Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MANDIRI KULIAH FILSAFAT

Etika Kedokteran Indonesia

Nama/NPM/Prodi : Yulia Cahya Khasanah/2306332503/Kardiologi

Narasumber : Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM., S.H., M.Si., Sp.F(K)

Hari/Tanggal/Jam : Kamis, 28 Maret 2024/10.00-11.50

1) Apa ciri desain KODEKI 2012 yang berbeda dari kode etik sebelumnya?

1. Penekanan pada kesejahteraan pasien ditegaskan dalam KODEKI 2012 dengan


menempatkan perhatian yang lebih besar pada aspek kesejahteraan dan hak-hak
pasien, termasuk hak pasien untuk mendapat informasi yang jelas dan pemahaman
yang memadai tentang prosedur medis.
2. Penekanan pada profesionalisme dan integritas diperkuat dalam KODEKI 2012
dengan menegaskan pentingnya kedua aspek tersebut dalam praktik kedokteran,
termasuk etika dalam hubungan dokter-pasien dan antar-profesional.
3. Pengaturan yang lebih terperinci dengan menambah perincian pasal dalam bentuk
Cakupan Pasal bertujuan untuk merinci lebih lanjut konteks, situasi, dan kondisi yang
relevan, sehingga isi pasal tersebut menjadi lebih komprehensif tanpa mengubah
makna normatifnya. KODEKI 2012 memiliki pengaturan yang lebih terperinci
daripada kode etik sebelumnya, termasuk penjelasan yang lebih rinci tentang hak dan
kewajiban dokter serta standar perilaku yang diharapkan.
4. Inklusi isu-isu kontemporer merupakan ciri KODEKI 2012 yang mencakup masalah-
masalah terkini yang relevan dengan praktik kedokteran saat ini, seperti etika dalam
penggunaan teknologi medis atau masalah privasi pasien dalam era digital.
5. Kepatuhan terhadap standar internasional menjadi fokus KODEKI 2012 dengan
mengadopsi atau merujuk pada standar etika internasional yang diterima secara luas
dalam praktik kedokteran global, sehingga memastikan bahwa dokter di Indonesia
mematuhi standar yang diakui secara internasional.
6. Peningkatan kesadaran terhadap masalah etika merupakan upaya KODEKI 2012
untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dokter tentang masalah-masalah etika
yang kompleks yang mungkin mereka hadapi dalam praktik kedokteran sehari-hari.
7. Penekanan pada tanggung jawab sosial juga ditegaskan dalam KODEKI 2012 dengan
menempatkan penekanan yang lebih besar pada tanggung jawab sosial dokter dalam
masyarakat, termasuk keterlibatan dalam upaya kesehatan masyarakat dan advokasi
untuk masalah kesehatan yang relevan.
8. Secara isi, KODEKI 2012 mencakup bab Penutup yang menjadi pasangan
Mukadimah, dengan penambahan jumlah pasal menjadi 21 karena penambahan
perincian pasal dan penggantian bunyi pasal yang ada, serta menampung wawasan
baru dari "Code of Medical Ethics" dalam cakupan pasal.
9. Secara keseluruhan, revisi KODEKI 2012 tidak mengubah inti dari pasal-pasal yang
sudah baik sebelumnya, terutama yang mencerminkan standar profesi tinggi serta
nilai-nilai etika dan moral dokter yang universal, termasuk di Indonesia. Perubahan
yang dilakukan lebih berfokus pada pasal-pasal yang berkaitan dengan praktik medis
sehari-hari yang dianggap kurang relevan setelah berlaku selama sekitar sepuluh
tahun. Sehingga, revisi lebih menitikberatkan pada penajaman dan penyempurnaan
secara editorial dalam penjelasan, serta beberapa tambahan yang mengikuti
perkembangan zaman.Secara garis besar, revisi KODEKI 2012 tidak mengubah inti
dari pasal-pasal yang sebelumnya sudah baik, terutama yang mencerminkan standar
profesi tinggi serta nilai-nilai etika dan moral dokter yang universal, termasuk di
Indonesia. Perubahan yang dilakukan lebih berfokus pada pasal-pasal yang berkaitan
dengan praktik medis sehari-hari yang dianggap kurang relevan setelah berlaku
selama sekitar sepuluh tahun. Sehingga, revisi lebih menitikberatkan pada penajaman
dan penyempurnaan secara editorial dalam penjelasan, serta beberapa tambahan yang
mengikuti perkembangan zaman.
10. Dalam KODEKI 2012, terdapat penambahan pada cakupan pasal yang menyertakan
kalimat-kalimat yang lebih tegas dan jelas, khususnya untuk merinci konteks atau
situasi yang relevan, sehingga pasal-pasal tersebut menjadi lebih lengkap tanpa
mengubah substansi normatifnya. Selain itu, penambahan dalam cakupan pasal juga
mencakup spesifikasi tentang perlakuan atau batasan toleransi terhadap makna khusus
yang terdapat dalam pasal tersebut, agar norma etika yang terkandung di dalamnya
dapat diterapkan dengan lebih konkret.
11. Kesesuaian kata, baik dalam pasal maupun cakupan pasal, menekankan pada
penegasan norma yang lebih ketat, yang tercermin dalam penggunaan kata "wajib"
atau "dilarang" dalam pasal. Meskipun begitu, dalam konteks cakupan pasal,
penekanan tersebut dapat mengalami penyesuaian menjadi "seharusnya" atau
"seyogyanya" untuk lebih mempertimbangkan aspek kontekstual.

2) Sebutkan 3 jenis pelanggaran pasal tersering KODEKI dari kasus spesialisasi teman
sejawat!

Dalam situasi yang melibatkan spesialis jantung dan pembuluh darah, ada kemungkinan
terjadi pelanggaran terhadap beberapa pasal KODEKI. Tiga jenis pelanggaran yang bisa
terjadi dalam konteks ini adalah:

1. Pelanggaran terhadap independensi profesi (Pasal 3): Dalam praktik spesialisasi


kardiologi dan vaskular, terkadang ada tekanan untuk memberikan rekomendasi atau
pengobatan yang sesuai dengan keinginan pasien atau pihak lain, yang mungkin
bertentangan dengan hukum dan etika kedokteran. Hal ini dapat mengakibatkan
pelanggaran terhadap prinsip integritas, di mana dokter spesialis tidak bersikap
objektif dalam memberikan pelayanan medis.
2. Pelanggaran terhadap standar pelayanan medis yang baik (Pasal 2): Dalam praktik
spesialisasi kardiologi dan vaskular, terdapat ketidakmerataan dan kekurangan
fasilitas layanan kesehatan untuk mendukung pelayanan yang optimal, terutama di
daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Ini menyebabkan terkadang
dokter spesialis tidak memberikan pelayanan secara menyeluruh dalam praktik medis
mereka.
3. Pelanggaran terhadap profesionalisme (Pasal 8): Dalam praktik spesialisasi kardiologi
dan vaskular, jumlah pasien yang banyak terkadang memengaruhi kinerja dan
keselarasan antara keputusan medis dan etis dokter spesialis. Hal ini dapat
mengakibatkan pelanggaran terhadap prinsip profesionalisme, di mana dokter
spesialis mungkin tidak memberikan pelayanan medis secara kompeten dan penuh
empati.
3) Bagaimana cara mencegah terjadinya kehinaan profesi dari ketiga pelanggaran pasal
tersebut?

Untuk mencegah pelanggaran berbagai pasal KODEKI yang telah disebutkan, terdapat
beberapa langkah yang dapat diambil oleh spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu:

1. Pelanggaran terhadap independensi profesi (Pasal 3): Dokter spesialis harus senantiasa
mempertimbangkan prinsip etika dalam setiap keputusan medis yang difokuskan pada
keselamatan pasien, serta tetap menjaga hubungan profesional dengan industri farmasi dan
layanan kesehatan lainnya, dengan menghindari konflik kepentingan dan menunjukkan
transparansi dalam interaksi tersebut.

2. Pelanggaran terhadap standar pelayanan medis yang baik (Pasal 2): Dokter spesialis,
melalui organisasi profesi, dapat memperjuangkan pemenuhan fasilitas, sarana, dan prasarana
sesuai dengan standar minimal dan pedoman Nasional pelayanan kedokteran. Hal ini
bertujuan untuk memastikan pelayanan medis yang komprehensif demi keamanan pasien
yang lebih baik.

3. Pelanggaran terhadap profesionalisme (Pasal 8): Dokter spesialis diharapkan meningkatkan


tanggung jawab terhadap pasien dengan melalui pelatihan profesionalisme dan kesadaran
etika. Ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam menghadapi
tantangan, serta melalui organisasi profesi, berupaya memperjuangkan pemenuhan sumber
daya manusia dan dukungan yang memadai. Hal ini bertujuan agar dokter dapat memberikan
perawatan yang tepat dan penuh perhatian kepada setiap pasien tanpa terburu-buru atau
terbebani.

Selain langkah-langkah tersebut, penting bagi spesialis jantung dan pembuluh darah untuk
terus melakukan pelatihan etika yang berkelanjutan, mengikuti perkembangan dalam bidang
etika medis, dan berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk menjaga standar etika yang tinggi
dalam praktik medis mereka.

4) Bagaimana saran teman sejawat kepada Dewan Pembina Etika PDSp masing-masing
terkait etika kesejawatan dan sosiologi profesi?

1. Membangun kultur etika yang kuat, Dewan Pembina Etika PDSp harus berperan aktif
dalam membangun dan memperkuat kultur etika di antara anggota Perhimpunan. Ini
dapat dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan, dan pembahasan secara terbuka
tentang isu-isu etika yang relevan dengan praktik kesejawatan.
2. Mendorong transparansi dan akuntabilitas, Dewan Pembina Etika PDSp dapat
mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam praktik kesejawatan dengan
memfasilitasi proses pengaduan terhadap pelanggaran etika, serta memastikan bahwa
proses penanganan pengaduan dilakukan dengan adil dan transparan.
3. Memperhatikan aspek sosiologi profesi, Dewan Pembina Etika PDSp harus mengakui
pentingnya memperhatikan aspek sosiologi profesi dalam memahami dinamika
interaksi antara dokter, pasien, dan sistem kesehatan. Hal ini mencakup memahami
faktor-faktor sosial dan budaya yang dapat memengaruhi praktik kesejawatan dan
hubungan dokter-pasien.
4. Menyediakan bimbingan dan dukungan, Dewan Pembina Etika PDSp dapat
menyediakan bimbingan dan dukungan kepada anggota Perhimpunan dalam
menavigasi dilema etika yang kompleks dalam praktik kesejawatan. Ini dapat
dilakukan melalui penyediaan sumber daya, konsultasi, dan pembahasan kasus-kasus
etika.
5. Mengadopsi standar etika yang diperbaharui, Dewan Pembina Etika PDSp harus
secara teratur meninjau dan memperbarui standar etika yang ada sesuai dengan
perkembangan dalam bidang kesehatan, teknologi, dan nilai-nilai sosial. Hal ini
penting agar standar etika yang diterapkan tetap relevan dan sesuai dengan tuntutan
praktik kesejawatan yang terus berkembang.

Dengan mengimplementasikan saran-saran ini, Dewan Pembina Etika PDSp dapat


berperan aktif dalam mempromosikan praktik kesejawatan yang etis dan berkualitas
tinggi di antara anggota Perhimpunan.

Anda mungkin juga menyukai