Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah Pendidikan Islam
Syamsuar Hamka2
Mukadimah
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk (hidayah) terdiri atas tiga bagian. Sepertiga yang
pertama berisi tentang tauhid, seperti yang kedua berisi tentang hukum-hukum, dan sepertiga
sisanya berisi tentang sejarah dan kisah-kisah. Ada hal menarik, mengapa mesti kitab
petunjuk berisi tentang kisah ?. Kita bisa menjawab bahwa karena sejarah itu berulang.
History repeat itself. Sehingga apa yang dulu pernah terjadi di zaman para Nabi, akan
berulang di zaman setelahnya. Yang berbeda adalah pelaku serta setting ruang dan waktunya.
Sejarah secara akademik memiliki dua syarat, yaitu peristiwa dan setting waktu dan
tempat. Dari sejarah kita bisa belajar banyak hal. Dan sejarah juga adalah sumber
pengetahuan kita sebagai seorang muslim. Dalam Q.S. Yusuf ayat 111 Allah berfirman,
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal.
Oleh karena itu, salah satu pendekatan dalam mengembangkan ilmu pendidikan islam
adalah dengan pendekatan sejarah. Ada banyak tokoh pendidikan yang berhasil memajukan
dunia pendidikan islam. Dari masa klasik hingga modern, dari Timur Tengah hingga Asia
Tenggara, dari Arab hingga Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut memiliki gagasan yang orisinil
dikembangkan dalam kerangka lingkungan dan konteks sosio-politik di zamannya. Karena
itu, sangat tepat mengkaji bagaimana sejarah pemikiran dan usaha-usaha para tokoh
pendidikan islam. Sehingga akan dapat menjadi bahan refleksi bagaimana merumuskan
konsep dan strategi pendidikan untuk zaman sekarang.
1
Dibawakan pada Workshop Pendidikan Kenaikan Pangkat dan Golongan (PKPG) Yayasan Amal
Jariyah Indonesia, Parepare, Sabtu 28 Desember 2019
2
Direktur Eksekutif MADANI – Center for Islamic Studies
penulisan sejarah adalah sebuah proses penggambaran fakta manusia secara obyektif, tapi
pada saat yang sama meletakkan obyek itu dalam neraca konsep yang terdapat dalam
realitas kitab Tuhan yang tertulis dan tidak tertulis.3 Hal tersebut berdasarkan firman Allah
dalam QS Ibrahim: 24,
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik (syajaratun tayyibatun), akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya.
Sampai di sini kita bisa mengerti perlunya mengambil pelajaran dalam setiap
peristiwa sejarah. Hal tersebut telah kita singgung di awal tulisan.
Kemudian, secara terminologi sejarah adalah sejumlah keadaan dan peristiwa penting
yang terjadi di masa lampau dan benar-benar terjadi pada individu dan masyarakat sesuai
pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia yang telah terjadi. Sedangkan pengertian
sejarah menurut KBBI adalah silsilah, kejadian, asal-usul dan peristiwa penting yang benar-
benar terjadi di masa silam. Jadi, sejarah merupakan catatan yang berkaitan dengan sebuah
peristiwa yang telah terjadi dan diabadikan dalam bentuk tersirat maupun tersurat dalam
ruang lingkup yang luas.4
Jika dikaitkan dengan pendidikan islam, Definisi sejarah pendidikan islam (Tarikh at-
Tarbiyah al-Islamiyah) dapat dimaknai dalam dua hal, yaitu:
Pertama, keterangan dan penjelasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam dari masa ke masa, dimulai sejak zaman kedatangan islam hingga masa
kontemporer.
Kedua, Sejarah Pendidikan Islam adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan lahir dan berkembanganya pendidikan islam, baik dari segi ide dan
konsepsi maupun dari segi institusi dan penerapannya sejak zaman Nabi Muhammad SAW
hingga zaman kontemporer.
