Anda di halaman 1dari 60

POTENSI TERJADINYA INTERAKSI OBAT PADA RESEP

POLIFARMASI PADA BULAN DESEMBER-MARET 2019


DI PUSKESMAS X DI KOTA BANJARMASIN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH :

Thaibatul Aslamiyah
1648401110092

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI D3 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
2019
POTENSI TERJADINYA INTERAKSI OBAT PADA RESEP
POLIFARMASI PADA BULAN DESEMBER-MARET 2019
DI PUSKESMAS X KOTA BANJARMASIN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan

pada Program Studi D3 Farmasi

Oleh :
THAIBATUL ASLAMIYAH
NPM. 1648401110092

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI D3 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
2019

i
ii
ii
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

LTA, Juni 2019

Thaibatul Aslamiyah
1648401110092

Potensi Terjadinya Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi Pada Bulan


Desember-Maret 2019 Di Puskesmas X Kota Banjarmasin

Gambaran Kasus
Interaksi obat merupakan modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang
diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan sehingga keefektifan atau
toksisitas satu obat atau lebih berubah, efek-efeknya bisa meningkatkan atau
mengurangi aktivitas atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki
sebelumnya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap
interaksi obat salah satunya faktor polifarmasi. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui potensi terjadinya interaksi obat yang meliputi interaksi Mayor,
Moderat dan Minor pada peresepan polifarmasi di puskesmas x. Dari hasil data
yang didapat lembar resep yang berinteraksi sebanyak 29 dari 40 lembar resep.
Dari data tersebut dapat dihitung hasil interaksi potensial mayor sebanyak 11
interaksi, moderat 36 interaksi sedangkan minor sebanyak 15 interaksi.
Kata kunci : Resep, Interaksi obat, Polifarmasi
Daftar rujukan : 23 (1989-2018)

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan HidayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Potensi
Terjadinya Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi Dengan Studi Retrosfektif Di
Puskesmas X Kota Banjarmasin”. Penulisan Laporan Tugas Akhir ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu syarat dalam melaksanakan tugas akhir yaitu Laporan
Tugas Akhir dan Ujian Akhir Program di Program Studi D3 Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.

Penulis menyadari bahwa selesainya Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari
bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah


Banjarmasin.
2. Risya Mulyani, M. Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
3. Sri Rahayu, M. Farm., Apt selaku Ketua Prodi D3 Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin
4. Aris Purwanto, M.Farm., Apt selaku Pembimbing I dan Penguji I yang dengan
sabar membimbing, memberi masukan dan meluangkan waktunya dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir
5. M. Erriyadi Fazri., Apt selaku Pembimbing II dan Penguji II yang juga dengan
sabar membimbing, memberi masukan dan meluangkan waktunya dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir
6. Sri Rahayu, M. Farm., Apt selaku Penguji III yang telah memberi masukan dan
meluangkan waktunya dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir

v
7. Seluruh dosen pengajar di Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan yang telah membantu dalam
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberikan semangat dan motivasi
serta do‟anya selama ini
9. Teman-teman D3 Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang
telah memberikan dorongan serta semangat dalam penulisan Laporan Tugas
Akhir
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu selama penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu. Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sekiranya dapat memperbaiki Laporan Tugas Akhir ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Banjarmasin, 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ iii
GAMBARAN KASUS ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3 Tujuan Masalah .............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ..................................................................... 4
2.1 Resep............................................................................................... 4
2.2 Interaksi Obat.................................................................................. 6
2.3 Polifarmasi .................................................................................... 10
2.4 Puskesmas ..................................................................................... 11
2.5 Kerangka Konsep.......................................................................... 12
BAB 3 TINJAUAN KASUS........................................................................ 14
3.1 Waktu dan tempat pengambilan data ............................................ 14
3.2 Gambaran Umum.......................................................................... 14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 18
4.1 Hasil .............................................................................................. 18
4.2 Pembahasan ................................................................................. 19
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 23
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 23
5.2 Saran ............................................................................................ 23
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................. 24
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil persentasi Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi...................... 21

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konsep ........................................................... 16

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Data


Lampiran 2. Surat Bimbingan
Lampiran 3. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Lembar Konsultasi

x
DAFTAR SINGKATAN

DRPs : Drug Related Problems


ISO : Organisasi Internasional standarisasi
IIMS : Indonesia Index Medical Specialities
DOI : Daftar Obat Indonesia
APA : Apoteker Pengelola Apotek
Pustu : Puskesmas Pembantu
Pusling : Puskesmas Keliling
Poskesdes : Posyandu Kesehatan Desa
Polindes : Pondok Bersalin Desa
Puskesmas : Pelayanan Kesehatan Masyarakat

xi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kejadian potensi interaksi obat yang diperoleh dari lembar resep masih relatif tinggi
yaitu hampir 40%. Hal ini tentunya juga menjadi salah satu kewajiban tenaga
kesehatan untuk mewaspadai serta memberikan perhatian yang lebih terhadap
potensi kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi (Anisa & Abdulah, 2012).
Potensi interaksi obat dianggap penting secara klinik apabila dapat mengakibatkan
peningkatan toksisitas atau justru menurunkan efek terapi dari obat-obat tersebut.
Interaksi antara obat-obat dapat dikurangi atau diperkecil kemungkinannya salah
satunya dengan cara menghindari penggunaan terapi polifarmasi yang tidak
dibutuhkan (Rikomah, 2016).

Pada peresepan yang diberikan oleh dokter, sering ditemukan kejadian drug related
problems (DRPs) yang salah satunya yaitu interaksi obat. Interaksi obat diakibatkan
adanya kejadian efek suatu obat diubah akibat adanya obat lain, semisal obat herbal,
makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam suatu lingkungan (Hendera &
Rahayu, S, 2018).

Interaksi obat merupakan modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan
pada awalnya atau diberikan bersamaan sehingga keefektifan atau toksisitas satu
obat atau lebih berubah, efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas
atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Efek keparahan
interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien yang satu dengan pasien yang
lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi
obat salah satunya faktor polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat
sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan logis-rasional
dihubungkan dengan diagnosa yang diperkirakan (Syamsudin, 2011).

1
2

Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2 yaitu interaksi farmakokinetik pengaruh


tubuh terhadap obat, terjadi saat satu obat mempengaruhi konsetrasi dari obat lain
dengan akibat klinis. Interaksi farmakodinamik tentang pengaruh obat terhadap
tubuh terjadi antara kedua obat dengan meningkatkan atau menurunkan (Baxter &
Preston, 2013). Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara
individu karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam
darah, rute pemberian obat, metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien
seperti umur, jenis kelamin, unsur genetik dan kondisi kesehatan pasien (Fradgley,
2003).

Meningkatnya kejadian interaksi obat bisa disebabkan makin banyaknya obat yang
digunakan ataupun makin seringnya penggunaan obat (polipharmacy atau multiple
drug therapy). Farmasis yang mempunyai pengetahuan farmakologi dapat berperan
untuk mencegah interaksi obat akibat kombinasi obat dengan efek yang tidak
diinginkan (Hendera & Rahayu, S, 2018).

Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) unit pelaksana teknis dinas kesehatan


kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja (Permenkes RI No.74 Tahun 2016). Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No.75 Tahun
2014).

Alasan mengambil kasus ini, disalah satu puskesmas X di kota Banjarmasin karena
banyak nya obat yang tertulis dalam satu resep yang mana ini mungkin saja terjadi
interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan penyakit atau bahkan obat
dengan makanan/minuman. Sehingga tertarik untuk mengambil kasus ini untuk
mengetahui seberapa banyak terjadi interaksi antara obat dengan obat dan termasuk
dalam kategori mana apakah mayor, moderat atau ringan.
3

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana potensi interaksi obat yang meliputi interaksi Mayor,Moderat dan
minor pada peresepan polifarmasi di Puskesmas X ?

1.3 Tujuan Masalah


Untuk mengetahui potensi terjadinya interaksi obat yang meliputi interaksi Mayor,
Moderat dan Minor pada peresepan polifarmasi di puskesmas X

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Semoga apa yang telah diteliti ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan
sebagai tambahan pengetahuan saya kedepan.
14.2 Manfaat bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan berharga bagi
mahasiswa (peneliti) dalam menerapkan pengalaman ilmiah khususnya
dibidang kefarmasian yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang
1.4.3 Manfaat bagi Puskesmas
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan evaluasi dalam
penggunaan obat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Resep
2.1.1 Definisi
Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2017, menyebutkan bahwa
“Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun
electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku. Resep memiliki nama lain yaitu
Formulae Medicae, resep memiliki beberapa jenis di antaranya:
2.1.1.1 Resep standar, yaitu resep yang komposisinya sudah
dibakukan dan dituliskan dalam farmakope atau buku resep
standar lainya yang penulisan resepnya sesuai buku standar.
2.1.1.2 Resep Polifarmasi, yaitu yang sudah dimodifikasi atau
diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal
yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih
dahulu.
2.1.1.3 Resep Obat jadi, yaitu berupa obat paten, merek dagang atau
pun generik dan dalam pelayanan tidak mengalami
peracikan. Buku referensi, Organisasi Internasional untuk
Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities
(IIMS), Daftar Obat Indonesia (DOI) dan sebagainya.
2.1.1.4 Resep Obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama
generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam
pelayanan bisa tidak mengalami peracikan (Jas 2009)
2.1.1.5 Resep asli bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek
dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun (Permenkes,
2017).

4
5

Resep merupakan permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter


gigi, dokter hewan, yang dibeikan izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kepada Apoteker Pengelola
Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik, serta
menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

2.1.2 Syarat-syarat dalam penulisan resep, Menurut Jas (2009)


2.1.4.1 Resep ditulis jelas dengan tinta hitam dan lengkap di kop resep tidak
ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.
2.1.4.2 Satu lembar copy resep hanya satu pasien
2.1.4.3 Signatura ditulis dalam singkatan latin jelas, jumlah takaran sendok
dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan
ditulis arabik.
2.1.4.4 Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, awalaupun
kita butuh atau setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls.II saja.
2.1.4.5 Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter
bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep
tersebut terjamin.
2.1.4.6 Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
2.1.4.7 Nama pasien dan umur pasien.
2.1.4.8 Khusus untuk peresepan obat narkotik, harus ditandatangani dokter
yang bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak
boleh di ulang tanpa resep dokter.
2.1.4.9 Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan tidaka umum
(singkatan sendiri), karena menghindari meterial oriented.
2.1.4.10 Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
2.1.4.11 Resep merupakan medical record dokter dalam praktek dan bukti
pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di
apotek, kerahasian dijaga.
6

2.1.3 Permasalahan dalam penulisan resep


Menurtu Cahyono (2008), banyak permasalahan yang timbul dalam
penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan
bersifat holistik. Kesalahan dalam penulisan resep dimana dokter gagal
untuk mengkomunikasikan info yang penting, seperti :
2.1.5.1 Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya
dimaksudkan.
2.1.5.2 Menuliskan resep dengan tidak jelas/tidak terbaca.
2.1.5.3 Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau
nomenklatur yang tidak terstandarisasi.
2.1.5.4 Menulis interaksi obat yang ambigu.
2.1.5.5 Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat
tersebut.
2.1.5.6 Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan
lebih dari satu rute.
2.1.5.7 Meresepkan obat untuk diberikan melalui infuse
intravena
intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan.
2.1.5.8 Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep.

2.2 Interaksi Obat


2.2.1 Definisi
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien.
Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam
pengobatan saat ini dan kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi,
maka kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar.

Interaksi obat dibagi menjadi dua yaitu interaksi obat dengan non obat dan
interaksi obat dengan obat. Interaksi obat dengan non obat yang dimaksud
adalah interaksi dengan makanan dan interaksi fisik obat (pH yang tidak
7

sesuai, ada reduktor dan oksidator dalam larutan, terpapar cahaya, reaksi
dengan bahan wadah, atau reaksi dengan bahan tambahan). Interaksi obat
dengan obat adalah interaksi obat yang paling umum dan sudah banyak
dideskripsikan di buku referensi (Honore, 2015).

2.2.2 Jenis Interaksi Obat


2.2.2.1 Obat-Obat
Interaksi obat-obat dapat terjadi ketika dua obat atau lebih diberikan
pada saat yang bersamaan. Interaksi obat-obat dapat meningkatkan
atau menurunkan efek ataupun efek samping suatu obat. Interaksi
antar obat dapat berakibat menguntungkan ataupun merugikan
(Moscou dan Snipe, 2009).
2.2.2.2 Obat-penyakit
Interaksi obat dengan penyakit dikatakan terjadi ketika suatu obat
yang digunakan memiliki potensi untuk membuat penyakit yang
telah ada sebelumnya menjadi semakin parah (Hidayatullah, 2012).
2.2.2.3.Obat-Makanan
Telah diketahui bahwa makanan dapat menyebabkan perubahan
klinis yang penting dalam absopsi obat.
2.2.2.4 Obat-Herbal
Ekstak glycyrrhizin glabra (licoice) yang dugunakan dalam
pengobatan gangguan pencernaan dapat menyebabkan interaksi
yang signifikan pada pasien yang mengkonsumsi beberapa produk
herbal yang mengandung senyawa antiplatelet dan antikoagulan
yang dapat meningkatkan resiko pendarahan ketika digunakan
dengan aspirin dan warfarin (Thanacoody, 2012).
8

2.2.3 Mekanisme interaksi obat


Tipe interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 2
sebagai berikut :
2.2.3.1 Interaksi Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah pengaruh tubuh terhadap obat, dimana
interaksi ini terjadi saat satu obat mempengaruhi konsentrasi dari
obat lain dengan akibat klinis.
2.2.3.2 Interaksi Farmakodinamika
Farmakodinamika adalah tentang pengaruh obat terhadap tubuh,
dimana interaksi ini terjadi antara kedua obat dengan meningkatkan
atau menurunkan efek (Baxter & Preston, 2013).

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat (Syamsudin, 2011)


Efek keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien satu
dengan pasien yang lain. Berbagai faktor dapat memengaruhi kerentanan
pasien terhadap interaksi obat antara lain :
2.2.4.1 Faktor Usia
Saat usia kita bertambah tubuh kita akan memberikan reaksi yang
berbeda terhadap obat-obatan. Distribusi obat-obatan yang larut
dalam lipid (obat-obatan yang larut dalam lemak) mengalami
perubahan.
2.2.4.2 Faktor polifarmasi
Upaya pengobatan dengan menggunakan lebih dari satu macam obat
(polifarmasi) sering dijumpai. Tujuan dari polifarmasi ini tidak lain
yaitu untuk mencapai efek terapi yang optimum mengurangi efek
samping, menghambat timbulnya resistensi, mencegah
kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan oleh substansi zat
aktif.
9

2.2.4.3 Faktor Penyakit


Kadang-kadang obat-obatan yang bermanfaat untuk satu penyakit
bisa berbahaya untuk penyakit lain misalnya beta-bloker yang
digunakan untuk penyakit jantung atau hipertensi dapat
memperburuk pasien asma dan mempersulit penderita diabetes
untuk mengetahui ketika gula darah mereka terlalu rendah.
2.2.4.4 Faktor Genetik
Perbedaan faktor genetik (keturunan) diantara individu
mempengaruhi apa yang dilakukan tubuh terhadap suatu obat dan
apa yang dilakukan obat terhadap tubuh. Karena faktor genetik
sebagian orang memproses (metabolisme) obat secara lambat
akibatnya obat bisa berakumulasi di dalam tubuh sehingga
menyebabkan toksisitas.

2.3.5 Tingkatan Interaksi Obat (Syamsudin, 2011)


Tingkatan keparahan akibat interaksi diklasifikasikan menjadi minor,
moderat dan mayor.
2.3.5.1 Minor yaitu (dapat diatasi) efek yang dihasilkan ringan, akibatnya
mungkin dapat menyusahkan atau tidak dapat diketahui tetapi
secara signifikan tidak mempengaruhi terapi
2.3.5.2 Moderat yaitu (efek sedang dapat menyebabkan kerusakan organ),
efek yang timbul akibat penurunan dari status klinik pasien
sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan rumah sakit.
2.3.5.3 Mayor yaitu (efek fatal, dapat menyebabkan kematian), reisko yang
ditimbulakan berpotensial mengancam individu atau dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen.
10

2.3 Polifarmasi
2.3.1 Pengertian
Polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah banyak dan tidak
sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Meskipun istilah polifarmasi
telah mengalami perubahan dan digunakan dalam berbagai hal dan
berbagai situasi, tetapi arti dasar dari polifarmasi itu sendiri adalah obat
dalam jumlah yang banyak dalam suatu resep (dan atau tanpa resep)
untuk efek klinik yang tidak sesuai. Jumlah yang spesifik dari suatu obat
yang diambil tidak selalu menjadi indikasi utama akan adanya
polifarmasi akan tetapi juga dihubungkan dengan adanya efek klinis yang
sesuai atau tidak sesuai pada pasien (Rambadhe et al., 2012).

Resep polifarmasi berpotensi meningkatkan interaksi obat, efek samping


obat, dan masalah lain. Polifarmasi (jumlah obat ≥ 5 macam) dapat
didefenisikan sebagai penggunaan satu pengobatan yang lain atau juga
peningkatan jumlah pengobatan yang digunakan sehingga mecapai lima
atau lebih jenis obat. Obat topikal dan herbal tidak termasuk kriteria
polifarmasi. Vitamin dan mineral yang dikonsumsi sesuai dengan
kebutuhan juga tidak termasuk dalam pengukuran polifarmasi
disebebakan karena keterlibatanya yang tidak konsisten (Andriane dkk,
2016)

Menurut Wehling 2012 efek yang tidak menguntungkan dari polifarmasi


adalah sebagai berikut :
a. Kepatuhan yang tidak menguntungkan.
b. Interaksi tak terhitung.
c. Akumulasi resiko reaksi obat ynng merugikan.
d. Meningkatkan resiko perawataan di rumah sakit
e. Meningkatkan resiko salah pengobatan.
f. Peningkatan biaya.
11

2.4 Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat disebut Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja
(Permenkes RI No.74 Tahun 2016).

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah


fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
(Permenkes No.75 Tahun 2014).

Pembangunan kesehatan adalah penyenggaraan upaya kesehatan oleh


Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Penanggung jawab utama penyelenggaraan
seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah Kabupaten / Kota adalah
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya.
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi :
1. Pelayanan pengobatan (Kuratif) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin (Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun
2009).
2. Upaya pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) adalah kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
12

yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai


dengan kamampuannya (Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun
2009).
3. Upaya pencegahan (Preventif) yaitu merupakan suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan atau penyakit (Undang-
Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009).
4. Upaya peningkatan kesehatan (Promotif) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan (Undang-Undang Kesehatan
No.36 Tahun 2009).

2.5 Kerangka Konsep


Konsep adalah suatu realita agar dapat dikomunikasikan dalam bentuk teori
yang menjelaskan keterkaitan antara variabel, baik variabel yang diteliti
maupun yang tidak diteliti. Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai
sebagai landasan berpikir dalam kegiatan penelitian (Nursalam, 2008)
13

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut

Pelayanan Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas)

Peresepan Polifarmasi Dalam


satu resep yang terdapat 5 obat
atau lebih

Data Resep diproses melalui


aplikasi drugs.com

Resiko terjadinya interaksi


obat dengan obat

Ringan/Minor Berat/Mayor
Efeknya mungkin dapat Sedang/Moderat
Efeknya dapat
menyusahkan tetapi Efeknya dapat
menyebabakan
datap diatasi dengan menyebabkan
kematian/kerusakan yang
baik kerusakan organ
permanen

Gambar. 2.1 kerangka konsep


BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2019, bertempat di
Puskesmas X yang ada di Kota Banjarmasin.

3.2 Gambaran Umum


Pada Puskesmas X di kota Banjarmasin terdapat suatu kasus yang mana dalam
resep terdapat obat yang tertulis dengan jumlah yang banyak dari lima obat
sampai lebih untuk satu pasien. Ini merupakan masalah yang harus di
perhatikan karena menyangkut keadaan pasien. Obat yang tertulis didalam
resep dari lima obat atau lebih disebut polifarmasi. Polifarmasi (jumlah obat ≥
5 macam) yang mana obat topikal dan herbal tidak termasuk dalam kriteria
polifarmasi, vitamin dan mineral yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan
juga tidak termasuk polifarmasi (Andriane et al., 2016). Jadi dengan ini tertarik
untuk mengangkat masalah tersebut apakah tingkat keparahan peresepan
polifarmasi di Puskesmas x di kota Banjarmasin mengalami interaksi yang
ringan, sedang atau serius.

Pengambilan data resep dengan pertimbangan seperti obat yang tertulis lebih
dari 5 macam obat, tidak boleh ada obat topikal, obat herbal, obat vitamin dan
mineral.

Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yang mana mengambil data


secara retrospektif. Metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data secara
retrospektif berupa pengamatan terhadapa peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan penyebab.

14
15

Mengambil data sebanyak 40 sampel. Yang mana resep yang terdapat 5 atau
lebih obat dalam satu resep. Kemudian di lihat apakah interaksi yang terjadi
ringan (minor), sedang (moderat) atau berat (mayor) dengan menggunakan
apliaksi drug.com.
16

3.3.1 langkah-langkah menggunakan aplikasi drug.com

Pertama : Buka aplikasi drug.com, klik interaction checker untuk


memeriksa interaksi. Lihat tampilanya di bawah ini
17

Kedua : setelah klik drug interaction checker, masukkan nama obat


yang ingin kita lihat interaksi nya.

Ketiga : setelah dimasukkan semua nama obat yang ingin kita lihat
interaksinya, klik check for interactions
18

Keempat : maka akan muncul interaksi yang ingin kita lihat, apakah
interaksi mayor,moderat atau minor. Dan juga ada penjelasan mengenai
interaksi tersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pada penelitian ini terdapat resep yaitu resep polifarmasi yang masuk dalam
kriteria yaitu lima atau lebih obat dalam satu resep, data di ambil sebanyak 40
resep yaitu pada bulan Desember, Januari, Februari dan Maret. Berdasarkan
tingkat keparahanya potensi interaksi obat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
interaksi mayor, interaksi moderat, interaksi minor. Kejadian interaksi obat
berdasarkan tingkat keparahannya, sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil persentase Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi

Jumlah R/ DDI’s
Jumlah Lembar
Jumlah Pada
Lembar Resep Mayor Moderat Minor Total
R/ Lembar
Resep Berintraksi (%) (%) (%) (%)
Berintraksi
40 205 29 120 11 36 15 62
Persentase Potensi interaksi obat
17,7% 58,1% 24,2% 100%
29/40x100% = 72,5%

Dari hasil data tabel 4.1 terdapat lembar resep yang memenuhi kategori yaitu
resep polifarmasi (mengandung lima atau lebih obat didalam resep) lembar
resep yang berinteraksi sebanyak 29 dari 40 lembar resep. Dari data tersebut
dapat dihitung persentasi potensi interaksi obat antar obat sebesar 72,5% pada
lembar resep.

Dalam suatu resep yang mana dalam resep polifarmasi, satu resep bisa terjadi
tiga interaksi sekaligus yaitu bisa mayor, moderat atau minor. Dan bahkan bisa
terjadi dua interaksi moderat misalkan, yang mana sama interaksi tapi berbeda
obat nya dalam satu interaksi. Jadi tidak selalu dalam satu resep hanya terjadi
satu interaksi tapi bisa saja terdapat lebih dari satu interaksi.

19
20

Klasifikasi interaksi dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat


keparahan yaitu interaksi mayor, moderat dan minor. Persentasi Interaksi mayor
sebanyak 17,7% dari 11 interaksi, moderat 58,1% dari 36 interaksi sedangkan
minor sebanyak 24,2% dari 15 interaksi.

4.2 Pembahasan
Resep polifarmasi berpotensi meningkatkan interaksi obat, efek samping obat,
dan masalah lain. Polifarmasi (jumlah obat ≥ 5 macam) dapat didefenisikan
sebagai penggunaan satu pengobatan yang lain atau juga peningkatan jumlah
pengobatan yang digunakan sehingga mecapai lima atau lebih jenis obat. Obat
topikal dan herbal tidak termasuk kriteria polifarmasi. Vitamin dan mineral
yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan juga tidak termasuk dalam
pengukuran polifarmasi disebebakan karena keterlibatanya yang tidak
konsisten (Andriane et al., 2016). Polifarmasi merupakan penggunaan obat
dalam jumlah yang banyak dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien
(Annisa, 2012).

Polifarmasi dapat meningkatkan risiko interaksi obat-obat atau obat-penyakit.


Berdasarkan tingkat keparahanya, terjadinya interaksi dikelompokkan menjadi
interaksi minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat (efek
sedang/dapat menyebabkan kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek fatal/
dapat menyebabkan kematian) (Tatro, 2015).

Bagaimanakah interaksi antar obat sebagai mana gambaran farmakologi


sederhana obat yang diminum mengalami empat proses dasar dalam tubuh, dari
mulut obat menuju lambung, lalu ke usus. Disini obat di serap (absorpsi) ke
dalam aliran darah dan disebarkan (distribusi) keseluruh tubuh sehingga muncul
efek. Obat kemudian diuraikan (metabolisme) oleh hati, akhirnya bentuk obat
yang sudah diuraikan diekskresi dikeluarkan dari tubuh dalam urin melalu
ginjal. Proses interaksi obat ini disebut interaksi farmakokinetik. Interaksi
21

farmakodinamik tentang pengaruh obat terhadap tubuh yaitu efek suatu obat
akan menambah (sinergisme) efek obat lainnya atau mengurangi (antagonisme)
efek obat kedua tersebut (Harkness, 1989).

Dari persentase potensi interaksi obat dengan obat didapat sebesar 72,5%. Dan
hasil yang termasuk kelompok mayor sebanyak 11 (17,7%), moderat 36
(58,1%) sedangkan minor sebanyak 15 (24,2%). Hal ini menunjukkan bahwa
potensi interaksi moderat lebih banyak terjadi pada pasien dibandingkan
interaksi mayor dan minor, ini menjadi hal yang harus diperhatikan yaitu
memonitoring setiap lembar resep yang mengandung lima atau lebih jumlah
obat dalam resep.

Pada hasil persentase didapat interaksi moderat paling banyak terjadi salah satu
nya antara obat metformin dengan natrium diclofenak dari dua obat ini yang
mana natrium diclofenak merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
dan metfomin merupakan obat untuk penderita diabetes tipe 2, obat ini dapat
menurunkan kadar gula dalam darah tanpa meningkatkan sekresi insulin.
Interaksi yang terjadi yaitu kadar gula darah turun terlalu rendah, gejala
hipoglikemia yang dilaporkan gelisah, pingsan, lesu, berkeringat, bingung,
aritmia jantung, takhikardia, dan gangguan penglihatan (Harkness, 1989).

Interaksi yang kedua paling banyak yaitu interaksi minor, interaksi minor
adalah interaksi obat yang menimbulkan efek yang sangat kecil. Interaksi yang
ditimbulkan tidak memberikan akibat yang membahayakan bagi pasien, dan
biasanya hanya berakibat pada meningkatnya efek samping obat (seperti mual,
muntah, diare, sakit kepala dan pusing). Meskipun tidak menimbulkan akibat
yang membahayakan jiwa pasien, interaksi ini harus dihindari, karena
dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan pasien dalam menerima terapi
obat (Tatro dkk, 2009). Salah satu obat yang banyak mengalami interaksi minor
pada penelitian ini obat dexamethason dengan antasida. Obat dexamethason
merupakan obat anti inflamasi golongan steroid atau kortikosteroid digunakan
22

untuk mengurangi peradangan atau mengobati elergi berat, asma, gangguan


endokrin, serta bermacam-macam penyakit kulit. Sedangkan antasida bekerja
membantu menetralkan asam lambung. Kombinasi ini dapat menyebabkan
tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menaham terlalu banyak natrium.

Interaksi obat selanjurnya mayor, interaksi mayor adalah interaksi yang dapat
menimbulkan akibat yang berat bagi pasien. Interaksi obat yang masuk pada
jenis interaksi ini seharusnya diprioritaskan untuk dicegah ataupun diatasi
dengan segera karena efeknya dapat membahayakan jiwa dan kemungkinan
dapat mengakibatkan kerusakan permanen bagi tubuh. Salah satu obat yang
banyak terdapat di mayor yaitu obat amlodipine dengan simvastatin.
Amlodipine golongan antagonis kalsium yaitu menghambat atau menghalangi
kadar kalsium yang masuk ke sel otot halus di dinding pembuluh darah jantung,
dengan adanya penghambat kalsium yang masuk, dinding pembuluh darah akan
menjadi lebih lemas. Simvastatin bekerja dengan cara menurunkan kolesterol
jahat dan trigliserida serta meningkatkan kolesterol baik akan menurunkan
risiko penyakit jantung dan membantu mencegah stroke dan serangan jantung.
Penggabungan obat obatan tersebut dapat meningkatkan kadar simvastatin
dalam darah, ini dapat meningkatkan resiko efek samping yang serius.

Saat ini masih banyak ditemukan resep-resep yang merupakan resep


polifarmasi. Semakin meningkatnya umur seseorang akan menyebabkan
semakin banyak penyakit yang diderita oleh orang tersebut, untuk mengatasi
berbagai macam penyakit yang diderita ini maka seseorang akan memerlukan
terapi obat dalam jumlah yang banyak (Christina et al., 2014).

Faktor-faktor penyebab dari pemberian obat secara polifarmasi tidak saja


terletak pada dokter sebagai pemberi obat atau penulis resep tetapi juga pada
sediaan obat yang ada di puskesmas yang mana obat-obat di puskesmas hanya
ada obat golongan generik sehingga satu obat untuk satu indikasi, faktor lain
terletak pada pasien itu sendiri yang mana kadang-kadang minta supaya setiap
23

gejala yang dirasakan diberikan obat secara tersendiri misalnya pasien minta
obat saakit kepala, obat nyeri badan atau obat demam. Padahal sebenarnya
semua gejala dideritanya merupakan kumpulan gejala dari suatu penyakit.

Penyebab lain polifarmasi adalah terapi untuk penyakit kronis seperti diabetes
dan hipertensi yang memerlukan obat dalam jumlah banyak untuk mengatasi
atau mencegah komplikasi. Pasien yang melakukan pengobatan pada lebih dari
satu dokter dalam waktu yang bersamaan juga merupakan salah satau faktor
timbulnya terapi polifarmasi pada pasien (Rambadhe et al., 2012).

Pada interaksi minor urutan kedua terbanyak di penelitian ini yang mana secara
klinis minor tidak terlalu berbahaya jika digunakan dan tetap harus dilakukan
pemantauan pada saat penggunaannya. Untuk interaksi moderat urutan
terbanyak pertama cara mengatasinya misalkan dengan menyesuaikan dosis,
saat mengonsumsi obat diberi jarak antar obat yang satu dengan obat yang
lainnya. Dan terakhir interaksi mayor urutan ketiga dimana mengatasinya
misalkan dengan cara mengganti salah satu obat yang dapat menyebabkan
interaksi mayor dengan berkoordinasi terlebih dahulu dengan dokter.

Disarankan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya interaksi obat tidak


diinginkan yaitu dokter disarankan untuk memberikan jumlah obat seminimal
mungkin pada pasien dan memperhatikan kondisi pasien seperti usia lanjut, anak-
anak, penyakit kronis, pasien dengan difungsi hati atau ginjal dan obat-obat indeks
terapi sempit dan untuk tenaga kefarmasian dengan menerapkan pharmaceutical
care artinya pelayanan kefarmasian dimana seseorang apoteker memiliki tanggung
jawab secara langsung dalam pelayanan ini untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Agar dapat melaksanakan tanggung jawab tersebut seorang farmasis harus
mampu mengidentifikasi, mengatasi dan mencegah segala permasalahan yang
terkait dengan terapi obat. Solusinya bisa dengan menyediakan disetiap apotek
software interaction checkers untuk mencegah terjadinya interaksi.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa potensi terjadinya
interaksi obat dengan obat di Puskesmas X didapatkan sebesar 72,5%, dimana
dari 40 lembar resep terdapat 29 lembar resep yang berinteraksi. Untuk hasil
interaksi mayor (efek fatal/dapat menyebabkan kematian) sebanyak 11 interaksi
atau 17,7%, untuk interaksi moderat (efek sedang/dapat menyebabkan
kerusakan organ atau peradangan) sebanyak 36 interaksi atau 58,1%, dan
interaksi minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik) sebanyak 15 interaksi
atau 24,2%.

