Anda di halaman 1dari 63

HUBUNGAN SIKAP DAN PERAN TEMAN SEBAYA DENGAN

PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMK 14 SAMARINDA

PROPOSAL

DISUSUN OLEH :
DIAR DEBITA SARI
NIM : 16.0363.689.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku seksual pranikah merupakan kegiatan seksual yang
melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang
dilakukan sebelum perkawinan.Seks bebas atau dalam bahasa populernya
disebut extra-martial intercourse atau kinky-seks merupakan bentuk
pembebasan seks yang dipandang tidak wajar (Mandria Yunndelfa, 2019).
Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual berisiko yang terdiri
atas tahapan-tahapan tertentu, yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium
kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitive,
petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse) (Sastria, Andi, 2019).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2013,
tercatat perilaku seksual di Afrika, Bangladesh, India, Nepal, Yaman,
Amerika Latin dan Karibia, perempuan telah aktif dalam seksualitas pada usia
18 tahun sebanyak 40%-80%, begitu juga di Uganda, remaja laki-laki
mengatakan mereka sudah pernah melakukan hubungan seksual, pada usia 10
tahun sebanyak 4%, pada usia 12 tahun sebanyak 10%, pada usia 14 tahun
sebanyak 22%, dan pada usia 18 tahun sebanyak 64% (Sastria, Andi, 2019).
Berdasarkan Survai Demografi kesehatan Indonesia (SDKI)
Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun 2017, menunjukkan bahwa persenatase
umur pertama kali berhubungan seksual pada pria dan wanita meningkat
sebesar 15% dari 59% pada 2012 menjadi 74% pada tahun 2017 yang banyak
terjadi pada umur 15-19 tahun. Persentase penggunaan kondom saat
berhubungan seksual remaja usia 15-24 tahun mengalami peningkatan yang
cukup tinggi khususnya pada wanita sebesar 31% dari 18% pada tahun 2012
menjadi 49% pada 2017, sedangkan pada pria tidak banyak berubah.
Kehamilan tidak diinginkan yang dilaporkan oleh wanita kelompok umur 15-
19 tahun mengalami peningkatan sebesar 7,4% dari 9% pada 2012 menjadi
16,4% pada 2017 (Kesehatan, 2017).
Hasil penelitian di Kalimantan Timur menunjukkan terjadinya
perilaku seks pranikah pada remaja sangat tinggi, kasus perilaku seks
pranikah pada remaja di Samarinda sebesar 15.115 kasus yang
mengakibatkan 90 orang terinfeksi HIV/AIDS, sedangkan penderita
HIV/AIDS di Balikpapan 130 orang. Tarakan 86 orang, Kutai Kartanegara 4
Orang, Nunukan 24 orang, Malinau 24 orang, Kutai Timur 6 orang, Bontang
5 orang dan Penajam Pasir Utara 2 orang (Dinkes Kaltim, 2008) dalam (Sri
Hazanah, Dwi Hendriani, 2019).
Penyebab perilaku seksual pranikah pada remaja antara lain: 1) faktor
personal: pengetahuan, sikap terhadap layanan kesehatan, gaya hidup,
pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri dan variable demografi
seperti, usia, agama; 2) karakteristik lingkungan, antara lain akses dan kontak
dengan sumber informasi, social budaya, nilai dan norma sebagai pendukung
social untuk perilaku tertentu, 3) karakteristik keluarga: status orang tua dan
pendidikan orang tua; 4) karakteristik teman sebaya antara lain perilaku
seksual teman sebaya (Tri nurwati, Andi Parellangi, 2019).
Perilaku seksual pranikah pada remaja dapat memberikan beberapa
dampak negatif. Dampak negatif secara psikologis dapat berupa perasaan
marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, merasa bersalah dan berdosa.
Dampak secara sosial antara lain dikucilkan oleh masyarakat, putus sekolah
pada remaja perempuan yang hamil dan perubahan peran menjadi ibu serta
tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Secara
fisiologis dapat menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan sehingga
melakukan tindakan aborsi. Selain itu, dampak negatif dapat pula dilihat dari
segi fisik yaitu berkembangnya penyakit menular seksual (PMS), HIV atau
AIDS (Ayu Khairunnisa, 2013).
Menurut Green dan Kreuter, perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu predisposisi (pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan usia), faktor
penguat (teman sebaya dan peran teman sebaya), dan faktor pemungkin
(sarana prasarana, keterjangkauan fasilitas dan media massa) (Wijayanti &
H.R, 2017).
Sikap remaja terhadap perilaku seksual adalah respon tertutup yang
tidak dapat dilihat langsung, sehingga remaja yang mempunyai sikap positif
terhadap perilaku seks maka berpotensi untuk berperilaku positif cukup besar
pula. Remaja yang berperilaku menyimpang dipengaruhi oleh sikap dan peran
teman sebaya terkait seksual, yang berarti niat remaja untuk melakukan
perilaku seksual yang menyimpang atau beresiko disesuaikan dengan sikap
dan perubahan remaja tersebut (Mariani & Murtadho, 2018).
Teman sebaya merupakan lingkungan pergaul seorang remaja. Melalui
interaksi dengan teman sebaya, individu akan berkenalan dan mulai pergaul
dengan teman-temannya untuk kemudian membentuk kelompok-kelompok
jika perilaku temannya tersebut telah dirasa cocok. Teman sebaya adalah
kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang
sama, seperti teman sekolah atau teman sekerja. Pergaulan teman sebaya
dapat mempengaruhi perilaku baik positif maupun negatif. Pengaruh positif
yang dimaksud adalah ketika individu bersama teman-teman sebayanya
melakukan aktifitas yang bermanfaat seperti membentuk kelompok belajar
dan patuh pada lorma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pengaruh
negative dapat berupa pelanggaran terhadap norma-norma sosial termasuk
perilaku seksual pranikah (Darmayanti. Y, 2011).
Sikap dan peran teman sebaya yang baik akan mempengaruhi perilaku
seksual yang tidak menyimpang dan dukungan sosial teman sebaya
mempunyai peranan yang cukup penting dalam perilaku pencegahan seks
pranikah bagi remaja. Bentuk dukungan yang diberikan teman sebaya
sebagian besar yaitu saling memberikan nasihat, sharing tentang masa depan
dan mengajak ke arah pergaulan yang lebih baik. Sedangkan teman sebaya
yang lain menyatakan bentuk dukungannya dengan saling mengingatkan
dalam berperilaku dan memilih teman. Adanya peranan teman sebaya dalam
dukungan sosial kepada remaja, tentunya akan mempengaruhi pemikiran dan
perilaku remaja dalam perilaku pencegahan seks pranikah (Rahmawati &
Devy, 2018).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rusmiati dan
Hastono (2015) yang menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya memiliki
kontribusi yang besar dalam membentuk perilaku seksual remaja. Penelitian
lainnya oleh Setitit (2017) terkait hubungan antara interaksi teman sebaya
dengan perilaku seksual didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
interaksi teman sebaya yaitu semakin positif arah hubungan interaksi teman
sebaya maka semakin tinggi pula tingkat perilaku seksual pranikah (Sri
Wulandari & Kusuma, 2019).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penliti pada
16 april 2020 dengan melakukan wawancara terhadap guru bimbingan
konseling dan 10 remaja di SMK 14 Samarinda, yang di dapat hasil
wawancara dari guru bimbingan konseling mengatakan bahwa kasus
terbanyak berkaitan tentang perilaku seksual yang mengarah ke pacaran
terdapat di jurusan garmen, akutansi dan perkantoran guru bimbingan
konseling juga mngatakan bahwa terkadang terdapat anak murid yang masih
suka berpacaran dilingkungan sekolah adapun terdapat 1 murid yang
bermasalah kasus chat seksual. Dan untuk hasil wawancara dari berbagai
kelas secara acak, di dapatkan data 7 remaja mengatakan melakukan pacaran
karena didasarin suka sama suka dan 1 remaja didasarin karena saling
mencintai. dari pengalaman pacaran mereka lebih senang menceritakan ke
teman sebayanya dari pada orangtua alasannya karena takut di marahin
orangtua seusia mereka sudah tau terkait pacaran dari teman sebayanya juga
sering sekali menceritakan pengalaman terkait seksualnya ke 7 murid yang
sama-sama mempunyai pasangan ini. Dari 7 murid juga mengatakan pernah
berpegangan tangan ketika berpacaran dilingkungan sekolah maupun dikelas
dan 1 orang sudah pernah merangkul pacarnya. Siswa mendapatkan
pengetahuan terkait sistem reproduksi manusia saat duduk di bangku sekolah
mengengah pertama. Dari penjabaran permasalah tersebut, penelitian akan
meneliti Hubungan sikap dan Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku seksual
Di SMK 14 samarinda pemilihan sekolah tersebut dilatar belakangi juga
dengan pergaulan kelompok sebaya yang tidak terbatas memilliki
kecenderungan mengarah pada perilaku seksual.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut “Bagaimana Hubungan Sikap dan Peran Teman
Sebaya dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMK 14 Samarinda?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Sikap dan Peran Teman Sebaya dengan Perilaku
Seksual Pada Remaja Di SMK 14 Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasis Sikap seksual pada remaja di SMK 14 Samarinda
b. Mengidentifikasi peran teman sebaya pada remaja di SMK 14
Samarinda
c. Mengidentifikasi perilaku seksual pada remaja di SMK 14 Samarinda
d. Menganalisa Hubungan Sikap dan Peran Teman Sebaya dengan
Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMK 14 Samarinda.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi peneliti selanjutnya
untuk mengembangkan dan menemukan temuan-temuan yang baru.
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi sekolah
tentang sikap dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual agar
kedepan bisa menurunkan angka kejadian perilaku seksual dikalangan
remaja.
b. Bagi Peneliti
Memberikan informasi, pengalaman dan menambah pengetahuan serta
dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah,
sehingga dapat menghasilkan sesuatu informasi baru dan dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
c. Bagi instansi
1) Sebagai penambah referensi yang dapat digunakan untuk
penelitian berikutnya.
2) Sebagai wacana ilmiah dan acuan untuk melaksanakan penelitian
lebih lanjut, khususnya yang menyangkut tentang hubungan sikap
dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual.