Berdasarkan definisi ini, kita bisa membagi periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
dalam tiga fase utama yaitu, Pendidikan Islam pada Masa Klasik, Pendidikan Islam pada
Abad Pertengahan (terdiri dari masa Umayah, Nizham al-Muluk dan Andalusia) dan
Pendidikan pada Abad Kontemporer. Berikut penjelasannya.
3
Lihat: https://www.transaktual.com/kolom/53/syajarah-bukan-history.html
4
Lihat: https://www.seputarpengetahuan.co.id/2014/11/pengertian-sejarah-pendidikan-islam-
beserta-ruang-lingkupnya.html
5
Khairuddin, Diktat SPI, UIN Sumatera Utara, 2017, hlm. 7
Ahmad Syalabi, dangan merujuk pada karya Al-Baladuri, futuh al-Baldan
menjelaskan bahwa Sufyan Bin Umayyah dan Abu Qais bin ‘abd Manaf adalah orang asli
Arab pertama yang belajar membaca dan menulis. Guru mereka adalah seorang Nasrani
bernama Bishr ‘Adb al-Malik yang pernah belajar ilmu ini di Hira. Dan orang Arab pertama
yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura yang hidup disana dan mulai mengajarkan membaca
dan menulis kepada penduduk Arab. Hal ini dapat dibuktikan ketika Islam lahir, masyarakat
Mekah yang bisa membaca dan menulis berkisar sekitar 17 orang, sedangkan masyarakat
Madinah sekitar 11 orang.6
Dalam sejarah pendidikan Islam masa klasik, dikenal institusi pendidikan yaitu
Kuttab. Bahkan Kuttab sudah ada sejak sebelum datangnya Islam. Kuttab adalah institusi
yang menjadi tempat diajarkannya keterampilan membaca dan menulis. Meski institusi ini
belum menjadi lembaga sentral, sebab kondisi masyarakat yang belum mengenal pentingnya
membaca dan menulis.
Dalam sejarah ini dikenal ada dua bentuk kuttab yaitu7:
a. Kuttab yang berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis dan baca.
Pada masa ini, Al-Qur’an belum dijadikan rujukan sebagai mata pelajaran dikarenakan
dalam rangka menjaga kesucian Al-Qur’an dan tidak sampai terkesan dipermainkan para
siswa dengan menulis dan menghapusnya, selain itu pada masa itu pengikut Nabi yang
bisa baca tulis masih sangat terbatas.
b. Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar keagamaan. Pada
era awal ini, pelaksanaan pendidikan lebih terkonsentrasi pada pendidikan keimanan dan
budi pekerti dan belum pada materi tulis baca.
Dalam operasionalnya, baik kuttab jenis pertama maupun kedua dilakukan dengan
sistem halaqah, namun ada juga guru yang menggunakan metode dengan membacakan
sebuah kitab dengan suara keras, kemudian diikuti oleh seluruh siswanya. Proses ini
dilakukan berulang-ulang sampai siswa benar-benar menguasainya. Disamping itu ada juga
guru yang menyuruh siswanya untuk menyalin pelajaran dari kitab tertentu. Lama belajar di
kedua bentuk kuttab tersebut tidak dibatasi oleh waktu, akan tetapi ditentukan oleh
kemampuan siswa dalam menyelesaikan pelajaran dalam suatu kitab. Mata pelajaran pada
tingkat ini adalah membaca, menulis, menghafal Al-Qur’an serta pengetahuan akhlak. Phill
K. Hitti mengatakan bahwa, kurikulum pendidikan kuttab ini berorientasi kepada Al-Qur’an
sebagai text book. Hal ini mencakup pengajaran Membaca, Menulis, Kaligrafi, Gramatikal
Bahasa Arab, Sejarah Nabi, dan Hadits.8
Dalam perkembangannya, dikalangan umat Islam tumbuh semangat untuk menuntut
ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan di
mesjid sebagai lembaga pendidikan menengah setelah kuttab. Kurikulum pendidikan di
masjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat
pemerintah, seperti kadi, khatib, dan imam masjid.
Pada masa klasik (Arab Pra Islam hingga masa Awal Islam), Nabi melakukan dua
metode pendidikan utama sesuai tahapan dakwah Islam yaitu:
6
Muhamaad Faruq al Nubhan, Mabadi al Tsaqafah al- Islamiyah (Kuwait, Dar al-Bait al Islamiyah,
1974), h. 26 dalam Khairuddin, hlm. 4
7
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 4-5
8
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 5
1. Tahapan Secara Sembunyi dan Perorangan Pada awal turunnya wahyu yang pertama, pola
pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat kondisi sosial
politik yang belum stabil dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula
Rasulullah mendidik Khadijah (isterinya) untuk beriman kepada Allah dan menerima
petunjuk dari Allah. Kemudian diikuti oleh Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harits (anak
angkatnya), Abu Bakar (Sahabat Karibnya) dan keluarga dekat dari suku Quraisy yaitu
Utsman bin Affan, Zubair bin Awam, Sa’ad bin abi Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf,
Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah, Arqam bin Abi Arqam dan beberapa orang
lainnya. Mereka semua disebut Assabiquna al-Awwalun. Pusat pendidikan Islam yang
pertama adalah rumah Arqam bin Abi Arqam. Dalam tahapan ini agama Islam belum
menyebar luas dan masih berada dikalangan keluarga dan sahabat terdekat.
2. Tahapan Secara Terang-Terangan Setelah beberapa lama, sekitar tiga tahun bahwa Islam
disampaikan secara sembunyi, turunlah perintah Allah SWT agar Nabi melaksanakan
dakwah secara terang-terangan. Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh
Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan
jangkauan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut, banyak kaum Quraisy yang
akan masuk Islam. Disamping itu, keberadaan rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai
pusat lembaga pendidikan Islam sudah diketahui oleh Quraisy.
Adapun pada fase Madinah, yang menjadi pusat pendidikan Nabi adalah Masjid.
Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dijadikan Rasulullah sebagai institusi
pendidikan. Melalui pendidikan masjid ini, Rasulullah memberikan pengajaran dan
pendidikan Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima di Madinah sebanyak 22 surat,
sepertiga dari isi Al Qur’an.9
Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat
berjamaah, membacakan al-Qur’an, maupun membacakan dan menjelaskan ayat-ayat yang
baru diturunkan. Dengan demikian, masjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.
Selain itu, dikenal pula Suffah. Pada masa Rasulullah suffah adalah suatu tempat yang
telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi
pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Disini para thullab diajarkan membaca
dan menghafal alQur’an secara benar dan dijadikan pula Islam dibawah bimbingan langsung
dari Rasulullah SAW.
9
Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.10.
dalam Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 14
tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: Di kota
Mekkah dan Madinah (Hijaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan
Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).10
Adapun tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani Umayyah
adalah sebagai berikut11:
a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era
Khulafaur Rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran
alias gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja
menggaji guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi
yang diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah
arab.
b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat
keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi.
Materi pelajaran yang ada seperti Alquran dan Tafsirnya, Hadis dan Fiqh serta syariat
Islam.
c. Pendidikan Badi’ah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini
terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul
istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai
dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan
anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di
antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.
d. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang
besar bernama al-Hambra, di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.
e. Majlis Sastra, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas
berbagai ilmu pengetahuan.
f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi
kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan
kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana Yunani yang
ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab.
Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik
memberikan perhatian terhadap Bamaristan.
g. Madrasah Makkah : Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah
takluk, ialah Mu’az bin Jabal yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan
haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas
pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan Tafsir, Fiqh
dan Sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur
seluruh negeri Islam.
h. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena
di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Berarti disana banyak
terdapat ulama-ulama terkemuka.
10
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 28
11
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 28 - 29
i. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari
dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli Fiqih dan ahli Hadist, serta ahli Al
Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu Hadis. Al-Hasan Basry
sebagai ahli Fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli Tasawuf. Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
j. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar,
yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin
Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru di
Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di
Kufah bahkan mereka pergi ke Madinah.
k. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam
dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian
para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-
Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya
tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu
lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’i dan Maliki.
l. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu
agama. Ulama yang mula-mula di madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash, yaitu di Fistat (Mesir lama).
12
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 37
13
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 39
14
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 38
2. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam agama.
Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa, pendidikan biasanya berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut
dengan mendatangkan ulama ahli.
Pada masa ini pula lahir berbagai karya monumental dari rahim peradaban islam.
Terdapat banyak ulama, intelektual, filsuf serta ilmuwan yang mencetuskan perkembangan
dalam berbagai cabang ilmu. Diantaranya Kedokteran, Astronomi, Matematika, Teknik,
Optik, Kimia, Tasawuf, Geografi, Tafsir, Hadits, dan lain – lain. Diantara nama – nama tokoh
yang dikenal seperti Ibn Sina, Maryam al-Astrulabiy, Musa al-Khawarizmi, Ibn Haytam, Ibn
Hayyan, al-Farabi, Ibn Rusyd, ar-Razi, al-Ghazaly dan lain – lain.
15
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 46
16
Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 47
didukung yang adalah lembaga pendidikan, maka pemberi wakaf dapat menentukan kriteria
tenaga pengajar dan pendekatan terhadap kurikulum yang harus diikuti.
Pembiayaan madarasah Nizamiyah terkait dengan pengelolaan harta wakaf dan
penghasilannya yang diperoleh dari harta wakaf itu. Nizam al-Mulk menetapkan anggaran
untuk madarasan Nizamiyah sebesar 600 ribu dinar setiap tahunnya.17
17
Mahmud Yunus dalam Khairuddin, Diktat SPI, hlm. 61
pemerintahan al-Hakman H. Di perpustakaan ini terdapat koleksi buku 400.000 judul
buku.18
18
Firdaus, Pendidikan Islam di Spanyol dan Sisilia, Jurnal as-Shahabah, TT, hlm. 89
Tauhid, Tafsir Al Manar, banyak diadopsi oleh KH. Ahmad Dahlan dan berpengaruh bagi
pembaruan Muhammadiyah yang didirikan 8 Dzulhijjah 1330 H.
Pemikiran pendidikan yang digagas Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha sama-sama
bercorak modernisme. Dimana keduanya, berusaha untuk memperkecil kesenjangan
(dualisme) pendidikan. Mereka berupaya menyelaraskan dan menyeimbangkan porsi
pelajaran agama dengan pelajaran umum. Hal ini dilakukan untuk memasukkan ilmu-ilmu
umum kedalam kurikulum sekolah agama dan memasukan pendidikan agama kedalam
kurikulum modern yang didirikan pemerintah sebagai sarana untuk mendidik tenaga-tenaga
administrasi, militer, kesehatan, perindustrian.
Melanjutkan analisa problematika dikotomi ilmu, Syed Muhammad Naquib al-Attas
tampil menggagas islamisasi ilmu. Al-Attas adalah salah satu pemikir dan pembaharu yang
memberi kontribusi dalam pendidikan Islam berupa rumusan strategi dalam proyek islamisasi
ilmu. Bukan dengan teori dan gagasan belaka, ia dengan konsisten berupaya mewujudkan
ide-idenya dalam bentuk pendirian Universitas Islam. Tahun 1987, ia mendirikan The
International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) setelah mendapat
dukungan dari negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam) pasca ceramahnya di
Konferensi Internasional Pendidikan Islam, Makkah 1977. Ia merancang dan membuat
arsitektur sendiri bangunan ISTAC, merancang kurikulum, dan membangun perpustakaan
ISTAC yang kini tercatat sebagai salah satu perpustakaan terbaik di dunia dalam Islamic
Studies. Dampaknya, alumnus-alumnus ISTAC tampil menjadi pemikir yang membendung
sekulerisasi di belahan dunia islam.