5.2 Saran
Disarankan untuk penulis resep obat untuk memberikan jumlah obat seminimal
mungkin kepada pasien dan memperhatikan kondisi pasien seperti usia lanjut,
anak-anak, dan riwayat penyakit. Dan untuk tenaga kefarmasian disarankan
memonitoring kejadian interaksi obat sehingga dapat cepat terdeteksi dan
diambil tindakan yang sesuai yang mana terlebih dahulu berkoordinasi dengan
penulis resep.

24
DAFTAR RUJUKAN

Adriane Y, Sastramihardja Hs, Ruslami R. (2016). Determinan peresepan


Polifarmasi pada Resep Rawat jalan di Rumah Sakit Rujukan. Global Medica
And Health Communication. Vol. 4 No. 1.

Annisa N, Abdulah R. (2012). Potensi Interaksi Obat Resep Pasien Geriatri : Studi
Retrospektif pada Apotek di Bandung. Indonesia clin pharm. 2012 : 1 (3) :
96-101.

Astusi FHK, Ayuchecaria N, Alfian R. (2017). Gambaran Potensi Interaksi Obat


pada Resep Polifarmasi Pasien Lansia di Puskesmas Tanjung Habulu
Kabupaten Tanah Laut Tahun 2007. Academy of pharmacy ISFI
Banjarmasin.

Baxter & Preston. (2013). Stockley’s Drug Interaction. Tenth Edition.


Pharmaceutical Press. Great britain.

Cahyono, J.B.S.B. (2008). Membangun Budaya Kesehatan pada Pasien dalam


Praktek Kedokteran. Yogyakarta : Konisius.
Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.

Fradgley, S.(2003). Interaksi obat dalam Aslam, M., Fan., C.K., dan Prayitno, A.
Farmasi klinis. 120,121,123,124,125,128,129,130. PT Elex Media
Kompotinda Kelompok Gremedia, Jakarta.

Hanore, per Harlvig. (2014). Drug Intraction. Europe Journal Hospitas Pharmacy,
Vol.21, No.2, P.73-74.

Hendera, & Rahayu, S. (2018). Interaksi Antar Obat Pada Peresepan Pasien Rawat
Inap Pediatrik Rumah Sakit X Dengan Menggunakan Aplikasi Medscape.
Journal of current pharmeceutical sciences, Vol.1 No.2.

Herdaningsih, S., Muhtadi, A., Lestari, K., & Annisa, N., (2016). Potensi Interaksi
Obat-Obat pada Resep Polifarmasi : Studi Retrospektif pada Salah Satu
Apotek di Kota Bandung. jurnal Farmasi Klinis Indonesia, Vol. 5 No. 4 hlm
288-292.

25
26

Herkness, Richard. (1989). Interaksi obat. Bandung : ITB.

Jas, A. (2009). Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis Resep Rasional

Moscou, Snipe. (2009). Pharmacology For Pharmacy Technicians. Kanada :


Mosby Elsevier, 54.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Peraturan Pemerintahan. (2009). Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang


kesehatan. Lembaran RI Tahun 2009 No.36. Jakarta : sekretariat Negara.

Permenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas 2016. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.

Permenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2017


tentang Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat 2014. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Rambadhe, S, Chakarborty, A, Shrivastava, A, Ptail, Uk, Rambadhe, A. (2012). A


survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medication. Toxicol Int.,
19(1), pp.68-73.

Syamsudin. (2011). Interaksi Obat : Konsep Dasar dan Klinis. Jakarta : UI-Press.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta : EGC.


27

Tatro. (2015). Ds. Drug Interaction Facts 1st editon. Facts & Comparisons. St.louis,
Mo : Wolters Klower Health. Inc : 2015.

Thanacoody. (2012). Drug Interactions. Dalam Buku : Walker R dan Whittlessea


Editor. Clinical Pharmacy and Therapeutics Fifth Edition. London :
Churchill Livinfstone Elsevier, 50,51,57,58,59,119-131.

Wehling, M. (2013). Drug therapy for the Elderly. Jerman : Springer.


LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Data

Obat yang
No Resep obat Jenis interaksi Keterangan
berintraksi
1 Dexamethasone Dexamethasone Minor/ringan Interaksi minor tidak
Paracetamol dengan tersedia. Beberapa
Aluminium aluminium interaksi obat minor
hydroxide hydroxode mungkin tidak relevan
(Antasida) secara klinis pada
Guaifenesin (GG) semua pasien. Interaksi
Cefadroxil minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
2 Amlodipin Minor/ringan Interaksi minor tidak
dengan Lisinopril tersedia. Beberapa
interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
Amlodipin menyebabkan
Lisinopril kerusakan atau
GG memerlukan perubahan
Antasida dalam terapi.
Cetirizine Lisinopril dengan Minor/ringan Interaksi minor tidak
Antasida tersedia. Beberapa
interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
3 Glimepiride Metformin Moderat/sedang Penggunaan bersamaan
Metformin dengan furosemid dapat meningkatkan
Aspirin (aspilet) efek metformin yang
Furosemid dapat menyebabkan
Antasida kondisi mengancam
jiwa disebut asidosis
laktat.
Aspirin dengan Moderat/sedang Penggunaan secara
Antasida bersamaan dapat
mengurangi efek
aspirin.
Glimepiride Moderat/sedang Furosemid dapat
dengan mengganggu kontrol
Furosemid glukosa darah dan
mengurangi efektivitas
glimepiride dan obat
diabetes lainnya.
Glimepiride Moderat/sedang Aspirin dapat
dengan Aspirin meningkatkan efek
glimepiride dan
menyebabkan kadar
gula darah rendah.
Glimepiride Moderat/sedang Dapat meningkatkan
dengan hipoglikemia atau gula
metformin darah rendah.
Aspilet dengan Minor/ringan Interaksi minor tidak
Furosemide tersedia. Beberapa
interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
4 Amlodipine Amlodipine Mayor/berat Dapat meningkatkan
Aspilet (Aspirin) dengan kadar simvastatin
Simvastatin Simvastatin dalam darah, risiko
Paracetamol efek samping seperti
Glimepiride kerusakan hati dan
Antasida kondisi langka namun
serius melibatkan
kerusakan jaringan otot
rangka.
Amlodipine Moderat/sedang Kombinasi ini dapat
dengan Aspilet menyebabkan tekanan
darah meningkat
Aspirin dengan Moderat/sedang Penggunaan secara
Antasida bersamaan dapat
mengurangi efek
aspirin.
Aspirin dengan Moderat/sedang Aspirin dapat
Glimepiride meningkatkan efek
glimepiride dan
menyebabkan kadar
gula darah rendah.
5 Klorampinicol Paracetamol Minor/ringan Interaksi minor tidak
Paracetamol dengan tersedia. Beberapa
GG Ranitidine interaksi obat minor
Antasida mungkin tidak relevan
Ranitidine secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
Antasida dengan Minor/ringan Interaksi minor tidak
Ranitidine tersedia. Beberapa
interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
6 Amlodipine Amlodipine Moderat/sedang
Aspilet (aspirin) dengan Aspilet Kombinasi ini dapat
Gemfibrozil menyebabkan tekanan
Paracetamol darah meningkat
Antasida
Aspilet dengan Moderat/sedang Penggunaan secara
Antasida bersamaan dapat
mengurangi efek
aspirin.
7 Ciprofloxacin Ciprofloxacin Mayor/berat Ciproflocacin dan obat-
Paracetamol dengan obatan lain di kelasnya
Dexamethasone dexamethasone dapat menyebabkan
GG tendinitis dan tendon
Cetirizine pecah, dan risikonya
dapat meningkatkan
ketika dikombinasikan
dengan steroid seperti
dexamethasone.
8 Furosemid Furosemid Moderat/sedang Furosemid dapat
Candesartan dengan mengganggu kontrol
CPG glimepiride glukosa darah dan
Glimepiride mengurangi efektivitas.
Cancor/bisoprolol Furosemid Moderat/sedang Dapat menurunkan
dengan tekanan darah anda dan
concor/bisoprolol memperlambat detak
jantung.
Glimepiride Moderat/sedang Dapat meningkatkan
dengan resiko gula darah
concor/bisoprolol rendah pada pasien.
CPG dengan Minor/ringan Interaksi minor tidak
Glimepiride tersedia. Beberapa
interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
9 Glimepiride Metformin Moderat/sedang kadar gula darah turun
Metformin dengan terlalu rendah,
Simvastatin diklofenak hipoglikemia.
Diclofenak Glimepiride Moderat/sedang Dapat meningkatkan
GG dengan hipoglikemia atau gula
metformin darah rendah.
Glimrpiride Moderat/sedang Diclofenak dapat
dengan meningkatkan efek
diklofenak glimepiride dan
menyebabkan kadar
gula darah anda terlalu
rendah.
10 Lisinopril Lisinopril dengan Moderat/sedang Penggabungan obat ini
Na. Diklofenak Na.diclofenak dapat mengurangi efek
GG lisinopril dalam
Ranitidine menurunkan tekanan
Metformin darah, dan obat-obatan
ini dapat
mempengaruhi fungsi
ginjal.
Ranitidine Moderat/sedang Penggunaan bersama
dengan sama dapat
Metformin meningkatkan efek
metformin, yang dapat
menyebabkan kondisi
yang mengancam jiwa.
Na.diclofenak Moderat/sedang kadar gula darah turun
dengan terlalu rendah,
Metformin hipoglikemi
Lisinopril dengan Moderat/sedang Menyebabkan kadar
Metformin gula darah rendah
Ranitidine Minor/ringan Interaksi minor tidak
dengan tersedia. Beberapa
Na.diclofenak interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.

11 Paracetamol
Guaifenesin (GG)
Chlorpheniramine
- - -
maleat (CTM)
Simvastatin
Metformin
12 Paracetamol
Azitromicin
Guaifenesin (GG) - - -
CTM
Dexamethasone
13 Calsium Laktat Metformin Moderat/sedang Penggunaan bersama
Metformin dengan sama dapat
Simvastatin Ranitidine meningkatkan efek
Ranitidine metformin, yang dapat
GG menyebabkan kondisi
Na.diclofenak yang mengancam jiwa.
Metformin Moderat/sedang kadar gula darah turun
dengan terlalu rendah,
Na.diclofenak hipoglikema.
Ranitidine Minor/ringan Interaksi minor tidak
dengan tersedia. Beberapa
Na.diclofenak interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
14 Paracetamol
GG
Cetirizinir - - -
Dexamethasone
Amoxicillin
15 Metformin Metformin Moderat/sedang Dapat meningkatkan
Glimepiride dengan hipoglikemia atau gula
Simvastatin Glimepiride darah rendah.
GG
Amlodipine Amlodipine Mayor/berat Dapat meningkatkan
dengan kadar simvastatin
Simvatatin dalam darah, risiko
efek samping seperti
kerusakan hati dan
kondisi langka namun
serius melibatkan
kerusakan jaringan otot
rangka.
16 Eritromycin
GG
CTM - - -
Paracetamol
Metformin
17 Cetirizine
Paracetamol
Antasida - - -
Gemfibrozil
Meloxicam
18 Amlodipine Amlodipine Mayor/berat Dapat meningkatkan
Simvastatin dengan kadar simvastatin
Gemfibrozil Simvastatin dalam darah, risiko
Glimepiride efek samping seperti
meloxicam kerusakan hati dan
kondisi langka namun
serius melibatkan
kerusakan jaringan otot
rangka
Simvatatin Mayor/berat dapat meningkatkan
dengan risiko efek samping
Gemfibrozil seperti kerusakan hati
dan kondisi langga
yang disebut
rhabdomyolysis yang
melibatkan keruskan
jaringan otot rangka.
Gemfibrozil Moderat/sedang Gemfibrozil dapat
dengan meningkatkan efek dari
Glimepiride glimepiride dan
menyebabkaan kadar
gula darah terlalu renda
Amlodipine Moderat/sedang Kombinasi ini dapat
dengan menyebabkan tekanan
Meloxicam darah meningkat
Glimepiride Moderat/sedang Meloxicam dapat
dengan meningkatkan efek
Meloxicam glimepiride dan
menyebabkan kadar
gula darah terlalu
rendah.
19 Furosemid Furosemid Moderat/sedang Penggunaan bersama
Candesartan dengan sama dapat
CPG Metformin meningkatkan efek
Metformin metformin, yang dapat
Bisoprolol menyebabkan kondisi
yang mengancam jiwa.
Furosemid Moderat/sedang Dapat menurunkan
dengan tekanan darah anda dan
Bisoprolol memperlambat detak
jantung
20 Simvatatin Simvatatin Mayor/berat dapat meningkatkan
Gemfibrozil dengan risiko efek samping
Allopurinol Gemfibrozil seperti kerusakan hati
Paracetamol dan kondisi langga
Meloxicam yang disebut
rhabdomyolysis yang
melibatkan keruskan
jaringan otot rangka.
21 Metformin Metformin Moderat/sedang Penggunaan bersama
Simvatatin dengan sama dapat
Ranitidine Ranitidine meningkatkan efek
GG metformin, yang dapat
Na.diclofenak menyebabkan kondisi
yang mengancam jiwa.
Metformin Moderat/sedang kadar gula darah turun
dengan terlalu rendah,
Na.diclofenak hipoglikemi
Ranitidine Minor/ringan Interaksi minor tidak
dengan tersedia. Beberapa
Na.diclofenak interaksi obat minor
mungkin tidak relevan
secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
22 Paracetamol
Dexamethasone
GG
Cefixime - - -
Cetirizine