E. Penelitian Terkait
1. Penelitian oleh (Sri Wulandari & Kusuma, 2019) meneliti “Peran Teman
Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja Laki-Laki dan Perempuan.
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian analitik
komparatif dengan rancangan cross sectional. Lokasi penelitian ini
dilaksanakan di Denpasar mulai bulan April hingga bulan Juli 2018.
Populasi penelitian ini adalah semua siswa dan siswi kelas X, XI, dan XII
yang masih aktif mengikuti pembelajaran di sekolah, dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan metode non-probability sampling
jenis purposive sampling. Penghitungan dengan menggunakan estimasi
besar sampel yang bertujuan menguji hipotesis beda 2 proporsi kelompok
independen, maka sampel yang akan digunakan untuk tiap kelompok
masing-masing sebanyak 34 orang, sehingga total sampel yang digunakan
adalah 68 orang. Persamaan sama sama meneliti peran teman sebaya dan
perilaku seksual remaja. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah
hubungan sikap dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual remaja.
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Wulandari & Kusuma
adalah peran teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja laki-laki dan
perempuan.
2. Penelitian oleh Mariani & Murtadho (2018) meneliti “Peran Orangtua,
Pengaruh Teman Sebaya, dan Sikap Berhubungan Dengan Perilaku
Seksual Pranikah Pada Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Jamblang Kabupaten
Cirebon”. Metode penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara peran orang tua,
pengaruh teman sebaya, dan sikap dengan perilaku seksual pra nikah.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh siswa-siswi SMA
Negeri 1 Jamblang kelas X, XI, dan XII yang berjumlah 1.135 siswa.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling, yaitu kelas X dan XI berjumlah 812 siswa..Adapun
besaran sampel sampelnya yaitu sebanyak 268 siswa, dengan cara
pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling.
Persamaan sama sama meneliti sikap, peran teman sebaya dengan
perilaku seksual. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh calon
peneliti adalah hubungan sikap dan peran teman sebaya dengan perilaku
seksual remaja. Sedangkan yang telah dilakukan oleh Mariani &
Murtadho Peran Orangtua, Pengaruh Teman Sebaya, dan Sikap
Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa-Siswi SMA
Negeri 1 Jamblang Kabupaten Cirebon.
3. Penelitian oleh Sri Hazanah, Dwi Hendriani (2019) meneliti “Hubungan
Peran Orangtua Terhadap Sikap Remaja Dalam Pencegahan Seks
Pranikah”. Metode penelitian ini bersifat Kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian survey analitik dan pendekatan cross
sectional yaitu: dimana variabel bebas dan variabel terikat diambil pada
satu waktu /tidak melihat hubungan antara variabel berdasarkan
perjalanan waktu (Nursalam, 2008). Populasi penelitian adalah semua
pelajar SMK Kesehatan Balikpapan usia 14-18 tahun. Tekhnik
pengambilan sampel acak bertingkat (Random Sampling) berjumlah 119
responden. Persamaan penelitian sama sama meneliti Sikap seksual pada
remaja. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh calon peneliti
adalah hubungan sikap dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual.
Sedangkan yang dilakukan oleh Sri Hazanah, Dwi Hendriani Hubungan
Peran Orangtua Terhadap Sikap Remaja Dalam Pencegahan Seks
Pranikah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Konsep Sikap
a. Definisi Sikap
Menurut (Notoatmodjo, 2010a), sikap merupakan respons tertutup
dari seseeorang stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan
faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang yang merupakan
kombinasi antara kognitif afektif terhadap suatu objek atau stimulus
(Azwar, 2002).
Sikap dinyatakan timbul secara sadar oleh proses evaluasi diri
individu terhadap stimulus dalam bentuk baik, buruk, positif, negatif
menyenangkan tidak menyenangkan dan kemudian mengkristalkan
sebagai potensi bereaksi terhadap obyek sikap. Sikap timbul dari
interaksi yang dialami oleh individu yang satu dengan individu yang
lain sehingga terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi
pola perilaku individu dengan lingkungan fisik maupun psikologis
disekelilingnya (Azwar, 2002).

b. Tingkatan Sikap
(Notoatmodjo, 2007) membagi sikap dalam berbagai tingkat
sebagai berikut :
1) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Diartikan mengajak orang lain untuk mengajarkan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.
4) Bertanggung Jawab (responsible)
Diartikan sebagai sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap


1) Pengalaman pribadi
Diartikan apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus
sosial.
2) Pengaruh budaya
Diartikan sebagai kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap, individu terhadap sesuatu.
3) Pengaruh media massa
Diartikan adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
4) Pengaruh pendidikan dan agama
Diartikan sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar
pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
5) Pengaruh emosional
Diartikan sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan dalam bentuk
mekanisme pertahanan ego.

2. Peran Teman Sebaya


a. Definisi Teman Sebaya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) teman sebaya dapat
diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama bekerja atau
berbuat. Santrock (2007) mengatakan teman sebaya adalah anak-anak
yang tingkat kematangan dan usia yang kurang lebih sama. Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya
adalah suatu hubungan pada anak-anak atau remaja. Pertemanan juga
dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain
untuk mendapatkan yang terbaik untuk satu sama lain, simpati, empati,
sikap jujur dan saling pengertian. Hubungan pertemanan juga menjadi
tempat saling berbagi suka maupun duka, saling memberi dengan suka
rela, saling percaya, saling menghormati dan menghargai (Santrock,
2007). Kuatnya pengaruh dari teman sebaya dapat berpengaruh pada
ikatan remaja dengan orangtua, sekolah, dan norma-norma, selain itu
banyaknya waktu yang dihabiskan bersama teman sebaya dari pada
bersama orangtuanya menjadi salah satu alasan pentingnya peran teman
sebaya bagi individu.
1) Macam-macam kelompok teman sebaya menurut (Hurlock, 1999),
yaitu:
a) Teman dekat, remaja mempunyai dua atau tiga orang teman
dekat.
b) Teman kecil, kelompok ini terdiri dari kelompok teman dekat.
c) Kelompok besar, terdiri dari beberapa kelompok kecil dan
teman dekat.
2) Peran Teman Sebaya
Menurut Suntrock dalam (Kurniawan, 2018) peran terpenting dari
teman sebaya adalah:

a) Sebagai sumber informasi dan kognitif tentang dunia diluar


keluarga dan menjadi tempat pemecahan masalah dan
mendapatkan pengetahuan. Perubahan perilaku sangat
dipengaruhi oleh informasi atau pengetahuan yang didapatkan.
Berkaitan dengan perkembangan kognitif, biasanya remaja
memperlihatkan tingkat laku sebagai berikut:
(1) Kritis remaja akan mempertanyakan kembali aturan-aturan
yang diterimanya secara rasional dan jelas.
(2) Rasa ingin tahu yang kuat
Seiring berkembangannya intelektual pada remaja
membuatnya gelisah akan sesuatu yang harus diketahui atau
dipecahkan.