19
Anzar Abdullah, Perkembangan Pesantren dan Madrasah di Indonesia dari Masa Kolonial sampai
Masa Order Baru. Jurnal Paramita Vol. 23 No. 2 - Juli 2013, hlm. 195
kini kiprah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan mencatat ada 2.604 SD/MI, 1.772
SMP/MTs, 1.143 SMA/MA, 67 PP, dan 172 Perguruan Tinggi di Indonesia.
Sementara itu, KH. Hasyim Asy’ari, tahun 1926 di Jawa Timur mendirikan organisasi
Nahdhatul Ulama yang bertujuan mempertahankan ajaran Ahl Sunnah wal-Jama’ah serta
tradisi islam dalam pengembangan sumber daya manusia. Dengan latar belakang pendidikan
Pesantren, ia melakukan gerakan kemasyarakatan yang amat luas. Sebagai ulama ia
memimpin Pesantren Tebuireng, dan juga melakukan upaya ofensif terhadap Belanda. Selain
berjihad melawan Belanda, KH Hasyim Asy’ari juga menghasilkan karya-karya monumental
seperti Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim yang kini menjadi subjek pokok sebagian besar
Kurikulum Pesantren di Jawa Timur.
Pasca Kemerdekaan, Dr. Mohammad Natsir tampil mengembangkan Pendidikan Islam.
Beliau dikenal sebagai pendiri Masyumi yang kemudian berubah menjadi Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia. Mohammad Natsir, adalah seorang yang memiliki komitmen yang kuat
dengan islam. Terbukti dengan pendirian Pondok Pesantren Mahasiswa pertama di Indonesia,
PP. Ulil Albab Tahun 1987 di kampus UIKA Bogor. Di sana, ia bersama dengan KH.
Syuhada Bahri dan KH. Didin Hafidhuddin mendidik mahasiswa-mahasiswa yang komitmen
terhadap dakwah dan perjuangan Islam dalam bingkai politik ke-indonesia-an selama masa
Orde Baru. Selain itu, atas usahanya mendirikan DDII, lahir kader-kader Dakwah yang
ideologis dari sistem pendidikan da’i, yang menurut beliau guru harus memiliki pengabdian
untuk kemajuan bangsa dan negara.
20
Mualimin, Lembaga Pendidikan Islam Terpadu, Jurnal al-Tadzkirah, Volume 8 No. 1, 2017, hlm. 100
madrasah tidak dapat digantikan dengan lembaga-lembaga lainnya, karena madrasah
mempunyai visi, misi dan karakteristik yang sangat spesifik di dalam masyarakat maupun
kelembagaannya baik. Lebih dari 20 tahun terakhir, banyak pesantren telah mengadopsi
sistem madrasah dan memasukkan mata pelajaran umum dalam sistem pendidikannya.
Sistem madrasah diperkenalkan untuk menjembatani kesenjangan antara pesantren dan
sekolah yang pada akhirnya melahirkan dualisme dalam sistem pendidikan nasional. Sekolah
(umum) yang merupakan lembaga pendidikan di Indonesia warisan penjajah Belanda yang
mengajarkan ilmu - ilmu umum yaitu ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora.21
Warisan pendidikan Kolonial memiliki ciri yang melekat secara mendasar di dunia
Islam. Ciri utama dari warisan tersebut adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu
pengetahuan yang terklasifikasikan (agama dan umum), sedangkan kedudukan pendidikan
Islam sebagai sub sistem pendidikan nasional merupakan sisi lain yang bersumber dari sistem
penyelenggaraan negara yang sesungguhnya juga sebagai bentuk modifikasiyang tidak
sempurna atas warisan sejarah masa lalu tentang pendidikan modern yang kita anut. Sebagai
akibatnya gejala ini sedikit banyak telah mempengaruhi kemajuan pendidikan khususnya
pendidikan Islam. Kondisi seperti ini tentunya menyebabkan pendidikan Islam mengalami
kerugian karena yang dihasilkan oleh model-model sekolah tersebut adalah manusia yang
tertinggal oleh kemajuan IPTEK di satu sisi dan di sisi lain juga tertinggal dalam pengetahuan
agama. Tertinggal dalam bidang IPTEK dikarenakan tidak seluruhwaktu dan potensinya
digunakan untuk mempelajari IPTEK akibat kurikulum yang harus dijalani. Tertinggal dalam
bidang agama dikarenakan kurikulum yangada hanya terdapat sedikit pelajaran agama, itupun
materinya sudah terjauhkan dari nilai-nilai tauhid. Hal itu menyebabkan usaha untuk
mengubah atau membentuk sosok pribadi muslim sesuai yang diidamkan oleh pendidikan
Islam sangat kecil. Oleh karena itu dibutuhkan lembaga pendidikan Islam alternatif yang
mampu menghapus dikotomi ilmu pengetahuan.
