSA Fuel
Gas

LP SOUR Compressin & LP Mol. Sieve Compression LPG LPG LPG


STREAM (8) Amine Reating Dehydratio & Recovery Treating
Refrigeration
n
Lean Condensat
e
Rich Acid
Amine Amine Sulfur Sulfur
Regenerati Recovery

Gambar I.8. Blok Diagram LPG dan Sulphur Recovery

I.2.5. Proyek Debottlenecking

Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) untuk peningkatan kapasitas operasional


Pertamina Refinery Unit IV Cilacap telah berhasil dilaksanakan dengan modernisasi
instrumentasi kilang yang meliputi unit pada : FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I,
dan LOC II. Modernisasi instrumentasi tersebut juga ditambah beroperasinya Utilities IIA
yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III, maka secara
otomatis meningkatkan kapasitas operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap.
Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan termasuk kilang
Paraxylene dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) dimulai tahun 1995
dan selesai Maret 1999.
Proyek ini bertujuan untuk mengingkatkan kapasitas Pengolahan FOC I dari 100.000
barel/hari menjadi 118.000 barel/hari. FOC II dari 200.000 barel/hari menjadi 230.000
barel/hari. Kapasitas LOC I dan LOC II dari 225.000 ton/tahun menjadi 286.800 ton/tahun.
Unit baru LOC III dapat memproduksi 141.200 ton/tahun lube base untuk semua grade.
Total kapasitas kilang BBM naik dari 300.000 barel/hari menjadi 348.000 barel/hari,
produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari 255.000 ton/tahun menjadi
428.000 ton/tahun atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari 512.000 ton/tahun
menjadi 720.000 ton/tahun atau sebesar 40,63%.
Pendanaan Debottlenecking Cilacap Project (DPC) berasal dari pinjaman dari 29
bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang
dipinjam sebesar US$ 633 juta dengan pola ‘Tyrustee Borrowing Scheme’. Sedangkan sistem
penyediaan dananya adalah “Non Recourse Financing” artinya pengembalian pinjaman
berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman
tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow Pertamina.

Tenaga kerja tambahan untuk Debottlenecking Cilacap Project (DPC) sebagian besar
diambil dari tenaga lokal, dimana pada puncak penyelesaian proyek mencapai sekitar 3000
orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional dan asing.
Area untuk pembangunan Lube Oil Complex III seluas 6,8 hektar dengan perincian
4,3 hektar untuk pembangunan kilang LOC III dan 2,5 hektar untuk pembangunan tangki
produk. Area ini diambil dari sisa area rencana perluasan pabrik. Fasilitas untuk melindungi
lingkungan dari pencemaran pun ditambah dengan modifikasi peralatan yang ada, serta
penambahan peralatan baru.
Tujuan dari proyek ini adalah untuk :
a. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka memenuhi
kebutuhan BBM dalam negeri,
b. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi kebutuhan
Lube Base Oil dan Asphalt, dan
c. Menghemat / menambah devisa negara.
LingkRU dari proyek ini adalah :
a. Modifikasi FOC I dan II, LOC I dan II, dan Utilities II / offsite,
b. Pembangunan LOC III (Lube Oil Complex III),
c. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage,
d. Modernisasi Insrumentasi Kilang dengan DCS (Distributed Control System).
Berbagai pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing area selama proyek
Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel 1.6. berikut.
Tabel I.6. Jenis Pekerjaan Dalam Proyek Debottlenecking Cilacap
Lokasi Unit Jenis Pekerjaan
FOC I CDU - Penambahan Crude Desalter, Preflash Drum
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product
Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter
NHT Modifikasi / penambahan peralatan
Kerosene Merox Modifikasi peralatan
Treating
SWS Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain - Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchange system
FOC II CDU - Penambahan Crude Desalter
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product
Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter
AH Unibon Modifikasi / penambahan peralatan
LPG Recovery Modifikasi / penambahan peralatan
SWS Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain - Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchange system
LOC I HVU I Modifikasi / penambahan peralatan
Lain –lain Rekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system
LOC II HVU II Modifikasi / penambahan peralatan
PDU II Modifikasi / penambahan peralatan
FEU II Modifikasi / penambahan peralatan
HOS II Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain Rekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system
Lokasi Jenis Pekerjaan
LOC III Pembangunan PDU III
Pembangunan MDU III
Pembangunan HTU / RDU
Pembangunan new tankage, pumping dan piping system
Utilities/ Pembangunan Power Generation 8 MW dan Distribution System
Offsite Pembangunan Boiler 60 ton /hari beserta BFW dan SteamDistribution System
Modifikasi / penambahan peralatan pada Flare System
Pembangunan Instrument Air
Pembangunan tangki penimbun Asphalt dan Lube Oil
Modifikasi / penambahan kolam pengolah limbah
Modifikasi / penambahan Cooling Water System