(3) Jalan pikiran egosentris


Cara berpikir kritis dan menetang pada remaja akan membuat
remaja sulit menerima pemekiran yang berbeda dengan
pikirannya.
(4) Imagery Audience
Remaja selalu ingin diperhatikan dan menjadi pusat perhatian
sehingga dipengaruhi penampilan fisik dan dapat
mempengaruhi konsep dirinya.
(5) Personal Fables
Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan
orang lain.

b) Sumber emosional dalam mengungkapkan ekspresi dan


indentitas diri.
Perilaku sesorang dapat berubah akibar dari kondisi emosi.
Emosi merupakan reaksi dari suatu perubahan-perubahan yang
mendalam dan hasil pengalaman dari rnagsangan eksternal dan
kondisi fiologis. Dengan emosi, seseornag akan terangsang
terhadap objek-objek atau perubahan yang disadari sehingga
memungkinkan dia meubah sifat dan perilakunya (Lubis, 2011).
3) Peranan Positif dan Negatif dalam Teman Sebaya :
a) Peranan Positif Teman Sebaya :
(1) Memberi rasa aman dan rasa dianggap penting dalam
kelompok sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
(2) Menjadi tempat menyerahkan rasa kecewa, takut, khawatir,
gembira, dan sebagainya yang tidak didapatkan dirumah.
(3) Intraksi dalam kelompok membuat remaja dapat
mengembangkan berbagai macam keterampilan untuk masa
depannya.
(4) Kelompok persahabatan terdapat pola perilaku dan aturan
tertentu yang mendorong remaja untuk bersikap dewasa.
b) Peran Negatif Teman Sebaya
(1) Pembentukan sosial yang terjadi karena adanya kesamaa
pribadi dengan teman sebaya yang dapat berdampak pada
perkembangan remaja.
(2) Adanya penyimpangan tata nilai dan norma yang dianut oleh
perkumpulan teman sebaya.
Dalam kelompok teman sebaya akan terbentuk sebuah
kelompok yang biasa dikenal dengan geng. Tidak jarang jarang
terjadi perselisihan antara geng satu dengan geng lainnya yang
bisa berujung pada perkelahian atau tawuran. Jadi tidak heran
jika geng diartikan sebagai kelompok persahabatan yang negatif.
Tetapi tidak menutupi kemungkinan juga bahwa geng juga dapat
mengembangkan sikap yang positif, misalnya mengembangkan
keterampilan berorganisasi atau kepemimpinan, menumbuhkan
rasa kesetiakawanan, rasa solidaritas, dan sebagai penyemangat
(Kurniawan, 2018).

3. Perilaku Seksual Remaja


a. Definisi Perilaku Seksual

Remaja pada kedudukannya dalam siklus hidup manusia


sebagai titik awal dalam mempersiapkan proses reproduksi yang
sehat dan disyaratkan mempunyai sistem reproduksi yang berjalan
baik dan berfungsi dengan sehat yang juga berkaitan dengan aspek
fisik, mental, dan sosialnya (Azwar, 2001). Masa remaja adalah masa
transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa, dimana terjadi
perubahan fisik (organobiologik), mental, dan psikososial yang
cepat. Perubahan fisik pada masa remaja yang diikuti dengan
berkembangnya fungsi fisiologis sistem organ reproduksi dengan
menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai mencapai
kematangan seksual akan berdampak pada perilaku seksual pranikah
pada remaja yang menjadikan trend di kalangan anak remaja
sekarang ini sehingga dapat menjurus kepada perilaku seks bebas
(Wagino, 2007).

Perilaku seksual remaja adalah suatu perkembangan pada


remaja yang dipengaruhi oleh kemasakan hormon dan ditandai dalam
kegiatannya berkelompok dengan teman sebaya yang berlainan jenis
(Jatman, 2001). Perilaku remaja dipengaruhi oleh faktor internal
remaja (pengetahuan, sikap, kepribadian) maupun faktor eksternal
remaja yaitu lingkungan tempat ia berada (Moeliono, 2004).

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa


remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya,
sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting
yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Kurangnya pemahaman ini
akan mengakibatkan berbagai dampak yang amat merugikan
kelompok remaja dan keluarganya (Nugraha, 2004). Di Indonesia
kejadian seks pranikah berdasarkan survey yang dilakukan oleh
Lembaga Demografi FEUI di 33 provinsi tahun 2008 hasilnya 63%
remaja di Indonesia usia SMP dan SMA sudah melakukan hubungan
seksual sebelum menikah (Darwisyah, 2009).

b. Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja


Perkembangan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan
kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun
pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual
remaja secara keseluruhan (Prof.dr.Soetjiningsih, 2004). Perkembangan
seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase World Health
Organitation (WHO) adalah kelompok umur 10-19 tahun mulai dari
remaja awal, remaja menengah sampai pada remaja akhir WHO,
(2011).
1) Remaja Awal ( 10-14 Tahun )
Tahap/awal permulaan, remaja sudah mulai tampak ada
perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang.
Pada masa ini remaja sudah mulai mencoba melakukan onani
karena telah seringkali terangsang secara seksual akibat
pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh
faktor internal yaitu meningkatkaanya kadar testoteron pada laki-
laki dan estrogen pada remaja perempuan. Sebagian dari mereka
amat menikmati apa yang mereka rasakan, tetapi ternyata
sebagian dari mereka justru selama atau sesudah merasakan
kenikmatan tersebut kemudian merasa kecewa dan berdosa.
Perasaan berdosa ini diakibatkan pemahaman agama yang
mereka pahami dari para tokoh agamanya yaitu mereka akan
berdosa bila melakukan onani. Hampir sebagian besar dari laki-
laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan
onani sebab pada masa ini mereka seringkali mengalami fantasi.
Selain itu tidak jarang dari mereka yang memilih untuk
melakukan aktifitas non fisik untuk melakukan fantasi atau
menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya, yaitu
dengan bentuk hubungan telepon, surat-menyurat atau
mempergunakan sarana komputer WHO, (2011).
2) Remaja menengah ( 15-17 Tahun )

Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami


pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah
mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah
mengalami haid. Pada masa ini gairah seksual remaja sudah
mencapai puncal sehingga mereka mempunyai kecenderungan
mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik.
Namun demikian perilaku seksual mereka masih secara alamiah.
Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untukbercumbu
bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan untuk
melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka
mempunyai sikap yang tidak mau bertanggung jawab terhadap
perilaku seksual yang mereka lakukan WHO, (2011).

3) Remaja akhir ( 18-20 Tahun )


Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan
fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah
mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah
mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran WHO, (2011).

c. Pola Perilaku Seksual Remaja


Pengetahuan remaja tentang seksual masihlah sangat kurang.
Factor ini di tambah dengan informasi keliru yang diperoleh dari
sumber yang salah, seperti mitos seputar seksual, VCD porno, situs
porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan
persepsi anak tentang seksual menjadi salah. Identitas diri dan
perasaan ketidaktergantungan pada orang tua sudah mulai menonjol
pada remaja dan mereka lebih suka mengadakan pergaulan dengan
kelompok sebayanya dan ikatan di dalam kelompok sebaya amat
kuat. Aspek seksual pada remaja mempunyai kekhususan antara lain
pengalaman berfantasi dan mimpi basah. Remaja laki-laki sekitar
93% dan 89% remaja perempuan melakukan fantasi pada saat
masturbasi. Fantasi ini tidak hanya dialami oleh para remaja, tetapi
ternyata masih sering dialami sampai pada saat dewasa. Remaja
menginginkan kebebasan yang lebih banyak dan kadang-kadang
ingin lebih leluasa melakukan aktifitas seksual, walaupun tidak
jarang menimbulkan konflik dalam dirinya sehingga sebagian
merasa berdosa dan cemas (Prof.dr.Soetjiningsih, 2004).
Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh betbagai faktor
antara lain perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan
sosiokultural. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas
seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu.
Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu
sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks
anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Prof.dr.Soetjiningsih,
2004).
1) Masturbasi
Masturbasi merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan
oleh para remaja dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh
SIECUS (Sex Information and Education Council of the United
States) menunjukkan bahwa remaja laki-laki pada umur 16 tahun
yang melakukan masturbasi ada 88% dan remaja perempuan
62%. Frekuensinya makin meningkat sampai pada masa sesudah
pubertas. Mereka mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan
jenis yang sebaya. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri dan
juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis
kelamin, tetapi sebagian dari mereka juga melakukan masturbasi
secara mutual dengan pacarnya (Prof.dr.Soetjiningsih, 2004).
2) Percumbuan, seks oral dan seks anal
Pola perilaku seksual ini tidak saja dilakukan oleh pasangan
suami istri, tetapi juga telah dilakukan oleh sebagian dari remaja.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1995 terhadap remaja yang
berumur antara 15-19 tahun di Amerika Serikat menunjukkan
hasil sebagai berikut :
- 55 % remaja telah melakukan hubungan seksual.
- 53 % remaja telah mengalami masturbasi yang dilakukan
oleh perempuan baik remaja maupun perempuan dewasa.
- 49 % remaja mengalami seks oral
- 39 % remaja melakukan seks oral
- 11 % sering mengalami seks anal

Penelitian lain melaporkan bahwa remaja melakukan aktifitas


seksual tersebut 75 % di rumah orang tuanya. Hubungan seksual
di kalangan remaja makin lama makin meningkat sesuai dengan
peningkatan umur yaitu 16 % pada berumur antara 7 tahun-8
tahun dan 60 % pada umur 11 tahun-12 tahun
(Prof.dr.Soetjiningsih, 2004).

3) Hubungan Seksual
Pada masa remaja ternyata tidak sedikit para remaja yang
melakukan hubungan seksual. Di Amerika Serikat hubungan
seksual yang dilakukan oleh para remaja ternyata mengalami
penignkatan sekitar 1 % pertahunnya. Empat puluh persen dari
remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, 50 %
di antaranya melakukan abortus dan sisanya melahirkan bayinya.
Dampak lain yang perlu diwaspadai ialah bahaya penularan
penyakit kelamin terutama HIV/AIDS yang sudah menyebar
kemana-mana (Prof.dr.Soetjiningsih, 2004).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja


Menurut Elizabeth B.Hurlock, beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pada remaja sebagai berikut
(Kumalasari & Andhyantoro, 2012).
1) Faktor perkembangan yang terjadi dalam diri mereka, yaitu berasal
dari keluarga di mana anak mulai tumbuh dan berkembang.
2) Faktor luar, yaitu mencangkup kondisi sekolah/pendidikan formal
yang cukup berperan terhadap perkembangan remaja dalam
mencapai kedewasannya.
3) Faktor masyarakat yaitu adat kebiasaan, pergaulan dan
perkembangan disegala bidang khususnya teknologi yang dicapai
manusia.
Dalam buku bunga rampai obstetric dan ginekologi sosial, faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja berupa hal-hal
berikut.
a) Dorongan seksual
b) Keadaan kesehatan tubuh
c) Psikis
d) Pengetahuan seksual
e) Pengalaman seksual sebelumnya.
Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang ke arah
perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab serta dapat
membantu membuat keputusan pribadi yang penting terkait
seksualitas. Sebaiknya, pengetahuan seksual yang salah dapat
mengakibatkan kesalahan persepsi tentang seksualitas sehingga
selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah dengan
segala akibatnya. informasi yang salah menyebabkan pengertian dan
persepsi Masyarakat, khususnya remaja, tentang seks menjadi salah
pula. hal ini diperburuk dengan adanya berbagai mitos mengenai
seks yang berkembang di masyarakat. Akhirnya, semua ini
diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual yang buruk pula,
dengan segala akibat yang tidak diharapkan.

e. Cara Mengatasi Perilaku Seksual Remaja


Beberapa ahli berpendapat bahwa penyimpangan perilaku seksual
remaja ini dapat diatasi beberapa cara untuk mengatasi perilaku seksual
remaja adalah sebagai berikut (Kumalasari & Andhyantoro, 2012).
1) Mengikis kemisikinan, sebab kemiskinan membuat banyak orangtua
melacurkan anaknya sendiri.
2) Menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi, karena
ketidaktersediaan informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan
reproduksi memaksa remaja untuk melakukan eksplorasi sendiri,
baik melalui media informasi maupun dari teman sebaya.
3) Memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang diiringin dengan
sarana konseling.
4) Meningkatkan parisipasi remaja dengan mengembangkan pendidikan
sebaya.
5) Meninjau ulang segala peraturan yang membuka peluang terjadinya
reduksi atas pernikahan dini.
6) Meminimalkan informasi tentang kebebasan seks. Dalam hal ini
media massa dan hiburan sangat berperan penting.
7) Menciptakan lingkungan keluaraga yang kukuh, konduksif, dam
informasi. Pandangan bahwa seks adalah hal tabu yang telah sekian
lama tertanam justru membuat remaja enggan bertanya tentang
kesehatan reproduksinya dengan orangtuanya sendiri.
f. Peranan Pihak Sekolah Dalam Pengendalian Perilaku Seksual
Remaja
Mencegah perilaku seksual remaja yang tidak terkendali dan
berisiko menimbulkan masalah kesehatan reproduksi pada remaja perlu
adanya suatu cara penyampaian informasi tentang bahaya-bahaya dari
sebuah dampak pergaulan bebas. Untuk mendapatkan informasi
tersebut peran sekolah dan keluarga sangatlah penting dibutuhkan untuk
pemberian informasi. Dari sekolah misal bisa melalui peran Bimbingan
Konseling (BK) atau melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Sayangnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Sabon menunjukkan
bahwa variabel sekolah sebagai sumber informasi tidak berhubungan
secara signifikan dengan perilaku seksual (sabun, 2003).
Sekolah berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola
pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarang
pembelajaran, dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam
keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family
educator) Membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik
(nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar
(learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja
administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga (Taruna, 2009).
1) Pendidik
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran
yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan
(supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor)
serta tugas-tugas yang berkaitan denganmendisiplinkan anak agar
anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma
hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan
dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti
penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang
dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan,
pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan
dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat
personal dan spiritual (Taruna, 2009).
2) Model
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak.Setiap anak
mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model
baginya.Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang
tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-
norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara (Taruna,
2009).
3) Pengajar dan Pembimbing
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam
pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti
persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang
berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan
di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-
hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai
dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup
dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan
kemampuannya lebih lanjut (Taruna, 2009).
4) Pelajar
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk
selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya
pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan
jaman.Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya
terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan
tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas
kemanusiaan (Taruna, 2009).
5) Komunikator
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat.
Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam
pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat
mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang
dikuasainya (Taruna, 2009).

6) Administrasi
Guru sebagai administrator, Seorang guru tidak hanya sebagai
pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada
bidang pendidikan dan pengajaran.Oleh karena itu seorang guru
dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan
dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan
secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat
rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya
merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan
tugasnya dengan baik (Taruna, 2009).
7) Lembaga Pendidikan
Peran guru sebagai dalam lembaga pendidikan. Seorang guru
diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan
dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara
langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan
insidental.

Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam


pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal adalah
dapat berperan sebagai :

a) Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan


sumber norma kedewasaan.
b) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan.
c) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada
peserta didik.
d) Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut
melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam
proses interaksi dengan sasaran didik.
e) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang
dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada
pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara
moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang
menciptakannya).

