Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Angka Kematian

Ibu (AKI) yang masih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara

lainnya. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan postpartum

yang salah satunya disebabkan oleh robekan jalan lahir.

Robekan jalan lahir selama persalinan adalah penyebab perdarahan masa

nifas yang nomor dua terbanyak ditemukan. Persalinan pervaginam sering disertai

dengan robekan, yaitu vagina mengalami laserasi dan perineum sering robek

terutama pada primigravida, robekan dapat terjadi secara spontan selama

persalinan pervaginam (1)

Selain perdarahan masa nifas akut, robekan jalan lahir yang diabaikan

dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak sehingga dapat mengakibatkan

kematian ibu (1).

Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis, diharapkan ibu

akan melahirkan secara normal, dalam keadaan sehat baik ibu maupun bayinya.

Namun apabila proses kehamilan tidak dijaga dan proses persalinan tidak

dikelolah dengan baik, maka ibu dapat mengalami berbagai komplikasi selama

kehamilan, persalinan, masa nifas bahkan kematian (2).

Persalinan normal mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai

derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang

1
2

terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan

kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal (3).

Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan yaitu jalan lahir.

jalan lahir terjadi pada hampir semua persalinan pertama. Robekan ini dapat

dihindarkan dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala

janin dengan cepat. Robekan jalan lahir dapat disebabkan oleh faktor maternal dan

faktor janin (3).

Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat

kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang

telah ditentukkan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke-5 yaitu

meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015

adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu (4).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, rasio kematian

ibu di beberapa negara masih tetap tinggi seperti Kamboja yang sudah mencapai

208 per 100.000 kelahiran hidup, Myanmar 130 per 100.000 pesalinan hidup,

Nepal sebesar 193 per 100.000 kelahiran hidup, India sebesar 150 per 100.000

kelahiran hidup, Bhutan sebesar 250 per 100.000 kelahiran hidup, Bangladesh

sebesar 200 per 100.000 kelahiran hidup, dan Timor Leste mencapai 300 per

100.000 kelahiran hidup, perdarahan masa nifas yang disebabkan oleh robekan

jalan lahir menjadi penyebab utama 40% kematian ibu (5).

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu selama tahun 2013 yaitu perdarahan
3

30,3% yang berasal dari robekan perineum dan atonia uteri, Hipertensi 27,1%,

partus lama 1,8%, abortus 1,6% (6).

Berdasarkan Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,

angka kematian ibu bersalin pada tahun 2013 sebanyak 254 dari 267.239

kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2014 tercatat angka kematian ibu yang

melahirkan sebanyak 187 dari 228.947 kelahiran hidup, salah satu faktor

penyebabnya yaitu perdarahan karena robekan perineum subtotal sekitar 17% (7).

Perdarahan post partum menjadi penyebab utama kematian ibu. Robekan

jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan post partum setelah atonia

uteri. Ruptur perineum terjadi hampir semua pada persalinan pertama (primipara).

Adapun faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi terjadinya robekan

jalan lahir antara lain : posisi tubuh, paritas, janin besar, cara meneran dan

pimpinan persalinan yang salah (8).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Klinik

Jamiah Medan tahun 2017 didapatkan data dari bulan Juli-Desember tahun 2016

terdapat 15 ibu bersalin, 8 ibu bersalin yang mengalami robekan jalan lahir

dengan paritas primipara , terdapat sebanyak 5 ibu bersalin dengan paritas

multipara dan terdapat sebanyak 2 ibu bersalin dengan paritas grandemultipara

yang mengalami jalan lahir.

Dari data rekam medik di atas robekan jalan lahir sering terjadi pada

primipara dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu atau lebih dari dua, hal ini

disebabkan karena jalan lahir pada primipara yang belum pernah dilalui oleh

kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang dan juga pada saat
4

proses persalinan tidak mendapat tegangan yang kuat sehingga menimbulkan

robekan pada perineum.

Dari hasil survei awal di atas maka dari itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Hubungan Paritas Ibu Bersalin Dengan Robekan

Jalan Lahir di Klinik Jamiah Medan Tahun 2017.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas adapun yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Paritas Ibu Bersalin

Dengan Robekan Jalan Lahir di Klinik Jamiah Medan Tahun 2017”.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Paritas Ibu Bersalin Di Klinik

Jamiah Medan Tahun 2017.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Kejadian Robekan Jalan Lahir Di

Klinik Jamiah Medan Tahun 2017.

3. Untuk mengetahui Hubungan Paritas Ibu Bersalin Dengan Robekan Jalan

Lahir di Klinik Jamiah Medan Tahun 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institut Akademi Kebidanan Helvetia Medan

Untuk menambah wawassan pengetahuan mahasiswa dan sebagai bahan

penelitian lebih lanjut sehingga dapat menambah referensi bagi peneliti

berikutnya di Institut Akademi Kebidanan Helvetia Medan.


5

1.4.2. Bagi Klinik Jamiah (Tempat Penelitian)

Sebagai bahan masukkan dan informasi bagi klinik dan petugas kesehatan

dalam memberikan penanganan terhadap Robekan Jalan Lahir di Klinik Jamiah

Medan Tahun 2017.

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti

dengan cakupan yang lebih luas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh, Stella Pasiowan

dengan judul “Hubungan Paritas Ibu Dengan Robekan Jalan Lahir Di RSJ. Prof.

Dr. V.L. Ratumbuysang Manado Tahun 2015”. Dari hasil tabulasi silang antara

paritas ibu dengan robekan jalan lahir diketahui bahwa dari 68 responden ibu

bersalin, terdapat 45 responden (66.2%) ibu bersalin yang mengalami robekan

jalan lahir dengan paritas ibu primipara dan terdapat 23 responden (33.8%)

responden ibu bersalin dengan paritas multipara.

Hasil penelitian Uji Chi-Square untuk paritas nilai p = 0.006 (p < 0.05).

artinya ada hubungan paritas dengan robekan jalan lahir (8).

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh, Candra Puspitasari

Herdiani dengan judul “ Hubungan Ibu Paritas Dengan Kejadian Robekan Jalan

Lahir Spontan Di RSUD Kebumen Tahun 2013”. Dari hasil tabulasi silang antara

paritas ibu dengan robekan jalan lahir diketahui bahwa dari 529 responden

terdapat 204 responden (38.6%) ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum

dengan paritas ibu primipara, 325 responden (61.4%) ibu bersalin yang

mengalami robekan jalan lahir dengan paritas ibu multipara.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan antara

paritas dengan ruptur perineum yaitu p = 0,049 (p < 0.05). artinya ada hubungan

paritas dengan robekan jalan lahir (1).

6
7

2.2. Persalinan

2.2.1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir dengan

bantuan atau tanpa bantuan.

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah suatu proses

pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar dari

rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (3).

2.2.2. Jenis-Jenis Persalinan

Manuaba mengatakan ada 2 jenis persalinan yaitu berdasarkan bentuk

persalinan dan persalinan menurut usia kehamilan.

1) Jenis persalinan berdasarkan bentuk persalinan ada 3 yaitu :

a. Persalinan spontan adalah proses persalinan seluruhnya berlangsung

dengan kekuatan ibu sendiri.

b. Persalinan buatan adalah proses persalinan dengan bantuan tenaga dari

luar.

c. Persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan

ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2) Jenis persalinan menurut usia kehamilan

a. Abortus yaitu pengeluaran buah kehamilan sebelum usia kehamilan 20

minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram.


8

b. Partus immatur yaitu pengeluaran buah kehamilan antara usia kehamilan

20 minggu dan 28 minggu atau berat badan janin antara 500 gram dan

kurang dari 1000 gram.

c. Partus prematur yaitu pengeluaran buah kehamilan antara usia kehamilan

28 minggu dan <37 minggu atau berat badan janin antara 1000 gram dan

kurang dari 2500 gram.

d. Partus matur atau partus aterm yaitu pengeluaran buah kehamilan antara

usia kehamilan 37 minggu dan 42 minggu atau berat badan janin lebih

dari 2500 gram.

e. Partus serotinus atau partus postmatur yaitu pengeluaran buah kehamilan

lebih dari 42 minggu (4).

2.2.3. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan

1) Penurunan kadar progesteron

Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim sebaliknya estrogen

meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan antara kadar

progesteron dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar

progesteron menurun sehingga timbul his.

2) Teori oxytocin

Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul

kontraksi otot-otot rahim.

3) Keregangan otot-otot

Seperti halnya dengan kandung kemih dan lambung bila dindingnya

teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk


9

mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya

kehamilan makin teregang otot-otot rahim makin rentan.

4) Pengaruh janin

Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang peranan

oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.

5) Teori prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, menjadi salah satu sebab

permulaan persalinan karena dapat menimbulkan kontraksi myometrium

pada setiap umur kehamilan.

2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

1) Jalan lahir merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari

rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan

plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir

tersebut harus normal.

2) Faktor power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri

dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu.

3) Faktor passanger yaitu bayi, bentuk dan posisinya harus normal sehingga

mampu beradaptasi dengan baik terhadap jalan lahir dan kekuatan

pendorongan sehingga proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan

normal.

4) Faktor penolong yaitu penolong persalinan dalam hal ini bidan dimana

harus mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi

pada ibu dan janin (3).


10

2.2.5. Tanda-Tanda Persalinan

1) Terjadinya his persalinan yang sifanya pinggang terasa sakit, yang

menjalar ke depan, sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan

kekuatannya makin besar, kontraksi uterus mengakibatkan perubahan

uterus.

2) Bloody show yaitu pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina.

3) Pengeluaran cairan terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban

robek, sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap

tetapi kadang pecah pada pembukaan kecil (4).

2.2.6. Tahap Persalinan

Tahap persalinan meliputi 4 fase atau kala yaitu:

1) Kala I ( Kala Pembukaan)

Waktu pembukaan serviks sampai menjadi 10 cm. Kala 1 di ukur dari awal

persalinan hingga dilatasi serviks yang lengkap. Kala 1 di bagi menjadi 2

fase yaitu fase laten terjadi 0-3 cm dan kotraksi uterusnya tidak beraturan

dan berlangsung sekitar 6 jam pada primipara dan 4 jam pada multipara.

2) Kala II ( Kala Pengeluaran Janin)

Kala II berlangsung dari dilatasi lengkap hingga kelahiran bayi. Lamanya

kala dua biasanya berkisar 60 menit pada primipara dan 20 menit pada

multipara.

3) Kala III ( Kala Pengeluaran Plasenta )

Kala III disebut kala pengeluaran plasenta, durasi kala III berkisar 5

sampai 30 menit.
11

4) Kala IV ( Kala Pengawasan ).

Kala IV merupakan periode pemulihan, aktivitas primer dalam kala IV

persalinan berupa stabilisasi kondisi bayi dan membantu bayi untuk

menyesuaikan diri dengan kehidupan diluar rahim, kemudian bidan

memfokuskan perhatiaannya kepada peningkatan ikatan kasih sayang

antara ibu dan ibunya. Pengawasan kala IV yang diberikan yaitu setiap 15

menit pada jam pertama dan setelah itu setiap 30 menit pada jam kedua

(10).

2.2.7. Mekanisme Persalinan Normal

Mekanisme adalah rangkain gerakan pasif dari janin terutama yang terkait

dengan bagian terendah janin saat mengalami densus.

1) Turunnya kepala

Masuknya kepala dalam pintu atas panggul (PAP). Masuknya kepala ke

dalam PAP pada primipara terjadi di bulan akhir kehamilan. Sedangkan

pada multipara biasanya terjadi pada awal persalinan. Kepala masuk ke

PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang

ringan. Masuknya kepala melntas PAP dalam kuadran syinclitismus, yaitu

arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan biddang PAP atau sutura

sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir di antara simpisis dan

promontorium, sehingga dari parietal depan dan belakang sama tingginya.

2) Fleksi

Dengan majunya kepala, biaasanya fleksi juga bertambah hingga ubun-

ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari


12

bertmenggantikan ambahnya fleksi yaitu bahwa ukuran kepala yang lebih

kecil melalui jalan lahir, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm)

suboccipito frontalis (11 cm).

3) Putar Paksi Dalam

Putar paksi dalam yaitu pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa

sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah

simfisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah yaitu

daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke

bawah simfisis.

4) Ekstensi

Setelah putar paksi dan kepala sampai didasar panggul, terjadilah ekstensi

atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada

pintu bawah panggul mengarah kedepan dan atas sehingga kepala harus

mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Dengan ekstensi maka lahirlah

berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung,

mulut, dan akhirnya dagu. Subocciput yang menjadi pusat pemutaran di

sebut hypomochlion.

5) Putar paksi luar

Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah

punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena

putar paksi dalam. Gerakan ini disebut dengan putaran retribusi (putaran

balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala

berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri). Gerakan yang


13

terakhir inilah putar paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena

ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu

bawwah panggul.

6) Ekspulsi

Setelah putar paksi luar bahu depan sampai dibawah simpisis dan menjadi

hypomochlion untuk kelahiran bahau belakang. Kemudian bahu depan

menyusul dan selamjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi

jalan lahir (4).

2.3. Robekan Jalan Lahir

2.3.1. Pengertian Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat di hindarkan atau

dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin

dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan di tahan terlampau

kuat dan lama , karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam

tengkorak janin, dan melemah kan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena

direnggangkan terlalu lama.

Robekan jalan lahir umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada

biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa,

kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukurannya yang lebih besar

dari pada sirkumferensia suboksipito-bregmatika atau anak dilahirkan dengan

pembedahan vaginal (10).


14

Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), robekan jalan lahir

spontan derajat ringan sampai ruptur perineum totalis., robekan pada dinding

vagina, forniks uteri, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat,

rupture uteri. Oleh sebab itu pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi

yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini (12).

2.3.2. Perlukaan Jalan Lahir

1) Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat dihindari atau dikurangi dengan jalan menjaga

jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat .

Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri

2) Robekan Serviks

Serviks seorang multipara berbeda dengan primipara yang belum pernah

melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan

perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah rahim. Apabila terjadi

perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir lengkap dan

uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukaan jalan lahir

khususnya robekan perineum. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas

luka, kemudian baru dilakukan jahitan terus ke bawah (13).

3) Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang

sekali terjadi. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada

pemeriksaan dengan spekulum, perdarahan biasanya banyak namun mudah


15

diatasi dengan jahitan. Kadang-kadang robekan bagian atas sering terjadi

sebagai akibat menjalarnya robekan serviks (4).

2.3.3. Klasifikasi Robekan Jalan Lahir

a. Derajat satu : laserasi hanya terjadi pada epitelium vagina atau kulit

perineum.

b. Derajat dua : cedera pada otot perineum juga terjadi, tetapi bukan

sfingteranal.

c. Derajat tiga : disrupsi epitelium vagina, kulit perineum, tubuh perineum,

dan otot sfingterani.

d. Derajat empat : robekan pada sfingter anal dan mukosa rektal (13).

2.4. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Robekan Lahir

1) Faktor maternal yaitu :

a. Pasien tidak mampu berhenti mengejan.

b. Partus diselesaikan secara tergesa-tergasa dengan dorongan fundus

yang berlebihan.

c. Edema dan kerapuhan pada parineum.

d. Farikositas vulva yang melemahkan jaringan-jaringan perineum.

e. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula

sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.

f. Perluasan episiotomi.

2) Faktor lain mencakup seperti :

a. Bayi yang besar.

b. Posisi kepala yang abnormal misalnya presentasi muka.


16

c. Kelahiran muka.

d. Distocia bahu.

e. Anomali kongenital seperti hidrocephalus (11).

2.4.1. Teknik Penjahitan Pada Robekan Jalan Lahir

1) Robekan Jalan Lahir Derajat I.

Penjahitan robekan jalan lahir derajat I dapat dilakukan hanya dengan

memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara angkan delapan.

2) Robekan Jalan Lahir Derajat II.

Pada robekan jalan lahir derajat II, setelah diberi anestesi lokal oto-otot

diafragma uregonelitas dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian

luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-

jaringan dibawahnya.

Jahitan mukosa vagina jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut

kromik 2-0. Dimulai dari sekitar 1 cm diatas puncak luka di dalam vagina sampai

pada batas vagina. Lanjutkan penjahitan otot perineum pada daerah otot perineum

sampai ujung luka pada perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Lihat

kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya. Penting sekali untuk menjahit otot

ke otot agar tidak ada rongga diantaranya.

Jahitan kulit, carilah lapisan subkutilkuler persis di bawah lapisan kulit.

Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri

dengan simpul mati pada bagian dalam vagina (11).


17

3) Robekan Jalan Lahir Derajat III dan derajat IV

Penjahitan harus dilakukan oleh dokter obstetri yang terlatih untuk

anmelakukan hal tersebut dan harus dilakukan di ruang bedah.

1. Epitelium anal harus dijahit menggunakan benang jahit berukuran 3/0

(Ethicon), baik diputus dengan simpul yang dikaitkan pada lumen anal atau

berlanjut ke submukosa.

2. Sfingter anal internal harus dijahit menggunakan benang jahit PDS berukuran

3/0 dengan jahitan yang terputus.

3. Sfingter anal eksternal harus di jahit menggunakan benang jahit PDS

berukuran 3/0, yang menggunakn teknik tumpang tindih atau ujung ke ujung.

Tinjauan sistematis terhadap 3 uji berkontrol acak menyimpulkan bahwa jika

dibandingkan dengan jahitan ujung ke ujung primer segera, jahitan tumpang

tindih primer dini nampak berkaitan dengan resiko urgensi fekal dan gejala

inkontinensia anal yang lebih rendah. Akan tetapi, pengalaman ahli bedah

tidak dibahas dalam ketiga uji tersebut.

4. Jahitan vagina harus dilakukan menggunakan Vicryl Rapide.

5. Perbaiki otot perineum

6. Jahitan kulit harus dilakukan menggunakan Vicryl Rapide.

7. Swah dan jarum harus dihitung setelah penjahitan.

8. Berikan 1,5 g sefuroksim dan 500 mg metronidazol melalui IV, diikuti

dengan rangkaian safeleksin dan metronidazol peroral selama 5 hari.

9. Berikan : 10 ml laktulosa sebanyak 3x/sehari selama 2 minggu, Fybogel satu

kemasan sebanyak 2x/sehari selama 2 minggu.


18

10. Dokumentasi luasnya cedera dan bagaimana cedera ditangani. Penggunaan

proforma jahitan direkomendasikan (14).

2.4.2. Perawatan Pasca Tindakan

1) Apabila terjadi robekan jalan lahir derajat IV (robekan sampai mukosa

rektum), berikan antibiotik profilaksi dosis tunggal. Ampisilin 500 mg

peroral dan metrodinazol 500 mg peroral. Obsservasi tanda-tanda infeksi.

Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema selama 2 mminggu.

2) Penggunaan sitz mandi dan analgetik seperti ibuprofen. Jika rasa sakit

yang berlebihan pada hari-hari setelah pasca tindakan harus segera

diperiksa, sebab rasa sakit merupakan tanda-tanda infeksi didaerah

perineum.

3) Penderita diberi makanan yang tidak mengandung selulosa mulai dari hari

kedua diberi parafinum liquidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika

perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak (10).

2.5. Paritas

2.5.1. Pengertian Paritas

a. Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat

hidup (Wiknjosastro).

b. Paritas adalah jumlah kehamilan yang dapat hidup di dunia luar (Armi).

c. Paritas adalah jumlah kehamilan dari seorang pasien yang bayinya berhasil

hidup (hacker).
19

2.5.2. Jenis – Jenis Paritas.

Menurut Armi, Wiknjosastro dan Varmey, jenis-jenis paritas adalah

sebagai berikut :

1. Nulipara yaitu seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang dapat

hidup di dunia luar.

2. Primipara yaitu seorang perempuan yang telah melahirkan bayi yang hidup

untuk pertama kalinya.

3. Multipara yaitu seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah gidup

didunia beberapa kali, yaitu 2 – 4 kali.

4. Grandemultipara yaitu seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah

hidup lima kali atau lebih.

5. Great grandemultipara yaitu seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang

sudah hidup 10 kali atau lebih (6).

Robekan jalan lahir derajat I dan II banyak di temui pada persalinan ibu

primigravida yang belum pernah melahirkan bayi . paritas dapat mempengaruhi

ruptur perineum dikarenakan struktur jaringan daerah perineum pada primipara

dan multipara berbeda keelastisitasannya.

Pada nulipara yang mengalami kehamilan pertama dapat ditemukan

perineum yang kaku sehingga lebih mudah dan retan terjadi ruptur perineum

spontan sedangkan pada multipara yang sudah pernah melahirkan bayi lebih dari

satu kali daerah perineumnya lebih elastis.

Selain itu ibu primipara belum pernah mendapat pengalaman mengalami

persalinan apabila dibandingkan dengan ibu multipara.


20

2.6. Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah Ada Hubungan Paritas Ibu

Bersalin Dengan Robekan Jalan Lahir di Klinik Jamiah Medan Tahun 2017.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bagian dari penelitian yang berisi uraian-

uraian tentang gambaran penelitian yang menggambarkan pola pikir peneliti

dalam melakukan penelitian yang lazim disebut paradigma penelitian.

Desain penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan

pendekatan Cross sectional yaitu pengukuran terhadap 2 variabel independen dan

variabel dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan sekali saja untuk

mengetahui ada atau tidaknya Hubungan Paritas Ibu Bersalin Dengan Robekan

Jalan Lahir Di Klinik Jamiah Medan Tahun 2017 (15).

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Penelitian

dilakukan di Klinik Jamiah Jl. K.L. Yoes Sudarso Km. 18,7 Lingkungan 16 No.

233 Kelurahan, Pekan Labuhan-Medan, dengan alasan banyaknya ibu bersalin

yang mengalami kasus robekan jalan lahir dan belum pernah dilakukan penelitian

dengan judul Hubungan Paritas Ibu Dengan Robekan Jalan Lahir Di Klinik

Jamiah Medan Tahun 2017.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2016.

21
22

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek yang diteliti (16). Populasi dalam

penelitian ini adalah keseluruhan ibu bersalin yang mengalami robekan perineum

di Klinik Jamiah dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2016 sebanyak

35 responden.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi yang

akan diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik total

sampling yaitu seluruh ibu yang bersalin di Klinik Jamiah yang berjumlah 35

responden. (15).

3.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variabel-

variabel yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Adapun kerangka konsep

dalam penelitian yang berberjudul judul Hubungan Paritas Ibu Bersalin Dengan

Robekan Jalan Lahir DI Klinik Jamiah Medan Tahun 2017 dapat dilihat pada

bagian dibawah ini (16).

Variabel Independen Variabel Dependen

Paritas Ibu Bersalin Robekan Jalan Lahir

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Peneliti


23

3.5. Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran

Defenisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan

variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel – variabel.

Definisi Operaional dan Aspek engukuran

Variabel Defenisi Alat Kategori Bobot Skala


Independen Operasional Ukur Nilai Ukur
Paritas Jumlah anak Rekam Primipara (1) 1 Ordinal
yang telah Medis Multipara (2-5) 2
dilahirkan Grandemultipara 3
seorang ibu (>5)
baik hidup
ataupun mati
Variabel Defenisi Alat Kategori Bobot Skala
Dependen Operasional Ukur Nilai Ukur
Robekan Robekan Rekam a. Derajat I 1 Ordinal
Jalan Lahir perineum Medik b.
yang terjadi c. Derajat II 2
secara
spontan
pada saat ibu
melahirkan

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dengan melihat catatan ibu

yang bersalin di Klinik Jamiah Medan Pada Bulan Juli-Desember 2016.

3.6.2. Data Tersier

Data tersier dalam penelitian ini didapatkan dari website resmi, yang

bertujuan untuk memperkuat data dan latar belakang peneliti melakukan

penelitian ini. Pengumpulan data tersiser diperoleh dengan cara mengakses


24

melalui website yang resmi mengenai data yang sudah dilakukan penelitian

sebelumnya seperti WHO, SDKI, dan Profil Kabupaten atau Kota Sumatera

Utara.

3.7. Teknik Pengolahan Data

3.7.1. Secara Komputerisasi

Data yang terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-

langkah sebagai berikut (15).

1. Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner angket maupun

observasi.

2. Cheking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner dengan

tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data

memberikan hasil yang valid dan realiabel dan terhindar dari bias.

3. Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-

variabel yang diteliti.

4. Entering

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk “kode” (angka atau Huruf) dimasukkan ke dalam

program komputer yang digunakan peneliti yaitu program SPSS for

windows.
25

5. Data Prosesing

Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan dari penelitian.

3.8. Teknik Analisa Data

Analisis data diolah dengan menggunakan komputer dengan perangkat

lunak dengan langkah-langkah analisa datanya adalah:

3.8.1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari

jenis datanya. Pada umumnya penelitian ini menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel (16).

3.8.2. Analisis Bivariat

Setelah di ketahui karakteristik masing-masing variabel pada penelitian ini

maka analisis akan dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan

(korelasi) antara variabel bebas (independent variabel) dengan variabel terikat

(dependen variabel)

Untuk membuktikan adanya hubungan signifikan antara variabel bebas

dengan variabel terikat digunakan analisis chi-squars, pada batas kemaknaan

perhitungan statistik p value (0.05). Apabila hasil perhitungan menunjukkan nilai

p < p value (0.05) maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya kedua variabel secara

statistik mempunyai hubungan yang signifikan. Kemudian untuk menjelaskan

adanya asosiasi (hubungan) antara variabel terikat dengan variabel bebas

digunakan analisis tabulasi silang (16).

Anda mungkin juga menyukai