23 Cefixime
GG
Dexamethasone
- - -
Paracetamol
Interhisin
(mebhydroline)
24 Cetirizine Allopurinol Mayor/berat Dapat meningkatkan
Lisinopril dengan Lisiniprol risiko reaksi alergi dan
Simvastatin infeksi parah
Allopurinol
Gemfimbrozil
Gemfibrozil Mayor/berat Dapat meningkatkan
dengan risiko efek samping
Simvastatin seperti kerusakan hati
dan kondisi langga
yang disebut
rhabdomyolysis yang
melibatkan keruskan
jaringan otot rangka.
25 Interhistin
(mebhydroline)
Dexamethasone
Cefixime - - -
GG
Paracetamol

26 Lisinopril Lisinopril dengan Minor/Ringan Interaksi minor tidak


Amoxicillin Antasida tersedia. Beberapa
Paracetamol interaksi obat minor
Antasida mungkin tidak relevan
Simvastatin secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
27 Paracetamol
Cefixime
CTM - - -
Dexamethasone
GG
28 Dexamethasoen Dexamethasone Moderat/sedang Penggunakan
Ibuprofen dengan Ibuprofen bersamaan dapat
Azitrimycin meningkatkan risiko
Cefixime efek samping pada
GG saluran pencernaan
seperti
peradangan,pendarahan

29 Ibuprofen Ibuprofen dengan Moderat/sedang Penggunakan


Dexamethasone Dexamethasone bersamaan dapat
Azitromycin meningkatkan risiko
GG efek samping pada
Cetirizine saluran pencernaan
seperti
peradangan,pendarahan

30 Lisinopril Lisinopril dengan Minor/ringan Interaksi minor tidak


Simvastatin Antasida tersedia. Beberapa
Paracetamol interaksi obat minor
Antasida mungkin tidak relevan
Metformin secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.

Lisinopril dengan Moderat/sedang Menyebabkan kadar


Metformin gula darah rendah
31 Paracetamol Dexamethasone Minor/ringan Interaksi minor tidak
GG dengan tersedia. Beberapa
Dexamethasone Salbutamol interaksi obat minor
Cetirizine mungkin tidak relevan
Salbutamol secara klinis pada
amoxicillin semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
32 Paracetamol
Dexamethasone
GG
Cetirizine - - -
Cefixime

33 Amlodipine Amlodipine Mayor/berat Dapat meningkatkan


Simvastatin dengan kadar simvastatin
Paracetamol Simvastatin dalam darah, risiko
GG efek samping seperti
Cetirizine kerusakan hati dan
kondisi langka namun
serius melibatkan
kerusakan jaringan otot
rangka
34 Aspilet (aspirin) Aspilet dengan Moderat/sedang Kombinasi ini dapat
Ranitidine Amlodipine menyebabkan tekanan
Amlodipine darah meningkat
Simvastatin
GG Amlidipne Mayor/berat Dapat meningkatkan
dengan kadar simvastatin
Simvastatin dalam darah, risiko
efek samping seperti
kerusakan hati dan
kondisi langka namun
serius melibatkan
kerusakan jaringan otot
rangka.
35 Cetirizine Dexamethasone Minor/Ringan Interaksi minor tidak
Dexamethasone dengan Antasida tersedia. Beberapa
Amixicillin interaksi obat minor
GG mungkin tidak relevan
Antasida secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
36 Metformin Metformin Moderat/sedang Dapat meningkatkan
Glimepiride dengan hipoglikemia atau gula
Amlodipine Glimepiride darah rendah.
Paracetamol
CTM
GG
37 Cefadroxil Dexamethasone Minor/ringan Interaksi minor tidak
Paracetamol dengan Antasida tersedia. Beberapa
Gg interaksi obat minor
Dexamethasone mungkin tidak relevan
Anatasida secara klinis pada
semua pasien. Interaksi
minor biasanya tidak
menyebabkan
kerusakan atau
memerlukan perubahan
dalam terapi.
38 Simvastatin Simvastatin Mayor/berat Penggunaan bersamaan
Fenofibrat dengan fenofibrat dapat meningkatkan
Allopurinol risiko kondisi langka
Loratadin tapi serius yang disebut
Meloxicam rhabdomyolysis yang
melibatkan pemecahan
jaringan otot rangka.

39 Antasida
Cefixime
Paracetamol - - -
GG
Loratadine
40 Paracetamol Cetirizine dengan Moderat/sedang Dapat meningkatkan
Cetirirzine CTM efek samping seperti
Dexamethasone kantuk dan sulit
GG berkonsentrasi,
CTM beberapa orang tua
tertama dapat
mengalami gangguan
dalam pemikiran
Lampiran 2. Surat Bimbingan
Lampiran 3. Surat permohonan ijin
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Lembar Konsultasi
Lampiran 6. Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Thaibatul Aslamiyah


2. Tempat Tanggal Lahir : Tabalong, 01 Januari 1998
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jln A.Yani Kelurahan Pulau RT.01 RW. 01
No.36 Kec.Kelua Kab.Tabalong
6. Riwayat Pendidikan
a. TK : TK AISYAH Kelua
b. SD : SDN Pulau 1 Kelua
c. SMP/MTs : MTsN 1 Kelua
d. SMA/MAN : MAN 1 Kelua

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok
    Tugas Kelompok
    Dokumen9 halaman
    Tugas Kelompok
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Kelompok - 5 Tugas Pa Hasan
    Kelompok - 5 Tugas Pa Hasan
    Dokumen8 halaman
    Kelompok - 5 Tugas Pa Hasan
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen1 halaman
    Bab 5
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Gabungan Word
    Gabungan Word
    Dokumen60 halaman
    Gabungan Word
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    thaibatul aslamiyah
    Belum ada peringkat