Abin Syamsuddin (2003) mengutip pemikiran Gage dan Berliner,


mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta
didik, yang mencakup :

a) Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan


apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar
(pre-teaching problems).
b) Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat
menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan,
dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber
(resourceperson), konsultan kepemimpinan yang bijaksana
dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama
proses berlangsung (during teaching problems).

Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan,


menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses
pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik
mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi
produknya.

Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia,


Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai
pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk
mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami
kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau
masih dalam batas kewenangannya, harus membantu
pemecahannya (remedial teaching) (Taruna, 2009).

Moh.Surya (2002) mengemukakan tentang peranan guru di


sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan
sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai
hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan
pembimbing peserta didik. Keluarga, guru berperan sebagai
pendidik dalam keluarga (family educator). Masyarakat, guru
berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu
masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent)
(Taruna, 2009). Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan
guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan
administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari
sudut pandang psikologis (Taruna, 2009).

Hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi


pendidikan, guru berperan sebagai :

a) Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan.


b) Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan
sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat
dalam pendidikan.
c) Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai
bahan yang harus diajarkannya.
d) Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para
peserta didik melaksanakan disiplin.
e) Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru
bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung
dengan baik.
f) Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung
jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik
sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris
masa depan; dan
g) Penerjemah kepada masyarakat, yaitu guru.

g. Peranan Perawat dalam Pengendalian Perilaku Seksual Remaja


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil (Kusnanto, 2009). (Asmadi,
2008) peran perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas
perawat dalam praktik, yangtelah menyelesaikan pendidikan
formalnya, diakui dan diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
profesional sesuai dengan kode etik profesinya. Peran yang dimiliki
oleh seorang perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran
sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai peneliti
(Asmadi, 2008). Melaksanakan asuhan keperawatan, perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat diantaranya pemberi
perawatan, sebagai advokat keluarga, pencegahan penyakit,
pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan etik dan
peneliti (Hidayat, 2012a).
Melaksanakan keperawatan, menurut (Hidayat, 2012) perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
1) Pemberian perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan,
sebagai perawat, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan
dengan memenuhi kebutuhan asah, asih dan asuh. Pemberian
asuhan keperawatan meliputi tindakan yang membantu klien secara
fisik maupun psikologis sambil tetap memelihara martabat klien.
Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa asuhan total,
asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian
dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai
kemungkinan tingkat kesehatan dan kesejahteraan tertinggi
(Berman, 2010).
Perencanaan keperawatan yang efektif pada pasienyang dirawat
haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasiendan
keluarga (Berman, 2010).
2) Sebagai advocate keluarga
Melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu
sebagai advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa
hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien. Peran ini,
perawat dapat mewakili kebutuhan dan harapan klien kepada
profesional kesehatan lain, seperti menyampaikan keinginan klien
mengenai informasi tentang penyakitnya yang diketahu oleh dokter.
Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan
membantu induvidu menyampaikan keinginan (Berman, 2010).
3) Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan
keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan
harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap
timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah
yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu
keamanan, karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe
cedera tertentu, penyuluhan preventif dapat membantu pencegahan
banyak cedera, sehingga secara bermakna menurunkan tingkat
kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada induvidu
(Wong, 2009).
4) Pendidik
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus
mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara
mengubah perilaku pada induvidu atau keluarga harus selalu
dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi
mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang
tidak sehat. Peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan
tujuan penyuluhan pasien dan keluaraga adalah untuk
meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka
tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit, dan
memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di
rumah saat pulang (Kyle & Carman, 2015).
5) Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya
dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah
yang dialami oleh pasien maupun keluarga, berbagai masalah
tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan
pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun
pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan
emosi, intelektual dan psikologis. Hal ini perawat memberikan
konsultasi terutama kepada individu sehat dengan kesulitan
penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat individu
tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru
dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif,
mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan rasa
pengendalian diri (Berman, 2010).
6) Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim
kesehatan lain. Pelayanan keperawatan pasien tidak dilaksanakan
secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain
mengingat pasien merupakan individu yang kompleks yang
membutuhkan perhatian dalam perkembangan (Hidayat, 2012)
7) Pengambilan keputusan etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang
sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien
kurang lebih 24 jam selalu disamping pasien, maka peran perawatan
sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat,
seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan (Wong,
2009).

B. Teori Keperawatan
Lawrencen Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh
dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar
lingkungan (nonbehavior causes). Untuk mewujudkan suatu perilaku
kesehatan, diperlukan pengelolaan manajemen program melalui tahap
pengkajian, perencanaan, intervensi sampai dengan penilaian dan evaluasi.
Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model
pengkajian dan penindaklanjutan (precede-Proceed model) yang
diadaptasi dari konsep Lawrence Green. Model ini mengkaji masalah
perilaku manusia dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta cara
menindaklanjutnya dengan berusaha mengubah, memelihara, atau
meningkatkan perilaku tersebut ke arah yang lebih positif. Proses
pengkajian atau pada tahap precede dan proses penindaklanjutan pada
tahap proceed. Dengan demikian suatu program untuk memperbaiki
perilaku kesehatan adalah penerapan keempat proses pada umumnya ke
dalam model pengkajian dan penindaklanjutan.
Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang
pembanguan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat sejahtera.
Semakin sejahtera maka kualitas hidup semakin tinggi. Kualitas hidup ini
salah satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan. Semakin tinggi derajat
kesehatan seseorang maka kualitas hidup juga semakin tinggi.
1. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang
kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan
masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Perngaruh yang paling besar
terhadap derajat kesehatan seseorang adalah faktor perilaku dan faktor
lingkungan.
2. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis, dan sosial budaya yang
langsung/tidak memengaruhi derajat kesehatan.

Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul
karena adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap
lingkungannya. Faktor perilaku akan terjadi apabila ada rangsangan,
sedangkan gaya hidup merupakan pola kebiasaan seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan karena jenis pekerjaannya mengikuti
tren yang berlaku dalam kelompok sebayanya, ataupun hanya untuk
meniru dari tokoh idolanya.

Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan


reaksi atau perilaku tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan
atau terbentuk dari tiga faktor. Menurut Teori Lawrence Green, ada tiga
faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan seseorang. berdasarkan
pendekatan Teori Lawrence green dipengaruhi oleh 3 faktor, antara lain :
faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu : sikap, keyakinan,
pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma. Sementara faktor pendukung
(enabling factors). yaitu : adanya sarana kesehatan,terjangkaunya sarana
kesehatan, peraturan kesehatan, dan keterampilan terkait kesehatan, Faktor
pendorong (reinforcing factors) yaitu : keluarga, guru, sebaya, petugas
kesehatan, tokoh masyarakat, dan pengambil keputusan, Ketiga faktor
penyebab tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan faktor
kebijakan, peraturan serta organisasi. Semua faktor-faktor tersebut
merupakan ruang lingkup promosi kesehatan.

Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, bilogis, maupun


sosial budaya yang langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi
derajat kesehaatn. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku
para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku (Lawrence Green, 1980).
Skemaa 2.1 Kerangka Teori Model Lawarance Green (Nursalam, 2016)

Phase 5 P 4
Phase Phase 3 Phase 2 Phase 1
Administrarive and Educational and Behavioral and Epidemological Social diagnosis
policy diagnosis organizational environmental diagnosis
diagnosis diagnosis

HEALTH Predisposing
PROMOTION factors

Behavior
Health Reinforcing and
Education factors
livestyle Quality
Health of life
C. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini dibuat berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah, serta diolah dari beberapa konsep dan teori Sugiono,
(2005), Kerangka teori adalah merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah penting. Kerangka teori menjelaskan secara
teoritis pertautan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Pengetahuan
remaja terhadap reproduksi sehat sangat tergantung pada informasi yang
diterima baik dari penyuluhan maupun dari media massa serta kemampuan
untuk menyerap dan menginterpretasikan informasi tersebut. Pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk mencegah dan melindungi
remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya yang
dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi WHO, (2014).

Faktor
predisposisi
 Sikap

Faktor pendorong
Perilaku
 Teman sebaya
Seksual
Peran Teman Kualitas
Sebaya Hidup

Faktor pendukung
 Sekolah Lingkungan

Skema 2.2 Memodifikasi Kerangka Teori dari Lawrance Green (Nursalam, 2016).
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara kaitan konsep satu dengan
konsep yang lain masalah yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini
kerangka konsep yang digunakan pada skema sebagai berikut :

Skema 2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Sikap
Perilaku Seksual
Peran Teman Sebaya

Keterangan :

: Variabel Independen dan Variabel Dependen

: Hubungan

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam suatu penelitian adalah jawaban sementara
penelitian yang kebenarannya akan dibuktikan melalui penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Jawaban ini dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru berdasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta
atau data Riyanto, (2011).
Berdasarkan kerangka konseptual penelitian, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
1. Ha1 : Terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku seksual remaja
2. Ha2 : terdapat hubungan antara peran teman sebaya dengan perilaku
seksual remaja

3. Ho1 : tidak terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku seksual


remaja.

4. Ho2 : tidak terdapat hubungan antara peran teman sebaya dengan


perilaku seksual remaja.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah rancangan yang digunakan dalam melakukan
prosedur penelitian. Jenis penelitian ini adalah korelasional yaitu penilaian antara
dua atau lebih fenomena, untuk mengetahui hubungan sikap dan peran teman
sebaya dengan perilaku seksual. Sedangkan rancangan yang digunakan adalah
cross sectional, yaitu untuk peneliti mempelajari dinamika korelasi antara sikap
dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data pada satu waktu (Notoatmodjo, 2010a).
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan di duga
(Sumantri,2013). Berdasarkan (Notoatmodjo, 2012) mengatakan populasi
adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut. Adapun
populasi dalam penelitian ini berjumlah 191 siswa kelas XI yang memiliki 6
kelas di SMK Negeri 14 Samarinda.
2. Sampel penelitian
Sampel merupakan suatu unit yang lebih kecil lagi dimana sekelompok
individu yang merupakan bagian dari populasi terjangkau dan dimana peneliti
langsung mengumpulkan data atau melakukan pengamatan/pengukuran pada
unit ini Dharma, (2011).
Berdasarkan hasil perhitungan, besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian
ini sebanyak 191 orang untuk menjadi responden besar sampel (sampling
size) digunakan menggunakan rumus sampel Slovin, dengan tingkat
kesalahan pengambilan sampel sebesar 10 %.
Pemilihan sampel, terdapat dua kriteria yaitu :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah syarat-syarat seseorang bisa masuk dalam penelitian
Dhalan, (2016). Kriteria inklusi bagi responden dalam penelitian ini adalah :
1) Siswa dan Siswi yang ada pada saat penelitian terutama kelas XI.
2) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah syarat-syarat seseorang tidak dapat diikutsertakan
dalam penelitian Dhalan, (2016). Kriteria eklusi bagi responden dalam
penelitian ini adalah :
1) Remaja yang tidak hadir pada saat penelitian.
2) Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
C. Teknik Sampling
Tekhnik pengambilan data atau tekhnik sampling merupakan sampel atau subjek
penelitian yang mewakili keseluruhan populasi (Notoatmodjo, 2012) Tekhnik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling
dimana pengambilan sampel yang memberikan kesempatan/peluang yang sama
kepada setiap individu dalam populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian
Dharma, (2011). Teknik penelitian ini dengan menggunakan stratified random
sampling adalah peneliti mempertimbangkan stratifikasi atau strata yang terdapat
dalam populasi sehingga setiap strata terwakili dalam penelitian sampel Dharma,
(2011). Pengambilan sampel dilakukan pada kelas XI, yang terdiri dari kelas XI-
TB, XI-AK, XI-PM, XI-AP,XI-TKJ, dan XI-MM.

(Tabel 3.1 Perhitungan Sampel )

No KELAS Jumlah Murid Perhitungan Proporsi


1. XI-TB 27 27 9
×66
191
2. XI-AK 35 35 12
×66
191
3. XI-PM 34 34 12
×66
191
4. XI-AP 37 37 13
×66
191
5. XI-TKJ 30 30 10
×66
191
6. XI-MM 28 28 10
×66
191

TOTAL : 66

D. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehinga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyona, 2015). Berikut adalah
variabel-variabel dalam penelitian ini :
1. Variabel Independent (variabel bebas)
Variable Independent atau variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen (variabel terikat). Variabel independen didalam penelitian ini
adalah “sikap dan peran teman sebaya”
2. Variabel Dependent (variabel terikat)
Variabel Dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas. Variabel dalam penelitian ini
adalah “perilaku seksual”
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Alat ukur
yang dalam penelitian ini menggunkan kuesioner skala likert (Hidayat, 2007).

No. Variabel Definisi Hasil ukur Alat Ukur Skala


Operasional
1. Independen Sikap remaja Dikelompokkan : Menggunakan Ordinal
adalah a. a. Sikap positif lembar
sikap remaja kemampuan ( 31-60) kuesioner
terhadap remaja untuk
b. b. sikap negatif : dengan
perilaku menyetujui atau (0-30) menggunakan
sesual tidak menyetujui (Azwar, 2012) skala likert
terhadap sangat tidak
aktivitas seksual setuju = 1
dengan lawan Tidak setuju = 2
jenis tanpa ada Setuju = 3
ikatan Sangat setuju =
perkawinan yang 4
sah.

Peran teman Dorongan dari a. Rendah : <20 Kuesioner skala Ordinal


sebaya teman untuk ikut b. Sedang : 20- likert
terlibat dalam 30 Sangat tidak
perilaku seksual c. Tinggi : >30 setuju = 1
(Badaki dan Tidak setuju = 2
Adeola, 2017) Setuju = 3
Sangat setuju =
4

1.
2. Dependen Respon atau Positif apabila a. Kuesioner Ordinal
tanggapan responden setuju pertanyaan
Perilaku pada remaja tentang dengan perilaku mengenai
remaja perilaku seksual seksual ≥ 50% perilaku
Negative apabila seksual.
responden tidak
setuju dengan
perilaku seksual ≤
50%
(Likert, 2012).

Table 3.2 Definisi Operasinal

F. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas XI di SMK 14 Samarinda.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilasanakan pada tanggal 16 April 2020.

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang akan dilakukan
penelitian (Arif, 2013). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner.
1. Kuesioner A
Menjelaskan sikap remaja terhadap perilaku seksual di SMK Negeri 14
Samarinda. Skala ini merupakan jenis pertanyaan tertutup yang terdiri dari 4
katagori penilaian sebagai berikut: sangat setuju 4, setuju 3, tidak setuju 2, sangat
tidak setuju 1. Sebaliknya jika pertanyaan berbentuk negatif akan diberi skor
jawaban sangat setuju 1, setuju 3, tidak setuju 2, sangat tidak setuju.
Tabel 3.3 kisi-kisi Kuesioner Tentang Sikap Seksual Remaja

Variabel Indikator Nomor item pertanyaan Jumla


h item
Favourabl Unafavourabl
e e
Kognitif 1, 5, 8, 10 7, 9, 12, 14, 15, 9
Sikap (kepercayaan
seksual mengenai
remaja sesuatu yang
SMK 14 berlaku bagi
Samarind objek sikap)
a
11
Afektif 3, 4 3
(perasaan
yang dimiliki
terhadap
sesuatu)
2
Kognitif 6, 13 3
(kecendrunga
n berperilaku)

Jumlah 15
1. Kuesioner B
Menjelaskan peran teman sebaya terhadap perilaku seksual di SMK Negeri
14 Samarinda. Skala ini merupakan jenis pertanyaan tertutup yang terdiri
dari 4 katagori penilaian sebagai berikut: sangat setuju 4, setuju 3, tidak
setuju 2, sangat tidak setuju 1. Sebaliknya jika pertanyaan berbentuk
negatif akan diberi skor jawaban sangat setuju 1, setuju 3, tidak setuju 2,
sangat tidak setuju.

