Anda di halaman 1dari 12

FOBIA

“PSIKOLOGI ABNORMAL”

Mata Kuliah : Keperawatan Komunitas II


Dosen Koordinator : Ns. Siti Mukaromah, S.Kep. M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 6


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika seseorang berada dalam keadaan normal, ia memiliki kemampuan untuk
mengendalikan rasa takut. Akan tetapi ada sebagian orang yang tidak dapat

mengendalikan rasa takut ketika berhadapan dengan keadaan atau pun obyek
tertentu. Rasa takut yang tidak terkendali ini bisa menyebabkan sesorang mengalami

fiksasi, yakni keadaan dimana mental seseorang terkunci, yang disebabkan oleh
ketidakmampuan orang yang bersangkutan untuk mengendalikan perasaan takutnya.
Seseorang yang menderita fobia, akan mengalamin fiksasi saat berada pada
suatu keadaan atau melihat obyek yang membuat ia takut (trauma masa lalu). Fobia

sendiri bisa terjadi pada siapa saja, baik itu anak-anak hingga kalangan dewasa.
Keabnormalitasan ini terjadi bisa disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrim

seperti trauma bom, terjebak di lift ataupun kejadian sederhana namun memberi
dampak traumatik bagi subyek, seperti pengalaman masa kecil di kejar-kejar ayam

yang membuatnya menjadi takut pada ayam hingga dewasa. Pristiwa traumatis masa
lalu yang tidak terselesaikan bisa berdampak pada timbulnya fobia.
Fobia yang tidak segera ditangani, maka akan mengganggu aktivitas
penderitanya. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai pengertian fobia,

macam-macam fobia serta penanganan yang tepat untuk penderitanya. Pada akhir
pembahasan ada salah satu contoh kasus fobia khusus dan terapi yang diberikan

untuk menyembuhkan fobia yang di derita klien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian phobia ?
2. Apa saja bentuk dari phobia tersebut ?
3. Apa saja jenis-jenis phobia tersebut?
4. Apa penyebab phobia ?
5. Bagaimana cara mengatasi phobia ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum :
Membantu mahasiswa dalam memahami tentang konsep dasar phobia yang

kerap kali sering dijumpai dikalangan lansia bahkan di usia muda. Selain itu,
makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui bagaimana konsep

timbulnya perjalanan gangguan phobia


2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian phobia
b. Mengetahui apa saja bentuk dari phobia tersebut
c. Mengetahui apa saja jenis-jenis phobia tersebut
d. Mengetahui appa penyebab phobia
e. Mengetahui bagaimana cara mengatasi phobia

D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca mengenai pengetahuan
tentang phobia
2. Manfaat praktisi
Memberi pengetahuan tentang phobia dengan tindakan mengkonsumsi susu

yang merupakan salah satu upaya pencegahan phobia, maka perlu dilakukan
peningkatan pengetahuan tentang phobia, misalnya melalui kegiatan penyuluhan

atau KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang phobia kepada masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kata fobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ‘phobos’ yang berarti
takut. Konsep takut yang dimaksudkan dalam fobia adalah kecemasan dan agitasi

sebagai respon terhadap suatu ancaman. Menurut Freud, kecemasan neurotik adalah
rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui. Rollo May mendefinisikan kecemasan

neurotik sebagai “reaksi yang tidak tepat atas suatu ancaman, meliputi represi dan
bentuk-bentuk lain dari konflik intrapsikis, yang dikelola oleh bermacam bentuk
pemblokiran aktivitas dan kesadaran. Jasper (1923) mengungkapkan bahwa fobia

adalah rasa takut yang sangat dan tidak dapat diatasi terhadap suatu keadaan dan
tugas biasa. Ross (1937) mengemukakan fobia adalah rasa takut yang khas yang

disadari oleh penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, namun tidak dapat
mengatasinya. Errera (1962) mengemukakan fobia adalah rasa takut yang selalu ada

terhadap suatu benda yang dalam keadaan biasa tidak menimbulkan rasa takut.
Ketakutan pada gangguan fobia merupakan rasa takut yang tidak sebanding

dengan ancamannya. Phobia juga didefinisikan sebagai kecemasan neurotik yang


tidak rasional terhadap sesuatu atau situasi yang sebenarnya tidak menakutkan

namun menyebabkan seseorang untuk menghindarinya karena dianggap sesuatu


atau situasi tersebut dapat mengancam hidupnya. Phobia juga menyebabkan tekanan

secara fisik dan psikologis dan dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk
dapat beraktifitas secara normal.
Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan
rasa takut. Namun bila seseorang terpapar atau berinteraksi terus menerus dengan

subjek fobia, maka hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi
adalah suatu keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan

oleh ketidakmampuan orang tersebut dalam mengendalikan perasaan takutnya.


Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang

sangat ekstrem seperti trauma. Jika seseorang yang pertumbuhan mentalnya


mengalami fiksasi, maka ia akan memiliki kesulitan emosi (mental blocks). Hal

tersebut dikarenakan orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis)
yang tepat. Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber fobia, maka secara

otomatis akan merasa cemas/panik.


Selain gejala psikologi berupa rasa takut, fobia juga bisa berdampak kepada

kondisi fisik. Beberapa contoh gejala fisik yang timbul akibat fobia, antara lain:
1. Disorientasi atau bingung
2. Pusing dan sakit kepala
3. Mual
4. Dada terasa sesak dan nyeri
5. Sesak napas
6. Detak jantung meningkat
7. Tubuh gemetar dan berkeringat
8. Telinga berdengung
9. Sensasi ingin selalu buang air kecil
10. Mulut terasa kering
B. PENDEKATAN DENGAN ALIRAN PSIKOLOGI
1. Paradigma Psikoanalisis
Fobia merupakan pertahanan yang terhadap kecemasan yang disebabkan
oleh impuls-impuls yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang

ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki kondisi
simbolik dengannya. Kemudian menjadi stimuli fobik.Contohnya pada kasus

Hans, sosok itu tidak berhasil mengatasi konflik Oedipal, sehingga ketakutannya
yang intens pada ayahnya dialihkan pada kuda, dan ia menjadi fobia untuk keluar

rumah.

2. Paradigma Behavioral
Teori behavioral mempunyai beberapa pikiran mengenai terjadinya fobia

melalui :
a. Avoidance conditioning, dimana pada etiologi ini formulasinya dilandasi oleh

teori dua faktor yang dikemukakan oleh Mowrer (1947) dan menyatakan
bahwa fobia berkembang dari dua rangkaian pembelajaran yang saling

berkaitan.
b. Melalui classical conditioning, seseorang dapat belajar untuk takut pada

suatu stimulus netral (CS), jika stimulus tersebut dipasangkan dengan


kejadian yang secara intrinstik menyakitkan atau menakutkan(UCS).
c. Seorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut
dengan melarikan diri dari atau menghindari CS
d. Modeling, beberapa fobia dapat terjadi melalui modeling,dimana seseorang
mengalami fobia atau rasa takut terhadap sesuatu sebagai akibat

pengalaman yang tidak menyenangkan dengannya, ketakutan dapat


dipelajari dengan meniru reaksi orang lain (modeling).
e. Pembelajaran yang dipersiapkan (prepared learning), pada penelitian Di
Nardo menunjukkan bahwa setelah pengalaman traumatis dengan seekor

anjing, mereka yang memiliki ketakutan yang menetap terhadap anjing


merasa cemas akan mengalami kejadian yang sama pada masa depan.

Dengan begitu dapat dikatakan bahwa fobia bisa terjadi karena adanya
pembelajaran pada masa lalu.

3. Paradigma Kognitif
Dimana fobia atau ketakutan berlebih itu terjadi atas dasar bagaimana
proses berpikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana

pikiran dapat membuat fobia menetap


4. Paradigma Biologis
Pada paradigma ini etiologi dari fobia itu sendiridibedakan atas :
a. Sistem saraf otonom, dimana ketika seseorangmengalami ketakutan, seperti

ketakutan saat tampildidepan orang banyak, kebanyakan dari merekaberkeringat dan


berwajah memerah. Ini disebabkanoleh aktivitas saraf otonom. Hanya saja

aktivitassaraf otonom itu terjadi secara berlebihan sehinggamenyebabkan


fobia itu sendiri.
b. Faktor genetik, faktor ini menunjukkan bahwa setiaporang tua
yang mengalami ketakutan pada sesuatuatau fobia, maka tidak menutup