Dengan selesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I


meningkat 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi 230.000
barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari. Sementara kapasitas
produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat menjadi 428.000 ton/tahun.
Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000
ton/tahun. Perbandingan kapasitas produksi tiap kilang sebelum dan sesudah Proyek
Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel I.7., I.8., dan I.9. di bawah ini :

Tabel I.7. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada FOC I (dalam barrel/hari)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
CDU Fraksi minyak 100.000 118.000 18.000 (18%)
NHT Naphtha dan gasoline 20.000 25.600 5.600 (28%)
Kerosene-Merox Avtur/kerosene 15.708 17.300 1.592 (10,13%)

Tabel I.8. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada FOC II (dalam barrel/hari)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
CDU Fraksi minyak 200.000 230.000 30.000 (15 %)
AH Unibon Kerosene 20.000 23.000 3.000 (15 %)
LPG Recovery Gas Propane/Butane 7.321 7.740 419 (5,72%)

Tabel I.9. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada LOC I/II/III (dalam ton/tahun)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
Lube Base Oil HVI 60/100/160S/650 255.000 428.000 173.000 (69 %)
Asphalt Asphalt 512.000 720.000 208.000 (40.63%)
LPG Recovery Gas Propane/Butane 7.321 7.740 419 (5,72 %)

Dengan demikian kapasitas desain FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami
perubahan seperti terlihat pada Tabel I.10. dan I.11. seperti di bawah ini.

Tabel I.10. Kapasitas Desain Baru FOC I dan II Pertamina RU IV Cilacap


FOC I FOC II
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU I 16.126 CDU II 30.680
NHT I 2.805 NHT II 2.441
Gas Oil HDS 2.300 AH Unibon 3.084
Platformer I 1.650 Platformer II 2.441
Propane Manufacturing 43,5 LPG Recovery 636
Merox Treater 2.116 Naphtha Merox 1.311
Sour Water Stripper 780 SWS 2.410
THDT 1.802
Visbreaker 8.390

Tabel I.11. Kapasitas Desain Baru LOC I, II, & III


Pertamina RU IV Cilacap
Unit Kapasitas (ton/hari)
LOC I LOC II LOC III
HVU 2.574 3.883 -
PDU 538 784 784
FEU 478-573 1786-2270 -
MDU 226-337 501-841 501-841
Hydrotreating Unit - - 1700

I.3. Lokasi dan Tata Letak

I.3.1. Lokasi Pabrik


Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran perusahaan
dalam menjalankan operasinya. Demikian pula dalam menentukan lokasi kilang. Hal-hal
yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya operasi, dampak sosial, kebutuhan
bahan bakar, sarana, studi lingkungan dan letak geografis.
Pertamina Refinery Unit IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap
Tengah, Kabupaten Cilacap. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang minyak didasarkan atas
pertimbangan :
a. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa penduduk pulau Jawa adalah konsumen
BBM terbesar.
b. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan
tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.
c. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang sehingga
penyaluran produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi lebih mudah.
d. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh Pemerintah sebagai pusat
pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut maka dengan adanya area tanah yang tersedia dan
memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang minyak, maka Pertamina Refinery Unit IV
Cilacap didirikan di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah 526 ha.
Letak PT. PERTAMINA RU IV Cilacap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar I.9. Peta Lokasi Pabrik PT.PERTAMINA RU IV Cilacap