Dari dasar pemikiran inilah melahirkan Sekolah Islam Terpadu. Perpaduan antara mata
pelajaran umum dan mata pelajaran keagamaan menjadi ciri khas dalam struktur kurikulum
Sekolah Islam Terpadu. Sekolah IslamTerpadu tidak memisahkan keduanya menjadi mata
pelajaran keagamaan yang fardhu‘ain untuk dipelajari dan ilmu umum yang fardhu kifayah
untuk dipelajari, namun kedua-keduanya merupakan rumpun keilmuan yang wajib dipelajari
sebagai bekal menjalankan tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Kedua
rumpun keilmuan tersebut dianggap sama-sama mempelajari ayat-ayat Allah SWT.22
Secara administratif Sekolah Islam Terpadu lahir Pada dekade akhir tahun 1980-an.
Sekolah Islam Terpadu mulai bermunculan dengan diawali oleh para aktivis dakwah kampus
yang tergabung dalam Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Institut Teknologi Bandung (ITB),
Universitas Indonesia (UI), dan beberapa universitas ternama lainnya yang tergabung dalam
komunitas Jamaah Tarbiyah yang memiliki keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di
Indonesia. Mereka adalah para aktivis Islam kampus yang berperan penting dalam
menyebarkan ideologi Islam kepada para mahasiswa. Kalangan pemuda menjadi target utama
dari gerakan ini karena mereka percaya bahwa para pemuda akan menjadi agen perubahan
sosial yang sangat penting dalam melakukan Islamisasi seluruh masyarakat Indonesia. Tugas
21
Mualimin, Lembaga Pendidikan Islam Terpadu, hlm. 100
22
Mualimin, Lembaga Pendidikan Islam Terpadu, hlm. 105
untuk menyiapkan generasi muda Muslim yang punya komitmen dakwah diyakini akan lebih
efisien jika melalui pendidikan. Mereka mendirikan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Nurul Fikri
dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang telah
menginspirasi berdirinya Sekolah-Sekolah Islam Terpadu di seluruh wilayah Indonesia. Ada
sekitar 1.000 Sekolah Islam Terpadu yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu
(JSIT) yang kepengurusannya telah tersebar diseluruh wilayah Indonesia, dan ada sekitar
10.000 Sekolah IslamTerpadu yang secara struktural tidak bergabung di bawah JSIT.23
Tahun 1993, ada Lima Sekolah Islam Terpadu di wilayah Jabodetabek. Kelima sekolah
itu adalah SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT al-Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, dan
SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT al-Khayrot Jakarta Timur. Kemudian dari sinilah SIT
bermunculan di seluruh Indonesia. Tahun 2017 Lalu, sudah ada 2.418 unit sekolah ayng
begabung dalam JSIT dengan jumlah tenaga pengajar lebih dari 80.000 Orang.
23
Mualimin, Lembaga Pendidikan Islam Terpadu, hlm. 101
24
Rumusan tentang jiwa, manusia, aql, ‘ilm, dan hikmah dan konsep kunci yang lain dibangun pada
masa ini