kemungkinan untukanaknya memiliki kecendrungan fobia yang sama

C. FAKTOR PENYEBAB FOBIA


Hingga kini penyebab fobia belum diketahui secara jelas. Meski begitu, ada
beberapa faktor yang diduga kuat dapat menyebabkan kondisi ini, di antaranya:
1. Peristiwa traumatis
Ada beberapa contoh peristiwa yang dapat menyebabkan seseorang mengalami

trauma hingga pada akhirnya memicu munculnya fobia, misalnya pengalaman


diserang binatang atau serangga, pengalaman terjebak di dalam sebuah ruangan

tertutup atau lift, pengalaman berada di tengah-tengah tawuran atau kerusuhan


massa, pengalaman dimusuhi, atau mendapat penolakan dari orang lain.
2. Temperamen yang tinggi
Seseorang yang berkepribadian terlalu sensitif, selalu berpikiran negatif, dan

sangat pemalu akan lebih rentan mengalami fobia.


3. Memiliki orang tua penderita fobia
Disinyalir bahwa fobia merupakan kondisi yang dapat diwarisi. Apabila terdapat
anggota keluarga yang memiliki fobia terhadap situasi atau pun objek tertentu,

maka risiko Anda terkena fobia juga tinggi.


4. Imajinasi yang berlebihan
Analisa yang pertamakarena adanya faktor biologis di dalam tubuh. seperti
meningkatnya aliran darah dan metabolisme di otak. Bisa juga karena ada

sesuatu yang tidak normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju,
phobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis.

D. TIPE FOBIA
1. Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap

objek atau situasi spesifik. Orang yang mengalami ketakutan dan reaksi fisiologis
yang meninggi bila bertemu dengan objek fobia, maka akan menimbulkan
dorongan kuat untuk menghindari stimulus yang ditakutkan. Untuk sampai pada

taraf gangguan psikologis, fobia harus secara signifikan mempengaruhi gaya


hidup atau berfungsinya seseorang atau menyebabkan distres yang signifikan.
Fobia spesifik sering kali bermula pada masa kanak-kanak. Banyak anak
yang mengembangkan ketakutan terhadap objek atau situasi spesifik, tetapi hal

ini akan berlalu. Meskipun demikian, beberapa diantaranya masih tetap berlanjut
mengembangkan fobia kronis yang signifikan secara klinis.
Fobia spesifik adalah salah satu gangguan psikologis yang paling umum,
mengenai sekitar 7% sampai 11% dari populasi umum pada suatu saat dalam

hidup mereka (APA, 2000). Fobia spesifik cenderung untuk berlangsung terus
selama bertahun-tahun atau selama beberapa dekade, kecuali apabila ditangani

dengan sukses. Perempuan mempunyai kemungkinan dua kali lipat dibandingkan


dengan laki-laki, karena adanya faktor budaya yang mensosialisasikan

perempuan untuk tergantung kepada laki-laki.


Terapi yang sering digunakan unutk menangani fobia spesifik adalah

terapi pemaparan (exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku dengan


mendesensitisasi klilen menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial,

bertahap, dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi mengajari pasien tentang berbagai
teknik untuk menghadapi kecemasan termasuk relaksasi,kontrol pernafasan, dan

pendekatan kognitif terhadap gangguan. Aspek kunci dari terapi pperilaku


berhasil adalah (1) komitmen pasien terhadap pengobatan, (2) masalah dan

tujuan yang diidentifikasikan dengan jelas,(3) streategi alternatif yang tersedia


untuk mengatasi perasaan pasien.
2. Fobia Sosial
Fobia sosial merupakan ketakutan yang intens terhadap situasi sosial

sehingga mereka mungkin sama sekali menghindarinya atau menghadapinya


tetapi dengan distres yang sangat besar. Fobia sosial yang mendasar adalah

ketakutan yang berlebihan terhadap evaluasi negatif dari orang lain. Orang-orang
dengan fobia sosial takut untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang

memalukan atau yang membuat dirinya merasa hina. Mereka cenderung untuk
sangat kritis terhadap kemampuan sosial merekan dan terbawa dalam

mengevaluasi performa mereka sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain.


Beberapa bahkan mengalami serangan panik yang parah dalam situasi sosial.
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk fobia sosial telah dimodifikasi dari
kriteria diagnostik DSM-III R. Karena fobia sosial dapat disertai dengan serangan

panik, kriteria B dan F DSM-IV telah ditulis ulang untuk menekankan dan untuk
mendorong penggunaan pertimbangan klinis dalam membuat diganosis akhir.

DSM IV menambahkan satu tipe fobia sosial, tipe umum yang dapat digunakan
untuk meramalkan perjalanan penyakit, diagnosis, dan respon pengobatan.
Pengobatan fobia sosial menggunakanpsikoterapi dan farmakoterapi, dan
berbagai pendekatan adalah diindikasikan untuk tipe umum dan situasi kinerja.
3. Agrofobia
Pasien Agrofobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit untuk

mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau
anggota keluarga di tempat-tempat tertentu, seperti jalanan yang sibuk, toko

yang padat, ruangan yang tertutup dan kendaraan yang tertutup. Klien mungkin
memeksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah. Perilaku

tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan, yang dapat keliru


di diagnosis sebagai masalah primer. Klien yang menderita secara parah mungkin

akan menolak keluar dari rumah. Khususnya sebelum didiagnosis yang benar
dibuat, pasien mungkin ketakutan mereka akan gila.
Sebagian besar kasus agrofobia disebabkan oleh gangguan panik. Jika
gangguan panik diobati, agrofobia sering kali membaik dengan berjalannya

waktu. Untuk mendapatkan reduksi agrofobia yang cepat dan lengkap, terapi
perilaku kadang-kadang diperlukan. Agrofobia tanpa riwayat gangguan panik
sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan depresif dan
ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan agrofobia.
Dua terapi paling efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif-
perilaku. Farmakoterapi adalah terapi dengan menggunakan obat trisikik dan

terasiklik, inhibitor monoamin oksidase (MAOI), inhibitor ambilan kembali spesifik


serotonin (SSRI) dan benzodiazepine. Terapi keluarga dan kelompok mungkin

membantu pasien yang menderita dan keluarganya untu menyesuaikan dengan


kenyataan bahwa klien menderita gangguan dan dengan kesulitan psikososial

yang telah dicetuskan oleh gangguan.

E. PENANGANAN
1. Pendekatan Psikodinamika
Kecemasan mereflreksikan energi yang diletakkan kepada konflik-konflik tak
sadar dan usaha ego untuk membiarkan tetap terepresi. Berdasarkan
psikoanalisis tradisional,ego dapat lebih memberi perhatian kepada tugas-tugas
yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Terapis spikodinamika yang lebih

modern lebih menjajaki sumber fobia yang berasal dari keadaan hubungan
sekarang ini daripada hubungan masa lalu dan mendorong klien untuk

mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.lagkah yang dapa dilakukan


untuk mengurangi fobia yaitu dengan hipnoterapi.

2. Pendekatan Humanistik
Kecemasan dan ketakutan yang kita alami berasal dari represi sosial diri kita yang
sesungguhnya.halini terjadi bila ketidakselarasan antara inner self seseoranng

dengan yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mengarah ke taraf kesadaran.


Orang merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, tetapi tidak mampu

untuk menyatakan apa itu karena bagian dari dirinya yang tidak diakui tidak
secara langsung diekspresikan dalam kesadaran. Terapis humanistik membantu

orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat individual


merekaserta perasaan perasaan mereka yang sesungguhnya.

3. Pendekatan Biologis
Berbagai variasi obat-obatan digunakan untuk mengobati gangguan-gangguan
kecemasan. Obat penenang dengan potensi tinggi alprazolam (xanax) yang

termasuk dalamgolongan benzodiazepine juga membantu dalam mengobati


gangguan panik,fobia sosial, dan gangguan kecemasan menyeluruh. Obat

antidepresan juga dapat membantu mgenobati gangguan-gangguan kecemasan


lainnya termasuk agrofobia yang menyertai gangguan panik,fobia sosial,PTSD,

dan lain lain.


Masalah potensial dengan terapi obat adalah pasiaen kemungkinan

menganggap perbaikan klinis yang terjadi disebabkan oleh obat dan bukan
karena sumber daya mereka sendiri. Obat-obatan itu juga tidak membawa

kesembuhan total.

4. Pendekatan Belajar
a. Flooding: bentuk dari terapi pemaparan dimana subjek dihadapkan kepada

stimuli pembangkit kecemasan tingkat tinggi baik melalui imajinasi atau


situasi aktual. Hal tersebut dilakukan karena kepercayaan adalah

representasi dari respon terkondisi darisuatu stimuli fobik dan akan punah
bila individutersebut tinggal di situasi fobik tersebut untuk waktu yang
cukup lama dantidak terjadi konsekuensi yang merugikan.
b. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi Sistematis adalah yang digunakan untuk mengurangi rasa

takut secara progresif mengatasi stimuli yang semakim mengganggu


sementara mereka tetap rileks. 10-20 stimuli diatur dalam urutan hierarki

yang disebut hierarki stimulus takut (fear stimuly hierarchy) diurutkan


berdasarkan kemampuan stimuli tersebut menimbulkan kecemasan.
c. Pemaparan Gradual
Dalam pemaparan gradual, klien dihadapkan pada dihadapkan pada suatu

stimulus takut dalam situasi aktual , sering kali bersama dengan seorang
terapis atau pendamping yang berperan supportif pemaparan gradual

sering kali dikombinasikan dengan teknik-teknik kognitif yang berfokus


pada membantu klien mengganti pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan
pembangkit kecemasan dengan alternatif lain yang rasional dan
menenangkan.

5. Terapi perilaku kognitif


Salah satu contoh teknik kognitif adalah restrukturisasi kognitif adalah suatu
proses dimana terapis membntu klien mencari pikiran-pikiran self-defeating dan

mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi-


situasi pembangkit kecemasan.
6. Terapi virtual fobia
Realitas virtual digunakan untuk membantu seseorang mengatasi fobia.

Harapannyaadalah untuk mengalihkan stimuli takut dan dapat dialihkan kepada


pemaparan terhadap stimuli semacam ini.
7. Terapi kognitif-Behavioral
Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy-CBT). Dalam CBT

digunakan tiga teknik ini untuk mencapai tujuan :


a. Didactic component: Pada tahap ini terapis berperan dalam membantu

penderita/klien untuk menyusun pemikiran-pemikiran dan harapan positif


untuk tujuan akhir terapi.
b. Cognitive component: Membantu mengidentifikasi pikiran dan asumsi yang
mempengaruhi perilaku penderita phobia, khususnya yang dapat

mempengaruhi mereka hingga menjadi phobia.


c. Behavioral component: Memodifikasi perilaku penderita phobia agar dapat

menunjukkan perilaku yang lebih sesuai ketika harus menghadapi sumber


phobia.
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Fobia adalah rasa takut yang sangat dan tidak dapat diatasi terhadap suatu

keadaan ataupun pada suatu obyek tertentu. Rasa takut yang khas yang disadari oleh
penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, namun tidak dapat mengatasinya .
Faktor-faktor penyebab fobia antara lain, pengalaman yang membuat traumatis,

kejadian ekstrim dan orang tau yang menderita fobia. Fobia dapat diatasi dengan
berbagai pendekatan, yaitu pendekatan psikodinamika, pendekatan humanistik,

pendekatan biologis, pendekatan behavior, terapi prilaku kognitif, terapi virtual fobia,
terapi kognitif behavior.

B. SARAN
Ketika seseorang menyadari ada sesuatu yang tidak normal dengan dirinya,
yakni takut pada keadaan atau suatu obyek secara berlebihan. Hendaklah ia melawan

rasa takut tersebut, mencoba berfikir realistis. Namun ketika dirasa tidak mampu
mengatasinya, segera berkonsultasi ke ahlinya yakni terapis atau psikolog. Karena bila

ketakutan berlebihan atau fobia itu dibiarkan, dan hanya bisa terus menghindar, maka
aktivitas sehari-hari seorang yang menderita fobia akan terganggu. Sesuatu yang

terus direpres lama kelamaan akan mengganggu kesehatan mental seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Nevid, Jeffrey S. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta :Erlangga

Feist & Feist.2010.Teori Kepribadian, Edisi 7.Jakarta :Salemba Humanika


Kaplan,Harold I. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai