Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan mempunyai fungsi penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, serta penyelenggaraan
penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi bidang kesehatan. Undang-Undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit dalam pasal 13 ayat (3) mengamanatkan bahwa
“Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standard
profesi, standard pelayanan rumah sakit, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien”.
Diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten, mampu berfikir kritis, selalu berkembang
serta memiliki etika profesi yang tinggi sehingga pelayanan kesehatan dapat diberikan
dengan baik, berkualitas dan aman bagi pasien dan keluarganya. Pertumbuhan tenaga
kesehatan di rumah sakit masih belum optimal, karena kurangnya komitmen terhadap
pertumbuhan profesi, kurangnya keinginan belajar terus menerus, dan pengembangan diri
belum menjadi perhatian utama bagi individu tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Etika Berasal dari kata Pengertian Etika Disipin Proresi Tenaga kesenatanEtik berasal
dari kata "ethics" yang berarti prinsip moral atau aturan beperilaku, aturan tersebut dihimpun
dalam suatu pedoman yang disebut kode etik. Sedangkan pengertian etika secara umum
Menurut Bertens k (2000) dalam Sumijatun 2011, nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah "Kode Etik". Ilmu yang
membahas tentang moralitas Etika profesi adalah Sistem dari prinsip-prinsip moral atau
aturan-aturan perilaku yang diterapkan pada suatu profesi. Etika Profesi berarti perilaku yang
diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan kasitas profesionalnya
(Tabbner, 1981). Etika dalam tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam
menentukan perilaku yang beretika dan dalam pengambilan keputusan etis, apakah suatu
tindakan dilarang, diperlukan, atau diizinkan dalam suatu keadaan yang diperlukan untuk
membuat keputusan etis (Potter & Perry, 2005). Etika dan moral merupakan sumber dalam
merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun berperilaku serta membuat
keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi, yang
mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesi
(Donheny, Cook, Stoper, 1982). Prinsip-Prinsip Moral/Etis dalam mengambil keputusan,
tenaga kesehatan hendaknya senantiasa mendasarkan dan mempertimbangkan pada prinsip-
prinsip moral yang sifatnya universal. Prinsip yang paling dasar adalah: "Hormat terhadap
pribadi manusia".
Istilah disiplin dikembangkan dari latin yaitu ‘disciplina’ (disciples) yang berarti
instruction, teaching. Dijelaskan juga dalam cassella’s new latin dictionary disebutkan juga
body of knowledge that which is touch, learning science. Dalam arti yang lebih luas juga
disebutkan sebagai training, education discipline of boys, of slaves, military training,
discipline, ordered wau of life (Guwandi 2005).
Adapun disiplin profesi pada dasarnya adalah etika yang khusus berlaku bagi orang
atau kelompok orang tertentu yang melakukan praktik profesi tertentui pula, namun dengan
bentuk dan kekuatan sanksi yang lebih tegas disbanding sanksi etika pada umumnya,
meskipun tetap lebih “lunak” dibandingkan sanksi hukum. Sanksi yang diancam oleh suatu
disiplin profesi relative lebih keras dibandingkan sanksi etika pada umumnya, karena sanksi
disiplin berkaitan dengan dapat atau tidaknya pemegang profesi tertentu untuk terus
memegang atau menjalankan profesinya.
Dalam Undang-Undang No 36 tahun 2014 pasal 38 huruf d menyatakan bahwa dalam
menjalankan tugasnya, konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai wewenang untuk
menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi tenaga kesehatan. Jika kita merujuk pada
UU No 29 tahun 2004 dapat diketahui bahwa arti disiplin profesi “aturan-aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan”. Dimasukkannya etika profesi
dan disiplin profesi ke dalam suatu Undang-Undang menurut mahkamah harus dipahami
bahwa pembentuk Undang-Undang member penekanan pentingnya etika profesi dan disiplin
profesi untuk dilaksanakan sebagai pedoman bagi perilaku tenaga kesehatan.
Hal yang harus digaris bawahi adalah meskipun etika profesi dan disiplin profesi
dimaksud diatur/dimuat di dalam sebuah Undang-Undang, tidak dapat langsung diartikan
bahwa etika dan disiplin profesi dimaksud memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan
norma hukum yang berada di dalam Undang-Undang yang sama. Jika etika profesi dan
disiplin profesi yang diatur dalam suatu Undang-Undang diberi kekuatan berlaku (dan
mengikat) yang sama dengan norma hukum di dalam Undang-Undang, maka konsekuensinya
adalah pelanggaran terhadap etika profesi dan disiplin profesi akan dikenai sanksi hukum,
terutama sanksi pidana dan sanksi perdata, padahal pelanggaran atas etika profesi dan disiplin
profesi hanya dapat dikenai sanksi secara etika pula dan/atau secara administratif. Dengan
kata lain meskipun etika profesi, disiplin profesi, dan norma hukum dimaksud ketiganya
dimuat dalam Undang-Undang yang sama, namun secara normatife tidak dapat saling
meniadakan atau saling menggantikan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan pemantauan etika dan disiplin untuk :
a. Memastikan bahwa seluruh tenaga kesehatan telah menerapkan prinsip etika dan
disiplin profesi.
b. Memastikan bahwa ketidaksesuaian/masalah dapat dikendalikan.
c. Menciptakan pelayanan kesehatan yang baik dan benar, bermutu, professional dan
dapat dipertanggungjawabkan secara etik.

1.3. Ruang Lingkup Pelayanan Dan Batasan Operasional


Adapun ruang lingkup pelayanan dan batasan operasional pelayanan kesehatan dan hal-
hal yang menjadi fokus di Rumah Sakit gigi dan mulut Universitas Sumatera Utara yaitu:
a. Keperawatan Gigi
b. Asisten Apoteker
c. Apoteker
d. Rekam medis
e. Radiogrfer
f. Elektromedis
g. Analis Kesehatan

1.4. Landasan Hukum


A. Keperawatan Gigi
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, bagian/pasal
menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan termasuk perawat gigi berkewajiban
mematuhi standard profesinya.
2. Sedangkan berdasar keputusan menkes nomor 378/MENKES/SK/III/2007 tentang
ijin kerja dan penyelenggaraan praktik perawat gigi, dinyatakan bahwa standart
profesi adalah batasan-batasan yang harus di ikuti oleh tenaga kesehatan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan pada klien atau pasien secara professional.
Dan standar profesi gigi disusun sesuai standar profesi yang berlaku di pusat
pemberdayaan profesi dan tenaga kesehatan luar negeri.
3. Undang-undang kesehatan No. 36/2009, yang berkaitan dengan peraturan tenaga
peraturan tenaga kesehatan termasuk perawat gigi.
B. Asisten Apoteker
Lingkup pekerjaan kefarmasian asisten apoteker sesuai keputusan Menteri
Kesehatan No 679/MENKES/SK/V/2003 pada BAB III pasal 8 ayat 2 (dua) meliputi:
1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh asisten apoteker dilakukan dibawah
pengawasan apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lingkup hak dari pekerjaan kefarmasian meliputi:
a. Hak untuk mendapatkan posisi kemitraan dengan profesi tenaga kesehatan lain.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum pada saat melaksanakan praktek
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
c. Hak untuk mendapatkan jasa profesi sesuai dengan kewajiban jasa professional
kesehatan.
d. Hak bicara dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan untuk
memberikan keamanan masyarakat dalam aspek sediaan farmasi dan pembekalan
kesehatan lainnya.
e. Hak untuk mendapatkan kesempatan menambah/meningkatkan ilmu pengetahuan
baik melalui pendidikan lanjut (S1), pelatihan maupun seminar.
f. Hak untuk memperoleh pengurangan beban studi bagi yang melanjutkan
pendidikan ke jenjang S1 farmasi

C. Apoteker
1. Dasar hukum yang mengatur pengadaan perbekalan farmasi adalah Permenkes RI
No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan
beberapa peraturan lain yang mendukung. Hasil kajian yang diperoleh
berdasarkan kajian pustaka adalah pengelolaan kegiatan kefarmasian di Rumah
Sakit pada tahap pengadaan perbekalan farmasi dilakukan IFRS yang dipimpin
oleh apoteker
2. Undang-Undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23 ayat (1) Tenaga
kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Serta pasal
108 ayat (1) mengatur kewenangan seorang tenaga kefarmasian (Apoteker)
3. Landasan hukum keberadaan profesi apoteker di Indonesia dimasukkan sebagai
kelompok tenaga kesehatan adalah UU RI No.36 Tahun 2014 pasal 11 ayat (1)
hurf e tentang kefarmasian dan ayat (6) jenis tenaga kesehatan yang termasuk
dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
4. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 15 Ayat (2)
menyebutkan pelayanan mengenai sediaan farmasi khususnya di rumah sakit
harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian
5. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (3) UU Nomor 44 Tahun 2009
yakni pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit dilakukan IFRS dengan
menerapkan sistem satu pintu. Sistem satu pintu merupakan suatu kebijakan
dalam bidang kefarmasian dengan ruang lingkup pembuatan formularium Rumah
Sakit, pengadaan perbekalan farmasi, dan pendistribusian perbekalan farmasi di
Rumah Sakit.

D. Rekam Medis
Secara umum informasi rekam medis bersifat rahasia. Sumber hukum yang dapat
dijadikan acuan didalam masalah informasi medis yang menyangkut rekam medis pasien
dicantumkan dalam pasal 48 UU RI No 29 tentang Praktek Kedokteran yaitu mengenai ”
Rahasia Kedokteran ”:
Ayat 1 : Bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
Ayat 2 : Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
Proses pelayanan yang diawali dengan identifikasi pasien baik data sosial pasien maupun
perjalanan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis lainnya. Rekam Medis
merupakan catatan (rekaman) yang harus dijaga kerahasiaannya dan terbatas pada tenaga
kesehatan serta pasien, sehingga memberikan kepastian biaya yang harus dikeluarkan.
Dengan kata lain sifat Rekam Medis mencantumkan nilai Administrasi, Legal, Finansial,
Riset, Edukasi, Dokumen, Akurat Informatif dan dapat dipertanggungjawabkan
(ALFRED AIR).
Landasan hukum yang pakai dalam Pelayanan rekam medis :
1. Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
4. Undang-Undang RI No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
5. Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Pemerintah RI No. 88 tahun 1999 tentang Tata Cara pengalihan
Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau media lainnya dan Legalisasi.
7. Peraturan Pemerintah RI No.34 tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip.
8. Peraturan Pemerintah RI No.10 tahun 1996 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Sistem Informasi RS.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis.
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/MENKES/PER/III tahun 2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan.
13. Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI
No.78/Yanmed/RS/Umdik/YMU/I/91 tentang Pelayanan Rekam Medis di Rumah
Sakit.
14. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI No. HK.00.06.1.5.01160 tahun 1995
tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan
Pemusnahan Arsip Rekam Medis di Rumah Sakit.
15. Buku Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan PORMIKI, tahun 2008.
16. Buku Petunjuk Pengisian Pengolahan dan Penyajian Data RS, Ditjen Bina
Yanmed Depkes RI, tahun 2005.
17. Buku Petunjuk Teknis Sistem Informasi RS, Ditjen Bina Upaya Kesehatan
Kemkes RI, tahun 2011.
18. Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan RS, Ditjen Yanmed
Kemkes RI, tahun 2001.
19. Buku Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber Johnson tahun 1996.
20. Buku Manual Rekam Medis Konsil Kedokteran Indonesia Indonesian Medical
Council, tahun 2006.

E. Radiografer
1. ketentuan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Standar Profesi Radiografer
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/Xl/2008 tentang Standar
Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 81 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Radiografer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
139)
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/Menkes/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Radiografer;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 Tentang
Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di sarana Pelayanan Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 780/Menkes/PER/VIII/2008 Tentang
Penyelengaraan Pelayanan Radiologi;

F. Elektromedis
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.).01.07/MENKES/314/2020 Tentang standart profesi elektromedis.
2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2015 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Elektromedis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 979);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2015 tentang Pengujian dan
Kalibrasi Alat Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1197); 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 371/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Ahli Teknisi Elektromedis;
4. ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Pelayanan Elektromedik;
5. bahwa Pasal 13 ayat (3) Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit mengamanatkan Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit,
standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 371/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Teknisi Elektromedis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Elektromedik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1995);

G. Analis Laboraturium Kesehatan


1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
370/MENKES/SK/III/2007 Tentang standar profesi ahli teknologi laboraturium
kesehatan.
2. Undang – undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. Undang – undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Mentri Kesehatan RI No 411 Menkes/Per/III/2010 Tentang
Laboratorium Klinik.
5. Keputusan Mentri Kesehatan RI No 1267 Menkes/SK/XII/2007 Tentang
Pedoman Klasifikasi dan Kodefikasi Jenis Pemeriksaan, Spesimen, Metode
Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan.
6. Keputusan Mentri Kesehatan RI Tahun 2004 Pedoman Praktek Laboratorium
Yang Benar (GLP) .
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
2. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.
2.1. Keperwatan Gigi
Profesi Perawat Gigi kini disebut dengan terapis gigi dan mulut. Profesi ini punya
wewenang untuk memberi layanan asuhan kesehatan gigi dan mulut secara terencana dalam
kurun waktu tertentu dan berkesinambungan. Tak heran kalau seorang perawat gigi terlibat
dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut, mencegah penyakit gigi, manajemen
pelayanan kesehatan gigi dan mulut, juga dental assisting. Jadi, Perawat Gigi
sekarang nggak cuma memberikan asistensi pada pelayanan Dokter Gigi. Perawat Gigi juga
bisa membersihkan karang gigi, mencabut gigi sulung persistensi, gigi sulung dan gigi tetap
satu akar dengan lokal anestesi, menambal gigi satu atau dua bidang, dan sebagainya sesuai
dengan Permenkes Nomor 20 Tahun 2016. Usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi
dan mulut bisa dilakukan oleh Perawat Gigi dengan memberikan panduan tentang cara
menyikat gigi yang benar untuk menghilangkan karang gigi, pencegahan gigi berlubang dan
penyakit periodontal. Perawat Gigi juga memberikan saran mengenai kebiasaan makan yang
berkaitan dengan kesehatan gigi.

2.2. Asisten Apoteker


Program pembangunan kesehatan nasional dititik beratkan pada peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan terkait dengan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mampu memberikan pelayanan secara profesional.
Profesionalisme menjadi tuntutan utama bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
profesi. Sementara itu masyarakat berkembang menjadi semakin kritis dalam menyikapi
pelayanan kesehatan secara nasional. Mengingat keadaan tersebut maka kebutuhan akan
pelayanan prima di bidang kesehatan menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Sebagai
salah satu anggota mata rantai pelayanan kesehatan nasional, tenaga kesehatan Asisten
Apoteker dituntut profesional dalam bekerja. Dalam melaksanakan tugas profesinya, Asisten
Apoteker bekerja berdasarkan standar profesi, kode etik dan peraturan disiplin profesi yang
telah ditentukan. Melalui profesionalisme diharapkan Asisten Apoteker mampu memberikan
perlindungan kepada para pengguna jasa tenaga kesehatan, diantaranya adalah pasien yang
memerlukan pelayanan dengan baik. Dengan pemikiran di atas maka Persatuan Ahli Farmasi
Indonesia menyusun standar profesi dan kode etik profesi yang digunakan sebagai pedoman
bagi seluruh Asisten Apoteker dalam melaksanakan tugas profesinya. Asisten Apoteker yang
profesional adalah Tenaga Kesehatan yang kompeten, memiliki dasar ilmu pengetahuan
sesuai dengan profesinya, memiliki kemauan untuk trampil melakukan profesinya dan
memiliki sikap yang menampilkan rofesinya. Ketiga komponen kompetensi tersebut
berkembang sesuai perkembangan zaman.
Perkembangan secara global ditandai dengan masuknya perdagangan bebas tingkat
Asean tahun 2008/AFTA dan perdagangan bebas tingkat dunia tahun 2010 (WTO) yang
memungkinkan masuknya tenaga asing dengan bebas ke Indonesia. Dengan demikian
persaingan SDM secara global telah mulai memasuki kehidupan profesi di Indonesia.
Pemenang kompetisi adalah SDM yang mampu bekerja secara profesional di tingkat global.
Profesionalisme SDM Asisten Apoteker, menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi
sehingga penyusunan standar profesi dan etika profesi Asisten Apoteker menjadi sebuah
kebutuhan penting sebagai landasan awal bagi seluruh kegiatan profesi.
Asisten Apoteker yang ada di Indonesia saat ini berlatar belakang lulusan pendidikan
Sekolah Asisten Apoteker / Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan
Farmasi, Akademi Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan
(ANAFARMA) serta Akademi Analisa Farmasi dan Makanan (AKAFARMA). Perbedaan
jenjang pendidikan tersebut menghasilkan Asisten Apoteker dengan kompetensi berbeda
pula. Standar profesi Asisten Apoteker ini disusun eh TIM Penyusun yang ditetapkan oleh
Persatuan Ahli Farmasi Indonesia. Dalam proses penyusunan standar profesi ini, tim
penyusun menerima masukkan dari berbagai kalangan terutama profesi serumpun
kefarmasian yaitu Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia / ISFI sehingga keharmonisan dalam
pelayanan dapat ditata dan dilaksanakan sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Kompetensi Asisten Apoteker digunakan sebagai acuan untuk menyusun kurikulum
pendidikan pada lembaga pendidikan yang meluluskan Asisten Apoteker maupun untuk
meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya. Perbedaan kompetensi
mendasari perbedaan jenjang pendidikan dan senioritas yang melatar belakangi profesi
masing-masing. Dengan tersusunnya standar profesi dan kode etik Asisten Apoteker,
diharapkan seluruh asisten apoteker mampu bekerja secara professional.

2.3. Apoteker
Apoteker adalah suatu profesi yang merupakan panggilan hidup untuk mengabdikan
diri pada kemanusiaan pada bidang kesehatan, membutuhkan ilmu pengetahuan yang tinggi
yang didapat dari pendidikan formal, orientasi primernya harus ditujukan untuk kepentingan
masyarakat.
Ciri- ciri minimal profesi secara umum antara lain sebagai berikut :
1. Profesi merupakan okupasi/pekerjaan berkedudukan tinggi yang terdiri dari para ahli yang
trampil untuk menerapkan peranan khusus dalam masyarakat.
2. Suatu profesi mempunyai kompetensi secara eksklusif terhadap pengetahuan dan
ketrampilan tertentu yang sangat penting bagi masyarakat maupun klien-kliennya secara
individual
3. Pendidikan yang intensif dan disiplin tertentu mengembangkan suatu taraf solidaritas dan
dan eksklusifitas tertentu
4. Berdasarkan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan maupun tanggung jawabnya untuk
mempertahankan kehormatan dan pengembangannya, maka profesi mampu
mengembangkan etika tersendiri dan menilai kualitas pekerjaannya.
5. Profesi cenderung mengabaikan pengendalian dari masyarakat maupun klienkliennya
Profesi dipengaruhi oleh masyarakat, kelompok-kelompok kepentigan tertentu maupun
organisasi profesional lainnya, terutama dari segi pengakuan terhadap dirinya

2.4. Rekam Medis


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi telah
menghasilkan kemajuan diberbagai bidang sehingga kualitas asuhan pelayanan kesehatan
semakin menunjukkan kemajuan. Seiring dengan perkembangan tersebut pemangku
kepentingan di bidang pelayanan kesehatan ikut mengalami perkembangan dan perubahan,
salah satunya adalah penambahan jenis tenaga kesehatan yang terlibat dalam berbagai bentuk
dan tahapan pelayanan kesehatan. Jenis tenaga kesehatan dimaksud tergambarkan
dalamUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Salah satu upaya untuk membangun sikap profesional dalam berkiprah sebagai tenaga
kesehatan adalah dengan menyusun formulasi karakteristik masing-masing tenaga kesehatan,
sehingga formulasi tersebut dapat menjadi acuan semua pihak ketika menggambarkan
masing-masing tenaga kesehatan. Formulasi karakteristik tersebut dikenal sebagai standar
kompetensi, yang bersama-sama dengan standar pendidikan, standar pelayanan, dan standar
etika, disebut sebagai standar profesi.
Standar kompetensi sangat penting sebagai pedoman menyiapkan tenaga kesehatan
melalui pendidikan terstruktur dengan kurikulum pendidikan, dan juga sebagai acuan
penyusunan pedoman pelayanan, pedoman pendidikan dalam menentukan kurikulum, dan
pedoman kualifikasi sesuai kompetensi profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan,
agar terdapat keseragaman antara institusi pendidikan Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan diseluruh indonesia, sehingga tenaga yang dihasilkan akan mencapai standar yang
sama.
Perekam Medis dan Informasi Kesehatan sebagai tenaga yang mempunyai kemampuan
khusus sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap data rekam medis dan
informasi kesehatan. Berdasarkan kebutuhan di pelayanan kesehatan, Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan harus berorientasi pada
kualitas dan efisiensi dengan berlandaskan kompetensi profesional. Dalam keahliannya
Perekam Medis dan Informasi Kesehatan profesional harus peka terhadap lingkungan
sosialnya dan dapat melakukan pendekatan komprehensif yang berkaitan dengan aspek rekam
medis dan informasi kesehatan dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini Perekam Medis
dan Informasi Kesehatan profesional memerlukan pendidikan ilmu dan teknologi rekam
medis dan informasi kesehatan yang berfokus pada keahlian di bidang kerjanya sehingga
dapat memberikan kualitas pelayanan yang prima.
Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan diharapkan dapat menjalin kemitraan
yang optimal antara pemerintah, organisasi profesi serta masyarakat termasuk swasta dalam
mengembangkan pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan harus menantang diri untuk terus
mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka untuk mengimbangi dan
berhasil dalam dunia praktek e-Health di Indonesia yang disebut Rekam Kesehatan
Elektronik (RKE) dengan keahlian dalam keterampilan klinis, keterampilan kepemimpinan
dan manajemen, pengetahuan tentang e-Health.
Pada topik ini secara khusus dibahas tentang kode etik dan standar kompetensi perekam
medis dan informasi kesehatan. Diharapkan setelah mempelajari topik ini mahasiswa mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat
luas.

2.5. Radiografer
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dantanggung jawab
oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatanradiografi dan imejing di unit
pelayanan kesehatan. Radiografermerupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi
bidang radiografidan imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanankesehatan.
(Anonimous,2009).
Sesuai dengan tugas serta kemampuan dan kewenangan (kompetensi) yangdimilikinya,
radiografer mempunyai fungsi yang strategis sebagai salahsatu pengelola penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dibidang radiologidi antaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengerti dan memahami visi dan misi organisasi tempat kerja danorganisasi profesi serta
selalu berusaha agar visi dan misi tersebutdapat terlaksana dengan berupaya melaksanakan
tugas dengan sebaik-baikna, baik sebagai anggota profesi, anggota
akademis maupunsebagai bagian dari anggota masyarakat.
2. Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan radiologi sesuai dengan perkembangan IPTEK
dibidang kedokteran.
3. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi penyelenggara pelayanan radiologi
4. Meningkatkan upaya proteksi radiasi untuk mencegah meningkatnyatingkat paparan
radiasi dalam lingkungan sehingga dapatmeningkatkan keselamatan serta kesehatan
masyarakat dan lingkungandari kemungkinan paparan radiasi yang beasal dari alat dan
atausumber radiasi yang dimanfaatkan untuk keperluan kesehatan.
5. Meningkatkan teknik dan prosedur manajemen perlakuan zat radioakifdan atau sumber
radiasi lainya sehingga mampu mencegah ataumengurangi kemungkinan darurat radiasi.
6. Meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi pemanfaatan zatradioaktif dan atau
sumber radiasi lainnya sehingga memungkinkanmanfaat radiasi semakin besar
dibandingkan dengan resiko bahayayang ditimbulkan.
7. Meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi ketaatan pekerjaradiasi terhadap
teknik dan prosedur kerja dengan zat radioaktif danatau sumber radiasi lainnya sebagai
suatu proses, sehingga tercapai pelayanan yang tepat guna (efektif dan efisien) dan
professional.
8. Meningkatkan upaya jaminan kualitas radiologi termasuk sistem pemeliharaan sarana,
prasarana dan peralatan radiologi sebagai upaya peningkatan kualitas hasil layanan
radiologi dalam bentuk rekam medik radiologi dan Imejing.
9. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya evaluasi pelayanankepada masyarakat
melalui pengadaan kotak saran, angket / kuisionerdalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan radiologi dan mengukurtingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yangdilakukan.(Anonimous3,2009)

2.6. Elektromedis
Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada
hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya yang menyeluruh meliputi peningkatan mutu dan
aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya didirikan untuk menyediakan pelayanan
kesehatan yang bermutu, aman dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini membutuhkan
dukungan sumberdaya, salah satunya tersedia peralatan kesehatan khususnya peralatan
elektromedik. Perkembangan teknologi dibidang kesehatan memacu perkembangan teknologi
dibidang peralatan elektromedik. Teknologi peralatan yang kian canggih dan kompleks serta
nilai investasinya yang tinggi, membutuhkan pengelolaan yang tepat, agar fungsi,
keselamatan dan keamanan, serta manfaat dapat dioptimalkan secara efektif dan efesien.
Untuk itulah diperlukan pelayanan profesional dibidang pengelolaan alat kesehatan,
khususnya peralatan elektromedik. Pelayanan elektromedik merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan dimana pelayanan ini sebagai supporting pelayanan kesehatan dalam
menjamin mutu, keselamatan dan keamanan dalam penggunaan peralatan elektromedik.
www.peraturan.go.id 2016, No.1995 -7- Kebutuhan akan pelayanan elektromedik pada
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya akan cenderung meningkat
sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan peralatan elektromedik dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Guna memenuhi ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, perlu ditetapkan Standar Pelayanan Elektromedik agar
pelayanan elektromedik disetiap fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya
memiliki keseragaman, bermutu, dapat dipertanggung jawabkan, memenuhi kebutuhan
masyarakat sekaligus memenuhi tuntutan perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
perkembangan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.
Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku
di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk. Secara etimologis, kata
etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos”yang artinya timbul dari suatu
kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah
manusia dan perbuatannya.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan ilmu pengetahuan atau keterampilan
khusus sehingga orang yang memiliki pekerjaan tersebut harus mengikuti pelatihan tertentu
agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang berasal dari
bahasa Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau
ahli di bidang tertentu. Sehingga pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang
membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi, dimana umumnya
mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian dan sikap profesional.
Elektromedik atau dalam istilah luar Biomedical Engineering ( BME ) adalah
penerapan prinsip-prinsip rekayasa dan konsep desain untuk kedokteran dan biologi untuk
tujuan kesehatan ( misalnya diagnostik atau terapeutik ). Teknik Elektromedik di Indonesia
lebih dikenal sebagai ilmu yang berisikan materi-materi teknik peralatan surgery, life support,
diagnose, radiologi, laboratorium, terapi, dan kalibrasi.
Etika profesi elektromedis dapat diartikan sebagai suatu sikap menegakkan aturan-
aturan yang disepakati demi kebaikan manusia, sesuai dengan batasan-batasan dalam
melakukan pekerjaan berdasarkan skill atau keterampilan elektromedis.

2.7. Analis Laboraturium kesehatan


Standar profesi ahli teknologi laboraturium kesehatan Indonesia adalah suatu standard
bagi profesi ahli teknologi laboraturium kesehatan di Indonesia dalam menjalankan tugas
profesinya untuk berperan secara aktif terarah dan terpadu bagi pembangunan nasional
Indonesia.Teknologi Laboratorium Kesehatan adalah disiplin ilmu kesehatan yang
memberikan perhatian terhadap semua aspek laboratoris dan analitik terhadap cairan dan
jaringan tubuh manusia serta ilmu kesehatan lingkungan. Ahli Teknologi Laboratorium
Kesehatan adalah tenaga kesehatan dan ilmuwan berketrampilan tinggi yang melaksanakan
dan mengevaluasi prosedur laboratorium dengan memanfaatkan berbagai sumber daya.
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia mencakup standard
kompetensi kerja yang harus dimiliki dan kode etik yang harus dilaksanakan oleh ahli
teknologi laboratorium kesehatan Indonesia dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai
tenaga kesehatan. Kualifikasi pendidikan untuk Profesi Ahli Teknologi Laboratorium
Kesehatan Indonesia adalah lulusan Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) atau
Akademi Analis Kesehatan (AAK) atau Akademi Analis Medis (AAM), atau Pendidikan
Ahli Madya Analis Kesehatan (PAM-AK) atau lulusan Pendidikan Tinggi yang berkaitan
langsung dengan laboratorium kesehatan.
BAB III
STANDAR FASILITAS

Nurstation Swaber

Admin upu

Nurstation

Rawat inap igd

Lab

S waber

Gdng farmasi Klinik upu

Wc Klinik upu R dokter upu


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1. Standar Profesi Keperawatan Gigi


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan, Perawat Gigi adalah salah satu
jenis dari tenaga kesehatan yang bidang garapnya manusia (pasien), melakukan pengobatan
(dasar/sederhana) dan perawatan kepada klien dan pasien. Oleh karena itu,perlu diberikan
perlindungan atau peraturan dari segi etis maupun hukum. Demikian pula dengan profesi di
luar bidang kesehatan, juga mempunyai standar profesi tersendiri.
Yang membedakan profesi di bidang kesehatan (keperawatan) dengan di luar
kesehatan adalah hubungan atau sasaran kerjanya. Untuk profesi keperawatan berhubungan
dengan manusia secara utuh (jiwa dan raga), sementara pada profesi lain jarang berhubungan
dengan masalah sakit-sehat ataupun kemungkinan cacat bahkan sampai hilangnya nyawa
sehingga sering dipermasalahkan. Tenaga keperawatan (gigi) dalam melakukan
pekerjaannnya selalu berhubungan dengan orang yang menderita sakit. Apapun jenis
penyakitnya, tentu memengaruhi emosi pasien. Dengan perkataan lain, tenaga keperawatan
(gigi) selalu berhubungan dengan orang yang secara psikis dalam keadaan sakit, juga secara
emosi membutuhkan perhatian dan perlakuan istimewa dari seorang Perawat.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/671/2020 TENTANG STANDAR PROFESI TERAPIS GIGI DAN
MULUT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66
ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Profesi Terapis Gigi dan Mulut;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5336); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 4. Peraturan Pemerintah
Nomor 67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 173, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6391) 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 945); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2018 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 944); 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
284/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut;
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PROFESI TERAPIS GIGI DAN MULUT. KESATU : Standar profesi Terapis
Gigi dan Mulut terdiri atas: a. standar kompetensi; dan b. kode etik profesi. KEDUA :
Mengesahkan standar kompetensi Terapis Gigi dan Mulut sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KESATU huruf a, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KETIGA : Kode etik profesi sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KESATU huruf b ditetapkan oleh organisasi profesi. KEEMPAT : Pada saat
Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perawat Gigi, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku KELIMA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

4.2. Etika Keperawatan Gigi


Etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or
reference for our control system.” Dengan demikian, etika akan memberikan semacam
batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan
manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat.
dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala maca m tindakan
yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control ” karena
segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social
(profesi) itu sendiri (Martin, 1993).
Kelompok profesi (pekerja profesional) yang mempunyai keahlian dan kepahitan yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi dan
menerapkan semua keahlian atau kemahirannya yang tinggi itu, hanya dapat dikontrol dan
dinilai dari dalam (oleh rekan sejawat atau sesama profesi 1tu sendiri). Organisasi profesi
dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal mi jelas sangat
diperlukan untuk menjaga martabat, serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahliannya
(Wignjosoebroto, 1999).
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi yang dimilikinya kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika
profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang tidak sedikitpun diwarnai
dengan nilai-nilai idealisme.

4.2.1. Pentingnya Etika Pada Profesi Keperawatan Gigi


Keperawatan Gigi adalah :
1. Profesi yang mempunyai bidang garap manusia (membuat Kesejahteraan bagi orang
yang sehat maupun sakit)
2. Profesi yang merupakan. panggilan hidup untuk suatu karya pengabdian (merupakan
wujud dari cinta-kasih).
3. Menerapkan profesi ini harus mempunyai motivasi yang tinggi, komitmen mantap.
4. Karena bidang garapnya manusia maka memerlukan suatu aturan ter tentu.
5. Aturan di sini lebih banyak mengatur tata hubungan antara perawat dengan pasien
atau lebih dikenal dengan Etika hubungan .

A. Perwujudan Nilai Pada Etika Keperawatan Gigi


Keperawatan gigi yang mempunyai nilai etik tinggi dapat diwujudkan dalam bentuk:
1. Melakukan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat.
2. Melapor kepada yang mempunyai wewenang, apabila terjadi ketidaksesuaian
pelayanan dengan kode etik yang ada
3. Menghormati privasi dari seorang klien (pasien)
4. Ketaatan akan disiplin ilmu yang tinggi.
5. Memperhatikan hak second opinion dari klien (pasien)

B. Kepribadian Mempengaruhi Etika keperawatan Gigi


Citra dan peran perawat terwujud oleh kematangan pribadinya. Kematangan pribadi
dari perawat melalui empat tingkatan sebagai berikut:
1. Tingkat kedewasaan emosional. Pada tingkatan ini kedewasaan perawat, biasanya
terlihat dari adanya kepekaan lingkungan, kemampuan bersimpati dan empati, serta
mampu mengendalikan diri dalam mengungkapkan perasaan.
2. Tingkat kedewasaan intelektual. Di sini perawat mampu berpikir logik dan abstrak,
berpikir objektif, analitik, sistemik dan kritis, mampu menerima realitas, dan bertukar
pikiran, serta argumentasi.
3. Tingkat kedewasaan moral, dimana perawat, mempunyai pribadi yang matang atas
kehendak sendiri, mempunyai disiplin diri, mampu mengendalikan nafsu (hal-hal atau
sifat yang tidak baik), dan punya falsafah hidup.
4. Tingkat kedewasaan sosial, dimana perawat mampu menyesuaikan diri, menjalin
hubungan dengan pasien secara wajar, menghargai dan menerima pribadi orang lain,
dan mendukung penegakan lingkungan.
5. Kedewasaan spiritual, dimana perawat mampu menjalin hubungan dengan Allah,
mengembangkan prinsip asih, asah, dan asuh, serta mengambil keputusan secara
bebas, dari batin (netral). Ia juga mampu mengembangkan diri pribadi dan
mempunyai nilai yang dihayati dan punya sikap reflektif.

C. Perilaku Etis Profesional


Perawat gigi atau perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan
yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktik asuhan profesional.
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai atau didapat dari:
1. Pendidikan Perawat atau Perawat Gigi.
2. Diskusi formal maupun informal dengan sejawat.
3. Mencontoh dan mencoba perilaku dari pengambil keputusan yang etis untuk
membantu memecahkan masalah etika.

4.2.2. Tata Cara Upaya Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi


Selain menerapkan etika pergaulan , seorang Perawat Gigi juga menerapkan tatanan
dalam tugasnya, yaitu Etika Perawatan dengan pengertian “Seperangkat tatanan tingkah laku
agar perawat Gigi dapat berhubungan di lingkungan pasien, keluarga, rekan bekerjanya dan
masyarakat dengan baik dan efektif ”.
Hubungan baik Perawat dengan lingkungannya akan sangat membantu pekerjaannya,
pengembangan dirinya, menjunjung nama almamaternya, dan menjunjung nama profesinya.
Yang jauh lebih penting lagi dan perlu ditekankan adalah mempunyai dasar, sifat, dan pribadi
yang baik karena tugasnya berkecimpung dengan sosok manusia. Dasar-dasar antara lain:
1. Mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama manusia tanpa pandang bulu.
2. Mempunyai rasa pengorbanan atau sosial yang tinggi.
3. Mempunyai keinginan dan niat dalam perawatan.
4. Disiplin, jujur, dan bertanggung jawab atas segala tindakannya.
5. Mempunyai pemikiran yang sehat dan bijaksana sebagai dasar bertindak yang cepat
dan tepat.
6. Sabar, ramah-tamah, dan periang.
7. Halus, tenang, tetapi tegas.
Perawat Gigi yang tugas pokoknya bekerja di sarana kesehatan gigi tidak dapat begitu
saja seenaknya di masyarakat karena kadang-kadang di rumah pun dimintai pertolongan.
Cara berpakaian beserta kelengkapan termasuk tata rias harus diperhatikan supaya tidak
menimbulkan kesan yang negatif karena cara berpakaian seseorang menunjukkan sifat
pemakainya. Yang harus diperhatikan Perawat Gigi sewaktu bertugas adalah :
1. Sebaiknya berbaju putih. Warna putih menunjukkan kesan bersih dan anggun
sehingga menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri dan kepercayaan pasien yang
akan dirawat.
2. Berpakaian bersih dan rapi sehingga memberi kesan berwibawa.
3. Pakaian tidak terlalu sempit atau longgar atau pendek yang dapat mengganggu
pekerjaan dan mengganggu pandangan orang lain.
4. Bagi wanita, memakai kap yang putih-bersih. Bagi pria dan wanita juga memakai
tanda pengenal sebagai kelengkapan pakaian yang membedakan dengan profesi lain.
5. Memakai sepatu tertutup berwarna putih atau hitam sehingga terlihat serasi.
Sebaiknya, sepatu kuat, dengan hak tidak terlalu tinggi atau rendah agar tidak cepat
lelah.
6. Tata rambut sederhana, tetapi cukup rapi.
7. Tata rias sederhana tetapi tipis.
8. Lebih baik tidak memakai perhiasan (giwang, cincin, gelang), kecuali cincin kawin
dan arloji. Jika pun memakai, usahakan tidak mencolok.
9. Berusaha agar tubuh Perawat Gigi tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap (terlalu
wangi atau berbau kecut).