Tabel 3.4 kisi-kisi Kuesioner Peran Teman Sebaya

Variabel Indikator Nomor item pertanyaan Jumlah


item
Favourable Unafavourable
Peroleh 1 2 2
2. Peran teman informasi
sebaya terhadap
remaja SMK N
14 Samarinda
Dorongan 3, 5, 7, 9. 10 5
dan
tekanan
untuk
melakukan
aktivitas
seksual

Sikap
4, 6, 8 3
individu

Jumlah 10

Kuesioner C
Menjelaskan perilaku seksual remaja di SMK Negeri 14 Samarinda.
Skala ini merupakan jenis pertanyaan tertutup yang terdiri dari 4
katagori penilaian sebagai berikut: sangat setuju 4, setuju 3, tidak setuju
2, sangat tidak setuju 1. Sebaliknya jika pertanyaan berbentuk negatif
akan diberi skor jawaban sangat setuju 1, setuju 3, tidak setuju 2, sangat
tidak setuju.
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Perilaku Seksual Remaja
Variabel Indikator Nomor item pertanyaan Jumla
h item
Favourab Unafavourab
le le
berpacaran 4,8 3, 6, 13 5
Perilaku
seksual masturbasi/onani 2, 12 2
remaja di
SMK N menyimpan/menont 5 14, 9 3
14 on video porno
Samarin
da hubungan seksual 7, 10 11 3

Jumlah 13
H. Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010).
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dan dimodifikasi dari
teori Badaki dan Adeola (2017), dimana kuesioner ini bertujuan untuk meneliti sikap
remaja dalam mengambil keputusan karena dorongan dari teman sebaya. Kuesioner
milik Badaki dan Adeola (2017) memiliki 6 pertanyaan yang dapat menjadi
parameter, namun peneliti hanya mengambil parameter yang berfokus pada peran
teman sebaya, sebagai berikut:
a) Tekanan yang saya dapatkan dari teman membuat saya
terlibat dalam perilaku seksual pranikah
b) Siswa yang mencari informasi seksual dari teman-teman
hanya terlibat dalam perilaku seksual pranikah
c) Teman-teman saya mendorong saya untuk terlibat dalam
perilaku seksual pranikah
d) Teman-teman saya menolak saya karena tidak terlibat dalam
perilaku seksual pranikah
Pertanyaan tersebut kemudian dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan
budaya di Indonesia, kuesioner berisi 10 pertanyaan dan diukur berdasarkan skoring
likert 1-4 dengan keterangan Tidak Setuju (STS) = 1, Tidak Setuju (TS) = 2, Setuju (S) =
3, Sangat Setuju (SS) = 4.

Teknik validitas dengan korelasi product moment dengan rumus umum


sebagai berikut : Uji validitas instrumen kuesioner dengan rumus umum sebagai
berikut :

N ( ∑ XY −( ∑ X ) ∑ Y )
r=
√{∑ X 2−¿ ¿ ¿
Keterangan :
r hitung = koefisien korelasi
X = skor item
Y = skor total
N = jumlah subyek

2. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran
dapat dipercaya. Hal ini menunjukkan berarti sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali bahkan berulang-ulang kali terhadap
gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012).
Reabilitas Instrumen kuesioner dengan rumus yang dipakai Rumus Alpha Cronbach
(Arikunto, 2012).

∑ Si2
r=
k
(k −1)
1− {
st 2 }
Keterangan :
r = Koefisien alpha croncbach
k = Banyaknya pertanyaan
n = Jumlah subyek

∑ Si 2
= Varians belahan
St = Varians total

I. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data (Ridwan, 2009). Dalam penelitian ini peneliti
mengumpulkan data dengan menggunakan metode kuesioner.
1. Sumber data primer
Sumber data penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data Sugiyono, (2012). Data
primer dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas XI SMK 14 Samarinda.
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang dikumpulkan oleh orang lain
bukan subjek penelitian itu sendiri (Sugiyono, 2012). Data sekunder dalam
penelitian ini adalah guru dan pihak sekolah SMK 14 Samarinda.

J. Analisis Data
Dalam tahap analisis data, data-data dianalisis dengan teknik tertentu. Teknik
analisa data menurut (Notoatmodjo, 2012). adalah sebagai berikut :
1. Teknik Pengolahan Data
Menurut (Notoatmodjo, 2012) data yang telah terkumpul dalam tahap
pengelompokkan data perlu diolah dahulu. Tujuannya adalah untuk
menyederhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikannya dalam
susunan yang baik dan rapi. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan
melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing (memeriksa)
Kuesioner dari penelitian harus dilakukan pemeriksaan (editing) terlebih
dahulu yaitu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir
atau kuesioner penelitian.
b. Coding (memberi kode)
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng”kodean” atau “Coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka atau bilangin. Coding dalam penelitian ini
berbentuk skala likert. Adapaun kode yang diberikan yaitu :
1) Untuk Sikap dan peran teman sebaya dengan Perilaku Seksual
menggunakan skala Likert dengan nilai jika Sangat Setuju (SS) : 4,
Setuju (S) : 3, Tidak Setuju (TS) : 2, dan Sangat tidak Setuju (STS) :
1.

c. Data Entry (memasukkan data)


Data jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau bilangan) dimasukkan ke dalam program
komputer.
d. Cleaning (pembersihan Data)
Apabila dari semua data setiap sumber atau responden selesai
dimasukan, maka perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan perbaikan atau koreksi.
2. Analisis Univariat
a. Analisis Univariat
Menurut (Notoatmodjo, 2010) menjelaskan karakteristik setiap
variabel penelitian. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Variabel yang analisis dari
penelitian ini adalah variabel independen sikap dan peran teman sebaya
dan variabel dependen perilaku seksual remaja dengan menggunakan
computer.
Rumus yang digunakan adalah :
f
P= X 100%
n
Keterangan :
P = Presentase
f = Frekuensi
n = Jumlah
b. Analisis Bivariat
Yaitu untuk mencari hubungan variabel bebas dan variabel
terikat dengan uji statistik yang sesuai dengan skala yang ada. Uji
statistik yang digunakan Chi-square. Analisis data merupakan bagian
yang sangat penting dalam metode ilmiah karena analisis data dapat
memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian (Hidayat, 2007). Analisis data tersebut dilakukan untuk
mengetahui hubungan masing-masing variabel bebas (independent) dan
variabel terikat (dependent). Analisis data yang digunakan peneliti yaitu
uji Chi Square untuk mengetahui hubungan sikap dan peran teman
sebaya dengan perilaku.
Rumus yang digunakan adalah :

x 2= ∑ ¿¿ ¿
Keterangan :
x 2 = chi-square yang diberi (hubungan antara variabel dependen dengan
independen)
0 = frekuensi observasi
E = frekuensi yang diharapkan
Syarat-syarat uji Chi-Square :
1) Skala berupa kategorik dengan kategorik
2) Satu kali pengukuran
3) Kategorik mencari hubungan variabel kategorik dan kategorik
4) Kategorik tidak berpasangan tabel 2x2 & 2x3
5) Tidak berpasangan karena tidak memenuhi kriteria variabel
yang sama diambil dari subjek yang sama atau dianggap sama.

Apabila ditemukan suatu masalah, tehnik yang dianggap dapat menaggulangi nilai dari
sel yang kecil dengan sel lainnya (mangellaps). Artinya kategori dari variabel dikurangi
sehingga kategori yang nilai harapanya kecil dapat digabung ke kategorik lain, maka
solusinya adalah uji “fisher Exact”.

K. Etika Penelitian
Melakukan penelitian, peneliti mengajukaan permohonan izin kepada
kepala sekolah di SMK 14 Samarinda untuk mendapatkan persetujuan kemudian
kuesioner dikirim ke subyek yang diteliti dengan menekankan kepada masalah
etika yang meliputi :
1. Informed Consent (Persetujuan)
Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan
penelitian selama dalam pengumpulan data. Jika subyek bersedia untuk
diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati
hak responden.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjadi kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden. Pada lembar tersebut hanya diberi nomor
kode tertentu.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Peneliti akan senantiasa akan menjaga kerahasiaan dari data yang
diperoleh, dan hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu yang
berhubungan dengan penelitian, sehingga rahasia subyek penelitian benar-
benar terjamin.

