Disusun Oleh
Ela Nurmalasari 19032020
Dosen Pengampu
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia
secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika.
Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari termasuk pelatihan yang diselenggarakan
secara formal ataupun tidak formal dan memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh
sekelompok / badan yang bertanggung jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani
masyarakat, menggunakan etika layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi
mencetuskan ide, kewenangan ketrampilan teknis dan moral.
Seiring dengan perkembangan zaman semakin banyak pelanggaran kode etik oleh sebagian
besar profesi terutama profesi kesehatan. Dan karena adanya perubahan Globalisasi yang
sering bisa membuat Profesi menjadi tidak berjalan semestinya sebab kalau seorang Profesi
tidak mengikuti perkembangan Globalisasi maka dia akan tidak percaya diri untuk
menjalankan Profesinya tersebut.
Kajian Teori
A. Definisi Etika
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998)
merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia
secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah
atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut :
a. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang
nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
b. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik
buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih
bersifat sosiologik.
c. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam
hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.
Untuk menghindari pembahasan yang meluas sehingga dalam rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut :
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas kuliah ilmu
perilaku dan etika profesi dan untuk mengkaji studi kasus pelanggaran oleh profesi kesehatan
di Apotek.
BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 Kasus
Jam operasional Apotek Sehat setiap hari dibuka pada pukul 08.00 – 22.00 sedangkan
Apoteker di Apotek tersebut datang pada pukul 10.00 – 15.00 bahkan pada hari Minggu dan
tanggal merah Apoteker tidak masuk. Ketika Apoteker belum datang dan atau sudah pulang
pelayanan dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasiaan dan tidak jarang ketika ada resep pada
saat penyerahan obat, informasi yang diberikan oleh tenaga teknis kefarmasiaan kepada
pasien belum maksimal dikarenakan kondisi Apotek yang ramai.
Pasal 5
(1) “Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau”.
Pasal 8
Pasal 108
Pasal 4
Pasal 1
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 51
Pasal 19.
(1)“Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker pendamping.”
(2)“Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk Apoteker
Pengganti”
4. Penyiapan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan informasi
obat dan konseling kepada pasien’
(3.6) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
(3.8) Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
a) Sumber Daya
“Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional yang senantiasa mampu
melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.”
“Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk menerima
konseling dan informasi.”
“Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai dari skrining
resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat dokter,tanggal penulisan
resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, nama obat, potensi, dosis, dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian
farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian) dan pertimbangan klinis (efek samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu,
apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi tahap : peracikan
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket yang jelas, kemasan obat yang
diserahkan dengan rapi dan terjaga kualitas.
“ Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian informasi obat sekurang-kurangnya :
cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari dan dilakukan konseling untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien.
Pasal 3
Pasal 5
“Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan
kefarmasian”
“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan farmasi”.
Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek hanya dilakukan
oleh asisten apoteker”. Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek
harus dilakukan oleh apoteker, jika apoteker berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh
apoteker pendamping dan jika apoteker pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan
oleh apoteker pengganti bukan digantikan oleh asisten apoteker atau tenaga kefarmasian
lainnya. Tenaga kefarmasian dalam hal ini asisten apoteker hanya membantu pelayanan
kefarmasian bukan menggantikan tugas apoteker.
C. Sanksi
Ketika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya tidak mematuhi kode etik apoteker,
maka sesuai dengan kode etik apoteker Indonesia pasal 115 yang berbunyi
“Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak disengaja melanggar atau tidak
memenuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib mangakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, ikatan/organisasi profesi yang menanganinya (IAI), dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
a. Pasal 198 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 dipidana dengan denda paling
banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
b. Pasal 201
a) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191,
pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, pasal 200 dilakukan oleh korporasi,
selain dipidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197,
Pasal 198,Pasal 199, dan Pasal 200
b) Selain pidana denda sebagaiman dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa :
i) Pencabutan izin usaha; dan/atau
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berdasarkan studi kasus diatas sebaiknya kita memperbaiki pelayanan terhadap pasien
apabila kita adalah seorang tenaga kesehatan demi kenyamanan bersama, jika Apoteker tidak
bisa datang sesuai jam operasional Apotek, seharusnya ada Apoteker Pendamping atau
Apoteker Pengganti dan pasien harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya walaupun
dalam kondisi Apotek ramai tidak dijadikan alasan untuk mengurangi informasi yang
seharusnya didapat oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian Etika dan Profesi Hukum. Jombang: WKPA. Widaryanti. 2007. Etika Bisnis dan
Etika Profesi Akuntan (Business Ethics and Accountant Professional Ethics). Vol. 2 No. 1
Juni 2007 : 1-10.
Snanto, Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro,Mariyana,
Rita. Etika Profesi Guru. Qohar, Adnan.