I.3.2. Tata Letak Kilang


Tata letak kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai
berikut :
No. Nama Area Luas (Ha)
1 Area Kilang Minyak dan kantor 203,19
2 Area terminal dan Pelabuhan 50,97
3 Area Pipa Track dan Jalur Jalan 12,77
4 Area Perumahan dan Sarananya 100,80
5 Area Rumah Sakit dan Lingkungannya 10,27
6 Area lapangan Terbang 70
7 Area Paraxylene 9
8 Sarana Olah Raga / rekreasi 69,71
Total 526,71
I.4. Bahan Baku dan Produk PT Pertamina RU- IV Cilacap

Produksi Pertamina RU IV bermacam-macam, selain BBM juga dihasilkan produk


seperti lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan asphalt. Adapun bahan baku dan
produk yang dihasilkan di Pertamina RU-IV Cilacap adalah :
1.Fuel Oil Complex I
Bahan Baku : Arabian Light Crude,
Iranian Light Crude,
Basrah Light Crude
Dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud : cair

Kenampakan : hitam

Bau : berbau sedikit belerang

Spesific gravity pada 60/60oF : 0,8594

Viskositas kinematik pada 37,8 oC : 6,590

Viskositas kinematikpada 50 oC : 4,754

Pour point : <-36 oC

Flash point : - 34 oC

Komposisi

Kadar air : < 0,05 %berat

Kadar sulfur : < 2,10 %berat

Senyawa hidrokarbon : + 97,85 %berat
Produk :
 Fuel Gas 

Merupakan bahan bakar fase gas dengan komposisi Hidrogen maRUun
C1-C2 yang digunakan sebagai cadangan bahan baku konsumsi pribadi
Pertamina, contohnya sebagai bahan baku furnace. 

 LPG (Liquified Petroleum Gas) 

Produk ini dipasarkan di dalam negeri dan dimanfaatkan untuk
kebutuhan gas rumah tangga. 

 Gasoline/Premium 

Gasoline merupakan produk hasil pencampuran berbagai komponen
naphta yang dihasilkan unit-unit proses kilang dengan titik didih 30 -
225oC. gasolina atau yang sering dikenal sebagai bensin, umumnya 
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Bensin adalah
bahan bakar distilat yang berwarna kekuningan yang jernih. Warna
kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan.
 Avtur 

Avtur adalah bahan bakar yang digunakan untuk pesawat terbang. Bahan
bakar yang sering digunakan adalah Jet-A dan Jet A-1 dengan nomor
karbon antara C8-C16. Sedangkan bahan bakar pesawat terbang sipil yang
sering disebut Jet-B mempunyai nomor karbon antara C5-C15. 

 Kerosene 

Kerosene adalah bahan bakar minyak distilat, tidak berwarna, dan
jernih. Penggunaan kerosene pada umumnya adalah untuk keperluan
bahan bakar di rumah tangga, tetapi pada industri memerlukan kerosene 

untuk beberapa peralatan pembakarannya. Kerosene disebut juga
minyak tanah. 

 Industrial Diesel Oil 

Industrial Diesel Oil atau minyak diesel adalah bahan bakar jenis distilat
yang mengandung fraksi-fraksi berat atau merupakan campuran dari
distilat fraksi ringan dengan fraksi berat (residual fuel oil) dan berwarna
hitam gelap, tapi tetap cair pada suhu yang rendah. Minyak diesel
umumnya diguankan untuk bahan bakar mesin diesel dengan putaran
rendah atau lambat (300 – 1.000 rpm). Dapat dipergunakan sebagai
bahan bakar untuk pembakaran langsung dalam dapur-dapur industri. 

 Solar/ADO (Automotive Diesel Oil) 

Penggunaan bahan bakar ini untuk bahan bakar pada semua jenis mesin
diesel dengan putaran tinggi (diatas 1.000 rpm). ADO adalala bahan
bakar jenis distilat yang digunakan untuk mesin compression ignition.
Pada mesin diesel yang dikompresi pada langkah induksi adalah udara.
Dan udara yang dikompresi menimbulkan tekanan panas yang tinggi,
sehingga dapat membakar solar yang disemprotkan oleh injektor yang
kualitas bakarnya ditunjukkan dengan cetane number. Makin tinggi
cetane number menunjukkan makin lambat ADO terbakar. Dapat juga
digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-
dapur kecil yang terutama menginginkan pembakaran bersih. 
2. Fuel Oil Complex II
Bahan Baku : Arjuna Crude (80%), Attaka Crude (20%)
Minyak Bumi Arjuna dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud : cair

Kenampakan : hitam: berbau

Bau : belerang

Spesific gravity pada 60/60oF : 0,8473

Viskositas kinematik pada 30 oC : 4,97 Cst

Pour point : <-36 oC

Komposisi

Kadar air : < 0,05 %berat

Kadar sulfur : 0,11 %berat

Total (C1-C4) : 1,9 %berat

Light distilat : 20,05 %berat

Residu : 39 %berat

Kadar asphal : 0,24 %berat
Minyak Bumi Attaka dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud : cair

Kenampakan : hitam

Bau : bau belerang

Spesific gravity pada 60/60oF : 0,8133

Viskositas kinematik pada 30 oC : 2,32 Cst

Pour point : <-33 oC

Komposisi

Kadar air : < 0,05 %berat

Kadar sulfur : 0,044 %berat

Total (C1-C4) : 2,4 %berat

Light distilat : 32,55 %berat

Residu : 15,1 %berat

Kadar asphal : 0,07 %berat
Produk :
 Fuel Gas
 LPG
 Gasoline/Premium 

 Heavy Naphtha 

Heavy Naphta adalah bahan baku kilang Paraxylene 

 Kerosene 

 ADO/IDO 

 IFO (Industrial Fuel Oil) 

Minyak bakar ini lebih tebal dibandingkan minyak diesel pada
umumnya dan mempunyai tingka pour point yang tinggi dibandingkan
dengan minyak diesel. Penggunaan minyak bakar ini umumnya untuk
bahan bakar pembakaran langsung dapur-dapur industria besar, pembuat
steam dalam pembangkit listrik dan penggunaan lainnya yang
memerlukan perhatian yang lebih dari aspek ekonomisnya. Minyak ini
juga sering dikenal sebagai bahan bakar kapal. 

 LSWR (Low Sulphur Wax Residu) 

Sebagai bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi BBM dan
NonBBM, pada negara tertentu dimanfaatkan untuk bahan bakar
pemanas. 


3. Lube Oil Complex I
Bahan Baku : Residu FOC I
Residu FOC I dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud : cair

Kenampakan : hitam

Bau : berbau aspal

Spesific gravity pada 60/60oF : 0,9647

Viskositas kinematik pada 37,8 oC : 868,8 Cst
 o
Viskositas kinematik pada 60 C : 198,2 Cst

Viskositas kinematik pada 100 oC : 32,45 Cst
Produk :
 HVI (High Viscosity Index) 60 

 HVI (High Viscosity Index) 95 

 Propane Asphalt 

Merupakan rafinat dari proses pengambilan asphalt dari minyak yang 
menggunakan solvent propane.
 Minarex A dan B 

Digunakan untuk bahan pelarut pada industri cetak untuk menghasilkan
kualitas yang lebih baik. 

 Slack Wax 

Slack wax diguanakn sebagai bahan adhesive untuk soal document, lilin,
kosmetik baik cold cream, vanishing cream, emollient cream, protective
cream, sun screen cream, lipstick, cream rough, eyebrow pencil maupun
untuk shaving cream. Selain itu Slack Wax digunakan sebagai bahan
untuk keperluan tinta cetak, tinta kertas maupun carbón, elektrolit
condenser, finishing barang yang terbuat dari kulit dan industri kertas. 

4. Lube Oil Complex III
Bahan Baku : Distilat LOC I & II
Produk :  HVI (High Viscosity Index) 95
 HVI (High Viscosity Index) 160S
 HVI (High Viscosity Index) 650
 Minarex
 Slack Wax
 Propane Asphalt

5. Lube Oil Complex II


Bahan Baku : Residu FOC I
Produk :  HVI (High Viscosity Index) 650
 Slack Wax
 Propane Asphalt
 Minarex H (Minarex Hybrid) yaitu solvent
yang dihasilkan dari proses Hybrid
6.Kilang Paraxylene
Bahan Baku : Naphtha
Naphta dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud : cair

Kenampakan : jernih / bening

Bau : seperti kerosene

Spesific gravity pada 60/60oF : 0,650

IBP : 25 oC

End Point : 204 oC
Produk :
 LPG 

 Benzene 

Benzene dimanfaatkan sebagai bahan dasar Petrokimia. Produk ini tidak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, seluruhnya diekspor
keluar negeri. 

 Paraxylene 

Sebagian produk paraxylene yang dihasilkan PERTAMIN RU IV
diekspor keluar negeri bersama dengan benzene dan sebagian lagi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di RU III, Plaju. Di
kilang tersebut, paraxylene diolah menjadi purified therepthalic acid
(PTA) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi
industria tekstil. 

 Heavy Aromate 

Produk ini diguankan sebagai solvent dan dipasarkan dalam negeri
dalam bentuk cair. 

 Tolluene 

Produk Toluene yang dproduksi, dipasarkan di dalam negeri. Produk ini
dimanfaatkan sebagai bahan baku TNT (bahan peledak), solven,
pewarna, pembuat resin, dan juga untuk bahan parfum, pembuatan
plasticizer,dan obat-obatan. 

I.4.1 Produksi Kilang PT Pertamina RU IV Cilacap


Berikut adalah kapasitas produksi Pertamina RU IV Cilacap dari tiap unit :
Tabel 1.12. Produksi FOC I Pertamina RU-IV Cilacap
KAPASITAS DESIGN
UNIT
TPSD BPSD
CDU I 16.126 118.000
NHT I 2.805 25.600
Hydrodesulfurizer 2.300 17.000
Platformer I 1.650 14.900
Propane Manufacturing 43,5 -
Merox Treater 2.116 15.700
Sour Water Stripper 780 -

Tabel 1.13. Produksi FOC II Pertamina RU- IV Cilacap


KAPASITAS DESIGN
UNIT
TPSD BPSD
CDU II 30.680 230.000
NHT II 2.441 20.000
AH Unibon 3.084 23.000
Platformer II 2.441 20.000
LPG Rec 636 -
Naphtha Merox Treater 1.311 11.100
SWS 2.410 -
THDT 1.802 13.200
Visbreaker 8.390 55.600

Tabel 1.14. Produksi LOC I, II & III Pertamina RU- IV Cilacap

Unit KAPASITAS DESIGN (dalam TPSD)


LOC -I LOC – II LOC -III
HVU I 2.574 - -
HVU II - 3.883 -
PDU I 538 - -
PDU II & III - 784 784
FEU I 478 -573 - -
FEU II - 1.786 -2.270 -
MDU I 226 -337 - -
MDU II & III - 501 -841 501 -841
Hydrotreating Unit - - 1.700

Tabel 1.15. Produksi Kilang Paraxylene Pertamina RU- IV Cilacap


Unit Kapasitas Design ( dalam TPSD )
NHT 1.791
CCR Platformer 1.791
Sulfolane 1.100
Tatoray 1.730
Xylene Fractionator 4.985
Parex 4.440
Isomar 3.590

I.5 Spesifikasi Produk


I.5.1 Bahan Bakar Minyak

a) PREMIUM
Spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1.16
Tabel 1.16 Spesifikasi Produk Premium
Properties Limits Test Methods
Min Max ASTM Others
Knock Rating Research 88 - D-2699
Oktan Number RON
T.E.L content, gr/lt - 0.3 D-3341
D-5059
Distillation
 10% vol. evap. To °C - 74
 50% vol. evap. To °C - 125*)
 90% vol. evap. To °C 88 180
R.V.P. at 37.8 OC psi - 9.0*) D-232
Exsistent Gum, mg/100 ml - 4 D-381
Induction period, min 240 - D-525
Sulphur content, % wt - 0.0 D-1266
Copper Strip Corrosion 3 - No.1 D-130
hrs/122°C
Doctor test Negative IP 30
Color Yellow
Dye Content , gr/100 lt 0.113

b) KEROSENE
Spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1.17
Tabel 1.17 Spesifikasi Produk Kerosene
Properties Unit Limits Test Methods
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 60/60°C 0.835 D-
1298
Color Livibond 18” cell. or 2.5 IP 17
Color Saybolt 9 D-156
Smoke point Mm 16*) D-
1322
Char Value mm/kg 40 IP 10
Destination : D-86
 Recovery at 2000°C % vol 18
 End Point °C 310
Flash point abel, or °F 100
Alternative Flash Point °F 105
TAG
Sulphur Content % wt 0.2 D-
2166
Copper Strip Corrosion No.1 D-130
(3hrs/50°C)
Odour Marketable

c) MINYAK DIESEL
Spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1.18
Tabel 1.18 Spesifikasi Produk Minyak Diesel
Limits Test Methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 60/60°F 0.84 0.92 D-1298
Viscosity Redwood 1/100°F 35 45 D-445*) IP 70
Pour Point 65 D-97

Mm 1.5 D-1551/
Sulphur Content
1552
Conradson Carbon Residue mm/kg 10 D-198
Water Content % vol 0.25 D-95
Sediment % wt 0.02 D-473
Ash : % wt 0.02 D-482
Netralization Value :
 Strong Acid Number mg KOH/gr Nil
Flash Point P.M.c.c 150 - D-93
Colour ASTM 6 - D-1500 IP 30
d) MINYAK BAKAR
Spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1.19
Tabel 1.19 Spesifikasi Produk Minyak Bakar
Unit Limits Test Methods
Properties
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 60/60°F - 0.99 D-1298
Viscosity Redwood 1/100°F Secs 400 1250 D-445*) IP 70
Pour Point °F - 80 D-97
BTU/lb 18.0 - D-240
Calorific Value Gross
00
% vol - 3.5 D-1551/
Sulphur Content
1552
Water Content % vol - 0.75 D-95
Sediment % wt - 0.15 D-473
Netralization Value :
 Strong Acid Number mg KOH/gr - Nil
Flash Point P.M.c.c °F 150 - D-93
Conradson Carbon Residue % wt - 14 D-189

e) MINYAK SOLAR
Spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1.20
Tabel 1.20 Spesifikasi Produk Minyak Solar
Limits Test Methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Angka Setana 45 - D-613
Indeks Stana 48 - D-4737
D-1298
Berat jenis pada 150 C kg/m3 815 870 /D-4737
2
Viskositas pada 400 C mm /sec 2.0 5.0 D-445
Kandungan Sulfur %m/m - 0.35 D-1552
Distilasi : T95 °C - 370 D-86
Titik Nyala °C 60 - D-93
Titik Tuang °C - 18 D-97
Karbon Residu merit - Kelas I D-4530
Kandungan Air mg/kg - 500 D-1744
Biological Growth - Nihil Nihil
Kandungan FAME % v/v - 10
Kandungan
% v/v Tak terdeteksi
Metanol&Etanol
Korosi Bilah Tembaga merit - Kelas I D-4815
Kandungan Abu % m/m - 0.01 D-130
Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D-482
Bilangan Asam Kuat mg KOH/gr - 0 D-473
Bilangan Asam Total mg KOH/gr - 0.6 D-664
Partikulat mg/l - - D-664
Penampilan Visual - Jernih dan terang
Warna No.ASTM - 3.0 D-1500

I.5.2 Bahan Bakar Khusus


1) Aviation Gasoline (avgas)
Aviation Gasoline (avgas) adalah bahan bakar dari pecahan minyak bumi, dan dibuat
untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi), pada pesawat yang menggunakan mesin
pembakaran internal (internal combustion engine), mesin piston atau mesin
reciprocating dengan pengapian bunga api (spark ignition).
Spesifikasi : Aviation Gasoline (Def Stand 91-90/1 (DERD) 2845).
2) Aviation Turbin Fuel (avtur)
Aviation Turbin Fuel (avtur) adalah bahan bakar yang berasal dari pecahan minyak
bumi, dibuat untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi) pada pesawat yang
memiliki mesin turbin atau mesin pembakaran eksternal.
Spesifikasi : Aviation Turbin Fuel adalah DEF Stand 91-91 Lattest Issue (DERD 2494).