Cara berpakaian yang baik selain memberi kesan yang baik, juga sangat membantu
kelancaran pekerjaan karena :
1. Tidak menjadi pusat perhatian akibat tata rias yang terlalu mencolok.
2. Tidak terganggu oleh kalung, cincin, atau kuku yang panjang selama bekerja.
3. Tidak cepat lelah dan dapat berjalan dengan cepat karena sepatu yang memenuhi
syarat.
4. Tidak perlu membenahi rambut yang terurai selama bekerja.

1. Tata Cara Membersihkan Ruangan Pasien


Perawat Gigi bertanggung jawab dan wajib menjaga kebersihan lingkungan kerja. Yang
perlu diingat adalah bahwa pekerjaan pokok seorang Perawat Gigi bukan membersihkan
ruangan, tetapi menciptakan lingkungan yang bersih dan rapi meskipun tidak ada salahnya
Perawat Gigi ikut membersihkan ruangan beserta alatnya .
Untuk menghindarkan pandangan negatif pasien atau masyarakat, Perawat Gigi harus
bekerja dengan cara yang berbeda dengan cara kerja pembantu, misalnya :
1. Pasien diberi tahu, kalau perlu dipersilahkan ke luar ruangan untuk pasien yang dapat
berjalan.
2. Menutup atau menyingkirkan makanan atau minuman yang ada di ruangan tersebut.
3. Permisi kepada pasien apabila terpaksa membersihkan sesuatu.
4. Apabila membersihkan tempat yang tinggi, ambillah kursi untuk menggapainya
jangan naik di atas jendela atau jinjit atau mengangkat kaki yang dapat menimbulkan
pandangan yang tidak menyenangkan lebih-lebih bila roknya pendek. Lebih baik
dilakukan oleh Perawat Gigi pria.
5. Berusaha agar selama bekerja, baju tetap bersih kalau perlu memakai pelindung.
6. Rambut tetap rapi dan bersih jika perlu memakai tutup kepala .
7. Kalau berkeringat segera dilap dengan sapu tangan, jangan sampai menetes.
8. Jangan bernapas terengah-engah meskipun pekerjaannya cukup melelahkan.
9. Pada waktu menyapu atau mengepel jangan terlalu membungkuk. Bekerja dengan
cermat, rapi, dan hati-hati, jangan sampai membuat suara gaduh dan merusak barang.
2. Hygiene Pelayanan Kesehatan Gigi
Adalah menyiapkan ruangan atau klinik gigi, kebersihan lingkungan kerja, fasilitas
peralatan yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pemeriksaan dan pengobatan pasien serta
sterilisasi, pemeliharaan, dan penyimpanan alat-alat kedokteran gigi. Maksudnya :
1. Memberikan rasa aman pada pasien .
2. Melancarkan pekerjaan petugas klinik dalam kegiatan pemeriksaan atau pengobatan.
3. Menghindarkan terjadinya infeksi silang dan kontaminasi bakteri.
4. Menjaga kebersihan lingkungan yang optimal.
5. Pemeliharaan alat-alat supaya awet dalam pemakaiannya.

3. Hygiene Petugas Kesehatan Gigi:


1. Penampilan rapi
2. Pakaiannya jas kerja dengan model sederhana dan rapi dan berwarna putih.
3. Memakai masker penutup mulut dan hidung pada saat bekerja atau saat memeriksa
dan melayani pasien .
4. Mencuci tangan sebelum bekerja dengan;
a. cara biasa,
b. cara desinfeksi, dan
c. cara steril
5. Menyuruh atau mempersilahkan pasien untuk kumur-kumur sebelum pemeriksaan
atau perawatan dimulai.

4. Hygiene lingkungan kerja:


1. Bentuk, letak ruangan, dan peralatan harus sesuai dengan keperluan.
2. Penerangan, sinar matahari, dan ventilasi harus baik.
3. Dinding kamar harus bersih.
4. Warna dinding ruang klinik tidak mencolok.
5. Alat-alat yang ada di ruang itu cukup yang diperlukan saja.
6. Lantai, wastafel, meubelair harus mudah dibersihkan.
7. Ruang tunggu, toilet, atau kamar mandi harus bersih.

A. Tempat-tempat yang harus mendapat perhatian pada dental unit .


1. Meja instrumen, harus bersih dan diulasi dengan alkohol 70%.
2. Alat bor, harus bersih setiap selesai dipakai dan diberi pelumas setiap pagi sebelum
mulai bekerja.
3. Three way syringe.
4. Penghisap ludah.
5. Penghisap darah.
6. Spittoon/cuspidor bowl(cawan tempat membuang air kumur).
7. Pegangan lampu.

B. Tata Cara Bekerja Sama dengan Petugas Kesehatan Lain


Perawat adalah suatu profesi tersendiri yang memiliki ilmu maupun tugas atau
pekerjaan tertentu sehingga menghasilkan nafkah dari hasil kerjanya . Pekerjaan Perawat
adalah merupakan pekerjaan perawatan yang meskipun berkaitan erat dengan pekerjaan
farmasi, kedokteran, dan lain-lain, tetapi dapat dibedakan karena memang tugas pekerjaannya
berbeda. Mengingat pekerjaan perawatan berkaitan erat dengan pekerjaan tenaga kesehatan
yang lain, maka perlu kerja sama yang baik, termasuk kerja sama antar rekan sejawat.
Hubungan kerja sama yang harmonis harus senantiasa dijaga terlebih jika di depan pasien.
Tanpa kerja sama yang baik usaha untuk meningkatkan kesehatan tidak akan berhasil,
terutama dengan profesi lain , untuk mencapai tujuan seoptimal mungkin.

C. Tata cara etika umum :


1. Cara Berkenalan
Jangan sekali-kali menjabat tangan saat berkenalan dengan posisi duduk, sebaiknya
berdiri. Jangan menggoncang-goncangkan tangan terlalu keras kecuali dengan teman akrab.
Berjabat tangan yang baik adalah dengan erat dan bersemangat, disertai dengan senyum.
Berkenalan ada kalanya hanya dengan membungkukkan badan, ini sering dilakukan di
tempat-tempat formal, pesta atau resepsi. Waktu berkenalan tidak perlu menyebutkan jabatan,
pangkat, serta gelar, cukup nama jelas, tetapi jika kita memperkenalkan seseorang, perlu
menyebutkan identitas jelas misalkan, “Perkenalkan, ini dr. Hardi, ahli bedah mulut.”
Jangan menyebut usia, ini pantangan terutama untuk kaum wanita kecuali benar-benar
diperlukan untuk urusan tertentu. Cara perkenalan harus sesuai dengan tempat. Umumnya
kita berjabat tangan, sambil menyebutkan nama. Untuk orang Jawa biasanya disertai
membungkukkan badan. Wanita dan pria muslim ada kalanya tidak saling berjabat tangan,
cukup dengan anggukan yang sopan. Kalau kita membawa teman, adalah kewajiban kita
untuk memperkenalkan teman ini dengan menunjukkan identitas secukupnya, secara ikhlas
dan jangan hanya pulasan belaka (lip service), tanpa unsur kejujuran.
2. Cara Berpakaian
Pertama kali yang perlu diperhatikan ialah rapi, bersih, dan sederhana. Cara berpakaian
dan berdandan yang berlebih-lebihan menimbulkan rasa bosan. Bahan tidak perlu mahal,
tetapi yang penting adalah harmonis baik warna maupun potongannya. Kita harus memahami
kecocokan warna. Warna tua cocok untuk sore atau malam hari, sedangkan siang hari dengan
warna muda yang lembut dan tidak terlalu mencolok. Pakaian sehari-hari, yakni untuk di
rumah, ke kantor, ke pasar berbeda dengan busana bepergian. Pakaian olahraga jangan
dipakai untuk ke kantor atau jalan-jalan. Pakaian harian jangan mencolok, sebaiknya
sederhana dan sportif. Untuk pesta dipilih yang menarik. Untuk wanita bisa mencontoh
majalah atau buku. Pakaian dalam warnanya harus sesuai dengan pakaian luar, sedemekian
rupa sehingga tidak kentara dan mencolok. Apabila pakaian luar tipis. Pakaian kimono atau
piyama hanya dipakai menjelang tidur. Piyama dan kimono tidak pantas apalagi dipakai
berjalan-jalan atau berkendara. Jangan membiasakan mengikuti mode secara berlebihan,
selain mode bergerak cepat juga akan memboroskan uang. Hindarilah mode-mode yang
janggal, yang terlalu mini, ketat, terbuka, dsb. Kita harus menerapkan pakaian yang sesuai
dengan kepribadian kita.
3. Bertamu dan Mengunjungi Pesta
Jika bertamu, haruslah minta izin lebih dahulu dengan mengetuk pintu, memberi salam,
memijat bel dengan sopan. Jika tidak ada orang, jangan sekali-kali masuk kecuali sudah
mendapat izin. Jika urusannya sangat penting, kita boleh langsung masuk jika teman akrab
kita ini sedang tidur dan tidak mendengar ketukan pintu, namun jika tidak penting, sebaiknya
jangan masuk kerumahnya. Bila hendak meninggalkan pesta(penjamuan) sebaiknya
berbarengan dengan tamu yang lain. Jangan sekali-kali datang terlambat, saat orang sudah
mulai pulang. Cara berpamitan pendek saja, jangan memulai percakapan baru sesudah
berpamitan. Selalu bersihkan gigi-geligi, terutama jika hendak menemui tamu agar

4.3. Kode Etik Keperawatan Gigi


Kode etik merupakan syarat untuk dapat menyesuaikan diri, dalam menyesuaikan diri
berarti dapat memberi dan menerima dari lingkungannya. Pedoman untuk menyesuaikan diri
dalam profesi Perawat khususnya adalah:
1. Menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku.
2. Menurut dan menerima nasihat sebagai kebenaran dan keperluan meskipun belum
dimengerti betul
3. Mencoba melihat segala sesuatu dari sudut atasan yang bertanggung jawab serta
mencoba menempatkan diri di dalam pikiran dan perasaan si sakit.
4. Jujur lahir-batin dan tidak mementingkan diri sendiri
5. Memberi perhatian kepada apa yang dikatakan oleh atasan.

Kewajiban Umum
a. Pasal 1
Setiap perawat gigi Indonesia harus senantiasa menjalankan profesinya secara optimal.
b. Pasal 2
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur.
c. Pasal 3
Dalam menjalankan profesi, setiap Perawat gigi indonesia tidak dibenarkan melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan Kode Etik.
d. Pasal 4
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus memberikan kesan dan keterangan atau pendapat
yang dapat dipertanggung jawabkan.
e. Pasal 5
Setiap Perawat Gigi Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga
kesehatan lainnya.
f. Pasal 6
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib bertindak sebagai motivator dan pendidik
masyarakat.
g. Pasal 7
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut
masyarakat dalam bidang promotif, preventive dan kuratif sederhana.

5.1. Standar Profesi Asisten Apoteker


Program pembangunan kesehatan nasional dititik beratkan pada peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan terkait dengan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mampu memberikan pelayanan secara profesional.
Profesionalisme menjadi tuntutan utama bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
profesi. Sementara itu masyarakat berkembang menjadi semakin kritis dalam menyikapi
pelayanan kesehatan secara nasional. Mengingat keadaan tersebut maka kebutuhan akan
pelayanan prima di bidang kesehatan menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Sebagai
salah satu anggota mata rantai pelayanan kesehatan nasional. tenaga kesehatan Asisten
Apoteker dituntut profesional dalam bekerja. Dalam melaksanakan tugas profesinya, Asisten
Apoteker bekerja berdasarkan standar profesi, kode etik dan peraturan disiplin profesi yang
telah ditentukan. Melalui profesionalisme diharapkan Asisten Apoteker mampu memberikan
perlindungan kepada para pengguna jasa tenaga kesehatan, diantaranya adalah pasien yang
memerlukan pelayanan dengan baik. Dengan pemikiran di atas maka Persatuan Ahli Farmasi
Indonesia menyusun standar profesi dan kode etik profesi yang digunakan sebagai pedoman
bagi seluruh Asisten Apoteker dalam melaksanakan tugas profesinya. Asisten Apoteker yang
profesional adalah Tenaga Kesehatan yang kompeten, memiliki dasar ilmu pengetahuan
sesuai dengan profesinya, memiliki kemauan untuk trampil melakukan profesinya dan
memiliki sikap yang menampilkan profesinya. Ketiga komponen kompetensi tersebu
berkembang sesuai perkembangan zaman.
Perkembangan secara global ditandai dengan masuknya perdagangan bebas tingkat
Asean tahun 2008 / AFTA dan perdagangan bebas tingkat dunia tahun 2010 (WTO) yang
memungkinkan masuknya tenaga asing dengan bebas ke Indonesia. Dengan demikian
persaingan SDM secara global telah mulai memasuki kehidupan profesi di Indonesia.
Pemenang kompetisi adalah SDM yang mampu bekerja secara profesional di tingkat global.
Profesionalisme SDM Asisten Apoteker, menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi
sehingga penyusunan standar profesi dan etika profesi Asisten Apoteker menjadi sebuah
kebutuhan penting sebagai landasan awal bagi seluruh kegiatan profesi. Asisten Apoteker
yang ada di Indonesia saat ini berlatar belakang lulusan pendidikan Sekolah Asisten Apoteker
/ Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi, Akademi Farmasi,
Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan (ANAFARMA) serta Akademi
Analisa Farmasi dan Makanan (AKAFARMA). Perbedaan jenjang pendidikan tersebut
menghasilkan Asisten Apoteker dengan kompetensi berbeda pula. Standar profesi Asisten
Apoteker ini disusun oleh TIM Penyusun yang ditetapkan oleh Persatuan Ahli Farmasi
Indonesia. Dalam proses penyusunan standar profesi ini, tim penyusun menerima masukkan
dari berbagai kalangan terutama profesi serumpun kefarmasian yaitu Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia / ISFI sehingga keharmonisan dalam pelayanan dapat ditata dan dilaksanakan
sesuai dengan kompetensi masing-masing. Kompetensi Asisten Apoteker digunakan sebagai
acuan untuk menyusun kurikulum pendidikan pada lembaga pendidikan yang meluluskan
Asisten Apoteker maupun untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Perbedaan kompetensi mendasari perbedaan jenjang pendidikan dan senioritas
yang melatar belakangi profesi masing-masing. Dengan tersusunnya standar profesi dan kode
etik Asisten Apoteker, diharapkan seluruh Asisten Apoteker mampu bekerja secara
profesional
Berikut standar profesi asisten apoteker :
1. Standar Profesi Asisten Apoteker adalah : standar minimal bagi Asisten Apoteker di
indonesia dalam menjalankan tugas profesinya sebagai tenaga Kesehatan di bidang
kefarmasian.
2. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah asisten apoteker/sekolah
menengah farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi, Akademi Farmasi, Politeknik
Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan
Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapat surat ijin
sebagai tenaga kesehatan / legislasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3. Asisten Apoteker lulusan Sekolah Asisten Apoteker / sekolah menengah farmasi adalah
seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan proses pendidikan pada Sekolah Asisten
Apoteker (SAA) atau Sekolah Menengah Farmasi (SMF).
4. Asisten Apoteker lulusan DIII-Farmasi adalah seorang yang telah mengikuti dan
menyelesaikan proses pendidikan pada Akademi Farmasi atau Politeknik Kesehatan
Jurusan Farmasi (Poltekkes Jur. Farmasi).
5. Asisten Apoteker lulusan DIII-Analisa Farmasi dan Makanan adalah seorang yang telah
mengikuti dan menyelesaikan proses pendidikan pada Akademi Analisa Farmasi dan
Makanan (AKAFARMA) atau Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan
Makanan (Poltekkes Jur. ANAFARMA)
6. Standar Kompetensi adalah bagian dari standar Profesi Asisten Apoteker berdasarkan unit
kompetensi bagi lulusan Sekolah Menengah Farmasi, DIII- Farmasi, DIII-Analisa Farmasi
dan Makanan

5.2. Kode etik Asisten Apoteker


A. Mukadimah
Asisten Apoteker yang melaksanakan profesi kefarmasian mengabdikan diri dalam
upaya memelihara dan memperbaiki kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui
upaya perbaikan pelayanan Farmasi, pendidikan Farmasi, pengembangan ilmu dan teknologi
Farmasi, serta ilmu-ilmu terkait. Asisten Apoteker dalam menjalankan profesinya harus
senantiasa bertaqwa kepada Tuhan YME, menunjukan sikap dan perbuatan terpuji yang
dilandasi oleh falsafah - falsafah dan nilai-nilai pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI)
serta etika profesiny. Kode etik PAFI ini sebagai landasan moral profesi yang harus
diamalkan dan dilaksanakan oleh seluruh Asisten Apoteker.

B. Kewajiban Terhadap Profesi


1. Seorang Asisten Apoteker harus menjunjung tinggi serta memelihara martabat, kehormatan
profesi, menjaga integritas dan kejujuran serta dapat dipercaya.
2. Seorang Asisten Apoteker berkewajiban untuk meningkatkan keahlian dan
pengetahuannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
3. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus melakukan pekerjaan profesinya sesuai dengan
standar operasional prosedur, standar profesi yang berlaku dan kode etik profesi.
4. Seorang Asisten Apoteker harus menjaga profesionalisme dalam memenuhi panggilan
tugas dan kewajiban profesi.

C. Kewajiban Terhadap Teman Sejawat


1. Seorang Asisten Apoteker memandang teman sejawat sebagaimana dirinya dalam
memberikan penghargaan.
2. Seorang Asisten Apoteker senantiasa menghindari perbuatan yang merugikan teman
sejawat secara material maupun moril.
3. Seorang Asisten Apoteker senantiasa meningkatkan kerjasama dan memupuk kebutuhan
martabat jabatan kefarmasian, mempertebal rasa saling percaya dalam menunaikan tugas.

D. Kewajiban Terhadap Pasien/Pemakai Jasa


1. Seorang Asisten Apoteker harus bertanggung jawab dan menjaga kemampuannya dalam
memberikan pelayanan kepada pasien / pemakai jasa secara professional.
2. Seorang Asisten Apoteker harus menjaga rahasia kedokteran dan rahasia kefarmasian,
serta hanya memberikan kepada pihak yang berhak.
3. Seorang Asisten Apoteker dapat berkonsultasi / merujuk kepada teman sejawat atau teman
sejawat profesi lain untuk mendapatkan hasil yang akurat atau baik.

E. Kewajiban Terhadap Masyarakat


1. Seorang Asisten Apoteker harus mampu sebagai suri tauladan ditengah-tengah masyarakat.
2. Seorang Asisten Apoteker dalam pengabdian profesinya memberikan semaksimal mungkin
pengetahuan dari keterampilan yang dimiliki.
3. Seorang Asisten Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan khususnya dibidang farmasi.
4. Seorang Asisten Apoteker harus selalu melibatkan diri dalam usaha-usaha pembangunan
nasional khususnya bidang kesehatan,
5. Seorang Asisten Apoteker harus menghindarkan diri dari usaha-usaha yang mementingkan
diri sendiri serta bertentangan dengan jabatan kefarmasian.

6.1. Standar Profesi Apoteker


Berikut standar profesi apoteker :
a. Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian Secara Profesional dan Etik
b. Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait Dengan Penggunaan Sediaan Farmasi
c. Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Mampu Memformulasikan Dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai
Standar Yang Berlaku
e. Mempunyai ketrampilan Dalam Pemberian Informasi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
f. Mampu Berkontribusi Dalam Upaya Preventif dan Promotif Kedehatan Masyarakat
g. Mampu Mengelola Sedaiaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Sesuai Dengan Standar Yang
Berlaku
h Mempunyai Ketrampilan Organisasi dan Mampu Membangun Hubungan Interpersonal
Dalam Melakukan Prakitk Kefarmasian
i. Mampu Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Yang Berhubungan
Dengan Kefarmasian.

6.2. Kode Etik Apoteker


Kewajiban Umum
Pasal 1
Sumpah/Janji setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah Apoteker.
Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 2
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di
Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.

A. Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita


Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk
hidup insani.

B. Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat


Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama
yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

C. Kewajiban Apoteker/Farmasi Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya


Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati
Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas
kesehatan lainnya.

7. Rekam Medis
7.1. Standar Profesi Rekam medis

8.1. Standar Kompetensi Profesi Radiografer


Radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung
jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan Pelayanan Radiologi di unit
pelayanan kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi
bidang Radiologi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Radiografer lebih
banyak didayagunakan dalam upaya pelayanan kesehatan, utamanya pelayanan kesehatan
yang menggunakan peralatan/sumber yang mengeluarkan radiasi pengion dan non pengion.
Radiografer menerapkan kompetensinya pada Pelayanan Radiologi (Radiodiagnostik dan
Radioterapi).
Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan bidang Radiologi yang
semakin meningkat, mengharuskan setiap Radiografer -5- bekerja secara profesional, oleh
karena itu Radiografer Indonesia dituntut untuk memiliki Standar Kompetensi yang
memadai.
Kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang bermartabat
dan berkepribadian luhur, pengembangan diri, serta komunikasi yang efektif, dan ditunjang
oleh pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmu radiologi, keterampilan teknik
radiologi, dan pengelolaan Pelayanan Radiologi (Gambar 3.1). Oleh karena itu area
kompetensi disusun dengan urutan sebagai berikut:
1. Profesional yang Bermartabat dan Berkepribadian Luhur;
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri;
3. Komunikasi Efektif;
4. Pengelolaan Informasi;
5. Landasan Ilmu Radiologi;
6. Keterampilan Teknik Radiologi; dan
7. Pengelolaan Pelayanan Radiologi.

8.2. Kode Etik Radiografi


Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri maupun dalam satu tim dengan
tenaga kesehatan lainnya memberikan pelayanan kesehatan bidang Radiologi sesuai dengan
kewenangannya yang dilandasi Kode Etik Radiografer, meliputi:
1. Menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bidang Radiologi sebatas kewenangan
dan tanggung jawabnya.
2. Melakukan Pelayanan Radiologi (Radiodiagnostik dan Radioterapi) di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
3. Melakukan pelayanan pendidikan bidang Radiologi (Radiodiagnostik dan Radioterapi).
4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan proteksi radiasi dalam pemeriksaan Radiologi
sesuai asas proteksi radiasi.
5. Melakukan tindakan Jaminan dan Kendali Mutu peralatan Radiologi yang sederhana dan
sifatnya terbatas. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan bidang
Radiologi yang semakin meningkat, mengharuskan setiap Radiografer -5- bekerja secara
profesional, oleh karena itu Radiografer Indonesia dituntut untuk memiliki Standar
Kompetensi yang memadai.

9.1. Standar pelayanan Elektromedis


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Pelayanan Elektromedik adalah pedoman yang diikuti oleh elektromedis dalam
melakukan pelayanan elektromedik.
2. Pelayanan Elektromedik adalah kegiatan perencanaan pengadaan dalam bentuk analisa
kebutuhan, instalasi, uji fungsi, pemeliharaan, perbaikan, pengujian dan atau kalibrasi,
penyesuaian (adjustment), pemantauan fungsi dan inspeksi terhadap alat elektromedik, alat
ukur pengujian dan kalibrasi, serta kegiatan pengendalian atau pemantapan mutu,
keamanan, keselamatan, dari mulai persiapan pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi,
pelayanan rancang bangun atau desain, dan pemecahan masalah serta pembinaan teknis
bidang elektromedik.
3. Alat elektromedik adalah alat kesehatan yang menggunakan catu daya listrik.
4. Elektromedis adalah setiap orang yang telah lulus dari pendidikan Teknik Elektromedik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
6. Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya tenaga kesehatan elektromedis di
indonesia.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Elektromedik bertujuan untuk:
a. memberikan acuan dan pengembangan elektromedik yang bermutu oleh elektromedis di
fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lainnya;
b. memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi elektromedis dalam
menyelenggarakan pelayanan elektromedik;
c. melindungi klien sebagai penerima pelayanan elektromedik; dan d. menjamin persyaratan
mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai alat elektromedik.
Pasal 3
1. Standar Pelayanan Elektromedik meliputi penyelenggaraan pelayanan, manajemen
pelayanan, dan sumber daya.
2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterapkan dalam
pemberian pelayanan kepada klien pada semua jenis pelayanan elektromedik.
3. Penatalaksanaan pada masing-masing kasus disusun oleh Organisasi Profesi dan disahkan
oleh Menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Pelayanan Elektromedik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
1. Elektromedis harus mematuhi Standar Pelayanan Elektromedik.
2. Modifikasi terhadap Standar Pelayanan Elektromedik hanya dapat dilakukan atas dasar
keadaan yang memaksa untuk kepentingan klien, antara lain keadaan khusus klien,
kedaruratan, dan keterbatasan sumber daya.
3. Modifikasi terhadap Standar Pelayanan Elektromedik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dicatat dalam dokumentasi pelayanan elektromedik.
Pasal 5
1. Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan dan penerapan Standar Pelayanan Elektromedik sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
2. Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota dapat melibatkan organisasi profesi.
3. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk :
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Elektromedik; dan
b. Mengembangkan Pelayanan Elektromedik yang efisien dan efektif.
4. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. pendidikan dan pelatihan; dan/atau
c. pemantauan dan evaluasi.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

9.2 Kode Etik Elektromedis


Mukadimah
Bahwa kerja seorang profesional beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi
tegaknya kehormatan profesi yang digeluti dan oleh karenanya tidak selalu mementingkan
imbalan upah materil. Kerja seorang profesional harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang
berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang,
ekslusive, dan berat. Elektromedis dalam segala aktifitas profesional dan pelayanan kepada
individu dan masyarakat harus selalu menjunjung tinggi kehormatan profesi dan menjaga
citra profesi berdasarkan kode etik. Elektromedis adalah profesi yang turut berperan dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia khususnya pada bidang
kesehatan oleh karenanya profesi elektromedis selalu berorientasi kepada kebutuhan
masyarakat.
Kewajiban Umum
1. Setiap elektromedis harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
tenaga kesehatan.
2. Setiap elektromedis harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi.
3. Setiap elektromedis Dalam melakukan pekerjaan elektromedik tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4. Setiap Elektromedis harus senantiasa berhati -hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau metode baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
5. Setiap elektromedis hanya memberi keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
kebenarannya.
6. Setiap elektromedis harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
melakukan pekerjaan elektromedik.
7. Setiap elektromedis dalam melakukan pekerjaan elektromedik, harus memberikan
pelayanan yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya.
8. Setiap elektromedis harus menghormati hak-hak klien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan Iainnya.
9. Setiap elektromedis dalam melakukan pekerjaannya harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
10. Setiap elektromedis dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang Iainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Elektromedis Terhadap Klien


Setiap elektromedis wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan klien. Dalam hal ini jika tidak mampu melakukan suatu
pekerjaan, maka atas persetujuan klien, ia wajib merujuk klien kepada elektromedis yang
mempunyai keahlian dalam hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kewajiban Elektromedis Terhadap Teman Sejawat
1. Setiap elektromedis memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana diri sendiri ingin
diperlakukan.
2. Setiap elektromedis tidak boleh mengambil alih klien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Elektromedis Terhadap Diri Sendiri


1. Setiap elektromedis senantiasa melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan kesehatan
dan keselamatan kerja.
2. Setiap elektromedis harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

10.1. Standar Profesi Analis Laboraturium Kesehatan


Pelayanan Laboratorium Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Laboratorium kesehatan sebagai unit pelayanan
penunjang medis, diharapkan dapat memberikan informasi yang teliti dan akurat tentang
aspek laboratories terhadap spesimen/sampel yang pengujiannya dilakukan di laboratorium.
Masyarakat menghendaki mutu hasil pengujian laboratorium terus ditingkatkan seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan penyakit. Ahli
teknologi laboratorium kesehatan yang terdiri dari para analis kesehatan dan praktisi
laboratorium lainnya harus senantiasa mengembangkan diri dalam menjawab kebutuhan
masyarakat akan adanya jaminan mutu terhadap hasil pengujian laboratorium dan tuntutan
diberikan pelayanan yang prima.
Dalam era globalisasi, tuntutan standarisasi mutu pelayanan laboratorium tidak dapat
dielakkan lagi Peraturan perundang-undangan sudah mulai diarahkan kepada kesiapan
seluruh profesi kesehatan dalam menyongsong era pasar bebas tersebut. Ahli teknologi
laboratorium kesehatan Indonesia harus mampu bersaing dengan ahli-ahli teknologi
laboratorium (Medical Laboratory Technologist) dari negara lain yang lebih maju. Untuk
itulah perlu disusun suatu Standar Profesi bagi para ahli teknologi laboratorium kesehatan di
Indonesia.
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia adalah suatu
standar bagi profesi ahli teknologi laboratorium kesehatan di Indonesia dalam menjalankan
tugas profesinya untuk berperan secara aktif terarah dan terpadu bagi pembangunan nasional
Indonesia.
10.2. Kode Etik Analis Laboraturium Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh
semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Upaya kesehatan melalui pendekatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan dengan menitikberatkan
pada pemerataan akses serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dan primer baik di tingkat propinsi sampai di daerah terpencil dan
terluar pulau.
Kegiatan pelayanan kesehatan di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan salah satunya
adalah pelayanan laboratorium medik yang pada hakikatnya adalah bagian dari perawatan
pasien (patient care) dengan senantiasa mengutamakan pada mutu hasil pemeriksaan
laboratorium sebagai dasar dari penegakan diagnosa sangat tergantung pada kualitas Ahli
Teknologi Laboratorium Medik.
Prinsip umum etika pelayanan kesehatan adalah bahwa keselamatan pasien
merupakan yang utama. Dapat diartikan bahwa laboratorium medik hendaknya menjamin
bahwa keselamatan dan kepentingan pasien selalu menjadi pertimbangan utama dan
diletakkan lebih tinggi dalam memperlakukan semua pasien secara adil dan tanpa
diskriminasi.
Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) atau The
Indonesian Association of Medical Laboratory Technologists (IAMLT) merupakan organisasi
profesi sebagai satu-satunya wadah berhimpunnya Ahli Teknologi Laboratorium Medik di
Indonesia lahir dan dibentuk pada tanggal 26 April 1986 di Jakarta bertujuan meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan anggotanya.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas serta dalam rangka upaya meningkatkan
kualitas Ahli Teknologi Laboratorium Medik dalam menyelenggarakan pelayanan di
berbagai unit Laboratorium Medik dan atau Laboratorium kesehatan, maka disusun Kode
Etik sebagai landasan moral dan etika profesi berdasarkan norma serta nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia senantiasa mengutamakan prinsip beneficience, non maleficence, outonomy
dan justice. Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, telah dirumuskan Kode Etik Ahli
Teknologi Laboratorium medik yang diuraikan dalam pasal-pasal berikut :
Kewajiban Umum :
Pasal 1
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah profess
Pasal 2
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik dalam menyelenggarakan praktik profesinya
harus berpedoman pada standar profesi.
Pasal 3
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
teman sejawat dan hak-hak tenaga kesehatan lainnya.

Kewajiban Atlm Terhadap Profesi


Pasal 4
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus menjunjung tinggi serta memelihara
martabat, kehormatan profesi, menjaga integritas, kejujuran serta dapat dipercaya,
produktif, efektif, efisien, peduli terhadap tugas dan lingkungan.
Pasal 5
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik berkewajiban menjunjung tinggi norma-
norma dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan dalam penyelenggaraan praktik profesinya.
Pasal 6
Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
teman sejawat dan hak-hak tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 7
Setiap ATLM yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP)

Kewajiban Atlm Terhadap Teman Sejawat Dan Profesi Lain


Pasal 8
Setiap ATLM memperlakukan setiap teman sejawat dalam batas-batas norma yang
berlaku sebagaimana dia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 9
Setiap ATLM harus menjunjung tinggi kesetiakawanan dan sikap saling menghargai
dengan teman sejawat dalam penyelenggaraan profesinya.
Pasal 10
Setiap ATLM harus membina hubungan kerjasama yang baik dan saling menghormati
dengan teman sejawat dan tenaga profesional lainnya dengan tujuan utama untuk
menjamin pelayanan senantiasa berkualitas tinggi.

Kewajiban Atlm Terhadap Pasien/Pemakai Jasa


Pasal 11
Setiap ATLM dalam memberikan pelayanan harus bersikap adil dan mengutamakan
kepentingan pasien dan atau pemakai jasa tanpa membeda-bedakan kedudukan, golongan,
suku, agama, jenis kelamin dan kedudukan social
Pasal 12
Setiap ATLM harus bertanggungjawab dan menjaga kemampuannya dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dan atau pemakai jasa secara professional
Pasal 13
Setiap ATLM berkewajiban merahasiakan segala sesuatu baik informasi dan hasil
pemeriksaan yang diketahui berhubungan dengan tugas yang dipercayakannya kecuali jika
diperlukan oleh pihak yang berhak dan jika diminta oleh pengadilan.
Pasal 14
Setiap ATLM dapat berkonsultasi/merujuk kepada teman sejawat atau pihak yang lebih
ahli untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Kewajiban Atlm Terhadap Masyarakat


Pasal 15
Setiap ATLM dalam menjalankan praktik profesinya harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan aspek pelayanan kesehatan serta nilai budaya, adat istiadat
yang berkembang di masyarakat
Pasal 16
Setiap ATLM harus memiliki tanggung jawab untuk menyumbangkan kemampuan
profesionalnya baik secara teori maupun praktek kepada masyarakat luas serta selalu
mengutamakan kepentingan masyarakat.
Pasal 17
Setiap ATLM dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan profesinya harus mengikuti
peraturan perundang- undangan yang berlaku serta norma-norma yang berkembang pada
masyarakat.
Pasal 18
ATLM harus dapat mengetahui penyimpangan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar prosedur operasional dan norma yang berlaku pada saat itu serta melakukan upaya
untuk dapat melindungi kepentingan masyarakat.

Kewajiban Terhadap Diri Sendiri


Pasal 19
Setiap atlm beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa
Pasal 20
Setiap ATLM berkewajiban untuk meningkatkan keahlian dan pengetahuannya sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 21
Setiap ATLMberkewajiban untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
ketrampilan di bidang teknologi Laboratorium Medik maupun bidang lain yang dapat
menunjang pelayanan profesinya.
Pasal 22
Dalam melakukan pekerjaannya, setiap ATLM harus bersikap dan berpenampilan sopan
dan wajar serta selalu menjaga nilai-nilai kesopanan.
Pasal 23
Setiap ATLM harus memelihara kesehatan dirinya supaya dapat bekerja dan melayani
dengan baik.

Sanksi
Pasal 24
Sanksi profesi adalah hukuman yang memaksa ATLM untuk mentaati ketentuan yang
telah disepakati profesi.

Jenis Sanksi
Pasal 25
Sanksi etik adalah sanksi moral berupa;
1. Sanksi ringan berupa peringatan tertulis.
2. Sanksi berat berupa tugas menjalankan pelatihan/pendidikan tertentu sampai
pencabutan hak sebagai profesi atau direhabilitasi.
Pasal 26
Segala sesuatu yang belum di atur dalam kode etik ahli technology laboraturium medik ini
akan di putuskan kemudian oleh dewan pimpinan pusat PATELKI dengan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan etika

BAB

Anda mungkin juga menyukai