Anda di halaman 1dari 27

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Mata Kuliah : Rahmat Hidayat S.Kep., Ns.

MAKALAH

GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

Siti Hadijah Syam 14220170015


Nuzulia Ramdhani Syafran 1422017
Ona Ariani Uma Ternate 1422017
Delvina Ramadhani 1422017
Yutia Ferianti Yunus Padu 14220170014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESI
MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang maha kuasa, karena


berkat penyelenggaraan- nya, makalah yang berjudul “Gagal Jantung” ini bisa
diselesaikan.

Kami juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen yang telah
memberikan tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah
terlibat dalam proses penulisannya, terlebih kepada teman-teman seangkatan
Program Studi Ilmu Keperawatan 2017 Universitas Muslim Indonesia. Akhirnya,
harapan penulis semoga makalah yang berjudul “Gagal Jantung”.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Kami telah
berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun kami
menyadari makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapakan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Makassar, 05 Mei 2019

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belkang Masalah .................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .............................................................................. 1
BAB II KONSEP MEDIS
A. Anatomi Fisiologi Gagal Jantung .................................................... 2
B. Definisi dari Gagal Jantung .............................................................. 3
C. Etiologi dan Patofisiologi Gagal Jantung......................................... 4
D. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Diagnostic Gagal Jantung ... 7
E. Farmakologi Gagal Jantung ............................................................. 9
F. Terapi dari Gagal Jantung ................................................................ 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian .......................................................................................... 12
B. Diagnosis ............................................................................................. 13
C. Intervensi ........................................................................................... 14
D. Penelitian Terkait Gagal Jantung .................................................... 21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 30
B. Saran ................................................................................................... 30
Daftar Pustaka ............................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan maslah kesehatan yang progresif dalam angka
mortalitas dan morbiditas yang tinngi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia gaga jantung relative
muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis lebih
berat (Siswanto, dkk., 2015)
Gagal jantung merupakan penyebab kematian serta disabilitas yang cukup
besar. Walaupun perkembangan terapi saat ini yang semakin maju, angka
mortalitas masih mencapai 20% per tahun. Menurut American Heart
Association 5,3 juta orang Amerika menderita gagal jantung kronik (GJK) dan
660.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun, dengan insiden 10 per 1000
orang.3 Menurut data Riskesdas 2013 jumlah penderita gagal jantung di
Indonesia sekitar 229.696 orang dengan jumlah penderita terbanyak berada di
Provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 54.826 orang sedangkan Provinsi Maluku
Utara dengan jumlah penderita terendah yaitu 144 orang. Provinsi Sulawesi
Utara memiliki prevalensi penderita GJK dengan 2.378 orang dari total 240
juta penduduk di Indonesia. Pada penderita gagal jantung terdapat perubahan
hemodinamik berupa penurunan curah jantung, volume sekuncup, dan fraksi
ejeksi sehingga menyebabkan terjadinya gejala berupa sesak napas, kelelahan,
dan intoleransi latihan fisik. Berkurangnya toleransi latihan merupakan faktor
utama penurunan fungsi sosial, fisik, serta kualitas hidup dan meningkatkan
kemungkinkan terjadinya kejadian kardiovaskular (Harikatang, 2016).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi jantung, definisi gagal jantung,
etiologi dan patofisiologi gagal jantung, manifestasi klinis dan
pemeriksaan diagnostic, farmakalogi, dan terapi pada pasien penderita
gagal jantung.
2. Untuk mengetahui asuhan keperewatan pada pasien aggal jantung.

1
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Anatomi Fisiologi Jantung
Jantung adalah organ muscular yang berlubang yang berfungsi sebagai
pompa ganda sistem kardiovaskular. Sisi kanan jantung memompa darah ke
paru sedang sisi kiri jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Berat jantung
normal 1 pon (0,45 kg) dan kurang lebih sebesar tinju orang dewasa. Jantung
terletak didalam rongga dada dan terletak diantara sternum dan kolumna
vertebralis. Jantung mempunyai 4 ruang: atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kiri, dan ventrikel kiri. Atrium berdinding tipis, ruang sebelah atasa yang
berfungsi sebagai reservoir darah. Ventrikel adalah ruang sebelah bawah
jantung. Ventrikel kiri berdinding paling tabil karena ia memompa darah ke
selruh tubuh. Otot ventrikel kanan lebih tipis kare hanya memimpa darah ke
paru. Sisi kanan dan kiri jantung dipisahkan oleh dinding otot tebal, disebut
sekat. Jantung terbuat dari jaringan otot khusus yang tidak terdapat
dimanapun diseluruh tubuh. Jaringan khusus ini disebut otot jantung dan
mempunya 3 lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama otot jantung disebut endocardium dan berfungsi sebagai
lapisan dalam jantung. Bila penderita menderita inflamasi pada lapisan
jantung ini disebut endocarditis.
2. Lapisan kedua otot jantung disebut miokardium. Lapisan ini adalah otot
utama jantung dan melaksanakan pemompaan untuk mensirkulasikan
darah. Diagnosis infarkmiokardium berarti bahwa sebagai otot jantung
tidak mendapat cukup oksigen dan mati.
3. Epikardium, lapoisan ketiga otot jantung tipis merupakan membrane
protektif yang menutup sebelah luar jantung (Guntur, 2019).
Jantung dibungkus kantong yang melekat longgar yang disebut
pericardium, atau kantong perikad. Didalam sela antara epikardium dan
pericardium ada sedikit cairan. Cairan ini berperan sebagai pelumas sehingga
memungkinkan jantung bergerak di dalam kantong tersebut ketika berdenyut.
Radang pericardium disenut pericarditis. Jantung mempunyai 4 katup utama

2
yang terbuat dari jaringan endokaridum, katup merupakan bangunan mirip
penutup yang membuka dan menutup sebagai respon terhadap pemompaan
jantung. mengan membuka dan menutup, katup memungkinkan darah
bergerak ke depan ke seleruh jantung dan mencegah aliran darah kembali.
Misalnya, tekanan kontraksi atrium kiri membuka katup mitral ini.
Memungkinkan gerakan darah masuk ke dalam ventrikel kiri sesudah
ventrikel kiri terisi katup mitral menutup untuk mencegah aliran darah
kembali ke dalam atrium kiri. Katup terletak paa daerah jantung berikut:
1. Katup trikuspidal: antara atrium kanan dan ventrikel kanan
2. Katup pulmonal: antara ventrikel kiri dan arteria pulmonalis
3. Katup mitral: antara atrium kiri dan ventrikel kiri
4. Katuo aorta: antara ventrikel kiri dan aorta, arteri utama dalam tubuh.
Bising adalah jenis suara akibat aliran darah melalui katup yang tidak
bekerja semestinya. Suara ini didengar dengan mendengarkan ajntung dengan
stetoskop. Bsising jantung yang paling sering disebabkan oleh katup mitral
yang berfungsi kurang sesuai (Guntur, 2019).

B. Definisi dan Klasifikasi Gagal jantung


Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek
yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak
kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki);
adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat
(Siswanto, 2015). Gagal jantung adalah kondisi kronis dan progresif dimana
otot jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung
merupakan sindrom klinik yang komplek dimana terjadi gangguan struktur
dan fungsi ventrikel dalam proses pengisian maupun pemompaan darah (Reza
Fikriana, 2018).
Sistem klasifikasi gagal jantung berdasarkan The New York Association
mengkategorikan gagal jantung meandi antara kelas I sama IV sebagai
berikut:

3
1. Kelas I: tidak ada pembatasan aktivitas fisik
2. Kelas II: pembatasan aktivitas fisik ringan
3. Kelas III: aktivitas fisik sangat terbatas
4. Kwlas IV: memberikan gejala walaupun istirahat; aktifitas fisik apapun
dirasa tidak nyaman. (Kopapdi, 2015)
Sistem tahapan dari The American Collage of Cardiolog/American Heart
Association (ACC/AHH) membedakan menjadi 4 fase tahapan:
1. Stase A: resiko tinggi gagal jantung tapi tidak ada penyakit structural
maupun penyakit gagal jantung
2. Stase B: penyakit struktual jantung tetapi tanpa gejala gagal jantung
3. Stase C: penyakit structural gagal jantung dan gejala gagal jantung
4. Gagal jantung refaktori yang membutuhkan intervensi khusus (Kopapdi,
2015).

C. Etiologi dan Patofisiologi Gagal Jantung


1. Etiologi
Penyebab umum penyakit gagal jantung adalah rusaknya atau
berkurangnya massa otot jantung karena isekemi akut atau kronik,
prningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi, atau karena takiaritmia
(misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi yang
menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan
predisposisi untuk gagal jantung (Ervinaria Uly Imaligy, 2014).
Menurut (Rosi Hamzah, dkk., 2016) Usia merupakan faktor resiko
dari penyakit gagal jantung. Akan tetapi, peranan faktor resiko usia harus
ditinjau dari faktor jenis kelamin. Hal ini dikarenakan secara jenis
kelamin, kerentanan seseorang terhadap penyakit gagal jantung
dipengaruhi oleh peranan hormon perempuan yaitu estrogen yang bersifat
memproteksi perempuan dari berbagai penyakit kardiovaskuler.
Menurut (Rezvan, dkk., 2018) Salah satu faktor yang mempengaruhi
kontrol dari gagal jantung adalah ketersedian pengetahuan yang tidak

4
memadai tentang penyakit, adanya hambatan seperti ini dianggap sebagai
salah satu tantangan utama pada pasien.
2. Patofisiologi
Penurunan curah jantung pada gagal jantung mengaktifkan serangkaian
adaptasi kompensasi yang dimaksudkan untuk mempertahankan
homeostasis kardiovaskuler. Salah satu adaptasi terpenting adalah aktivasi
system saraf simpatik, yang terjadi pada awal gagal jantung. Aktivasi
system saraf simpatik pada gagal jantung disertai dengan penarikan tonus
parasimpatis. meskipun gangguan ini dalam kontrol otonom pada awalnya
dikaitkan dengan hilangnya penghambatan masukan dari arteri atau refleks
baroreseptor kardiopulmoner, terdapat bukti bahwa refleks rangsang juga
dapat berpartisipasi dalam ketidakseimbangan otonom yang terjadi pada
gagal jantung. dalam kondisi normal masukan penghambatan dari
“tekanan tinggi” sinus karotis dan baroreceptor arcus aorta dan “tekanan
rendah” mechanoreceptor cardiopulmonary adalah inhibitor utama aliran
simpatis, sedangkan debit dari kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan otot
“metaboreseptor” adalah input rangsang utama outflow simpatik. Pada
gagal jantung, penghambat masukan dari baroreseptor dan mekanoreseptor
menurun dan rangsangan pemasukan meningkat, maka ada peningkatan
dalam aktivitas saraf simpatik, dengan hilangnya resultan dari variabilitas
denyut jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
(Arianda RH, 2014).
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem renin-
angiotensin diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung.
mekanisme untuk aktivasi RAS dalam gagal jantung mencakup
hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi mencapai makula densa di
tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, yang
menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular.
Renin memotong empat asam amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang
disintesis dalam hepar, untuk membentuk angiotensin I. Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) memotong dua asam amino dari angiotensin I

5
untuk membentuk angiotensin II. Mayoritas (90%) dari aktivitas ACE
dalam tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan 10% sisanya terdapat
dalam bentuk terlarut (ikatan non membran) dalam interstitium jantung
dan dinding pembuluh darah. Angiotensin II mengerahkan efeknya dengan
mengikat gabungan dua reseptor G-Protein angiotensin yang disebut tipe 1
(AT 1) dan angiotensin tipe 2 (AT 2). Reseptor angiotensin yang dominan
dalam pembuluh darah adalah reseptor AT1. Aktivasi reseptor AT1
menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan
pelepasan katekolamin, sedangkan aktivasi reseptor AT2 menyebabkan
vasodilatasi, penghambatan pertumbuhan sel, natriuresis, dan pelepasan
bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting untuk
mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun, ekspresi
berkepanjangan dari angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung,
ginjal, dan organ lainnya. Angiotensin II dapat juga memperburuk aktivasi
neurohormonal dengan meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung
saraf simpatik, serta merangsang zona glomerulosa korteks adrenal untuk
memproduksi aldosteron. Aldosteron menyediakan dukungan jangka
pendek ke dalam sirkulasi dengan melakukan reabsorbsi natrium dalam
pertukaran dengan kalium di tubulus distal. Aldosterone dapat
menimbulkan disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan
menghambat uptake norepinefrin, salah satu atau semua dari kelainan
tersebut dapat memperburuk gagal jantung (Arianda RH, 2014).
Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan
peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat dari ginjal (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik, di mana ia merangsang pelepasan noradrenalin dari
terminal saraf simpatis, menghambat tonus vagus, dan mempromosikan
pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air dan
peningkatan ekskresi kalium. Selain itu, angiotensin II memiliki efek
penting pada miosit jantung dan dapat menyebabkan disfungsi endotel
yang diamati pada gagal jantung kronis (Arianda RH, 2014).

6
D. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Diagnostik
1. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala yang dialami pasien gagal jantung adalah
sebagai berikut (Reza Fikriana, 2018):
a. Dispnea/sesak nafas
Seseorang dengan gagal jantung pada umumnya akan mengalami
sesak nafas saat melakukan aktivitas. Sesak nafas terjadi karena
jantung tidak mampu memompa darah yang berasal dari vena
pulmonalis sehingga akan terjadi bendungan cairan di dalam paru-
paru.
b. Batuk kronis atau muncul wheezing
Batuk yang muncul pada penderita gagal jantung disertai dengan
produksi mucus yang berwarna putih atau pink. Hal ini terjadi karena
penderita gagal jantung juga mengalami penumpukan cairan di paru-
paru.
c. Edema
Edema penderita gagal jantung biasanya terjadi di kaki ataupun di
abdomen. Terjadinya edema ini akan menyebabka berat badan
penderita meninglat drastic karena terjadi penumpukan cairan dalam
tubuhnya. Selain itu, ginjal mengalami gangguan dalam regulasi
natrium dan air sehingga akan terjadi peningkatan cairan dalam
jaringan.
d. Fertigue
Penderita seringkali merasakan mudah lelah saat melakukan
aktivitas sehari-hari. Hal ini terjadi karena jantung tidak mampu
memompa darah secara maksimal sehingga kebutuhan darah yang
mngandung oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh menjadi
berkurang.
e. Nausea
Nausea/tidak nafsu makan merupakan gejala yang dapat muncul
pada penderita gagal jantung. Hal ini dapat diakibatkan oleh karena

7
seluruh pencernaan mengalami penurunan kebutuhan aliran darah
sehingga akan menyebabkan gangguan dalam penernaan.
f. Konfusi
Seorang dengan gagal jantung dapat muncul kurang
perhatian/penurunan daya konsentrasi dan disorientasi. Perubahan ini
dapat terjadi karena perubahan kandungan elektrolit seperti natrium
dalam tubuh yang akan menyebabkan seseorang menjadi konfusi.
g. Takikardia
Penderita gagal jantung sering kali mengalami palpitasi. Hal ini
karena jantung berusaha memompa darah lebih cepat untuk memenuhi
kebutuhan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengangkat diagnosa gagal jantung antara lain (Reza Fikriana, 2018):
a. Pemeriksaan darah digunakan untuk mengambil sampel darah:
1) Elektrolit (mengetahui kadar natrium dan kalium)
2) Albumin
3) Keratin (mengetahui fungsi ginjal)
b. Foto thoraks diperlukan untuk mengetahui:
1) Pembesaran jantung
2) Kongesti paru
c. Pemeriksaan EKG bertujuan untuk mendapatkan data tentang:
1) Adanya serangan jantung sebelumnya
2) Gangguan kondisi pada ventrikel
3) Irama jantung abnormal
d. Pemeriksaan ekokardiografi
Gambar yang ditunjukkan dalam elektrokardiografi akan dapat
menampilkan ketebalan dinding otot jantung serta beberapa baik
jantung menjalankan fungsinya dalam memompa darah.
e. Tes latihan stress digunakan untuk mengetahui:
1) Respon jantung terhadap aktivitas

8
2) Penurunan suplai darah di arteri yang menyuplai jantung
3) Jenis dan tingkatan latihan yang sesuai bagi penderita
f. Kateterisasi jantung dilakukan untuk mengetahui adanya sumbatan
pada asrteri koronaria maupun penyempitan daerah.

E. Farmakologi Gagal Jantung


Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita gagal jantung antara lain
(Reza Fikriana, 2018):
1. Angiostosin Converting Enzim (ACE) Inhibators
Captropil (capotrn), enalapril (vasotec), fosinopril (monoprol), lisinopril
(prinivil, Zestril), perindopril (aceon), quinapril (accupril), ramipril
(altace), trandolapril (mavik).
2. Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs)
Candesartan (atacand), losartan (cozaar), valsartan (diovan).
3. Angiontensin Receptor Neprilysin Inhibators (ARNIs)
Sacubitril/valsartan
4. Beta Blockers
Bisoprolol (zebeta), metolprolol succinate (toprol XL), carvedilol (coreg),
carvedilol CR (coreg CR) Toprol XL.
5. Aldosterone antagonists
Sprinolactone (aldactone), eplerenone (inspra).
6. Hydralazine and isosorbide dinitrate
7. Diuretic
Furosemide (Lasix), bumetanide (bumes), torsemide (demadex),
chorothiazide (diuril), amiloride (midamor), chlorthalidpne (hygroton),
hydro- chorothiazide (esidrix hydrodiuril), indapamide (lozol), metolazone
(zaraxolyn), triamterene (dyrenium).

F. Terapi Pada Pasien Gagal Jantung


1. Terapi pada fase akut meliputi:
a. Terapi Oksigen

9
1) Berikan O2 nasal 2-4L/menit, disesuaikan dengan hasil
pulseoxymetry. Bila diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker
nonrebreathing atau rebreathing bila tidak membaik dalam waktu
1/2 jam
2) Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress
pernafasan, digunakan CPAP.
3) Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleran
dengan CPAP dilakukan intubasi
b. Obat-obatan
1) Furosemid intravena: Bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan
diuretic sebelumnya), 2,5x dosis sebelumnya (bila sebelumnya
sudah minum diuretik)
2) Nitrogliserin infus: Dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan
darah sistolik >110 mmHg, atau ada kecurigaan sindroma koroner
akut.
3) Morphin Sulfat injeksi, 2 sd4 mg bila masih takipnoe
4) Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah <90
mmHg
5) Dopamine mulai dari 5 mcg/kgbb/menit bila TDs <80 mmHg
6) Noradrenaline mulai dari 0.02 mcg/kgbb/mnt bila TDs <70 mmHg
7) Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon cepat, bias
diulang tiap 4 jam hingga maksimal1mg
8) Captopril mulai dari6.25mg bila fase akut telah teratasi (Isman
Firdaus,dkk., 2016)
2. Terapi pada fase kronik meliputi:
a. Diuretik: Furosemidoral / IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada,
dengan dosis 1 mg/kg BB atau lebih.
b. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi;
dosis dinaikan bertahap sampai dosis optimal tercapai.
c. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik
bertahap Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat

10
(>70x/menit), dengan: Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin
mulai dosis kecil 2x2,5mg, maksimal 2 X 5mg. Irama atrialfibrilasi -
respons ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rendah, tetapi fungsi ginjal
baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25mg pagi.
d. Mineralocorticoid Receptor Blocker (AldosteronenAntagonist) dosis
kecil bila tidak ada kontranindikasi (Isman Firdaus, dkk., 2016)

11
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Penderita (mencakup: nama, jenis kelamin, umur, suku, agama,
pekerjaan, alamat, pendidikan, status perkawinan)
2. Status Perawatan (ruang rawat, nomor rekam medik, tanggal dan jam
masuk, tanggal dan jam pengambilan data, diagnosa masuk, cara masuk,
pindahan dari rumah sakit atau ruangan mana, serta tim atau perawat
yang bertanggung jawab)
3. Keluhan Utama
Keluhan utama klien gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas,
sesak nafas, dan edema sistemik.
4. Riwayat Penyakit Saat Ini
5. Riwayat Penyakit Dahulu
6. Riwayat Keluarga (genogram)
7. Riwayat Pekerjaan dan pola Hidup
8. Pengkajian Psikososial
9. Kebutuhan Dasar
10. Pemeriksaan Fisik ( pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan
pengkajian B1- B6
a. Keadaan Umum ( pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal
jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik atau composmentis
dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perkusi
system saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
Pengkajian yang di dapat adalah dengan adanya tanda Kongesti
Vaskular pulmonal adalah dispnea, Ortopnea, Dipsnea nocturnal
paroksismal, batuk, dan edema pulmonal akut.
c. B2 (Blood)
1) Inspeksi (Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas).

12
2) Palpasi (Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya
ditemukan).
3) Auskultasi (Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung
adalah kelainan katup).
4) Perkusi (Batas jantung mengalami pergeseran yang
menunjukkam adanya hipertopi jantung).
d. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis
perifer apabila terjadi gangguan peefusi jaringan berat. Pengkajian
objektif meliputi wajah meringis, menangis, merintih, merengang,
dan menggeliat.
e. B4 (Bladder)
Pengkuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas
menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya di dapatkan mual muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen,
serta penurunan berat badan
g. B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah edema, kulit dingin, mudah lelah.

B. Diagnosis
Diagnosis Keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan
gagal jantung adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitis
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi ektrial

13
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan.
Kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli
dan retensi cairan intertestial
3. Nyeri akut berhubungan dengan detak atau ritme jantung tidak normal
ditandai dengan nyeri dada
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplei
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan akibat sekunder penurunan curah
jantung.
5. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan
6. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan sesak napas (Nanda,
2017)

C. Intervensi
Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitis ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektrikal
Tujuan & Kriteria
Intervensi Aktivitas-aktivitas
Hasil
Setelah dilakukan 1. Perawatan jantung 1. Patikan tingkat
tindakan keperawatan, (cardiac care) aktivitas pasien yang
penurunan curah tidak
jantung dapat diatasi membahayakancurah
dan tanda-tanda vital jantung atau
dalam batas yang dapat memprovokasi
diterima, dan bebas serangan jantung
gejala gagal jantung 2. Instruksikan pasien
tentang pentingnya
untuk segera
melaporkan bila
merasakan nyeri
dada
3. Evaluasi periode
nyeri dada
(instensitas, lokasi,
radiasi, durasi dan

14
faktor yang memicu
serta meringankan
nyeri dada)
4. Monitor TTD secara
rutin
5. Monitor ditrima
jantung, termasuk
gangguan ritme dan
konduksi jantung
6. Moitor irama jantung
dan kecepatan
denyut jantung
7. Monitor EKG
sebagaimana
mestinya, apakah
terdapat perubahan
segmen ST
8. Monior status
pernafasan tekait
dengan adanya
gejala gagal jantung
9. Auskultasi patu-
paru, adakah ronkhi
atau suara tambahan
lain
10. Monitor efektivitas
terapi oksigen,
sebagaimana
mestinya

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan


cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi cairan interstital
Tujuan & Kriteria
Intervensi Aktivitas-aktivitas
Hasil
Tujuan : dalam waktu 1. Manajemen jalan 1. Buka jalan nafas
3x24 jam tidak ada nafas dengan teknik chn
keluhan sesak atau lift atau jaw thrust,
terdapat penurunan sebagaimana
respon sesak napas mestinya

15
Kriteria Hasil : secara 2. Posisikan pasien
subjektif klien untuk
menyatakan memkasimalkan
penurunan sesak ventilasi
napas, secara 2. Terapi oksigen 3. Bersihkan mulut,
objektif didapatkan hidung, dan skresi
tanda-tanda vital trakea dengan tepat
dalam batas 4. Pertahankan
normal, tidak ada kepatenan jalan
penggunaan otot nafas
bantu napasm 5. Berikan oksigen
analisis gas darah tambahan seperti
dalam batas yang diperintahkan
normal. 3. Monitor pernafasan 6. Monitor kecepatan
irama, kedalaman
dan kesulitan
bernafas
7. Monitor suara nafas
tanmbahan seperti
ngorok atau mengi
8. Auskultasi suara
nafas setelah
tidakan, untuk
dicatat
9. Monitor secara ketat
pasien-pasien yang
berisiko tinggi
mengalami
gangguan respirasi
10. Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk keguiatan
yang
mneningkatkan
atau memperburuk
sesak nafas tersebut

16
Nyeri akut berhubungan dengan detak atau ritme jantung tidak normal
ditandai dengan nyeri dada.
Tujuan & Kriteria
Intervensi Aktivitas-aktivitas
Hasil
Tujuan : dalam waktu 1. Manajemen nyeri 1. Gunakan strategi
2x24 jam nyeri komunikasi terapeutik
pada dada untuk mengetahyi
berkurang pengalaman nyeri dan
Kriteria Hasil : klien sampaikan penerimaan
menyatakan rasa pasien terhadap nyeri
nyaman setelah 2. Gali pengetahuan dan
nyeri berkurang kepercayaan pasien
mengenai nyeri
3. Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
4. Evaluasi pengalaman
nyeri pada masa lampau
5. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
2. Pemberian 7. Temtukan lokasi,
analgesik karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebeum
mengobati pasien
8. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesi
yang direspon
9. Cek adanya riwata
alergoi obat
10. Pilih analgesik atau
kombinasi anlagesik
yang sesuai ketika lebih
dari diberikan

17
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplei oksigen ke jaringan dengan kebutuhan akibat sekunder
penurunan curah jantung.
Tujuan & Kriteria
Intervensi Aktivitas-aktivitas
Hasil
Tujuan : Dalam waktu 1. Terapi aktivitas 1. Pertimbangkan
3x24 jam terdapat kempampuan klien
respons perbaikan dalam berpartisipasi
dengan melalui aktivitas
meningkatnya spesifik
kemampuan 2. Berkolaborasi dengan
beraktivitas klien ahli terapi fisik,
Kriteria Hasil : Klien okupasi dan terapis
menunjukkan rekreasional dalam
kemampuan perncanaan
beraktivitas tanpa pemantauan program
gejala-gelaja yang aktivitas, jika
berat, terutama memang diperluakn
mobilisasi ditempat 3. Pertimbangkan
tidur, klien tidak komitmen klien
mengalami sesak meningkatkan
napas akibat frekuensi dan jarak
sekunder dari aktivitas
beraktivitas. 2. Perawatan jantung 4. Monitor toleransi
rehabilitasi pasien terhadap
aktivitas
5. Pertahankan jadwal
ambulasi, sesuai
toleransi pasien
6. Berikan dukungan
harapan yang realistis
pada pasien dan
keluarga
7. Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai resep yang
tepatt dan pengobatan
di luar tempat pasien
dirawat
3. Manajemen energi 8. Kaji status pasien

18
yang menyebabkan
kelelahan sesuai
dengan konteks usia
dan perkembangan
9. Anjurkan pasien
mengungkapkan
perasaan secara
verbal mengenai
keterbatasan yang
dialami
10. Gunakan instrument
yang valid untuk
mengukur kelelahan

Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan


status kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
Tujuan & Kriteria
Intervensi Ktivitas-aktivitas
Hasil
Tujuan : Setelah 1. Pengurangan 1. Gunakan pendekatan
dilakukan kecemasan yang tenang dan
perawatan, meyakinkan
kecemasan 2. Nyataka dengan jelas
berkurang harapan terhadap
Kriteria Hasil : Tidur 6- perilaku pasien
8 jam/hari, gelisah 3. Jelaskan semua
hilang, menyatakan proseur termasuk
ansietas berkurang sensai yang akan
diarasakan yang
mungkin akan
dialami selama
prosedur
2. Peningkatan koping 4. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi
tujuan jangka pendek
dan jangka panjang
yang tepat
5. Bantu pasien dalam
memeriksa sumber-
sumber yang tersedia
untuk memenuhi

19
kebutuhannya
6. Dukung hubungan
pasien dengan orang
yang memiliki
ketertarikan dan
tujuan yang sama
7. Bantu pasien untuk
menyelesaikan
masalah dengan cara
yang konstruktif
3. Terapi relaksasi 8. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi sert
jenis relaksasi yang
tersedia
9. Tentutakna pakah
ada intervnsi
relaksasi dimasa
lalau yang sudah
memberikan manfaat
10. Berikan deskripsi
detail terkait
intrvensi relaksasi
yang dipilih

Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan sesak napas


Tujuan & Kriteria
Intervensi Aktivitas-aktivitas
Hasil
Tujuan : setelah 1. Peningkatan tidur 1. Tentukan pola
dilakukan tidur/aktivitas pasien
perawatan 2. Perkirakan tidur/siklus
kebutuhan bangun pasien di
gangguan dalam perawatan
pemenuhan tidur perencanaan
berkurang 3. Jelaskan pentingnya
Kriteria Hasi : Klien tidur yang cukup
tidak mengeluh 4. Tentukan efek dari
mengantuk, TTV obat (yang
dalam batas dikomsumsi)

20
normal, mata tidak pasienterhadap pola
merah, tidur 6-8 tidru
jam/hari 5. Monitor/catat pola
tidur pasien dan
jumlah jam tidur
6. Anjurkan pasien untuk
memantau pola tidur
7. Monitor partisipasi
dalam kegiatan yang
melelalhkan selama
terjaga untuk
mencegah penat yang
berlebihan
8. Dorong pasien untuk
menetapkan rutinitas
tidur untuk
memfasilitasi
perpindahan dan
terjaga menuju tidur
9. Bantuk untuk
menghilangakn situasi
stress sebelum tidur
10. Monitor makanan
sebelum tidur dan
intake minuman yang
dapat mmengganggu
tidur

D. Penelitian Terkait Gagal Jantung

21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gagal jantung dapat dibagi
menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat
dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta
gagal jantung kronis (Mariyono dan Santoso, 2007). Penyebab umum penyakit
gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot jantung karena
isekemi akut atau kronik, prningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi,
atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial) (Ervinaria Uly Imaligy,
2014). Penyebab utama penyakit gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan
stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regrgitasi aorta) menyebabkan kelebihan
beban volume (peningktan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan
beban tekanan (peninhkatan afterload). (Mariyono dan Santoso, 2007).
Beberapa tanda dan gejala yang dialami pasien gagal jantung adalah
dispnea/sesak nafas, batuk kronis atau muncul wheezing, edema, fertigue,
nausea, konfusi, dan takikardia. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mengangkat diagnosa gagal jantung antara lain, pemeriksaan
darah, foto thoraks, pemeriksaan EKG, pemeriksaan ekokardiografi dan tes
latihan stress (Reza Fikriana, 2018).

B. Saran
Gagal jantung telah menjadi penyakit yang umum bagi banyak orang saat
ini. Jika anda memiliki gagal jantung anda dapa mngendalikan oenyakit ini
dengan cara mengonsumsi obat-obatan atau dengan pembedahan. Saran yang
kami berikan bagi penderita gagal jantung yaitu selalu melakukan
pemeriksaan guna mengetahui sejauh mana mana kondisi dan seberapa parah
penyakitnya.

30
22
DAFTAR PUSTAKA

Arianda, RH. 2014. Gambaran Peresapan ACE INHIBITOR pada Pasien Gagal
Jantung yang Dirawata Inap Di RSUP Dr Kariadi Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Dipenegoro.

Bulechek, Gloria M, dkk,. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) 6th


Edition. Indonesia: Elsevier.

Fikriana, Riza. 2018. Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta: Deepublish.

Firdaus, Isman dkk. .2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) Dan Clinical Pathway
(CP) Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah Pembuluh Darah Edisi
Pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Guntur. 2019. Sistem Kardiovaskuler. Makassar: Uwais Inspira Indonesia.

Harikatang, Agus D dkk. 2016. Hubungan Antara Jarak Tempuh Tes Jalan 6
Menit dan Fraksi Ejeksi pada Pasien Gagal Jantung Kronik Terhadap
Kejadian Kardiovaskular. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. 4(1):250-255.

Imaligy, Ervinaria Uli. 2014. Gagal Jantung pada Geriatri. Dokter Umum Rumah
Sakit Gigi dan Mulut, Bandung. 41(1):20.

Kasahara, Yasuke dkk. 2015. The Relation of Respiratory Muscle Strength to


Disease Severity and Abnormal Ventilation During Exercise in Chronic
Heart Failure Patients. Yokohama, Japan

Kopapdi. 2015. Optimalisasi Peran Spesialis Penyakit Dalam Sebagai Garuda


Terdepan Layanan Spesialistik Komprehensif Guna Meweujdkan Pelayanan
Kesehatan yang Berkualitas dan Berdaya Saing Tinggi dalam Menyongsong
AFTA. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran.

31
23
NANDA Internetional. 2017. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions And Classification 2018-20120 Eleventh Edition. Jakrata: EGC.

Razazi, Rezvan dkk. 2018. The Relationship between Health Literacy and
Knowledge about Heart Failure with Recurrent Admission of Heart Failure
Patients. University of Medical Sciences, Faculty of Nursing and Midwifery,
Iran. 7(3):123-124.

Siswanto, Bambang Budi dkk. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi
Pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuar Indonesia.

32
24

Anda mungkin juga menyukai