4. Non-maleficence
Prinsip ini mengutamakan untuk menghindari atau tidak menimbulkan
bahaya baik berupa cidera fisik maupun psikologis, sehingga penelitian yang
dilakukan tidak menimbulkan kerugian fisik maupun psikologis bagi
responden.
5. Beneficience
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan kepada responden
bahwa penelitian ini hanya menggunakan metode survei dan tidak ada
perlakukan sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi responden.
6. Justice (Keadilan)
Prinsip ini mengutamakan keadilan, dalam penelitian ini akan
membedakan intervensi pada seluruh responden dengan responden lainnya,
tidak ada diskriminasi dan membeda-bedakan, semua diperlakukan sama dan
adil.

L. Pengolahan Data
Menurut (Dahlan, 2014) etika penelitian menjelaskan masalah etika
penelitian yang merupakan hal penting dalam suatu penelitian, mengingat
penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi
etika penelitian harus di perhatikan :
1. Informed consent
Sebelum melakukan penelitian responden diberikan informasi tentang
hubungan sikap dan peran teman sebaya dengan perilaku seksual
remaja di SMK Negeri 14 Samarinda. Jika responden bersedia diteliti
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika
responden menolak untuk diteliti oleh peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati haknya. Responden yang bersedia diteliti
menandatangani lembar persetujuan, pada penelitian ini tidak ada
responden yang menolak untuk diteliti.
2. Anonimity(tanpa nama)
Kerahasiaan responden akan tetap terjaga, maka peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data.
Lembar tersebut hanya berupa inisial dari nama responden.
3. Confidentiality(kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil peneliti baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset (Hidayat, 2010).
Adapun status hubungan dalam antara peneliti dan orang yang diteliti
masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus diakui
dan dihargai. Hak dan kewajiban bagi peneliti dan orang yang diteliti
adalah :
a) Hak kewajiban responden
Hak-hak responden antara lain : hak untuk dihargai privacy,
hak merahasiakan informasi yang diberikan, hak memperoleh
jaminan keamanan dan keselamatan akibat dari informasi yang
diberikan. Kewajiban bagi responden adalah memberikan informasi
yang diperlukan oleh peneliti setelah adanya persetujuan inform
consent.
b) Hak kewajiban peneliti
Peneliti banyak memperoleh informasi yang diperlukan
sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya dari responden.
Kewajiban peneliti adalah menjaga privacy responden.

M. Alur Penelitian
Alur dalam penelitian hubungan sikap dan peran teman sebaya dengan
perilaku seksual remaja adalah sebagai berikut:
Skema 3.6 Alur Penelitian

Mengurus prosedur administratif

Identifikasi subjek berpotensi masuk dalam penelitian menggunakan teknik


stratified random sampling.

Sampel : analitik korelasi

Informed consent

Bersedia Tidak bersedia

Penilaian berdasarkan kriteria


inklusi dan eksklusi

Tidak memenuhi kriteria Memenuhi kriteria

Memberikan kuesionesikap, peran teman sebaya


Tidak dijadikan responden dengan perilaku seksual remaja

Analisa univariat
Analisa data

Analisa bivariat
Pembahasan dan kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Kencana Prenada


Group.
Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Jakarta:Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Peran Perawat dalam Keperawatan. Jakarta; EGC.
Ayu Khairunnisa. (2013). Hubungan Religiusitas dan Kontrol Diri dengan
Perilaku Seksual Pranikah MAN 1 Samarinda. Journal Article, 1(2), 220–
229.
Azwar. (2001). Hubungan Tingkat Pengetahuan seksual pranikah dengan perilaku
seksual. Jurnal Obstretika Scientia. Journal Article.
Azwar. (2002). Pengantar Epidemologi.Jakarta Barat:Binarupa Aksara.
Berman. (2010). Peran Perawat dalam Keperawatan. Jakarta; EGC.
Dahlan, S. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 6.Jakarta,
Salmba Medika.
Darmayanti. Y, L. Y. & R. M. (2011). Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah Siswa SLTA Kota Bukit Tinggi. Journal Article, 6(1), 24–
27.
Darwisyah. (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Seksual Pranikah dengan
Perilaku Seksual : Jurnal Obstretika Scientia. Journal Article.
Hidayat. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data.Jakarta:Salembra Medika.
Hidayat. (2012a). Peran Perawat dalam Keperawatan. Jakarta; EGC.
Hurlock. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Ahli Bahasa: Istiwidayati & Soedjarwa. Edisi Kelima. Jakarta
Erlangga.
Jatman. (2001). Hubungan Tingkat Pengetahuan Seksual Pranikah Dengan
Perilaku Seksual. Journal Article.
Kesehatan, B. K. dan keluarga berencana N. B. P. S. K. (2017). Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia 2017.
Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi Untuk
Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan.
Kurniawan. (2018). Unsur-unsur Positif dalam Kelompok Temsn Sebaya dan
Usaha Mengintegrasikan sebagai Sarana untuk Memotivasi Belajar Siswa
Kelas IX SMP Kaniusius Bambang Lapuro, Bantul. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Journal Article.
Kusnanto. (2009). Peran Perawat dalam Keperawatan. Jakarta; EGC.
Mandria Yunndelfa, R. N. (2019). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja
Tentang Seksual Pranikah. Journal Article, volume 11.
Mariani, N. N., & Murtadho, S. F. (2018). Hubungan Antara Peran Orang Tua,
Pengaruh Teman Sebaya, Dan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Pada Siswa-Siswi Sma Negeri 1 Jamblang Kabupaten Cirebon Tahun 2017.
Journal Article, 6(2), 116. https://doi.org/10.33366/cr.v6i2.904
Moeliono. (2004). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Remaja di SMK Islam Wijaya Kusuma Jakarta
Selatan. Jurnal Keperawatan Soedirman, 9(2), 103-110. Journal Article.
Notoatmodjo. (2005). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasinya . Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. In Jakarta : Pt
Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2010a). Metodologi Penelitian Kesehatan.In jakarta. Rineka.
Notoatmodjo, S. (2010b). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.
Nugraha. (2004). Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta:
PT.Bumi Aksara.
Prof.dr.Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT),
Cetakan 1 : jakarta; Sagung Seto.
Rahmawati, C. D., & Devy, S. R. (2018). Dukungan Sosial Yang Mendorong
Perilaku Pencegahan Seks Pranikah Pada Remaja Sma X Di Kota Surabaya.
Journal Article, 4(2), 129. https://doi.org/10.20473/jpk.v4.i2.2016.129-139
Ridwan, A. (2009). Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk
Penelitian.Bandung:Alfabeta.
sabun. (2003). Perananan Pihak Sekolah dalam Pengendalian Perilaku Seksual
Remaja.
Sastria, Andi, D. (2019). Pengaruh Penyeluruhan Seks Pranikah Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Remaja. Journal Article, 13, 675–679.
Sri Hazanah, Dwi Hendriani, R. F. (2019). Hubungan Peran Orangtua Terhadap
Sikap Remaja Dalam Pencegahan Seks Pranikah. Journal Article, 2(5), 226–
235.
Sri Wulandari, M. R., & Kusuma, A. . N. N. (2019). Peran Teman Sebaya
Terhadap Perilaku Seksual Remaja Laki-Laki Dan Remaja Perempuan :
Studi Komparatif. Journal Article, 3(1), 8.
https://doi.org/10.37294/jrkn.v3i1.135
Sugiyona. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif,Kualitatif dan R&D).Rineka Cipta:Jakarta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung:Alfabeta.
Taruna. (2009). Peran Guru Dalam Proses Pendidikan. Journal Article.
Tri nurwati, Andi Parellangi, E. R. B. L. (2019). Hubungan Sikap san
Karakteristik Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja
di SMA N Samarinda. Journal Article, 1–12.
Wagino. (2007). Fenomena Perilaku Seks Bebas Remaja Makin Bebas. Journal
Article.
Wijayanti, A. C., & H.R, R. P. (2017). Hubungan Antara Sikap Dan Peran Teman
Sebaya Dengan Perilaku Pacaran Remaja Di Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo. Journal Article, 4(3), 206.
https://doi.org/10.29406/jkmk.v4i3.851
Wong. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai