Anda di halaman 1dari 15

2.2.

SKIZOAFEKTIF
2.2.1 Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas
skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala
gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua
yaitu, tipe manik dan tipe depresif.14

2.2.2 Etiologi 6

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu


banyak
dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu
teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa
genetik dan lingkungan.

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat


model konseptual telah diajukan :

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia


atau suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-
sama dari skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis
ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan
skizofrenia maupun suatu gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif
adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua
tiga kemungkinan yang pertama.
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon
pengobatan jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang.
Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang
dilakukan untuk mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada
anggapan bahwa skizofrenia dan gangguan mood adalah keadaan yang
terpisah sama sekali, namun beberapa data menyatakan bahwa
skizofrenia dan gangguan mood mungkin berhubungan secara genetic.
Beberapa kebingungan yang timbul dalam penelitian keluarga pada
pasien dengan gangguan skizoafektif dapat mencerminkan perbedaan
yang tidak absolute antara dua gangguan primer. Dengan demikian
tidak mengejutkan bahwa penelitian terhadap sanak saudara pasien
dengan gangguan skizoafektif telah melaporkan hasil yang tidak
konsisten. Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan diantara
sank saudara pasien yang pasien dengan skizoafektif, tipe bipolar;
tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe
depresif, mungkin berada dalam resiko yang lebih tinggi menderita
skizofrenia daripada suatu gangguan mood.

2.2.3 Manisfestasi Klinis 13,15

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik


gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara
bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik
menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe
depresif, gejala depresif yang menonjol.

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,


perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan
gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis


gangguan jiwa (PPDGJ-III): 13
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):

a. “Thought Echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau


bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau

“Thought Insertion or Withdrawal” = isi yang asing dan luar


masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

“Thought Broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga


orang lain atau umum mengetahuinya;

b. “Delusion of Control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh


suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

“Delusion of Passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya


dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” =
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)
“Delusional Perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
c. Halusinasi Auditorik:
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
 Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing
dan dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
1. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus,
2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme;
3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
4. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa
aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut
dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara
sosial.

2.2.4 DIAGNOSIS 4,6,15

Karena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik


baik skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam
kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan
perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua
kondisi lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah


bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode
depresif berat atau episode manik yang bersama-sama dengan
ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.Di
samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama
sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang
menonjol.Gejala gangguan mood juga harus diteukan untuk sebagian
besar periode psikotik aktif dan residual.Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan
mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-


IV)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood
terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk
sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.Ed. 4.Hak cipta
American Psychiatric Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan
skizoafektif, tipe depresif.Seorang pasien diklasifikasikan menderita
tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu
episode campuran dan episode depresif berat.Selain itu, pasien
diklasifikasikan menderita tipe depresif.

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang


terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan
begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling
bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit
skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada
bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan
waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29.Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya
menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan


PPDGJ-III
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam
beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit
yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit
tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresif (F30-F33)

Menurut PPDGJ-III :

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic


Pedoman Diagnostik
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe
manic yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan
sebagian besar episode skizoafektif tipe manic.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan
afek yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas
atau kegelisahan yang memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a)
sampai (d).

F 25.1 Skizoafektif tipe depresif


Pedoman diagnostik
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe
depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana
sebagian besar di dominasi oleh skizoafektif tipe depresif.

 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala


khas, baik depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti
tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F 32)

 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a)
sampai (d).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran


 Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada
secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar
campuran (F31.6)
F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya
F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT

2.4.5. DIAGNOSIS BANDING 4,6


Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik.semua
kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan
steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan
beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus
kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood
yang bersama-sama. Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis
perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak untuk
menyingkirkan kelainan anatomis dan elektroensefalogram untuk
memastikan setiap gangguan yang mungkin.
Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam
praktik klinis, psikosis padasaat datang mungkin mengganggu deteksi
gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masalalu. Dengan
demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai
gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.

6,11
2.4.6 PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis
yang jauh lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif,
memiliki prognosis yang lebih buruk dari pasien dengan gangguan
bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa
penelitian yang mngikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah
episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan,
dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe


bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan gangguan pramorbid yang
buruk; onset yang perlahan-perlahan; tidak ada factor pencetus;
menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau gejala
negative; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan
riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing
karakteristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Scheneider tampaknya tidak
meramalkan perjalanan penyakit.

4, 7
2.4.7 PENATALAKSANAAN
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.

A. Pengobatan Farmakoterapi
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan
skizoafektif adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan
pemberian antimanik atau antidepresan. Pemberian obat
antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk pengendalian jangka
pendek.

Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan


farmakoterapi berupa Lithium Carbonate, Carbamazepine
(Tegretol), Valproate (Depakene), ataupun kombinasi dari obat
anti mania jika satu obat saja tidak efektif. Sedangkan pasien
dengan gannguan skizoafektif tipe depresif dapat diberikan
antidepresan. Pemilihan obat antidepresan memperhatikan
kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor
Reuptake Serotonin Selektif (SSRI) sering digunakan sebagai
agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau insomnia dapat
disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan
dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi
elektrokonvulsif.

Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma


dan tes fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus
dilakukan secara berkala.

- Skizoafektif, episode manik atau campuran fase akut


Kriteria akut yaitu:
1. Total skor Positive and Negative Symptom Scale- Excited
Component (PANSS-EC) yaitu P4= gaduh gelisah; P7=
permusuhan; G4= ketegangan; G8= ketidakkooperatifan;
G14= buruknya pengendalian impuls, minimal satu butir
skornya 4 atau lebih.
2. Kategori nilai The Agitation-Calmness Evaluation Scale
(ACES) adalah 1 atau 2 (1=agitasi berat yaitu
meningkatnya aktivitas fisik, banyaknya pembicaraan,
dapat terjadi kekerasan fisik, bila diminta diam, pasien
tidak bisa mengontrol tanda-tanda agitasinya, memerlukan
perhatian atau supervisi terus-menerus atau perlu
pengikatan; 2= agitasi sedang yaitu peningkatan aktivitas
fisik derajat sedang, banyak bicara dan mungkin
mengancam secara verbal, tidak ada kekerasan fisik, dapat
mengontrol tanda-tanda agitasi bila diminta, memerlukan
supervisi atau perawatan standar).
3. Nilai Young Mania Rating Scale (YMRS) adalah 20 dan
dua butir skornya 4 yaitu iritabilitas, pembicaraan, isi dan
perilaku agresif.
4. Nilai 4 pada Clinical Gloal Impression-Severity of Illness
(CGI-SI)

Injeksi :

Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2 x 10 mg/hari

Oral :

Terapi kombinasi:

1. Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3


mg/hari atau quetiapin hari I (200 mg), hari II (400 mg),
hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30
mg/hari.
2. Litium karbonat 2 x 400 mg, dinaikan sampai kisaran
terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis
litium karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal
normal) atau divalproat dengan dosis 3 x 250 mg/hari
(atau konsentrasi plasma 50-125 ug/L)
3. Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari kalau perlu

ECT : 3 kali per minggu (untuk pasien


refrakter)

Psikoterapi : 2 kali per minggu

Edukasi keluarga : 1 kali per minggu

- Skizoafektif episode depresi mayor (fase akut)


Evaluasi risiko bunuh diri yaitu:
1. Adanya ide, keinginan yang kuat, atau rencana bunuh diri
2. Aksesnya ke sarana-saran bunuh diri tersebut atau
letalitasnya
3. Adanya halusinasi komando, gejala psikotik lain atau
ansietas yang berat
4. Adanya penyalahgunaan zat atau alkohol
5. Riwayat atau pernah melakukan usaha-usaha bunuh diri
sebelumnya
6. Riwayat bunuh diri dalam keluarga

Kriteria akut yaitu:

1. Total Montgomery Asberg Depression Rating Scale


(MADRS) minimal 20 dan skor 4 atau lebih pada butir;
perasaan sedih yang terlihat, ketidakmampuan merasakan
(hilangnya minat), dan pikiran-pikiran bunuh diri.
2. Total skor PANSS minimal adalah 70 dengan minimal
satu butir mempunyai nilai 4 atau lebih yaitu P1, P3, P6,
N2, G3, G6, G7, G13.

Injeksi :

Olanzepin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2 x 10 mg/hari


Oral :

Terapi kombinasi:

1. Litium 2 x 400 mg/hari, dinaikan sampai kisaran


terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis
litium karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal
normal) atau Divalproat dengan dosis awal 3 x 250
mg/hari dan dinaikan setiap beberapa hari hingga kadar
plasma mencapai 50-100 mg/L atau karbamazepin dengan
dosis awal 300-800 mg/hari dan dosis dapat dinaikan 200
mg setiap dua-empat hari hingga mencapai kadar plasma
4-12 ug/mL sesuai dengan karbamazepin 800-1600
mg/hari atau Lamotrigin dengan dosis 200-400 mg/hari.
2. Antidepresan, SSRI, misalnya fluoksetin 1 x 10-20
mg/hari.
3. Antipsikotika generasi kedua Olanzepin 1 x 10-30 mg/hari
atau risperione 2 x 1-3mg/hari atau quetiapin hari I
(200mg), hari II (400 mg), hari III (600mg) dam
seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30 mg/hari.

ECT : 3 kali per minggu (pasien refrakter


terhadap obat atau katatonik)

Psikoterapi : 3 kali per minggu

Edukasi keluarga : 1 kali per minggu

- Skizoafektif (fase lanjutan)


Pasien dikatakan remisi apabila:
1. Total skor YMRS 8 disertai satu skor 2 pada butir
iritabilitas, pembicaraan, isi dan perilaku agresif.
2. Total skor MADRS ≤ 10.
3. Total skor PANNS ≤ 40.
4. Skor masing-masing butir PANSS-EC adalah ≤ 3.
5. Skor ACES adalah 8 yaitu tidak ada aktivitas verbal dan
fisik dan dapat tidur nyenyak.
6. CGI-SI adalah ≤ 2.

Monoterapi :

Litium karbonat 0,6-1 mEq/L biasanya dicapai dengan dosis


900-1200 mg/hari sekali sehari malam.
Divalproat dengan dosis 500 mg/hari
Olanzepin 1 x 10 mg/hari
Quetiapin dengan dosis 450-600 mg/hari
Risperidon dengan 1-4 mg/hari
Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari
Klozapin dosis 300-750 mg/hari (bagi pasien yang refrakter)

Terapi kombinasi

B. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang
psikiatri sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan
skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus
dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin sangat luas,
karena pasien mengalamaikeadaan psikosis dan variasi kondisi
mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami
kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan
pasien tersebut.1

 Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan


megembangkan cara berpikir alternatid, fleksibel, dan positif
serta melatih kembali respon kognitif dan pikiran yang baru.
 Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:
 Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobotan, efek samping pengobatan.
 Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan
rajin kontrol setelah pulang dari perawatan.
 Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai