Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur UAS Mata Kuliah Filsafat Islam Kontemporer
Jurusan Perbandingan Agama Semester VII
Disusun oleh:
Siti Maftuhah
1210102019
FAKULTAS USHULUDDIN
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Teriring salam dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga masih bisa menikmati segarnya udara sampai saat ini.
Begitupun pada kekasihNya yang senantiasa membagikan ilmunya pada kami semua
sampai kita bisa sampai pada abad peradaban ini, Muhamad SAW.
Kepada kedua orang tua kami juga yang senantiasa memberkati kami dengan doa-
doa ijabahnya, sehingga kami masih bisa menjadi salah satu generasi penerus
kesuksesan.Dan kepada bapak dosen mata kuliah yang senantiasa memberikan
ilmunya untuk menambah khazanah keilmuan kami.Dan tidak lupa untuk semua
sahabat – sahabat yang selalu medukung kami dan senantiasa berbagi ilmu bersama
untuk menjadi insan cendikia yang bijaksana.Terimakasih.
Tak ada sesuatu pun yang sempurna di dunia ini.Karena itulah pasti masih banyak
kekhilafan yang kami lakukan dalam penulisan makalah ini.Kritik dan saran selalu
kami nantikan agar menjadi pembaikan bagi kami dalam setiap pembelajaran hidup
yang kami jalani.
Alhamdulillah.
Bandung, 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Salah satu sebabnya adalah, karena dalam agama terdapat ajaran yang mutlak
(obsolut, qath’i). Aspek ajaran ini diyakini sebagai dogma yang harus dianut.
Sikap dogmatis ini mendorong orang menjadi tertutup, eksklusif, dan tidak
menerima pendapat dan pemikiran baru yang –dianggap - bertentangan dengan
dogma tersebut. Sikap dogmatis juga, membuat orang berpegang teguh pada pendapat
dan pemikiran lama dan tidak bisa menerima perubahan. Dogmatisme membuat
orang bersikap tradisional, statis, dan tidak rasional.
Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh para tokoh pembaharuan pemikiran
Islam. Ummat Islam harus rasional, modern dan menerima perubahan dan
pembaharuan. Hal ini karena Islam merupakan system ajaran universal yang
“mashalih likulli zaman wa almakan” (relevan dengan setiap zaman dan tempat
(keadaan)”. Menurut mereka, pintu ijtihad belum tertutup. Pintu ijtihad masih –dan
terus – terbuka. Masih banyak hal yang perlu di-ijtihad-kan. Masih banyak aspek
ajaran Islam yang bersifat relatif (nisbi, dzanni).
Dan ini harus difikirkan serta dicarikan penafsiran dan pemahaman baru sesuai
dengan tuntutan zaman. Islam menghendaki rekonstruksi sosio-moral dan sosio-etnik
3
masyarakat muslim, atau sesuai –atau paling tidak mendekati- dengan tatanan
kehidupan Islam ideal.1 Dalam pada itu, Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh
pemikir yang independen dan bersikap liberal, karena banyak bersentuhan dengan
peradaban barat. Karena itulah, penting untuk mengetahui bagaimana corak
pemikiran salah satu tokoh pemikir Islam yang membawa perubahan yang besar bagi
dunia Islam, khususnya Mesir.
1
Hamdani Hamid. Pemikiran Modern dalam Islam. (Kemenag, 2012). Hlm: 75.
4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Abdul Hasan Khairullah 2. Ia lahir di
suatu desa di Mesir Hilir, Mahallah Nasr, pada tahun 18493, namun tidak diketahui
secara pasti daerahnya. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah yang berasal dari
Turki, sedangkan ibunya kurang diketahui identitasnya, selain disebutkan dalam
riwayat bahwa ia termasuk dari keturunan bangsa Arab, Umar Ibn Khatab. Masa kecil
Abduh tumbuh di sebuah desa yang tidak terlalu mementingkan pendidikan formal,
namun tidak mengabaikan pendidikan agama. Kedua orang tua Abduh selalu
mendorong dirinya untuk belajar membaca dan menghafal Al Qur’an. Sampai
kemudian, di tahun 1862 Abduh dikirim ke Tanta untuk belajar Islam lebih dalam dan
memahami ilmu Nahw, Fiqh, Sharf, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Namun masa
dua tahun di Tanta itu dilaluinya dengan sia-sia karena ia tidak mampu untuk
menyerapa apa yang dipelajarinya.
2
Ibid.
3
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992). Hlm: 58.
4
Ibid. Hlm: 56.
5
Setelah merampungkan studinya di Tanta, kemudian ia melanjutkan belajar di Al
Azhar pada tahun 1886. Saat ia di Al Azhar, Jamaluddin Al Afghani datang ke Mesir
dalam perjalanannya ke Istambul. Ini menjadi pertemuan pertama Abduh dengan
tokoh Islam yang sangat berpengaruh pada saat itu. Kemudian pada tahun 1871, ia
menjadi murid Jamaluddin Al Afghani yang paling setia dan mulai belajar filsafat di
bawah bimbingannya.5
5
Ibid. Hlm: 60-61.
6
Ibid.
6
2.2 Pemikiran Muhammad Abduh
Menurut Abduh, hal seperti ini adalah bid’ah dan harus dihilangkan dengan cara
membawa kembali umat Islam ke dalam ajaran-ajaran Islam yang semula, yang ada
pada zaman sahabat dan ulama salaf. Namun, tidak cukup jika hanya kembali pada
ajaran Islam yang semula itu. Seperti yang dianjurkan oleh Muhammad Abd Al
Wahab, karena zaman dan suasana umat Islam sekarang telah jauh berubah, maka
ajaran-ajaran Islam pun harus disesuaikan dengan keadaan modern zaman sekarang.
Muhammad Abduh menyatakan bahwa ajaran-ajaran Islam terbagi menjadi dua
kategori, yakni Ibadat dan mu’amalat.7 Untuk kategori ibadat, banyak sekali sumber
yang disajikan dalam Al Quran dan Hadis. Sedangkan untuk muamalat sendiri,
sebagai sebuah ilmu tentang hidup bermasyarakat, maka itu hanya sebagian kecil
yang tercantum dalam Al Quran dan hadis, sehingga untuk pengajarannya bisa
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
7
Pemabaharuan Dalam Islam. Ibid. Hlm: 62-63.
7
terbukanya alam pikiran baru dalam dunia umat Islam. Namun, hanya orang-orang
tertentu yang memenuhi syarat yang boleh dan berhak untuk melakukan ijtihad itu.
Untuk orang-orang awam cukup mengikuti hasil ijtihad dari madzhab yang
diikutinya. Ijtihad ini dijalankan langsung pada Al Quran dan Hadis sebagai sumber
utama pengajaran umat Islam di seluruh dunia. Bentuk pengajaran muamalat ini yang
lebih penting untuk di-ijtihadi, sehingga sesuai dengan kemajuan zaman yang
semakin modern. Sedangkan untuk ibadat, karena merupakan sebuah bentuk
kemonikasi antara manusia dan Tuhan, maka tidak harus mengikuti perubahan
zaman, cukup dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Al Quran dan
Hadis. Itu bukan merupakan lapangan ijtihad.
Kepercayaan kepada akal adalah dasar peradaban suatu bangsa. Akal yang
terlepas dari ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan memperoleh jalan-jalan
menuju sebuah kemajuan. Pemikiran akallah yang memunculkan sebuah ilmu
pengetahuan.9 Ilmu pengetahuan adalah salah satu dari penyebab kemajuan umat
Islam di masa lampau, dan juga salah satu kemajuan barat di masa sekarang. Karena
itulah untuk mencapai sebuah kesuksesan dan kecermelangan yang sempat hilang,
8
Ibid. Hlm: 65.
9
Ibid.
8
umat Islam harus segera kembali mempelajari dan mementingkan ilmu
pengetahuan.10
Beberapa modernis muslim sangat yakin bahwa dengan melalui Islam beserta
kitabnya, umat manusia telah mencapai kedewasaan rasional dan tidak memerlukan
wahyu Tuhan lagi untuk menjalankan kehidupannya di dunia. Namun karena umat
manusia masih mengalami kebingungan moral, mereka seringkali tidak dapat
mengimbangi derap kemajuan ilmu pengetahuan, maka perjuangannya moralnya
harus tetap bergantung dan berpegang teguh pada kitab-kitab Allah untuk
mendapatkan petunjuk, agar menjadi konsisten dan berarti. Pemahaman mengenai
petunjuk Allah ini tidak lagi tergantung pada pribadi “pilihan” namun telah memiliki
sebuah fungsi yang kolektif.12
10
Ibid. Hlm: 66.
11
Fazlur Rahman. Tema Pokok Al Quran. (Bandung: PUSTAKA, 1983). Hlm: 117.
12
Ibid. Hlm: 119.
13
Pemikiran Modern Dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 87.
9
Abduh, bahwa Al Quran berbicara bukan semata kepada hati manusia, namun kepada
akalnya.14 Karena itulah Islam memandang akal dengan kedudukan yang sangat
tinggi. Hubungannya dengan wahyu bahwasannya ilmu-ilmu pengetahuan modern
yang banyak didasarkan pada hukum alam (sunatullah) tidak bertentangan dengan
Islam. Hukum alam itu adalah ciptaan Tuhan, sebagaimana wahyu juga adalah
berasal dari Tuhan. karena keduanya berasal dari Tuhan, maka ilmu pengetahuan
modern yang berasal dari hukum alam tidak bertentangan dengan Islam yang
sebenarnya berasal dari wahyu yang dibawa Nabi Muhammad. Ilmu pengetahuan
modern seharusnya harus sesuai dan berdasar pada hukum Islam yang sebenarnya.15
Dengan cara di atas, mengerti dan memahami segala sesuatu secara mendalam, ini
akan menghilangkan faham jumud dalam kehidupan umat Islam, dan digantin dengan
faham dinamika. Karena itulah umat Islam akan senantiasa berubah untuk merubah
nasibnya dengan usaha sendiri agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.
Dalam hal ini, jelas sekali bahwa Abduh sangat mendukung faham Qadariyah yang
14
Pembaharuan Dalam Islam. Loc.Cit. Hlm: 65.
15
Ibid.
16
Ibid. Hlm:66.
10
lebih mengedepankan usaha mandiri daripada tunduk pasrah terhadap keadaan yang
membelenggu.
17
Pemikiran Modern Dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 90.
18
Pembaharuan dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 68.
11
seluruh negeri Muslim telah memperoleh kemerdekaan. Yang tersisa adalah
berusaha mengejar ketertingggalan mereka dari Barat dalam berbagai bidang.19
19
Pemikiran Modern dalam Islam. Ibid.
20
Ibid. Hlm: 90-91.
12
BAB 3 PENUTUP
3.1 Analisis
Dari beberapa uraian yang dijelaskan dalam tema pembahasan pada bab
sebelumnya, bahwa pemikiran Muhammad Abduh ini memiliki dampak yang sangat
besar sekali terhadap perkembangan dunia Islam pada masa selanjutnya. Banyak dari
beberapa tokoh pemikir Islam modern yang terinspirasi dari hasil pemikirannya dan
mencoba untuk melanjutkan perjuangan Abduh dalam mengembalikan masa
keemasan Islam dengan majunya ilmu pengetahuan.
Rasyid Ridha adalah salah satu muridnya yang sangat menjunjung tinggi hasil
pemikiran Muhammad Abduh, walaupun pada kenyataanya hasil pemikiran Ridha
tidak sepenuhnya persis dengan pemikiran Abduh, namun Ridha tetap menjunjung
tinggi dan melanjutkan perjuangan Abduh dalam mengembalikan kemajuan Islam.
3.2 Kesimpulan
Abduh dalam perjuangannya untuk mengembalikan kemajuan umat Islam,
memberikan penyadaran kepada umat Islam untuk lepas dari tradisi jumud dan taklid
yang hanya tunduk patuh pada dogma ulama salaf yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman. Akal sebagai salah satu karunia terbesar yang Tuhan
13
anugerahkan bagi manusia harus senantiasa dimanfaatkan dengan cara berfikir
dinamis demi kemajuan bersama.
Namun daripada itu, ajaran-ajaran yang diturunkan Tuhan melalui Nabinya yang
berupa wahyu juga tidak boleh untuk dikesampingkan. Akal dalam melaksanakan
ijtihadnya harus berrdasarkan pada ajaran wahyu sebagai ciptaan Tuhan dan dasar
utama umat Islam, yakni Al Quran dan Hadis.
Manusia dalam menjalani kehidupannya berhak untuk memilih hal yang terbaik
dalam hidupnya, selagi tidak bertentangan dengan Hukum Tuhan. Dan semua yang
ditentukan oleh Tuhan, manusia diwenangkan untuk berikhtiar dalam memperoleh
kebaikan dalam hidupnya, sehingga bisa mencapai kebahagiaan. Namun segalanya
tetap ada dalam kekuasaan Tuhan yang memutuskan kahir dari segalanya. Selagi
manusia berbuat baik, maka Tuhan pun akan memberikan yang terbaik sesuai dengan
apa yang diusahakannya.
14
DAFTAR SUMBER
Abduh dan Ridha (Perbedaan antara Guru dan Murid), pdf.
Hamdani, Hamid. 2012. Pemikiran Modern Dalam Islam. Jakarta: Direktorat Jendral
Kementrian Agama.
15