3) Pertamax
Pertamax adalah motor gasoline tanpa timbal dengan kandungan aditif lengkap
generasi mutakhir yang akan membersihkan Intake Valve Port Fuel Injector dan
Ruang Bakar dari karbon deposit dan mempunyai RON 92 (Research Octane
Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan berbahan bakar bensin dengan
perbandingan kompresi tinggi.
4) Pertamax Plus
Pertamax Plus merupakan bahan bakar superior pertamina dengan kandungan energi
tinggi dan ramah lingkungan , diproduksi menggunakan bahan baku pilihan berkualitas
tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula terhadap produk Pertamina sebelumnya.
5) Pertamina Dex
Pertamina Dex merupakan bahan bakar mesin diesel modern yang telah memenuhi
dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki angka performa tinggi
dengan cetane number 53 keatas (HSD mempunyai cetane number 45), memiliki
kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm.
6) Biosolar
Biosolar merupakan blending antara minyak solar dan minyak nabati hasil bumi dalam
negeri yang sudah diproses transesterifikasi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
1.5.3 Produk – Produk Gas
1) Vigas
Vigas adalah merek dagang Pertamina untuk bahan bakar LGV (Liquified Gas for
Vehicle) yang diformulasikan untuk kendaraan bermotor terdiri dari campuran
propane (C3) dan butane (C4) yang spesifikasinya disesuaikan untuk keperluan mesin
kendaraan bermotor sesuai dengan SK Dirjen Migas No.2527.K/24/DJM/2007.
2) Bahan Bakar Gas
Bahan Bakar Gas adalah gas bumi yang telah dimurnikan, ramah lingkungan, bersih,
handal, murah, dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor.
Komposisi BBG sebagian besar terdiri dari gas metana dan etana lebih kurang 90%
dan selebihnya adalah gas propana, butana, nitrogen, dan karbondioksida.
3) Liquified Petroleum Gas (LPG)
Liquified Petroleum Gas adalah produk gas ringan yang dihasilkan dari penyulingan
minyak bumi atau juga dihasilkan dari pengembunan gas alam di Kilang Unit
Pengolahan LPG.
 LP Mix Spesification 
Tabel 1.21 Spesifikasi LP Mix
Limits Test Methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapour Pressure 100°F, psig - 120 D-1267
Weothering Test 36 °E,%v 95 - D-1837
Copper Corrosion. Thr 100°F - ASTM No.1 D-1838
Total sulfur.gr/100 cuft - 15 D-784
Water Content No free water Visual
Composition : D-2163
 C1 %vol 0.2
 C3&C4 %vol 97.5
 C5&heavier %vol 2.0
Ethyl or buthyl.ml/1000 AG
Mercaptan Added
 LP Propane Spesification 
Tabel 1.22 Spesifikasi LP Propane
Limits Test Methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapour Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Wethering Test 36 °E,%v 95 - D-1837
Copper Corrosion. Thr 100°F - ASTM No.1 D-1838
Total sulfur.gr/100 cuft - 15 D-784
Water Content No free water Visual

Composition :
 C1 %vol
D-2163
 C3&C4 %vol
95 2.5
 C5&heavier %vol

Ethyl or buthyl.ml/1000 AG 50
Mercaptan Added
 LP Butane Spesification 
Tabel 1.23 Spesifikasi LP Butane
Limits Test Methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapour Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Weothering Test 36 °E,%v 95 - D-1837
Copper Corrosion. Thr 100°F - ASTM No.1 D-1838
Total sulfur.gr/100 cuft - 15 D-784
Water Content No free water Visual
Composition :
 C1 %vol
 C4 %vol 97.5 D-2163
 C5 %vol 2.5
 C6&heavier %vol Nil
Ethyl or buthyl.ml/1000 AG 50
Mercaptan Added

I.5.4 Non BBM


1) Aspal
Aspal Pertamina memiliki kapasitas produksi 650.000 ton/tahun , diproduksi dalam 2
grade yaitu Penetrasi 60/70 dan Penetrasi 80/100.
2) Solvent dan Minarex
Di antara jenis solvent adalah Minasol, Pertasol, Solvent Cemara, Heavy Aromatic, dll.

Anda mungkin juga menyukai