Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU PERILAKU ETIKA DAN PROFESI

STUDI KASUS ETIK DI APOTEK

Disusun Oleh
Ela Nurmalasari 19032020

Dosen Pengampu

Muhammad Afqary, S.Si, MM, Apt

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia
secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika.

Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari termasuk pelatihan yang diselenggarakan
secara formal ataupun tidak formal dan memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh
sekelompok / badan yang bertanggung jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani
masyarakat, menggunakan etika layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi
mencetuskan ide, kewenangan ketrampilan teknis dan moral.

Seiring dengan perkembangan zaman semakin banyak pelanggaran kode etik oleh sebagian
besar profesi terutama profesi kesehatan. Dan karena adanya perubahan Globalisasi yang
sering bisa membuat Profesi menjadi tidak berjalan semestinya sebab kalau seorang Profesi
tidak mengikuti perkembangan Globalisasi maka dia akan tidak percaya diri untuk
menjalankan Profesinya tersebut.

Kajian Teori

A.    Definisi Etika

1.      Definisi etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998)
merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut:

a.       Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral.

b.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

c.       Nilai mengenai benar dan salah yang dianut di masyarakat.


B.     Macam-macam Etika

Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia
secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

1.      Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.

2.      Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah
atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut :

a. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang
nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
b. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik
buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih
bersifat sosiologik.
c. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam
hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas sehingga dalam rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Apa definisi etika?


2. Bagaimana pelanggaran kode etik di Apotek ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas kuliah ilmu
perilaku dan etika profesi dan untuk mengkaji studi kasus pelanggaran oleh profesi kesehatan
di Apotek.
BAB 2

TINJAUAN KASUS

2.1 Kasus
Jam operasional Apotek Sehat setiap hari dibuka pada pukul 08.00 – 22.00 sedangkan
Apoteker di Apotek tersebut datang pada pukul 10.00 – 15.00 bahkan pada hari Minggu dan
tanggal merah Apoteker tidak masuk. Ketika Apoteker belum datang dan atau sudah pulang
pelayanan dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasiaan dan tidak jarang ketika ada resep pada
saat penyerahan obat, informasi yang diberikan oleh tenaga teknis kefarmasiaan kepada
pasien belum maksimal dikarenakan kondisi Apotek yang ramai.

2.2 Kajian Menurut Undang – undang

      Berdasarkan permasalahan diatas, kami menemukan beberapa ketidak hubungan antara


yang terjadi dengan yang terdapat di peraturan – peraturan yang berlaku mengenai kesehatan
dan pelayanan kesehatan. Peraturan-peraturan itu sebagai berikut :

1.      Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 5

(1) “Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau”.

Pasal 8

“Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya


termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga kesehatan”.

Pasal 108

(1)“ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan


farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
2.      Undang-undang N0.8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen

Pasal 4

(1)“Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan/atau jasa”.

3.  Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian:

Pasal 1

(13)“Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan  praktek kefarmasian


oleh apoteker”

Pasal 20

 “Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan


Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga
Teknis Kefarmasian”

Pasal 21

(1)“Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan


Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian”.

(2) “Penyerahan  dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker”

Pasal 51

(1)“Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya


dapat dilakukan oleh Apoteker”

4.      Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/PER/SK/X/2002 Tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemebrian Izin Apotek

Pasal 19.

(1)“Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker pendamping.”
(2)“Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk Apoteker
Pengganti”

5.      Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar


Pelayanan di Apotek

Bab III tentang pelayanan, standar pelayanan kesehatan di apotek meliputi :

1.      Pelayanan resep : apoteker melakukan skrining resep dan penyiapan obat

2.      Apoteker memberikan promosi dan edukasi

3.      Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian (homecare)

4.      Penyiapan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan informasi
obat dan konseling kepada pasien’

(3.6) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

(3.8) Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung  profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

a)      Sumber Daya

“Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional yang senantiasa mampu
melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.”

b)      Sarana dan Prasarana

“Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk menerima
konseling dan informasi.”

c)      Pelayanan resep : Apoteker melakukan skrining resep hingga penyiapan obat

“Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai dari skrining
resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat dokter,tanggal penulisan
resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, nama obat, potensi, dosis, dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian
farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian) dan pertimbangan klinis (efek  samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu,
apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi tahap : peracikan
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket yang jelas, kemasan obat yang
diserahkan dengan rapi dan terjaga kualitas.

d)     Pelayanan Resep : Apoteker melakukan penyerahan obat.

“ Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian informasi obat  sekurang-kurangnya :
cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari dan dilakukan konseling untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien.

e)      Promosi dan Edukasi “Dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus


berpartisipasi aktif dalam promosi dan edukasi kesehatan.”

6.      Kode etik apoteker

Pasal 3

“Setiap apoteker/Farmasis harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai


kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh
pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya “

Pasal 5

“Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan
kefarmasian”

7.      Lafal sumpah dan janji apoteker

“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan farmasi”.
Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek hanya dilakukan
oleh asisten apoteker”. Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek
harus dilakukan oleh apoteker, jika apoteker berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh
apoteker pendamping dan jika apoteker pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan
oleh apoteker pengganti bukan digantikan oleh asisten apoteker atau tenaga kefarmasian
lainnya. Tenaga kefarmasian dalam hal ini asisten apoteker hanya membantu pelayanan
kefarmasian bukan menggantikan tugas apoteker.

C.    Sanksi

Ketika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya tidak mematuhi kode etik apoteker,
maka sesuai dengan kode etik apoteker Indonesia pasal 115 yang berbunyi

“Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak disengaja melanggar atau tidak
memenuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib mangakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, ikatan/organisasi profesi yang menanganinya (IAI), dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Sehingga seorang apoteker bisa mendapatkan sanksi sebagai berikut :

1.         Teguran dari IAI terhadap apoteker maupun apotek yang bersangkutan.

2.         Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan :

a. Pasal 198 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 dipidana dengan denda paling
banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

b. Pasal 201

a)      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191,
pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, pasal 200 dilakukan oleh korporasi,
selain dipidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197,
Pasal 198,Pasal 199, dan Pasal 200

b)      Selain pidana denda sebagaiman dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa :
i)                    Pencabutan izin usaha; dan/atau

ii)                  Pencabutan status badan hukum.


BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan keterangan diatas, praktek kefarmasian di apotek melanggar  beberapa


ketentuan, yaitu : Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 5, pasal 8
dan pasal 108 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 pasal 4 Tentang
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 pasal 1 ayat 13, pasal 20,
pasal 21 ayat 1 dan 2, pasal 19 ayat ayat 1 tentang pekerjaan kefarmasian, Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002 pasal 19 ayat 1 dan 2 Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Ijin Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan
No.1072/MENKES/PER/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan di Apotek, Kode etik
apoteker pasal 3 dan 5, lafal sumpah atau janji apoteker.

3.2 Saran

     Berdasarkan studi kasus diatas sebaiknya kita memperbaiki pelayanan terhadap pasien
apabila kita adalah seorang tenaga kesehatan demi kenyamanan bersama, jika Apoteker tidak
bisa datang sesuai jam operasional Apotek, seharusnya ada Apoteker Pendamping atau
Apoteker Pengganti dan pasien harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya walaupun
dalam kondisi Apotek ramai tidak dijadikan alasan untuk mengurangi informasi yang
seharusnya didapat oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Etika dan Profesi Hukum. Jombang: WKPA. Widaryanti. 2007. Etika Bisnis dan
Etika Profesi Akuntan (Business Ethics and Accountant Professional Ethics). Vol. 2 No. 1
Juni 2007 : 1-10.

Snanto, Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro,Mariyana,
Rita. Etika Profesi Guru. Qohar, Adnan.

Anda mungkin juga menyukai