OLEH:
MUH. AMRI ARFANDI (K11116320)
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. TB adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia
dan memiliki jumlah kematian lebih banyak daripada HIV. TB merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini,
tuberkulosis masih menjadi penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia
(WHO, 2018d).
Menurut laporan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO (2018a) dalam Global
Tuberculosis Report, secara global pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 10 juta kasus
baru TB atau sama dengan 133 kasus per 100.000 penduduk. Setelah diestimasikan angka
tersebut mengalami penurunan sekitar 2% per tahunnya sejak tahun 2000. TB menular di
semua negara dan semua kelompok umur, namun diperkirakan bahwa 90% kasus terjadi
pada kelompok umur dewasa yang berusia diatas 15 tahun, sekitar 64% berjenis kelamin
Pada tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian di antara orang
dengan HIV-negatif, dan sebanyak 300.000 kematian di antara orang dengan HIV-positif.
diperkirakan mengalami penurunan sebesar 29% sejak tahun 2000, dari 1,8 juta menjadi
1,3 juta kematian. Sedangkan, jumlah kematian akibat TB di antara orang dengan HIV-
positif turun sebanyak 44% sejak tahun 2000, dari 534.000 menjadi 300.000 kematian.
Diperkirakan, proporsi orang dengan TB yang meninggal karena penyakit adalah 16%,
2
Secara nasional, WHO (2018d) mengestimasikan bahwa pada tahun 2017 terdapat
842.000 orang menderita TB yang terdiri dari 492.000 laki-laki, 349.000 perempuan dan
49.000 anak-anak. Dari 842.000 kasus hanya sekitar 52,5% yang terdiagnosis menderita
orang dengan HIV karena TB di 2017. Pada Global Tuberculosis Report oleh WHO
(2018a), insidensi TB di Indonesia pada tahun yang sama diperkirakan sebesar 319 per
100.000 penduduk dan 4,3% diantaranya merupakan penderita HIV. Sedangkan angka
bahwa TB merupakan masalah kesehatan yang penting baik dalam skala global maupun
nasional. Maka dari itu diperlukan kebijakan dan strategi penanggulangan yang baik
dalam menanggulangi masalah TB. Secara global, WHO telah merancang suatu strategi
penanggulangan yaitu The WHO End TB Strategy. Strategi ini telah diadopsi oleh World
Health Assembly (WHA) dan kemudian dijadikan sebagai cetak biru bagi negara-negara
serta mengatasi kerugian yang timbul akibat TB. Strategi ini menguraikan target global
untuk mengurangi kematian akibat TB hingga 90%, untuk menurunkan kasus baru hingga
80% antara 2015 dan 2030 dan untuk memastikan bahwa tidak ada keluarga yang
dibebani dengan biaya akibat TB yang juga merupakan salah satu target kesehatan dari
3
Secara umum strategi tersebut menguraikan empat prinsip dan tiga pilar strategis
yang perlu diberlakukan untuk mengahiri epidemi secara efektif (WHO, 2018c) :
1. Prinsip
evaluasi.
global.
berisiko tinggi.
vaksinasi TB.
4
3) Kebijakan cakupan kesehatan universal, dan kerangka kerja
infeksi.
dan strategi.
mempromosikan inovasi
manajemen pengobatan yaitu Directly Observed Therapy (DOT). DOT adalah komponen
manajemen kasus yang membantu memastikan pasien mematuhi terapi. DOT merupakan
metode dimana petugas kesehatan terlatih atau orang yang ditunjuk mengawasi pasien
menelan setiap dosis obat anti-TB dan mendokumentasikannya. DOT adalah strategi
manajemen inti pilihan yang direkomendasikan oleh CDC untuk pengobatan penyakit
TB. DOT dapat mengurangi perkembangan resistensi obat, kegagalan pengobatan, atau
kambuh setelah akhir pengobatan. Manajemen kasus yang baik, yang meliputi
Hampir semua rejimen pengobatan untuk penyakit TB yang rentan terhadap obat
dapat diberikan secara intermiten jika diamati secara langsung. Menggunakan rejimen
yang terputus-putus mengurangi jumlah dosis yang harus diambil oleh pasien, serta total
5
jumlah pertemuan dengan penyedia layanan kesehatan atau pekerja penjangkauan,
membuat rejimen ini lebih hemat biaya. Penyakit TB yang resistan terhadap obat harus
selalu diobati dengan rejimen harian dan di bawah pengawasan langsung. Tidak ada
rejimen yang terputus-putus untuk pengobatan TB multi-resistan (MDR). Jika obat anti-
TB untuk pengobatan MDR TB perlu diberikan dua kali sehari, maka DOT juga harus
Penting untuk memastikan DOT dilakukan pada waktu dan di lokasi yang
senyaman mungkin untuk masing-masing pasien. Terapi dapat diamati secara langsung
di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi juga dapat diamati oleh petugas penjangkauan di
lapangan misalnya, rumah pasien, tempat kerja, sekolah, atau tempat yang disepakati
bersama. Dalam beberapa situasi, tenaga pelayanan kesehatan atau program perawatan
obat, pekerja perawatan kesehatan di rumah, staf KIA, atau anggota masyarakat yang
ditunjuk dapat memberikan DOT. Secara umum, anggota keluarga tidak boleh menjadi
nasional juga mengacu pada strategi rekomendasi WHO yaitu program Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS). World Bank menyatakan strategi DOTS sebagai salah
satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh
Sejak tahun 2017 juga telah dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian TB
melalui program lima tahun Challenge TB project, dimana United States Agency for
6
International Development (USAID) bekerjasama dengan program TB nasional untuk
2017).
berhasil membantu pembentukan tujuh rumah sakit rujukan dan 14 rumah sakit sub
rujukan untuk TB, menjadikan total jumlah rumah sakit rujukan menjadi 35 dan rumah
sakit sub rujukan menjadi 23 di seluruh Indonesia. Adanya rumah sakit rujukan dan sub
rujukan ini membantu meningkatkan jumlah deteksi kasus TB dalam empat tahun
(USAID, 2017).
7
Daftar Referensi
CDC (2013) Core Curriculum on Tuberculosis : What the Clinician Should Know.
2019).
WHO (2018b) Global Tubercuosis Report 2018 Executive Sumary, World Health
Organization.
WHO (2018c) ‘The End TB Strategy ; Global Strategy and Targets for Tuberculosis
WHO (2018d) Tuberculosis Fact Sheets, World Health Organization. Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis (Accessed: 7
April 2019).